Pengaruh Kombinasi Jenis Pelarut dan Perbandingannya Terhadap Karakteristik Ekstrak Buah Pandan (Pandanus tectorius).

(1)

PENGARUH KOMBINASI JENIS PELARUT DAN

PERBANDINGANNYA TERHADAP KARAKTERISTIK

EKSTRAK BUAH PANDAN

(

Pandanus tectorius

)

S K R I P S I

Oleh :

NI KADEK MAYA ISADORA

1211205015

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA

BUKIT JIMBARAN


(2)

ii

PENGARUH KOMBINASI JENIS PELARUT DAN

PERBANDINGANNYA TERHADAP KARAKTERISTIK

EKSTRAK BUAH PANDAN

(

Pandanus tectorius

)

S K R I P S I

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian

Universitas Udayana

Oleh:

NI KADEK MAYA ISADORA

1211205015

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA 2016


(3)

iii

Ni Kadek Maya Isadora 1211205015. 2016. Pengaruh Kombinasi Jenis Pelarut dan Perbandinganya Terhadap Karakteristik Ekstrak Buah Pandan (Pandanus tectorius) dibawah bimbingan Dr. Ir. Ni Made Wartini, MP. dan

Prof.Ir. Nyoman Semadi Antara, MP., Ph.D. ABSTRAK

Tanaman pandan (Pandanus tectorius) tumbuh di daerah pesisir pantai di banyak negara tropis. Buah pandan matang berbentuk lonjong, berwarna merah, dan banyak mengandung senyawa bioaktif, seperti karotenoid. Proses ekstraksi diperlukan untuk mendapatkan ekstrak alami dari buahnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kombinasi jenis pelarut dan perbandingannya terhadap karakteristik ekstrak buah pandan. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental, menggunakan Rancangan Acak Kelompok. Penelitian ini menggunakan pola faktorial, yang terdiri dari dua faktor. Faktor pertama yaitu kombinasi jenis pelarut (aseton:kloroform dan aseton:etanol), faktor kedua yaitu perbandingan kombinasi pelarut (1:1; 1:2; dan 1:3). Perlakuan kombinasi jenis pelarut dan perbandingannya yang terbaik ditentukan dengan uji efektivitas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi jenis pelarut berpengaruh terhadap rendemen, kadar total karotenoid, tingkat kecerahan (L*), dan tingkat kemerahan (a*) tetapi tidak berpengaruh terhadap tingkat kekuningan (b*). Perbandingan kombinasi pelarut berpengaruh terhadap rendemen tetapi tidak berpengaruh terhadap kadar total karotenoid, dan tingkat kecerahan (L*), tingkat kemerahan (a*), dan tingkat kekuningan (b*). Kombinasi pelarut aseton:etanol dengan perbandingan (1:3) menghasilkan ekstrak buah pandan terbaik dengan rendemen 3,13%; kadar total karotenoid 12,72%; tingkat kecerahan (L*) 11,11; tingkat kemerahan (a*) 3,81; dan tingkat kekuningan (b*) 31,48.

Kata kunci : kombinasi pelarut, perbandingan pelarut, Pandanus tectorius, ekstraksi


(4)

iv

Ni Kadek Maya Isadora 1211205015. 2016. The Effect Of The Solvent Type Combination And Their Ratio On The Characteristics Of Pandanus Fruit Extract (Pandanus tectorius) under the guidance of Dr. Ir. Ni Made Wartini,

MP. and Prof.Ir. Nyoman Semadi Antara, MP., Ph.D.

ABSTRACT

Pandan plant (Pandanus tectorius) grow well at the coast land of many tropical countries. The ripe fruit of the pandan plant has an oval shape, red color, and contain bioactive compounds, such as carotenoid. Extraction process is required to find the natural extract of the fruit. The aims of this study was to find out the effect of the solvent type combination and their ratio on the characteristics of pandanus fruit extract. This study was experimental study, which was designed by randomized block design. The experiment was conducted as a factorial experiment, which consisted of two factors. The first factor was the solvent type combination (acetone:chloroform and acetone:ethanol) and the second factor was the ratio of solvent (1:1; 1:2; and 1:3). The best solvent combination and its ratio for producing the extract was determined by effectiveness test.

The results showed that the solvent type combination affected the yield, the total carotenoids content, the level of brightness (L*), and the level of redness (a*) but did not affect the level of yellowness (b*). The ratio of solvent combination affected the yield but did not affect the total carotenoid content, the level of brightness (L*), the level of redness (a*), and the level of yellowness (b*). The combination of acetone and ethanol with ratio of 1:3 was the best treatment to produce pandanus fruit extract with the yield of 3.13%; total carotenoid content of 12.72%; the level of brightness (L*) 11.11; the level of redness (a*) 3.81; and the level of yellowness (b*) 31.48.

Keywords: a combination of solvents, solvent ratio, Pandanus tectorius, extraction


(5)

v RINGKASAN

Pandanus tectorius adalah tumbuhan anggota suku Pandanaceae. Tanaman

tersebut tersebar di seluruh pantai-pantai dan pulau-pulau di kawasan Asia Selatan dan Timur sampai ke Polinesia (Shadily, 1984). Tumbuhan ini hidup pada rentang ketinggian antara 0-610 m dpl (Little dan Elbert, 2003), curah hujan antara 1,500-4,000 mm (59-157 in) per tahun. Pandanus tectorius mampu beradaptasi dengan berbagai jenis tanah yang ada di pesisir, termasuk tanah pasir kuarsa, pasir karang, gambut, kapur, dan juga basalt, kadar garam tinggi, hembusan angin yang terus-menerus, menyenangi tanah dengan pH antara 6-10, dan tumbuh sangat baik di bawah cahaya matahari penuh (Thomson et al., 2006). Pohon pandan banyak tumbuh di sepanjang pantai Pulau Bali, salah satunya di daerah Desa Delod Brawah, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana.

