T1 802011038 Full text

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER
DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA ANGGOTA GENG MOTOR
MATIC 17 SALATIGA

OLEH
NUGRAHANI CATUR REJEKI
802011038

TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER
DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA ANGGOTA GENG MOTOR

MATIC 17 SALATIGA

Nugrahani Catur Rejeki
Chr. Hari. Soetjiningsih

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan yang signifikansi antara pola asuh
otoriter dengan perilaku agresif pada anggota geng motor matic17 Salatiga. Partisipan
penelitian berjumlah 45 anggota geng. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan
menyebarkan dua macam skala. Skala yang digunakan adalah skala pola asuh otoriter
diukur dengan menggunakan skala yang disusun oleh Robinson,dkk.(1995) dan skala
perilaku agresif yang disusun oleh Buss dan Perry (1992). Teknik analisis data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi product moment dari Pearson. Hasil
penelitian yaitu tidak ada hubungan yang signifikan antara pola asuh otoriter dengan
perilaku agresif pada anggota geng motor matic17 Salatiga
0,05).
Kata Kunci : Pola asuh otoriter, perilaku agresif

i

= 0,209, p = 0,084, (p >

Abstract

The purpose of the reseach is to know the positive and significant relationship between
authoritarian parenting and aggressive behavior on gang members motorcycle matic17
Salatiga. The participants of the reseach are 45 gang members. Data collection
techniques conducted by spreading two type scales. The scale used is a scale pattern is
measured using authoritarian custody of the scale of compiled by Robinson et al (1995)
and scale aggressive behavior compiled by Buss and Perry (1992). The technique of
analysis of data used in this research is the correlation product moment of pearson.
The results of research which is not a significant relation exists between authoritarian

parenting with aggressive behavior on gang members motorcycle matic17 Salatiga
= 0,209, p = 0,084, (p > 0,05).
Keywords: Authoritarian Parenting, Aggressive Behavior

ii

1

PENDAHULUAN
Masa remaja adalah masa menuju kedewasaan. Masa ini merupakan tarap
perkembangan dalam kehidupan manusia, dimana seseorang sudah tidak dapat disebut
anak kecil lagi, tetapi belum dapat disebut orang dewasa. Masa remaja dimulai sekitar
usia 10 hingga 13 tahun dan berakhir pada sekitar usia 18 sampai 22 tahun (Santrock,
2007). Tarap perkembangan ini pada umumnya disebut masa peralihan dari masa
kanak-kanak ke masa peralihan kedewasaan. Menurut Monks (2002) dalam bukunya
Psikologi Perkembangan, mengemukakan bahwa remaja sudah tidak termasuk golongan
anak, dan juga tidak termasuk golongan orang dewasa atau orang tua. Remaja berada di
antara anak dan orang dewasa. Remaja masih belum mampu untuk menguasai fungsifungsi fisik maupun psikisnya. Jika ditinjau dari segi tersebut mereka masih termasuk
golongan kanak-kanak.
Dalam masa ini individu mengalami banyak tantangan dalam perkembangannya,

baik dari dalam diri maupun dari luar diri terutama lingkungan sosial. Menurut Elida
(2006), tingkah laku negatif bukan merupakan ciri perkembangan remaja yang normal,
remaja yang berkembang akan memperlihatkan perilaku yang positif. Sekarang ini
sebagian remaja menunjukkan perilaku negatif, salah satunya adalah perilaku agresif,
yaitu suatu tindakan yang dilakukan secara sengaja pada individu lain sehingga
menyebabkan sakit fisik dan psikis pada individu lain. Kelompok teman sebaya
merupakan hal yang sangat penting bagi remaja, salah satu kelompok teman sebaya
adalah geng motor, dimana umumnya anggota geng motor berusia 14 sampai 22 tahun,
untuk memenuhi kebutuhan pribadi, difahami, dihargai dan diinginkan. Persetujuan atau
penolakan teman sebaya merupakan pengaruh yang kuat dalam dan tingkah laku
maskulin dan identitas seseorang (Santrock, 2003).

2

Dari hasi wawancara oleh peneliti, didapatkan adanya tindakan agresif pada
anggota gang motor matic17 sehingga dijadikan sampel penelitian peneliti. Contoh
tindakan yang pernah dilakukan yaitu ada beberapa anggota geng yang terlibat
perkelahian adu jotos dengan orang lain di luar anggota geng motor yang kebetulan
lewat karena salahpaham. Ada juga beberapa anggota geng terlibat adu mulut
mengeluarkan kata-kata kasar pada rekan sesama geng. Pernah juga sesama anggota

