Index of /ProdukHukum/Sekneg 26.
                                                                                PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 26 TAHUN 2005
TENTANG
PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN
AVTUR UNTUK KEPERLUAN PENERBANGAN INTERNASIONAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 16B UndangUndang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 18 Tahun 2000 dan untuk memberikan
kemudahan dan kepastian perlakuan perpajakan terhadap
maskapai penerbangan yang melakukan penerbangan dengan
rute internasional, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah
tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan
Avtur untuk Keperluan Penerbangan Internasional;
Mengingat : 1.
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali
diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor
8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
- 2 Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3986);
MEMUTUSKAN : . . .
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERLAKUAN
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN AVTUR
UNTUK KEPERLUAN PENERBANGAN INTERNASIONAL.
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Perjanjian pelayanan transportasi udara adalah perjanjian
internasional dan bilateral antara Pemerintah Republik
Indonesia dengan pemerintah negara lain tentang pelayanan
transportasi udara yang telah diratifikasi.
2.
Penerbangan internasional adalah penerbangan dari bandar
udara di luar negeri ke bandar udara di dalam wilayah negara
Republik Indonesia yang menjadi tempat pendaratan pertama
atau penerbangan dari bandar udara di dalam wilayah negara
Republik Indonesia yang menjadi tempat penerbangan
terakhir ke bandar udara di luar negeri.
3.
Maskapai penerbangan adalah maskapai penerbangan dalam
negeri dan maskapai penerbangan dari suatu negara yang
telah terikat dalam perjanjian pelayanan transportasi udara.
4.
Penerbangan domestik adalah penerbangan antar bandar
udara di dalam wilayah negara Republik Indonesia.
- 3 -
Pasal 2
(1) Penyerahan avtur kepada maskapai penerbangan untuk
keperluan penerbangan internasional diberikan fasilitas tidak
dipungut Pajak Pertambahan Nilai sepanjang perjanjian
pelayanan tranportasi udara
mencantumkan asas timbal
balik.
(2) Tata cara . . .
(2) Tata cara pemberian fasilitas tidak dipungut Pajak
Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Pasal 3
(1) Dalam hal avtur digunakan untuk keperluan penerbangan
domestik
yang menjadi satu rangkaian
dengan
penerbangan internasional, maka atas penggunaan avtur
untuk penerbangan domestik terutang Pajak Pertambahan
Nilai
(2) Tata cara pemungutan, pembayaran, dan pelaporan Pajak
Pertambahan Nilai atas penyerahan avtur untuk keperluan
penerbangan domestik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Pasal 4
(1) Dalam hal avtur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(1), digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau
dipindahtangankan kepada pihak lain baik sebagian atau
seluruhnya, maka Pajak Pertambahan Nilai terutang yang
- 4 tidak dipungut wajib dibayar kembali dalam jangka waktu 1
(satu) bulan sejak avtur tersebut dialihkan penggunaannya
atau dipindahtangankan.
(2) Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan, Pajak
Pertambahan Nilai terutang yang tidak dipungut belum
dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur
Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar ditambah dengan sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pasal 5 . . .
Pasal 5
Pada saat Peraturan Pemerintah ini berlaku maka :
a.
Ketentuan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai tidak
diberlakukan atas penyerahan avtur kepada maskapai
penerbangan untuk keperluan penerbangan internasional
yang sejak tanggal 1 Januari 2005 sampai dengan tanggal 30
Juni 2005 belum dilakukan pemungutan Pajak Pertambahan
Nilai.
b.
Pajak
Pertambahan
Nilai
yang
sudah
dipungut
atas
penyerahan avtur kepada maskapai penerbangan untuk
keperluan penerbangan internasional sejak tanggal 1 Januari
2005 sampai dengan 30 Juni 2005, wajib disetorkan ke Kas
Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang perpajakan.
- 5 c.
Pajak Pertambahan Nilai yang telah dipungut sebagaimana
dimaksud pada huruf b dapat diminta kembali oleh maskapai
penerbangan
yang
bersangkutan
sepanjang
belum
dikreditkan atau dibebankan sebagai biaya.