Pemanfaatan tanaman Pandanus tectorius umumnya hanya diambil daunnya yang digunakan sebagai bahan anyaman. Pemanfaatan buahnya masih belum banyak dilakukan. Proses ekstraksi perlu dilakukan untuk mendapatkan manfaat alami dari buah pandan. Dalam proses ekstraksi ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil ekstraksi diantaranya: jenis pelarut, rasio berat bahan dengan volume pelarut, suhu, pengadukan, waktu ekstraksi, dan ukuran sampel (Distantina et al., 2007).

Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan jenis pelarut berpengaruh pada efektivitas proses ekstraksi karotenoid misalnya, pada buah palem dengan menggunakan campuran pelarut n-heksana, aseton, dan etanol dalam proses ekstraksinya, hasil penelitian tersebut menujukkan bahwa perlakuan terbaik


(6)

vi

terdapat pada perbandingan pelarut n-heksana dan aseton (50:50) (Heryanto, 2010), sedangkan pada ekstraksi labu kuning yang menggunakan pelarut tunggal yaitu aseton, etil asetat dan n-heksana, perlakuan terbaik diperoleh dari jenis pelarut n-heksana (Wahyuni, 2014), dan ekstraksi pada tomat yang menggunakan campuran pelarut n-heksana, aseton, dan etanol yang menunjukkan hasil terbaik pada perbandingan pelarut dan bahan (4:1) (Maulida et al., 2010). Pada penelitian yang dilakukan oleh Ginting (2013) yaitu ekstraksi karotenoid dari ubi jalar jingga segar dan ubi yang dikurangi kadar airnya, menggunakan campuran pelarut aseton dan etanol pada beberapa perbandingan antara lain (5:5, 3:7, dan 1:9). Hasil terbaik diperoleh pada perbandingan aseton dan etanol (5:5). Ekstraksi karotenoid pada buah merah juga menunjukkan hasil akurat dengan menggunakan campuran pelarut aseton dan kloroform (3:7) (Sundari, 2008). Berdasarkan beberapa hal tersebut di atas maka penelitian pengaruh kombinasi jenis pelarut dan perbandingannya untuk mendapatkan karakteristik ekstrak buah pandan perlu dilakukan.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang penggunaan kombinasi jenis pelarut dan perbandingannya yang tepat dalam pembuatan ekstrak buah pandan.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah kombinasi jenis pelarut yang terdiri dari 2 taraf yaitu aseton:kloroform dan aseton:etanol. Faktor kedua adalah perbandingan kombinasi pelarut yang terdiri dari 3 taraf yaitu (1:1), (1:2), dan (1:3). Masing-masing perlakuan dikelompokkan menjadi 3 kelompok berdasarkan waktu pelaksanaannya, sehingga diperoleh 18 unit percobaan. Variabel yang


(7)

vii

diamati dalam penelitian ini yaitu rendemen (AOAC, 1999), kadar total karotenoid (Muchtadi, 1989), dan intensitas warna (Weaver, 1996).

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan kombinasi jenis pelarut berpengaruh sangat nyata terhadap rendemen, kadar total karotenoid, tingkat kecerahan (L*), dan tingkat kemerahan (a*), tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap tingkat kekuningan (b*) ekstrak buah pandan. Perbandingan kombinasi pelarut berpengaruh sangat nyata terhadap rendemen, tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap kadar total karotenoid, tingkat kecerahan (L*), tingkat kemerahan (a*), dan tingkat kekuningan (b*) ekstrak buah pandan. Interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap rendemen, tingkat kecerahan (L*), tingkat kemerahan (a*), dan tingkat kekuningan (b*) ekstrak buah pandan. Kombinasi pelarut aseton dan etanol dengan perbandingan (1:3) merupakan perlakuan terbaik untuk menghasilkan ekstrak buah pandan dengan rendemen 3,13% dan kadar total karotenoid 12,72%; tingkat kecerahan (L*) 11,11; tingkat kemerahan (a*) 3,81; dan tingkat kekuningan (b*) 31,48.


(8)

viii

Skripsi Ini Telah Mendapat Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I

Dr. Ir. Ni Made Wartini, MP. NIP. 19640824 198903 2 001

Pembimbing II

Prof. Ir. Nyoman Semadi Antara, MP., Ph.D. NIP. 19610923 198702 1 001

Mengesahkan:

Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana

Dr. Ir. I Dewa Gde Mayun Permana, M.S. NIP. 19591107 198603 1 004


(9)

ix

RIWAYAT HIDUP

Ni Kadek Maya Isadora dilahirkan di Tangerang pada tanggal 2 Mei 1995. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Made Sena dan Ni Made Sri Suci.

Penulis memulai pendidikan di SDN Karawaci Baru 4 pada tahun 2000 dan menyelesaikannya pada tahun 2006, lalu melanjutkan pendidikan di SMP Yustiapuri dan menyelesaikannya pada tahun 2009. Pada tahun 2012 penulis menyelesaikan pendidikan di SMAN 23 Kabupaten Tangerang. Sejak tahun 2012 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana.

Selama menjalani perkuliahan, penulis aktif sebagai panitia pelaksana maupun panitia pengarah pada kegiatan-kegiatan kemahasiswaan.


(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pengaruh Kombinasi Jenis Pelarut dan Perbandingannya Terhadap Karakteristik Ekstrak Buah Pandan (Pandanus

tectorius)”. Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

mencapai gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana.

Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setulus-tulusnya kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Ni Made Wartini, MP., selaku dosen pembimbing I dan Bapak Prof. Ir. Nyoman Semadi Antara, MP., Ph.D. selaku dosen pembimbing II yang tidak pernah lelah memberikan bimbingan, arahan dan solusi dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Bapak Dr. Ir. Dewa Gede Mayun Permana, M.S., selaku Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, atas bantuan moral dan bimbingan yang diberikan.

3. Ibu Ir. Amna Hartiati, MP., selaku Ketua Jurusan Teknologi Industri pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana.

4. Bapak/Ibu dosen beserta pegawai di lingkungan Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, atas fasilitas dan dukungan selama menempuh kuliah hingga penyusunan skripsi ini.


(11)

xi

5. Made Sena, Ni Made Sri Suci, dan I Putu Bela Piktoriantika yang tidak lain adalah keluarga penulis yang selalu memberikan dukungan semangat, kasih sayang, dan doa dalam menyelesaikan pendidikan dan tugas akhir ini. 6. Nopia, Tasia, Ecik, Ria, Geg Ita, Frety, Ananta, Adi, Gung Inten dan

seluruh teman-teman di Agritech 2012 yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dan selalu saling mendukung satu sama lain untuk mencapai cita-cita dan impian masing-masing.

Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa membalas semua budi baik ini dengan balasan yang lebih baik. Penulis telah berupaya optimal untuk menyelesaikan tugas akhir dengan baik, namun dengan terbuka penulis sangat menghargai segala saran dan kritik yang membangun dalam rangka penyempurnaannya. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Bukit Jimbaran, Juni 2016


(12)

xii DAFTAR ISI

JUDUL ... i

HALAMAN PERSYARATAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

RINGKASAN ... v

LEMBAR PENGESAHAN ... viii

RIWAYAT HIDUP ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Hipotesis ... 4

1.4. Tujuan Penelitian ... 4

1.5. Manfaat Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Buah Pandan ... 5

2.2. Karotenoid ... 7

2.2.1. Sifat-sifat karotenoid ... 8

2.2.2. Manfaat karotenoid ... 8

2.2.3. Ekstraksi karotenoid ... 9

2.3. Pelarut... 11

2.3.1. Etanol ... 12

2.3.2. Kloroform ... 13

2.3.3. Aseton ... 14

III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 15


(13)

xiii

3.2. Bahan dan Alat... 15

3.2.1.Alat ... 15

3.2.2.Bahan ... 15

3.3. Rancangan Percobaan ... 16

3.4. Pelaksanaan Penelitian ... 17

3.5. Variabel Yang Diamati ... 17

3.5.1.Rendemen ... 19

3.5.2.Kadar Total Karotenoid ... 19

3.5.2.1.Pembuatan kurva standar ... 19

3.5.2.2.Analisis kadar totalkarotenoid pada sampel ... 20

3.5.3.Intensitas Warna ... 20

3.6. Uji efektivitas ... 21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rendemen ... 22

4.2. Kadar Total Karotenoid ... 23

4.3. Intensitas Warna ... 25

4.3.1.Tingkat Kecerahan (L*) ... 25

4.3.2.Tingkat Kemerahan (a*) ... 26

4.3.3.Tingkat Kekuningan (b*) ... 27

4.3. Uji efektivitas ... 27

5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 29

5.2. Saran ... 29

DAFTAR PUSTAKA ... 30


(14)

xiv

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1. Konstanta dielektrikum pelarut ... 12

2. Nilai rata-rata rendemen ekstrak buah pandan (%) ... 22

3. Nilai rata-rata kadar total karotenoid ekstrak buah pandan (%)... 24

4. Nilai rata-rata tingkat kecerahan (L*) ekstrak buah pandan ... 25

5. Nilai rata-rata tingkat kemerahan (a*) ekstrak buah pandan ... 26

6. Nilai rata-rata tingkat kekuningan (b*) ekstrak buah pandan ... 27

7. Hasil pengujian efektivitas untuk menentukan perlakuan terbaik ekstrak buah pandan ... 28


(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

1. Buah pandan (Thomson et al., 2006) ... 6 2. Struktur kimia β-karoten (Elbe and Schwartz, 1996) ... 7 3. Diagram alir pelaksanaan peneltian ekstraksi buah pandan ... 18


(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Kuisioner uji efektivitas ... 34

2. Rendemen ekstrak buah pandan ... 35

3. Analisis total karotenoid ekstra buah pandan ... 39

4. Tingkat kecerahan (L*) ... 43

5. Tingkat kemerahan (a*) ... 47

6. Tingkat kekuningan (b*) ... 51

7. Hasil uji efektivitas ... 54

8. Diagram Warna ... 56


(17)

1

I. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pandanus tectorius adalah tumbuhan anggota suku Pandanaceae. Tanaman

tersebut tersebar di seluruh pantai-pantai dan pulau-pulau di kawasan Asia Selatan dan Timur sampai ke Polinesia (Shadily, 1984). Tumbuhan ini hidup pada rentang ketinggian antara 0-610 m dpl (Little dan Elbert, 2003), curah hujan antara 1,500-4,000 mm (59-157 in) per tahun. Pandanus tectorius mampu beradaptasi dengan berbagai jenis tanah yang ada di pesisir, termasuk tanah pasir kuarsa, pasir karang, gambut, kapur, dan juga basalt, kadar garam tinggi, hembusan angin yang terus-menerus, menyenangi tanah dengan pH antara 6-10, dan tumbuh sangat baik di bawah cahaya matahari penuh (Thomson et al., 2006). Pohon pandan banyak tumbuh di sepanjang pantai Pulau Bali, salah satunya di daerah Desa Delod Brawah, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana.