geng motor matic17 karena bercanda, saling menyindir dan mengejek kemudian
berakhir dengan perkelahian saling memukul. Sering juga terjadi perkelahian saat
mereka melakukan balap liar dengan kelompok lain karena kalah saat bertanding.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku agresif pada remaja. Salah
satunya gaya pengasuhan, gaya pengasuhan telah dikaitkan dengan sejumlah perilaku
anak-anak maladaptive termasuk kenakalan, prestasi akademik, agresi, serta adaptif
tersebut perilaku sebagai tanggung jawab pribadi, kesadaran, dan prestasi akademik
Baumrind, dkk. (dalam Leilani Greening, dkk. 2010). Salah satu faktor penyebab agresi
yang pertama adalah frustasi. Frustrasi yang sepenuhnya dibenarkan telah terbukti
meningkatkan agresi Dill dan Anderson, (1995). Frustasi dapat menimbulkan
kemarahan dan emosi marah inilah yang dapat memicu seseorang melakukan perilaku
agresi. Frustasi itu sendiri adalah hambatan terhadap pencapaian suatu tujuan (Sarwono,
2002). Frustasi dapat disebabkan oleh pola asuh otoriter. Sikap orang tua yang terlalu
menuntut dapat membuat anak frustasi. Frustasi dapat ditimbulkan oleh orang tua yang
menginginkan anaknya tunduk dan patuh serta selalu menuruti semua kehendak orang
tuanya. Orang tua yang terlalu keras serta tidak responsif pada kebutuhan anak akan
membuat anak cenderung menjadi takut serta murung. Kondisi-kondisi itu bisa
melandasi perilaku agresif. Orang tua yang sering memberikan hukuman fisik pada

3


anaknya dikarenakan kegagalan memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh orang tua
akan membuat anak marah dan kesal kepada orang tuanya tetapi anak tidak berani
mengungkapkan kemarahannya itu dan melampiaskannya kepada orang lain dalam
bentuk perilaku agresif (Sarwono, 2002).
Pola asuh adalah perlakuan orang tua dalam rangka memenuhi kebutuhan,
memberikan perlindungan dan mendidik anak dalam kehidupan sehari-hari. Khon
(dalam Krisnawaty, 1986) menyatakan bahwa pola asuh merupakan sikap orang tua
dalam berinteraksi dengan anak- anaknya, sikap orang tua ini meliputi cara orang tua
memberikan aturan- aturan, hadiah maupun hukuman, cara orang tua menunjukkan
otoritasnya dan cara orang tua memberikan perhatian dan tanggapan terhadap anaknya.
Pola asuh ini salah satunya adalah pola asuh otoriter. Adapun pola asuh otoriter ini
sendiri adalah sikap otoriter yaitu sikap mau menang sendiri, sikap main kuasa, sikap
paling betul sendiri (Citrobroto 1980). Pola asuh otoriter atau disebut juga
(outhoritarian parenting) adalah pola asuh yang gagasan pengasuhan yang membatassi
dan bersikap menghukum dan mendikte remaja untuk mengikuti petunjuk orang tua dan
menghormati pekerjaan dan usaha yang dilakukan oleh orang tua mereka. Orang tua
yang besifat outhoritarian memberikan batasan dan kendali yang tegas terhadap remaja
dan hanya melakukan sedikit komunikasi verbal (Santrock, 2002).
Penelitian Walters (dalam Tarmudji, 2002) menemukan bahwa orang tua yang

otoriter cenderung memberi hukuman terutama hukuman fisik. Dengan berbagai cara
segala tingkah laku anak dikontrol dengan ketat. Penelitian yang dilakukan Mueker
(dalam Gerungan, 1987) menemukan hasil bahwa anak-anak yang diasuh oleh orang tua
otoriter banyak menunjukkan ciri-ciri adanya sikap menunggu dan menyerahkan segalagalanya kepada pengasuhnya. Menurut penelitian Watson (dalam Tarmudji, 2002),

4

pemakai pola asuh otoriter dapat menimbulkan sikap keagresifan, kecemasan dan
mudah putus asa. Penelitian yang dilakukan Wahyu (2005) pola asuh otoriter dengan
perilaku agresif remaja SMA Negeri 1 Getasan berkorelasi dengan koefisien

= 0,235

berarti berkorelasi taraf rendah. Stejianny (2000) menemukan bahwa pola asuh otoriter
berkorelasi pada taraf sedang dengan perilaku agresif remaja

= 0,636. Sedangkan

menurut penelitian Tarmudji (2001) pola asuh otoriter dengan perilaku agresif remaja
berkorelasi dengan koefisien


= 0,291 berarti berkorelasi taraf rendah.

Penelitian Stejianny (2000), Tarmudji (2001) dan Wahyu (2005) ada korelasi yang
signifikan antara pola asuh otoriter dengan perilaku agresif remaja namum ada
perbedaan taraf korelasinya yaitu taraf rendah dan sedang. Untuk memestikan
korelasinya berada taraf rendah atau sedang antara pola asuh orang tua otoriter dengan
perilaku agresif remaja perlu dilakukan penelitian ulang namun dalam penelitian kali ini
partisipan yang dipakai adalah anggota geng motor.
Rumusan masalah
Dalam penelitian ini apakah ada hubungan yang positif signifikan antara pola asuh
otoriter dengan perilaku agresif pada anggota geng motor matic17 Salatiga?
Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pola asuh
otoriter dengan perilaku agrsif pada anggota geng motor matic17 Salatiga.