Pasal 6
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan
dan berlaku surut terhitung sejak tanggal 1 Januari 2005.
Agar . . .
Agar
setiap
orang
mengetahuinya,
memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Juni 2005
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
- 6 Dr. H. SUSILO BAMBANG
YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 Juni 2005
MENTERI SEKRETARIS NEGARA
Selaku
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
AD INTERIM,
ttd
YUSRIL IHZA MAHENDRA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 52
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 26 TAHUN 2005
TENTANG
PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN
AVTUR UNTUK KEPERLUAN PENERBANGAN INTERNASIONAL
I.
UMUM
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2000 menentukan bahwa suatu fasilitas Pajak Pertambahan Nilai
hanya dapat diberikan apabila memang benar-benar diperlukan, yang
diberlakukan dengan berpegang teguh pada prinsip perlakuan yang sama
terhadap semua wajib pajak sejenis berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan.
Salah satu fasilitas tersebut yang layak diberikan adalah tidak
dipungutnya Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan avtur untuk
keperluan penerbangan internasional, sesuai dengan perjanjian pelayanan
transportasi udara yang telah diratifikasi.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dalam Peraturan Pemerintah ini
ditetapkan pemberian fasilitas berupa Pajak Pertambahan Nilai tidak
dipungut
atas
penyerahan
avtur
untuk
keperluan
penerbangan
- 2 internasional berdasarkan asas timbal balik sebagaimana tercantum dalam
perjanjian pelayanan transportasi udara yang diratifikasi.
II. PASAL DEMI PASAL . . .
II.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan penerbangan domestik yang menjadi
satu rangkaian dengan penerbangan internasional, misalnya
penerbangan pesawat dari bandar udara Soekarno-Hatta
Cengkareng ke bandar udara Polonia Medan dengan tujuan
akhir pesawat tersebut adalah bandar udara Changi di
Singapura.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
- 3 Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR
4506
                                            
                NOMOR 26 TAHUN 2005
TENTANG
PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN
AVTUR UNTUK KEPERLUAN PENERBANGAN INTERNASIONAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 16B UndangUndang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 18 Tahun 2000 dan untuk memberikan
kemudahan dan kepastian perlakuan perpajakan terhadap
maskapai penerbangan yang melakukan penerbangan dengan
rute internasional, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah
tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan
Avtur untuk Keperluan Penerbangan Internasional;
Mengingat : 1.
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali
diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor
8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
- 2 Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3986);
MEMUTUSKAN : . . .
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERLAKUAN
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN AVTUR
UNTUK KEPERLUAN PENERBANGAN INTERNASIONAL.
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Perjanjian pelayanan transportasi udara adalah perjanjian
internasional dan bilateral antara Pemerintah Republik
Indonesia dengan pemerintah negara lain tentang pelayanan
transportasi udara yang telah diratifikasi.
2.
Penerbangan internasional adalah penerbangan dari bandar
udara di luar negeri ke bandar udara di dalam wilayah negara
Republik Indonesia yang menjadi tempat pendaratan pertama
atau penerbangan dari bandar udara di dalam wilayah negara
Republik Indonesia yang menjadi tempat penerbangan
terakhir ke bandar udara di luar negeri.
3.
Maskapai penerbangan adalah maskapai penerbangan dalam
negeri dan maskapai penerbangan dari suatu negara yang
telah terikat dalam perjanjian pelayanan transportasi udara.
4.
Penerbangan domestik adalah penerbangan antar bandar
udara di dalam wilayah negara Republik Indonesia.
- 3 -
Pasal 2
(1) Penyerahan avtur kepada maskapai penerbangan untuk
keperluan penerbangan internasional diberikan fasilitas tidak
dipungut Pajak Pertambahan Nilai sepanjang perjanjian
pelayanan tranportasi udara
mencantumkan asas timbal
balik.
(2) Tata cara . . .