Pemanfaatan tanaman Pandanus tectorius umumnya hanya diambil daunnya yang digunakan sebagai bahan anyaman. Pemanfaatan buahnya masih belum banyak dilakukan. Buah pandan berbentuk bulat telur terbalik hingga lonjong, kulit buah (eksokarp) berwarna hijau, kuning, jingga, merah bila masak, daging buah (mesokarp) putih menyerabut dan berisi udara di bagian ujung, berdaging kekuningan hingga jingga atau merah-jingga di pangkal (Thomson et al., 2006). Dilihat dari warna buahnya dapat diketahui bahwa buah pandan mengandung senyawa karotenoid. Karotenoid yang diekstrak dari buah pandan ini berpotensi sebagai pewarna alami untuk makanan. Karotenoid pada buah pandan juga dapat berfungsi sebagai pro vitamin A (Englbelger et al., 2005).


(18)

2

Proses ekstraksi perlu dilakukan untuk mendapatkan manfaat alami dari buah pandan. Dalam proses ekstraksi ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil ekstraksi diantaranya: jenis pelarut, rasio berat bahan dengan volume pelarut, suhu, pengadukan, waktu ekstraksi, dan ukuran sampel (Distantina et al., 2007).

Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan jenis pelarut berpengaruh pada efektivitas proses ekstraksi karotenoid misalnya, pada buah palem dengan menggunakan campuran pelarut n-heksana, aseton, dan etanol. Hasil penelitian tersebut menujukkan bahwa perlakuan terbaik pada perbandingan pelarut n-heksana dan aseton (50:50) (Heryanto, 2010). Pada ekstraksi labu kuning yang menggunakan pelarut tunggal yaitu aseton, etil asetat dan n-heksana, perlakuan terbaik diperoleh dari jenis pelarut n-heksana (Wahyuni, 2014), dan ekstraksi pada tomat yang menggunakan campuran pelarut n-heksana, aseton, dan etanol yang menunjukkan hasil terbaik pada perbandingan pelarut dan bahan (4:1) (Maulida et al., 2010). Pada penelitian yang dilakukan oleh Ginting (2013) yaitu ekstraksi karotenoid dari ubi jalar jingga segar dan ubi yang dikurangi kadar airnya, menggunakan campuran pelarut aseton dan etanol pada beberapa perbandingan antara lain (5:5, 3:7, dan 1:9). Hasil terbaik diperoleh pada perbandingan aseton dan etanol (5:5). Ekstraksi karotenoid pada buah merah juga menunjukkan hasil akurat dengan menggunakan campuran pelarut aseton dan kloroform (3:7) (Sundari, 2008).

Warna dari buah pandan termasuk dalam golongan karotenoid dapat diekstraksi dengan pelarut yang mempunyai polaritas yang sesuai. Penelitian Sari (2015) yang menggunakan pelarut tunggal menghasilkan ekstrak buah pandan dengan kadar karotenoid tertinggi dengan etil asetat (0,17%), yang tidak berbeda


(19)

3

nyata dengan kloroform (0,12%), dan aseton (0,12%), pada hasil penelitian tersebut berdasarkan uji efektvitas diperoleh pelarut terbaik adalah kloroform. Permasalahan yang dihadapi dalam proses ekstraksi buah pandan adalah belum diketahuinya kombinasi jenis pelarut dan perbandingannya yang tepat untuk menghasilkan ekstrak buah pandan. Tujuan melakukan kombinasi atau pencampuran beberapa jenis pelarut ini adalah untuk mengatur polaritas. Pelarut yang digunakan adalah aseton-kloroform dan aseton-etanol dengan perbandingan (1:1), (1:2), (1:3) masing-masing perbandingan pelarut tersebut mempunyai kemampuan melarutkan yang berbeda-beda sesuai dengan polaritasnya. Sampai saat ini belum diketahui perbandingan pelarut yang tepat untuk mengekstrak buah pandan.

Berdasarkan beberapa hal tersebut di atas maka penelitian dengan tujuan mengetahui pengaruh kombinasi jenis pelarut dan perbandingannya untuk mendapatkan karakteristik ekstrak buah pandan perlu dilakukan.

1.2. Perumusan Masalah

1. Apakah kombinasi jenis pelarut dan perbandingannya mempengaruhi karakteristik ekstrak buah pandan?

2. Kombinasi jenis pelarut apa dan perbandingan berapa yang terbaik untuk menghasilkan ekstrak buah pandan?

1.3. Hipotesis

1. Kombinasi jenis pelarut dan perbandingannya berpengaruh terhadap karakteristik ekstrak buah pandan.

2. Kombinasi jenis pelarut dan perbandingan tertentu merupakan perlakuan terbaik untuk menghasilkan ekstrak buah pandan.


(20)

4

1.4. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh kombinasi jenis pelarut dan perbandingannya terhadap karakteristik ekstrak buah pandan.

2. Menentukan kombinasi jenis pelarut dan perbandingannya yang terbaik untuk menghasilkan ekstrak buah pandan.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang penggunaan kombinasi jenis pelarut dan perbandingannya yang tepat dalam pembuatan ekstrak buah pandan.


(21)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Buah Pandan

Secara taksonomi Pandanus tectorius atau pandan laut termasuk kelas Liliopsida (monokotil), ordo Pandanales, famili Pandanaceae, dan genus

Pandanus. Tanaman pandan ini berasal dari Australia Timur dan Kepulauan

Pasifik. Pohon Pandan (Pandanus tectorius) merupakan salah satu jenis tanaman perdu, yang dapat tumbuh pada berbagai agroekosistem dan daerah penyebaran yang sangat luas (Mogea, 1982 dalam Haris dan Sunarya, 2004). Keunikan bunga pada jenis pandan ini bisa dibedakan jenis jantan dan betinanya. Bunga jantan bentuknya kecil, wangi dan hanya hidup satu hari sedangkan bunga betinanya menyerupai nanas. Buah pandan laut berbentuk agak bulat dan memiliki kulit berserat luar seperti duri. Buah ini dapat bertahan selama berbulan-bulan (Ken, 2010).