5

Manfaat penelitian
1. Manfaat toritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu psikologi
khususnya yang berkaitan dengan upaya menghadapi permasalahan remaja yang
terdapat dalam mata kuliah psikologi sosial dan psikologi perkembangan.
2. Manfaat praktis
Hasil penelitian diharapkkan dapat memberikan pandangan kepada orang tua
dan guru untuk memberi bimbingan yang optimal kepada remaja serta
melakukan tindak lanjut yang sesuai untuk menghadapi perilaku agresif. Bagi
penelitian mendatang dapat menjadi bahan rujukan kepada peneliti yang akan
melakukan penelitian terhadap permasalahan yang sama.

TINJAUAN PUSTAKA
Perilaku Agresif
Agresivitas merupakan salah satu bentuk perilaku yang dimiliki oleh setiap orang.
Buss (dalam Gasa, 2005) menyebutkan bahwa suatu perilaku disebut agresif bila
individu memberikan stimulus yang berbahaya secara fisik maupun moral kepada
individu lain. Setiap perilaku yang ditujukan untuk menyakiti pihak lain, baik secara
langsung seperti memukul atau secara tidak langsung seperti menyebarkan berita
bohong mengenai seseorang dapat disebut sebagai agresi.
Krahe (2005) menambahkan bahwa suatu perilaku dapat digolongkan sebagai
perilaku agresif bila dilakukan dengan niat menimbulkan akibat negative terhadap

targetnya, dan sebaliknya menimbulkan harapan bahwa tindakan itu akan

6

menghasilkan sesuatu. Spesifikasi ini mengesampingkan perilaku yang mengakibatkan
sakit ataupun cedera yang terjadi di luar kehendak, misal yang terjadi secara kebetulan
atau akibat kecerobohan, ataupun agresi yang diarahkan pada diri sendiri.
Maka dapat disimpulkan perilaku agresif adalah suatu perilaku yang dilakukan
secara sengaja yang dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung (secara fisik
atau verbal) yang dimaksudkan untuk menyakiti yang dapat menimbulkan akibat
negative terhadap makhluk hidup lain.
Aspek- Aspek Perilaku Agresif
Menurut Buss dan Perry (1961), aspek-aspek perilaku agresif, yaitu:
a. Agresi fisik
Yaitu perilaku yang bertujuan untuk menyerang, melukai, dan melanggar hak
orang lain yang dilakukan secara fisik.
b. Agresi verbal
Yaitu perilaku yang bertujuan unutk menyerang, meluai, dan melanggar hak
orang lain berupa perkataan dan ucapan kasar atau kotor.
c. Amarah

Yaitu reaksi emosional akut yang ditimbulkan oleh sejumlah situasi yang
merangsang termasuk ancaman, agresi lahiriah, pertengkaran diri secara lisan,
kekecewaan atau frustrasi.
d. Permusuhan
Yaitu kecenderungan untuk menimbulkan kerugian, kejahatan, gangguan atau
kerusakan pada orang lain, kecenderungan melontarkan ras amarah pada orang
lain.

7

Faktor - Faktor yang Memengaruhi Perilaku Agresif
Menurut David G. Myers (2012) faktor- faktor yang mempengaruhi perilaku agresi
antara lain:
a. Pengalaman tidak menyenangkan (aversive) seperti rasa sakit
Menurut Berkowitz (1983, 1989, 1998) menyatakan bahwa pengalaman yang
tidak mengenakkan merupakan pemicu dasar dari agresi permusuhan. Frustrasi
jelas merupakan salah satu bentuk ketidaknyamanan. Namun, semua peristiwa
tidak mengenakan, baik harapan yang hancur, penghinaan, meupun rasa sakit
pada bagian tubuh dapat menimbulkan ledakan emosional. Bahkan siksaan yang
berasal dari kondisi depresi dapat meningkatkan kemungkinan permusuhan dan
perilaku agresif.
b. Serangan personal, baik fisik maupun verbal.
Diserang atau dihina oleh orang lain sangat mendorong terjadinya agresi.
Beberpa penelitian, termasuk yang dilakukan di Osaka University oleh
Keennichi Ohbuchi dan Toshihiro Kambara (1995), memperkuat pendapat
bahwa penyerangan yang disengaja melahirkan serangan balasan.
c. Isyarat agresi, seperti keberadaan senjata, dapat meningkatan perilaku agresif.
Senjata memancing pikiran bermusuhan dan keputusan memberi hukuman
(Aderson dkk.,1998; Dienstbier dkk., 1998). Senjata tidak hanya memberikan
sinyal agresi, tetapi juga jarak psikologis antara agresor dan korbannya.
d. Melihat tayangan kekerasan ditelevisi dapat menimbulkan peningkatan perilaku
agresif, terutama pada orang yang diprovokasi.
e. Memainkan video game yang berisi kekerasan secara berulang dapat
meningkatkan pikiran, perasaan, dan perilaku agresif, bahkan lebih rentan