(2) Tata cara pemberian fasilitas tidak dipungut Pajak
Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Pasal 3
(1) Dalam hal avtur digunakan untuk keperluan penerbangan
domestik
yang menjadi satu rangkaian
dengan
penerbangan internasional, maka atas penggunaan avtur
untuk penerbangan domestik terutang Pajak Pertambahan
Nilai
(2) Tata cara pemungutan, pembayaran, dan pelaporan Pajak
Pertambahan Nilai atas penyerahan avtur untuk keperluan
penerbangan domestik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Pasal 4
(1) Dalam hal avtur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(1), digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau
dipindahtangankan kepada pihak lain baik sebagian atau
seluruhnya, maka Pajak Pertambahan Nilai terutang yang
- 4 tidak dipungut wajib dibayar kembali dalam jangka waktu 1
(satu) bulan sejak avtur tersebut dialihkan penggunaannya
atau dipindahtangankan.
(2) Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan, Pajak
Pertambahan Nilai terutang yang tidak dipungut belum
dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur
Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar ditambah dengan sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pasal 5 . . .
Pasal 5
Pada saat Peraturan Pemerintah ini berlaku maka :
a.
Ketentuan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai tidak
diberlakukan atas penyerahan avtur kepada maskapai
penerbangan untuk keperluan penerbangan internasional
yang sejak tanggal 1 Januari 2005 sampai dengan tanggal 30
Juni 2005 belum dilakukan pemungutan Pajak Pertambahan
Nilai.
b.
Pajak
Pertambahan
Nilai
yang
sudah
dipungut
atas
penyerahan avtur kepada maskapai penerbangan untuk
keperluan penerbangan internasional sejak tanggal 1 Januari
2005 sampai dengan 30 Juni 2005, wajib disetorkan ke Kas
Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang perpajakan.
- 5 c.
Pajak Pertambahan Nilai yang telah dipungut sebagaimana
dimaksud pada huruf b dapat diminta kembali oleh maskapai
penerbangan
yang
bersangkutan
sepanjang
belum
dikreditkan atau dibebankan sebagai biaya.
Pasal 6
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan
dan berlaku surut terhitung sejak tanggal 1 Januari 2005.
Agar . . .
Agar
setiap
orang
mengetahuinya,
memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Juni 2005
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
- 6 Dr. H. SUSILO BAMBANG
YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 Juni 2005
MENTERI SEKRETARIS NEGARA
Selaku
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
AD INTERIM,
ttd
YUSRIL IHZA MAHENDRA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 52
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 26 TAHUN 2005
TENTANG
PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN
AVTUR UNTUK KEPERLUAN PENERBANGAN INTERNASIONAL
I.
UMUM
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2000 menentukan bahwa suatu fasilitas Pajak Pertambahan Nilai
hanya dapat diberikan apabila memang benar-benar diperlukan, yang
diberlakukan dengan berpegang teguh pada prinsip perlakuan yang sama
terhadap semua wajib pajak sejenis berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan.
Salah satu fasilitas tersebut yang layak diberikan adalah tidak
dipungutnya Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan avtur untuk
keperluan penerbangan internasional, sesuai dengan perjanjian pelayanan
transportasi udara yang telah diratifikasi.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dalam Peraturan Pemerintah ini
ditetapkan pemberian fasilitas berupa Pajak Pertambahan Nilai tidak
dipungut
atas
penyerahan
avtur
untuk
keperluan
penerbangan
- 2 internasional berdasarkan asas timbal balik sebagaimana tercantum dalam
perjanjian pelayanan transportasi udara yang diratifikasi.
II. PASAL DEMI PASAL . . .
II.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan penerbangan domestik yang menjadi
satu rangkaian dengan penerbangan internasional, misalnya
penerbangan pesawat dari bandar udara Soekarno-Hatta
Cengkareng ke bandar udara Polonia Medan dengan tujuan
akhir pesawat tersebut adalah bandar udara Changi di
Singapura.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
- 3 Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR
4506