Buah pandan tersusun dalam karangan berbentuk bulat, seperti buah durian. Ukuran tumbuhan ini bervariasi, mulai dari 50 cm hingga 5 m, bahkan di Papua banyak pandan hingga ketinggian 15 m. Daun pandan selalu hijau (hijau abadi, evergreen), sehingga beberapa di antaranya dijadikan tanaman hias ada 600 jenis pandan di seluruh dunia, di antaranya pandan wangi, pandan laut dan pandan berduri. Tiap pohon pandan mempunyai rata-rata daun sebanyak 300 lembar dan buah 8 – 12 per tahun (Englbelger et al., 2005).

Buah pandan (Pandanus tectorius) dari sembilan tempat di Kiribati mengandung karotenoid yang sangat bervariasi antara 62-19,086 µg β -carotene/100g. Secara umum semakin tinggi kandungan karoten semakin pekat


(22)

6

warna buah pandan (Englbelger et al., 2005). Buah pandan yang sudah matang bersifat lengket dengan rasa manis asam, berwarna kuning pucat sampai oranye bahkan sampai merah. Di Papua Nugini dan Solomon buah pandan dikonsumsi dalam bentuk segar atau yang sudah diolah (Thomson et al, 2006). Buah pandan disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Buah pandan (Thomson et al., 2006).

Pandan laut merupakan salah satu sumber daya yang dipergunakan secara luas untuk produksi tenun, makanan, dan obat-obatan. Sebagai tanaman obat, pandan laut dipergunakan untuk mengobati penyakit kelenjar. Bagian akar dapat dibuat jus untuk mengobati peradangan kulit. Bunga jantan pada tanaman ini dapat dicampur dengan akarnya, dan digunakan untuk obat pencahar/pencuci perut. Penduduk Fiji membuat teh dari daun pandan laut antara lain sebagai obat diare. Kegunaan tanaman pandan adalah sebagai bahan baku produk-produk makanan dan serat tekstil (Stone, 1999 dalam Haris dan Sunarya, 2004.) Di Indonesia tanaman pandan umumnya digunakan sebagai bahan baku industri anyaman yang sangat prospektif sebagai komoditas ekspor (Rahayu, 2004).


(23)

7

2.2 Karotenoid

Karotenoid adalah suatu kelompok pigmen yang berwarna kuning, orange, atau merah orange, yang ditemukan pada tumbuhan, kulit, cangkang / kerangka luar (eksoskeleton) hewan air serta hasil laut lainnya seperti molusca (calm,

oyster, scallop), crustacea (lobster, kepiting, udang) dan ikan (salmon, trout, sea

beam, kakap merah dan tuna). Karotenoid juga banyak ditemukan pada kelompok bakteri, jamur, ganggang dan tanaman hijau. Pigmen karotenoid mempunyai struktur alifatik atau alisiklik yang pada umumnya disusun oleh delapan unit isoprena, dengan kedua gugus metil yang dekat pada molekul pusat terletak pada posisi C1 dan C6, sedangkan gugus metil lainnya terletak pada posisi C1 dan C5

serta diantaranya terdapat ikatan ganda terkonjugasi. Struktur kimia β-karoten disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur kimia β-karoten (Elbe and Schwartz, 1996).

Semua senyawa karotenoid mengandung sekurang-kurangnya empat gugus metil dan selalu terdapat ikatan ganda terkonjugasi diantara gugus metil tersebut. Adanya ikatan ganda terkonjugasi dalam ikatan karotenoid menandakan adanya gugus kromofora yang menyebabkan terbentuknya warna pada karotenoid. Semakin banyak ikatan ganda terkonjugasi, maka makin pekat warna pada karotenoid tersebut yang mengarah ke warna merah (Heriyanto et al., 2010)


(24)

8

2.2.1. Sifat-sifat Karotenoid

Karotenoid tahan terhadap basa dan mudah teroksidasi karena mempunyai banyak ikatan rangkap terkonyugasi. Beberapa reaksi oksidasi mengakibatkan kehilangan warna pada makanan. Aktivitas enzim terutama lipoksigenase mempercepat degradasi pigmen karotenoid. Karotenoid agak stabil terhadap panas, mudah mengalami isomerisasi oleh panas, asam, dan sinar (Elbe and Schwartz, 1996).

2.2.2 Manfaat Karotenoid

Karotenoid banyak dikonsumsi orang dari makanan alami seperti buah dan sayur-sayuran karena lebih sehat serta memiliki angka kematian yang rendah dari

beberapa penyakit kronis. Pada manusia karotenoid seperti β-carotene sangat berperan sebagai prekusor dari vitamin A, suatu pigmen yang sangat penting untuk proses penglihatan, karotenoid juga berperan sebagai anti oksidan dalam tubuh (Ravi et al., 2010). Karatenoid merupakan scavenger yang efisien untuk radikal bebas serta dapat secara signifikan mengurangi resiko dari penyakit kanker (Henrikson, 2009).