8

dibandingkan dengan menonton televisi atau film, karena video games
melibatkan partisipan secara aktif dibandingkan media lainnya.
f. Agresi lebih banyak dilakukan oleh kelompok. Keadaan yang memicu individu
dapat memicu kelompok juga. Dengan adanya penyebaran tanggung jawab dan
tindakan polarisasi, kondisi dalam kelompok memperkuat reaksi agresif.
Selain itu menurut Rodriguez (2010) perilaku agresi disebabkan oleh gaya
pengasuhan disfungsional, terutama yang overreactive, gaya pengasuhan otoriter.
Menurut penelitian Stejiannny (2000) bahwa pola asuh otoriter berkorelasi pada taraf
sedang dengan perilaku agresif remaja. Menurut penelitian Watson (dalam Tarmudji,
2002), pemakai pola asuh otoriter dapat menimbulkan sikap keagresifan, kecemasan
dan mudah putus asa.
Pengertian Pola Asuh Otoriter
Pola asuh otoriter merupakan pola asuh dengan gaya pengasuhan yang
membatasi, memberi hukuman, mengatur remaja untuk mengikuti petunjuk orang
tuanya. Menurut Baumrind (1966), pola asuh otoriter yaitu cara pengasuhan orang tua
yang cenderung lebih suka menghukum, bersikap dictator, dan disiplin tinggi. Tidak
mengenal take and give, karena keyakinan mereka adalah bahwa anak harus menerima
sesuatu tanpa mempersoalkan aturan yang dibangun orangtua. Ketatnya aturan yang
ditetapkan dalam pengasuhan otoriter, remaja cenderung memberontak dan membuat
perlawanan terhadap ketergantungan remaja terhadap orangtua, definisi ini juga
dipakai oleh Robinson, dkk. (1995).

9

Maka dapat disimpulkan pola asuh otoriter adalah gaya pengasuhan yang
membatasi, memberi hukuman, mengharuskan remaja untuk mengikuti petunjuk dan
peraturan yang ditetapkan orang tuanya.

Aspek- Aspek Pola Asuh Otoriter

Aspek- aspek pola asuh otoriter menurut Robinson, dkk. (1995) yaitu:
a. Verbal Hostility
Sikap orang tua memarahi, berteriak atau membentak kepada anak, dan
tindakan- tindakan yang menandakan tidak adanya persetujuan dengan anaknya
seperti beradu mulut dengan anaknya.
b. Corporal Punishment
Menggunakan hukuman fisik yang dilakukan orangtua terhadap anak untuk
mendisiplin anak, seperti memukul, menamparm menghukum anak tanpa alasan
yang jelas, memaksa anak ketika anak tidak patuh.
c. Nonreasoning Punitive Strategies
Memberi anak hukuman tanpa memberi alasan yang jelas, memberikan
hukuman seperti meninggalkan anak di suatu tempat sendirian, dan ketika ada
perkelahian antar anak- anak orangtua memberikan hukuman tanpa bertanya
alasan mereka terlebih dahulu.
d. Directiveness
Mengatur anak dengan cara memberi tahu anak apa yang harus dilakukan sesuai
dengan kehendak orangtua. Orangtua selalu menyela, mengkritik dan memarahi
anak jika perilaku anak tidak sesuai dengan kehendak orangtua dan aturan yang
ditetapkan orangtua.

10

Anggota Geng Motor Matic17

Geng motor adalah kumpulan orang-orang pecinta motor yang gemar kebutkebutan, tanpa membedakan jenis motor yang dikendarai. Perlu dibedakan antara geng
motor dengan club motor. Club Motor biasanya mengusung merek tertentu atau
spesifikasi jenis motor tertentu dengan perangkat organisasi formal. Tapi kalau soal
aksi jalanan, semuanya sama saja. Kebanyakan sama-sama merasa jadi raja jalanan, tak
mau didahului, apalagi disalip oleh pengendara lain.

Geng motor matic17 adalah geng yang berisikan anggota anak remaja dengan usia
minimal 17 tahun dan mempunyai motor metic segala merek. Motor matic harus sudah
dimodifikasi sedemikan rupa supaya dapat melaju kencang untuk balapan sesama
anggota geng motor atau dengan anggota geng lain.

Hubungan Pola Asuh Otoriter dengan Perilaku Agresif
Dalam melakukan tugas-tugas perkembangannya, individu banyak dipengaruhi
oleh peranan orang tua. Peranan orang tua itu memberikan lingkungan yang
memungkinkan anak dapat menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya, terutama
pada masa awal (kanak-kanak) sampai masa remaja. Keluarga merupakan kelompok
sosial yang pertama dimana anak dapat berinteraksi.
Pengaruh keluarga dalam pembentukan dan perkembangan kepribadian sangatlah
besar artinya. Keluarga yang dilandasi kasih sayang sangat penting bagi anak supaya
anak dapat mengembangkan tingkah laku sosial yang baik. Bila kasih sayang tersebut
tidak ada, maka seringkali anak akan mengalami kesulitan dalam hubungan sosial, dan
kesulitan ini akan mengakibatkan berbagai macam kelainan tingkah laku sebagai upaya