Selain itu karotenoid juga banyak digunakan sebagai bahan tambahan pada makanan yaitu sebagai pewarna makanan (Mortensen, 2006), seperti ekstrak dari kulit citrus digunakan sebagai pewarna pada orange jus sejak meningkatnya harga pewarna jus. Safron banyak dimanfaatkan sebagai bumbu masakan karena rasanya dan warna yang di inginkan. Anato berperan selain sebagai pewarna makanan juga dimanfaatkan sebagai pewarna pada industri textile dan kosmetik, Astaxathin merupakan suatu pewarna pada trout dan salmon (Henrikson, 2009). Preparasi


(25)

9

dari tomat telah digunakan secara luas untuk menyediakan pewarna pada bahan-bahan makanan (Watson, 2008). Pada organisme fotosintesis, khususnya tanaman, karotenoid memegang peranan yang sangat penting dalam reaksi utama fotosintesis karena berpartisipasi dalam proses transfer energi, atau melindungi reaksi utama dari auto-oxidation (Cogdell et al., 2000).

Pada organisme non-fotosintesis, khususnya manusia karotenoid berhubungan dengan mekanisme pencegahan oksidasi. Produk dari degradasi karatenoida seperti ionones, damascones, dan damascenones juga sangat penting dalam zat pewangi kimia sehingga sangat sering digunakan dalam industri parfum dan wewangian. Beta-damascenones dan beta-ionone meskipun dalam konsentrasi yang rendah pada distilasi bunga mawar, merupakan senyawa kunci yang memberikan kontribusi wangi (Xiaofen Du, 2009). Secara nyata bau harum bunga yang mucul pada teh hitam, tembakau tua, anggur, dan banyak buah berhubungan dengan senyawa aromatis hasil dari perusakan karotenoid.

2.2.3. Ekstraksi Karotenoid

Ekstraksi merupakan pemisahan senyawa tertentu dari campuran menggunakan pelarut. Ekstraksi pelarut menghasilkan senyawa tidak murni, karena setelah proses tersebut senyawa yang diinginkan masih tercampur dengan pelarut, beberapa jenis lilin, albumin dan zat warna, sehingga diperlukan proses pemisahan dan pemurnian senyawa misalnya rektifikasi.

Ekstraksi secara umum dapat digolongkan menjadi dua yaitu ekstraksi cair-cair dan ekstraksi padat-cair. Pada ekstraksi cair-cair, senyawa yang dipisahkan terdapat dalam campuran yang berupa cairan, sedangkan ekstraksi padat-cair adalah suatu metode pemisahan senyawa dari campurannya yang


(26)

10

berupa padatan. Semakin banyak pengulangan dalam ekstraksi, maka semakin besar jumlah senyawa yang terekstrak dari campurannya atau efektivitas ekstraksi semakin tinggi, mengikuti persamaan berikut (Vogel, 1978):

Keterangan: Xn = berat zat terlarut yang diperoleh (g) Xo = berat zat terlarut yang diekstrak (g) D = perbandingan distribusi kedua fase V = volume larutan (mL)

v = volume pelarut (mL)

Cara ekstraksi senyawa padat-cair dengan prosedur klasik adalah menggunakan ekstraksi kontinyu dengan alat ekstraktor Soxhlet menggunakan pelarut yang berbeda-beda, misalnya eter, petroleum eter dan kloroform. Cara kerja dengan ekstraksi pelarut menguap cukup sederhana yaitu bahan dimasukkan ke dalam ketel ekstraktor. Pelarut akan berpenetrasi ke dalam bahan dan melarutkan minyak beserta beberapa jenis lilin, albumin, dan zat warna (Guenther, 1987). Ekstrak yang diperoleh disaring dengan penyaringan vakum, lalu dipekatkan dengan rotary evaporator vakum yang akan memekatkan larutan tanpa terjadi percikan pada temperatur antara 30oC sampai 40oC. Saat ini, monoterpen dan seskuiterpen diisolasi dari jaringan tanaman dengan ekstraksi memakai eter, eter minyak bumi atau aseton (Harborne, 1987).

Cara lain yang dapat dilakukan adalah maserasi, yaitu menggunakan lemak panas, dengan temperatur mencapai 80oC dan jaringan tanaman yang dimaserasi dicelupkan ke dalamnya. Penggunaan lemak panas dapat digantikan

D x V D x V x v =


(27)

11

dengan pelarut organik yang volatil. Penekanan utama metode ini adalah tersedianya waktu kontak yang cukup antara pelarut dengan jaringan yang diekstrasi (Guenther, 1987).

Beberapa penelitian yang telah dilakukan yang menggunakan campuran beberapa pelarut dalam mengekstraksi karotenoid dari dalam bahan salah satunya yaitu ekstraksi karoten dari buah palem (Licuala grandis) hasil penelian terebut menunujukkan bahwa perlakuan terbaik dihasilkan pada perbandingan pelarut (heksan : aseton) = 50 : 50 yang menghasilkan pH pelarut 6,8 yang diikuti dengan nilai dielektrikum 11,295, kadar karotenoid sebesar 42,0272 mg/100 ml, rendemen sebesar 18,86%, tingkat kemerahan 298,2395, tingkat kekuningan 64,18687 (Heryanto, 2010). Ekstraksi karoten pada buah merah menunjukkan hasil akurat dengan menggunakan campuran pelarut aseton dan kloroform (3:7) (Sundari, 2008). Ekstraksi karotenoid dari ubi jalar jingga pada ubi segar dan ubi yang dikurangi kadar airnya, menggunakan campuran pelarut etanol dan aseton pada beberapa perbandingan (5:5; 7:3; dan 9:1) dilakukan oleh (Ginting, 2013). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ekstraksi dengan pelarut etanol-aseton (5:5) pada ubi yang dikurangi kadar airnya menghasilkan ekstrak pewarna dengan kadar beta-karoten tertinggi dibandingkan perlakuan yang lain.