11

kompensasi dari anak. Sebenarnya, setiap orang tua itu menyayangi anaknya, akan
tetapi manifestasi dari rasa sayang itu berbeda-beda dalam penerapannya, perbedaan
itu akan nampak dalam pola asuh yang diterapkan. Menurut ahli psikologi
perkembangan Baumrind (dalam Buri, 1991), pola asuh dapat dikelompokan menjadi
tiga kelompok authoritative, authoritarian, permissive, dan kesemuanya memiliki
kontribusi yang berbeda dalam tingkah laku anak.
Sejumlah penelitian mengungkap anak yang diasuh menggunakan pola asuh
ototriter menjadi bergantung atau pasif, kurang bisa bersosialisai, kurang percaya diri,
kurang memiliki rasa ingin tau dan kurang mandiri, bahkan anak dapat menjadi
berperilaku agresif. Menurut penelitian Watson (dalam Tarmudji, 2002), pemakai pola
asuh otoriter dapat menimbulkan sikap keagresifan, kecemasan dan mudah putus asa.
Santrock (2002) menyatakan bahwa pola asuh otoriter adalah suatu gaya membatasi
dan menghukum yang menuntut anak untuk mengikuti perintah-perintah orang tua dan
menghormati pekerjaan dan usaha. Orang tua yang otoriter menerapkan batas-batas
yang tegas dan tidak member peluang yang besar kepada anak-anak untuk berbicara
(bermusyawarah). Sarwono (1997) berpendapat bahwa perilaku agresif yang dilakukan
oleh remaja sangat dipengaruhi oleh pola asuh orang tuannya. Orang tua yang terlalu
menuntut anaknya untuk selalu mengikuti segala kemauannya akan membuat anak
frustasi sehingga anak bila berada di luar rumah akan berindak seenaknya dan
berperilaku agresif.
Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas maka penyusunan hipotesis penelitian ini
adalah ada hubungan yang positif signifikan antara pola asuh otoriter dengan perilaku
agresif pada anggota geng motor matic17. Semakin tinggi pola asuh otoriter dalam

12

pengasuhan maka semakin tinggi pula perilaku agresif dan sebaliknya semakin rendah
pola asuh otoriter dalam pengasuhan maka semakin rendah pula perilaku agresif.

METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kuantitatif dengan strategi korelasional.
Menurut Arikunto (2002) penelitian korelasional merupakan penelitian untuk
mengetahui ada atau tidak adanya hubungan antara dua variabel dengan variabel lain.
Besar atau tingginya hubungan tersebut dinyatakan dalam koefisien korelasi.
Partisipan
Partisipan dalam penelitian ini adalah anggota geng motor matic17 Salatiga yang
berjumlah 45 anggota. Teknik sampling yang digunakan adalah sampling jenuh, yaitu
teknik di mana semua anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sugiono, 2011).
Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua macam skala likert,
yaitu:
1. Skala Pola Asuh Otoriter
Sedangkan Pola Asuh Otoriter diukur dengan menggunakan skala yang disusun
oleh Robinson, dkk. (1995) yang telah dimodifikasi oleh penulis, berdasarkan
aspek- aspeknya antara lain yaitu Verbal Hostility, Corporal Punishment,
Nonreasoning Punitive Strategies, dan Directivenes, yang tersusun dalam 20

pernyataan. Responden diminta untuk menjawab setiap item kedalam 4 skala Likert

13

yaitu dari angka 1= „sangat tidak sesuai dengan diri saya‟; 2= „tidak sesuai dengan
diri saya‟; 3= „sesuai dengan diri saya‟; 4=‟sangat sesuai dengan diri saya‟.
Berdasarkan seleksi item skala pola asuh otoriter yang semula tersusun 20 item
sesudah dilakukan pengujian daya deskriminasi menjadi 19 (1 item gugur) yang
kemudian akan digunakan dalam analisis selanjutnya. Berdasarkan uji reliabilitas
Alpha Cronbach diperoleh hasil r=0,899, menurut Azwar (2000) jika reliabilitas

antara 0,8 ≤ α ≤ 0,9 dikategorikan bagus.
2. Skala Perilaku Agresif
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur Perilaku Agresif adalah skala
agresivitas yang terdiri dari empat aspek, sesuai dengan Aggression Questionnaire
yang disusun oleh Buss dan Perry (1992) yang penulis jadikan sebagai bahan acuan
yaitu: Agresi fisik, agresi verval, kemarahan, permusuhan. Skala telah
dimodifikasi oleh peneliti dengan cara menerjemahkan skala asli ke dalam
Bahasa Indonesia terlebih dahulu kemudian peneliti juga mengubah kalimat
supaya mudah unutk dipahami. Jumlah

item

yang

diuji sebanyak 29 item,

Responden diminta untuk menjawab setiap item kedalam 4 skala Likert yaitu dari
angka 1= „sangat tidak sesuai dengan diri saya‟; 2= „tidak sesuai dengan diri saya‟;
3= „sesuai dengan diri saya‟; 4=‟sangat sesuai dengan diri saya‟. Semakin tinggi
skor yang diperoleh subjek, semakin tinggi pula subjek untuk berperilaku agresif.
Sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh, maka semakin rendah pula subjek
untuk berperilaku agresif.
Berdasarkan seleksi item skala perilaku agresif yang semula tersusun 29 item
sesudah dilakukan pengujian daya deskriminasi menjadi 24 (5 item gugur) yang
kemudian akan digunakan dalam analisis selanjutnya. Berdasarkan uji reliabilitas

14

Alpha Cronbach diperoleh hasil r=0,874, menurut Azwar (2000) jika reliabilitas

antara 0,8 ≤ α ≤ 0,9 dikategorikan bagus.
Prosedur Pengumpulan Data
Pelaksanaan pengumpulan data dilaksanakan pada jam dan tempat yang telah
disepakati bersama anggota geng motor matic17 Salatiga. Proses pengumpulan data
dilakukan mulai pada tanggal 1 Juni 2015 dengan cara menyebarkan kuesioner pola
asuh otoriter dan kuesioner perilaku agresif pada anggota geng motor matic17 Salatiga.
Berdasarkan hasil pengumpulan data didapatkan partisipan sebanyak 45
partisipan. Pada penelitian ini menggunakan try out terpakai yaitu subjek yang
digunakan untuk try out digunakan sekaligus untuk penelitian. Data yang diperoleh
dalam penelitian ini kemudian diolah menggunakan bantuan program SPSS 16.0 for
windows.