2.3.Pelarut

Pelarut adalah benda cair atau gas yang melarutkan benda padat, cair atau gas, yang menghasilkan sebuah larutan. Pelarut yang paling umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah air. Disamping itu juga dapat menggunakan bahan kimia organik (mengandung karbon) yang juga disebut pelarut organik. Pelarut organik biasanya memiliki titik didih rendah, lebih mudah menguap dan


(28)

12

mempunyai polaritas yang berbeda. Untuk membedakan antara pelarut dengan zat yang dilarutkan, pelarut biasanya terdapat dalam jumlah lebih besar (Wanto dan Romli, 1977). Polaritas pelarut dapat diketahui dari nilai konstanta dielektrikum. Konstanta dielektrikum pelarut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Konstanta dielektrikum pelarut

Bahan Pelarut Konstanta Dielektrikum Tingkat Kelarutan dalam Air n-heksana petroleum ether n-oktan sikloheksan benzene toluene asam propanoat dietilether chloroform butilasetat etilasetat asam asetat metilasetat tetrahidrofuran metilenkhlorida t-butanol piridin 2-butanol n-butanol 2-propanol 1-propanol aseton ethanol methanol asam formiat air 1,89 1,90 1,95 2,02 2,28 2,38 3,30 3,34 4,81 5,01 6,02 6,15 6,68 7,58 9,08 10,09 12,30 15,80 17,80 18,30 20,10 20,70 24,30 33,60 58,50 80,40 tl tl tl tl sl tl l sl sl sl sl sl sl sl sl l l sl sl l sl l l l l l

Keterangan: tl= tidak larut sl= sedikit larut l= larut Sumber: (Sudarmadji et al., 1997)

2.3.3. Etanol

Etanol disebut juga etil alkohol adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna, dan merupakan alkohol yang paling


(29)

13

sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Senyawa ini merupakan obat psikoaktif dan dapat ditemukan pada minuman beralkohol dan termometer modern.

Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia C2H5OH dan rumus empiris C2H6O. Etanol merupakan isomer konstitusional dari dimetil eter. Etanol sering disingkat menjadi EtOH, dengan "Et" merupakan singkatan dari gugus etil (C2H5). Etanol banyak digunakan sebagai pelarut berbagai bahan-bahan kimia yang ditujukan untuk konsumsi dan kegunaan manusia. Contohnya adalah pada parfum, perasa, pewarna makanan, dan obat-obatan. Dalam kimia, etanol adalah pelarut yang penting sekaligus sebagai stok umpan untuk sintesis senyawa kimia lainnya (Sudarwanto et al., 2004).

2.3.4. Kloroform

Kloroform adalah nama umum untuk triklorometana (CHCl3). Kloroform merupakan senyawa karbon yang berwujud cair dan mudah menguap pada suhu kamar. Kloroform dikenal karena sering digunakan sebagai bahan pembius, akan tetapi penggunaanya sudah dilarang karena telah terbukti dapat merusak liver dan ginjal. Kloroform kebanyakan digunakan sebagai pelarut nonpolar di laboratorium.Wujudnya pada suhu ruang berupa cairan bening, mudah menguap, dan berbau khas.

Kloroform dapat disintesis dengan cara mencampur antara etil alkohol atau etanol dengan kalsium hipoklorit. Kalsium hipoklorit merupakan donor unsur klor. Selain kalsium hipoklorit, penyumbang unsur klor yang dapat dipakai adalah pemutih pakaian. Pemutih pakaian memiliki senyawa aktif yaitu asam


(30)

14

hipoklorit. Etil alkohol dipanaskan dan dicampurkan dengan kalsium hipoklorit (Sunarya, 2012).

2.3.5. Aseton

Aseton, yang dikenal juga sebagai propanon, dimetil keton, 2-propanon, propan-2-on, dimetilformaldehida, dan β-ketopropana, adalah senyawa berbentuk cairan yang tidak berwarna dan mudah terbakar. Karakteristik aseton adalah sebagai berikut: rumus molekul CH3COCH3, berat molekul 50,1 kg/mol, melting point - 94,6oC, dan spesifik gravity 0,7863 ( 25oC).

Aseton merupakan keton yang paling sederhana, digunakan sebagai pelarut polar dalam kebanyakan reaksi organik. Aseton digunakan untuk membuat plastik, serat, obat-obatan, dan senyawa-senyawa kimia lainnya. Pada penelitian Sari (2015) penggunaan pelarut aseton dapat menghasilkan ekstrak buah pandan dengan kadar karotenoid yang tinggi yaitu (0,12%) yang tidak berbeda nyata dengan pelarut klorofom (0,12%) dan etil asetat (0,17%).


(1)

dari tomat telah digunakan secara luas untuk menyediakan pewarna pada bahan-bahan makanan (Watson, 2008). Pada organisme fotosintesis, khususnya tanaman, karotenoid memegang peranan yang sangat penting dalam reaksi utama fotosintesis karena berpartisipasi dalam proses transfer energi, atau melindungi reaksi utama dari auto-oxidation (Cogdell et al., 2000).

Pada organisme non-fotosintesis, khususnya manusia karotenoid berhubungan dengan mekanisme pencegahan oksidasi. Produk dari degradasi karatenoida seperti ionones, damascones, dan damascenones juga sangat penting dalam zat pewangi kimia sehingga sangat sering digunakan dalam industri parfum dan wewangian. Beta-damascenones dan beta-ionone meskipun dalam konsentrasi yang rendah pada distilasi bunga mawar, merupakan senyawa kunci yang memberikan kontribusi wangi (Xiaofen Du, 2009). Secara nyata bau harum bunga yang mucul pada teh hitam, tembakau tua, anggur, dan banyak buah berhubungan dengan senyawa aromatis hasil dari perusakan karotenoid.