Teknik Analisa Data
Metode analisis menggunakan uji korelasi untuk melihat hubungan pola asuh
otoriter dengan perilaku agresif pada anggota geng motor matic17 Salatiga. Analisis
data dilakukan dengan bantuan program SPSS 16.0 for windows.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Analisis Deskriptif
Variabel pola asuh otoriter mempunyai 19 item yang baik dengan pemberian skor
antara 1 sampai 4, sehingga dalam pembagiannya ditemukan adanya skor tertinggi

15

yaitu 76 dan skor terendahnya adalah 19. Sedangkan perilaku agresif mempunyai 24
item yang baik dengan pemberian skor antara 1 sampai 4, sehingga dalam
pembagiannya ditemukan adanya skor tertinggi yaitu 96 dan skor terndahnya adalah
24.Dalam penelitian ini akan dibuat sebanyak 5 kategori yaitu sangat tinggi, tinggi,
cukup, rendah dan sangat rendah.
Pola Asuh Otoriter
Berdasarkan jumlah item skala pola asuh otoriter 19 item dengan rentan nilai 14 dan dibantu dalam lima kategori, diperolah interval 11,4 interval, maka
ketegorisasinya sebagai berikut:
Tabel 1.1 Kategorisasi pengukuran skala pola asuh otoriter
No

INTERVAL

KATEGORI

64,6 < x ≤ 76
Sangat Tinggi
53,2 < x ≤ 64, 6
Tinggi
41,8 < x ≤ 53, 2
Cukup
30,4 < x ≤ 41,8
Rendah
19 < x ≤ 30,4
Sangat Rendah
JUMLAH
Berdasarkan Tabel 1.1 di atas, menunjukkan
1.
2.
3.
4.
5.

N

MEAN

PERSENTASE

1
2,22 %
4
8.88 %
13
28,88 %
23
41,8
51,11 %
4
8,88 %
45
100%
bahwa sebagaian besar anggota (51,11%)

pola asuh otoriter ada pada kategori rendah.
Perilaku Agresif
Berdasarkan jumlah item skala perilaku agresif yaitu 24 item dengan rentang
nialai 1 – 4 dan dibuat dalam lima kategori diperoleh intervalnya, 14,4 interval, maka
kategorinya sebagai berikut: Table 1.2 Kategorisasi pengukuran skala perlaku agresif
No
1.
2.

INTERVAL
81,6 < x ≤ 96
67,2 < x ≤ 81,6

KATEGORI
Sangat Tinggi
Tinggi

N
0
3

MEAN

PERSENTASE
0%
6.66 %

16

52,8 < x ≤ 67,2
Cukup
18
40 %
38,4 < x ≤ 52,8
Rendah
20
52, 31
44.44 %
24 < x ≤ 38,4
Sangat Rendah
4
8.89 %
JUMLAH
45
100 %
Berdasarkan Tabel 1.2 di atas, menunjukkan bahwa sebagian besar anggota (44,44%)

3.
4.
5.

perilaku agresifnya ada pada kategori rendah.
Uji Asumsi
1. Uji Normalitas
Dari uji normalitas menunjukkan bahwa, variable pola asuh otoriter
memiliki nilai Kolmogrov-Smirnov sebesar 1,096 dengan p atau signifikansi sebesar
0,181 (p > 0,05). Maka distribusi data pola asuh otoriter berdistribusi normal.
Demikian juga untuk variable perilaku agresif yang memiliki nilai KolmogrovSmirnov sebesar 0,561 dengan p atau signifikansi sebesar 0,911 (p > 0,05). Karena

signifikasi untuk kedua variabel lebih besar dari 0,05, maka dapat disimpulkan
bahwa distribusi data pada kedua variabel tersebut dinyatakan normal.
2. Uji Linearitas
Dari hasi uji linieritas maka diperoleh nilai F beda sebesar 1,603 dengan
signifikansi 0,138 (p >0,05) yang menunjukkan hubungan antara pola asuh otoriter
dengan perilaku agresif adalah linier.
Uji Hipotesis
Uji hipotesis dengan teknik korelasi produk moment dari Pearson hasilnya sebagai
berikut:
Table 1.3: Hasil Uji Korelasi antara Pola Asuh Otoriter dengan Perilaku Agresif

17

Correlations
AGRESIF
AGRESIF

Pearson Correlation

OTORITER
1

Sig. (1-tailed)
N
OTORITER

.209
.084

45

45

Pearson Correlation

.209

1

Sig. (1-tailed)

.084

N

45

Dari hasil analisis data diperoleh nilai koefisien korelasi

45

= 0,209, p = 0,084,

(p > 0,05). Berdasarkan hasil tersebut berarti hipotesis yang berbunyi “ada hubungan
yang positif signifikan antara pola asuh otoriter dengan perilaku agresif pada anggota
geng motor matic17” ditolak.
Pembahasan
Berdasarkan hasil perhitungan korelasi Product Moment oleh Karl Pearson antara
variabel pola asuh otoriter dengan perilaku agresif menunjukkan korelasi r = 0,209
dengan signifikan sebesar 0,084 (p > 0,05) yang berarti bahwa tidak ada hubungan
yang signifikan antara pola asuh otoriter dengan perilaku agresif pada anggota geng
motor matic17 Salatiga.
Menurut Stewart dan Koch (1983), orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter
mempunyai ciri antara lain: kaku, tegas, suka menghukum, kurang ada kasih sayang
serta simpatik. Orang tua memaksa anak-anak untuk patuh pada nilai-nilai mereka,
serta mencoba membentuk lingkah laku sesuai dengan tingkah lakunya serta cenderung
mengekang keinginan anak. Orang tua tidak mendorong serta memberi kesempatan

18

kepada anak untuk mandiri dan jarang memberi pujian. Hak anak dibatasi tetapi
dituntut tanggung jawab seperti anak dewasa. Orang tua yang otoriter cenderung
memberi hukuman terutama hukuman fisik. Orang tua yang otoriter amat berkuasa
terhadap anak, memegang kekuasaaan tertinggi serta mengharuskan anak patuh pada
perintah-perintahnya. Dengan berbagai cara, segala tingkah laku anak dikontrol dengan
ketat. Balsom (dikutip dari Arifin,1996) menambahkan bahwa sikap orang tua yang
otoriter seringkali bercirikan sebagai berikut: orang tua ingin mengubah perilaku
remaja dengan memaksakan keyakinan, tata nilai, perilaku dan standar perilaku pada
remaja, orang tua merasa kedudukannya lebih tinggi dari anaknya sehingga bebas
melakukan sesuatu tanpa kompromi, tidak jarang otang tua menggunakan pendektan
yang mengandung unsur paksaan, serta hukuman fisik. Jika anak melakukan sesuai
dengan yang diperintahkan orang tuanya, anak bahkan tidak mendapat pujian ataupun
hadiah. Orang tua yang cenderung memberikan hukuman terutama hukuman fisik
menyebabkan anak mempunyai sifat pemarah dan untuk sementara ditekan karena
norma sosial, namun suatu saat akan meluapkan amarahnya sebagai perilaku yang
agresif.
Berdasarkan hasil penelitian ini, ada beberapa alasan yang mungkin menyebabkan
pola asuh otoriter tidak memiliki hubungan positif dan signifikan dengan perilaku
agresif. Mungkin faktor-faktor lain yang lebih kuat hubungannya dengan perilaku
agresif yaitu, faktor pribadi, faktor lingkungan keluarga, faktor lingkungan teman
sebaya, faktor lingkungan sekolah, dan faktor lingkungan masyarakat (Martono &
Joewono, 2006).
Variabel situasional lainnya yang dapat meningkatkan atau mempengaruhi
perilaku agresi, seperti terpapar kekerasan televisi, film, atau video game (Anderson

19

dan Dill 2000). Sama halnya menurut penelitian Niken (2012) yang menyatakan
perilaku agresif dipengaruhi oleh ekposur kekerasan dalam video game dengan korelasi
= 0,110. Sehingga dalam penelitian ini tidak ditemukan hubungan yang signifikan
antara pola asuh otoriter dengan perilaku agresif pada anggota geng motor matic17
Salatiga.
Anderson dan Dill (2000) membuktikan bahwa subjek menunjukkan perilaku
agresivitas secara kognitif maupun afektif, setelah terpapar kekerasan media
bermuatan kekerasan di laboratorium. Krahe dan Moller (2004) mencoba
menjelaskan mekanisme yang melatarbelakangi penemuan Anderson dan Dill
(2000) tersebut. Dalam studinya terbukti bahwa makin sering subjek terekspos pada
kekerasan, subjek secara kognitif, makin mudah memandang agresi sebagai suatu
hal yang normatif. Penelitian Funk, dkk.(2004) menemukan hasil yang senada.
Eksposur kekerasan di film menyebabkan efek desentisisasi. Dengan kata lain,
subjek yang mendapatkan eksposur kekerasan terbukti memiliki tingkat empati
yang lebih rendah terhadap target kekerasan. Artinya, agresi tidak dipandang
sebagai suatu hal yang salah. Hal tersebut sejalan dengan kebiasaan beberapa
anggota geng motor matic17 Salatiga yang senang dengan memainkan game,
menonton film atau acara televisi yang mengandung unsur kekerasan.
Hasil analisa deskriptif menunjukkan bahwa sebagaian besar anggota pola asuh
otoriter ada pada kategori rendah yaitu 23 anggota (51,11%). Sedangkan hasil analisa
deskriptif menunjukkan bahwa sebagian besar anggota perilaku agresifnya ada pada
kategori rendah yaitu 20 anggota (44,44%).

20

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat ditarik kesimpulan tidak ada hubungan
positif signifikan antara pola asuh otoriter dengan perilaku agresif pada anggota geng
motor matic17 Salatiga.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, serta mengingat masih banyaknya
keterbatasan dalam penelitian ini, maka peneliti memberikan saran sebagai berikut:
1. Saran bagi peneliti selanjutnya
a. Walaupun hasil analisis menyatakan tidak ada hubungan yang signifikan
antara pola asuh otoriter dengan perilaku agresif pada anggota geng motor
matic17 Salatiga, orang tua harus tetap memperhatikan faktor – faktor lain
yang dapat meningkatkan perilaku agresif anaknya, seperti terpapar
kekerasan televisi, film, atau video game.
b. Penelitian ini masih terbatas, karena hanya meneliti pola asuh otoriter
dengan perilaku agresif. Dengan demikian masih ada faktor-faktor lain
yang turut memberi pengaruh pada perilaku agresif yang belum dijelaskan
dan diteliti. Sehingga disarankan untuk dapat mengkaji lebih dalam lagi
faktor-faktor lain penyebab perilaku agresif agar dapat meningkatkan
kualitas penelitian sebelumnya.
c. Bagi peneliti selanjutnya juga bisa memberikan variasi subjek tidak hanya
di geng motor yang sama sehingga bila penelitian ini dilakukan pada
subjek yang berbeda akan menambah kualitas penelitian tersebut.

21

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, C.A., & Dill, K.E (2000). Video Game and Aggressive Thoughts, Feelings,
and Behavior in the Laboratory and in Life. Journal of Personality and Social
Psychology 78, 772-790.
Azwar.(2000).Reliabilitas dan Validitas (edisi ketiga).Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Buss, A. H (1961). The psychology of aggression. New York:Wiley.
Buss, A. H., & Perry, M. P. (1992). The aggression questionnaire. Journal of
Personality and Social Psychologi, 63, 452-459.
Citrobroto,
R.I.S.(1980).Cara
mendidik
kini.Jakarta:Baratara.Kraya Aksara.

anak

dalam

keluarga

masa

Elida Prayitno.(2006).Psikologi Perkembangan remaja. Padang:Angkasa Raya.
Funk, J.B., Baldacci, H.B., Pasold, t., &Baumgardner. (2004). Voilence Exposure in
Real Life, Video Games, Television, Movies, and the Internet: Is there
Desentiziation? . Journal of Adolescence 27, 23-24.
Gerungan.(1987).Psikologi sosial.Bandung:PT Erasco.
Gasa, V.S. (2005).Leaners aggressive behaviour in secondary school: a psycho-social
perspective. desertasi : Uneversity of South Africa.
Krahe,B., & Moller, I. (2004). Playing violent electronic games, hostile attribute style,
and aggression-related norms in German adolescents. Journal of Adolescence 27,
53-69.
Krahe, B. (2005). Perilaku Agresi disadur dari The Social Psychology of Agression oleh
Soetjipto. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Leilani Greening, Laura Stoppelbein, Aaron Luebbe.(2010).The moderating effects of
parenting styles on african-american and caucasian children‟s suicidal behaviors.
Journal Youth Adolescence (2010) 39:357–369.
Martono, L.H & Joewana.(2006). Menangkal narkoba & kekerasan . Jakarta: Balai
Pustaka
Monks, F.J. (2002).Psikologi perkembangan pengantar dalam berbagai bagiannya ,
cetakan ke-16.Penerjemah: Siti Rahayu H.Yogyakarta:Gajah Mada University
Press.
Pagiarsih, Wahyu.(2005).Hubungan pola asuh orang tua otoriter dengan perilaku
agresifitas di SMA Negeri 1 Getasan (semester 2 tahun ajaran
2004/2005).Skripsi.Program
Studi
Bimbingan
dan
Konseling
FKIPUKSW:Salatiga

22

Proborini Niken.(2012).Hubungan eksposur kekerasan dalam video game dengan
perilaku agresif siswa kelas VII SMP Negeri 1 Suruh Kabupaten
Semarang.Skripsi.Program Studi Bimbingan dan konseling FKIP-UKSW:Salatiga
Robinson,c.c., Mandleco, b., olsen, s. f., & hart, c. h. (1955).
Authoritative,authoritarian, and permissive perentig practices: development of a
new measure. Psychological reports 77,819-830.
Santrock,J.W.(2002).Life-spam
development:perkembangan
hidup.Penerjemah:juda Dumanik.Edidi 5.Jakarta:Erlangga.

masa

Santrock, J.W.(2003).Adolescence Perkembangan Remaja .Jakarta:Erlangga.
Santrock, J.W.(2007).Perkembangan Anak.Edisi ke-11 jilid 1.Jakarta:Erlangga.
Sarwono, S. W.(1997).Psikologi sosial: individu & teori-teori psikologi sosial. Jakarta:
PT Balai Pustaka.
Stewart & Koch. (1983). Chidren Development Throught Adolescence. Canada: John
Wiley and Sons, Inc.
Sugiyono. (2011).Statistika untuk penelitian.Bandung:Alfabeta.