2.2.3. Ekstraksi Karotenoid

Ekstraksi merupakan pemisahan senyawa tertentu dari campuran menggunakan pelarut. Ekstraksi pelarut menghasilkan senyawa tidak murni, karena setelah proses tersebut senyawa yang diinginkan masih tercampur dengan pelarut, beberapa jenis lilin, albumin dan zat warna, sehingga diperlukan proses pemisahan dan pemurnian senyawa misalnya rektifikasi.

Ekstraksi secara umum dapat digolongkan menjadi dua yaitu ekstraksi cair-cair dan ekstraksi padat-cair. Pada ekstraksi cair-cair, senyawa yang dipisahkan terdapat dalam campuran yang berupa cairan, sedangkan ekstraksi padat-cair adalah suatu metode pemisahan senyawa dari campurannya yang


(2)

berupa padatan. Semakin banyak pengulangan dalam ekstraksi, maka semakin besar jumlah senyawa yang terekstrak dari campurannya atau efektivitas ekstraksi semakin tinggi, mengikuti persamaan berikut (Vogel, 1978):

Keterangan: Xn = berat zat terlarut yang diperoleh (g) Xo = berat zat terlarut yang diekstrak (g) D = perbandingan distribusi kedua fase V = volume larutan (mL)

v = volume pelarut (mL)

Cara ekstraksi senyawa padat-cair dengan prosedur klasik adalah menggunakan ekstraksi kontinyu dengan alat ekstraktor Soxhlet menggunakan pelarut yang berbeda-beda, misalnya eter, petroleum eter dan kloroform. Cara kerja dengan ekstraksi pelarut menguap cukup sederhana yaitu bahan dimasukkan ke dalam ketel ekstraktor. Pelarut akan berpenetrasi ke dalam bahan dan melarutkan minyak beserta beberapa jenis lilin, albumin, dan zat warna (Guenther, 1987). Ekstrak yang diperoleh disaring dengan penyaringan vakum, lalu dipekatkan dengan rotary evaporator vakum yang akan memekatkan larutan tanpa terjadi percikan pada temperatur antara 30oC sampai 40oC. Saat ini, monoterpen dan seskuiterpen diisolasi dari jaringan tanaman dengan ekstraksi memakai eter, eter minyak bumi atau aseton (Harborne, 1987).

Cara lain yang dapat dilakukan adalah maserasi, yaitu menggunakan lemak panas, dengan temperatur mencapai 80oC dan jaringan tanaman yang dimaserasi dicelupkan ke dalamnya. Penggunaan lemak panas dapat digantikan

D x V D x V x v =


(3)

dengan pelarut organik yang volatil. Penekanan utama metode ini adalah tersedianya waktu kontak yang cukup antara pelarut dengan jaringan yang diekstrasi (Guenther, 1987).

Beberapa penelitian yang telah dilakukan yang menggunakan campuran beberapa pelarut dalam mengekstraksi karotenoid dari dalam bahan salah satunya yaitu ekstraksi karoten dari buah palem (Licuala grandis) hasil penelian terebut menunujukkan bahwa perlakuan terbaik dihasilkan pada perbandingan pelarut (heksan : aseton) = 50 : 50 yang menghasilkan pH pelarut 6,8 yang diikuti dengan nilai dielektrikum 11,295, kadar karotenoid sebesar 42,0272 mg/100 ml, rendemen sebesar 18,86%, tingkat kemerahan 298,2395, tingkat kekuningan 64,18687 (Heryanto, 2010). Ekstraksi karoten pada buah merah menunjukkan hasil akurat dengan menggunakan campuran pelarut aseton dan kloroform (3:7) (Sundari, 2008). Ekstraksi karotenoid dari ubi jalar jingga pada ubi segar dan ubi yang dikurangi kadar airnya, menggunakan campuran pelarut etanol dan aseton pada beberapa perbandingan (5:5; 7:3; dan 9:1) dilakukan oleh (Ginting, 2013). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ekstraksi dengan pelarut etanol-aseton (5:5) pada ubi yang dikurangi kadar airnya menghasilkan ekstrak pewarna dengan kadar beta-karoten tertinggi dibandingkan perlakuan yang lain.

2.3.Pelarut

Pelarut adalah benda cair atau gas yang melarutkan benda padat, cair atau gas, yang menghasilkan sebuah larutan. Pelarut yang paling umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah air. Disamping itu juga dapat menggunakan bahan kimia organik (mengandung karbon) yang juga disebut pelarut organik. Pelarut organik biasanya memiliki titik didih rendah, lebih mudah menguap dan


(4)

mempunyai polaritas yang berbeda. Untuk membedakan antara pelarut dengan zat yang dilarutkan, pelarut biasanya terdapat dalam jumlah lebih besar (Wanto dan Romli, 1977). Polaritas pelarut dapat diketahui dari nilai konstanta dielektrikum. Konstanta dielektrikum pelarut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Konstanta dielektrikum pelarut

Bahan Pelarut Konstanta Dielektrikum Tingkat Kelarutan dalam Air n-heksana petroleum ether n-oktan sikloheksan benzene toluene asam propanoat dietilether chloroform butilasetat etilasetat asam asetat metilasetat tetrahidrofuran metilenkhlorida t-butanol piridin 2-butanol n-butanol 2-propanol 1-propanol aseton ethanol methanol asam formiat air 1,89 1,90 1,95 2,02 2,28 2,38 3,30 3,34 4,81 5,01 6,02 6,15 6,68 7,58 9,08 10,09 12,30 15,80 17,80 18,30 20,10 20,70 24,30 33,60 58,50 80,40 tl tl tl tl sl tl l sl sl sl sl sl sl sl sl l l sl sl l sl l l l l l

Keterangan: tl= tidak larut sl= sedikit larut l= larut Sumber: (Sudarmadji et al., 1997)

2.3.3. Etanol

Etanol disebut juga etil alkohol adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna, dan merupakan alkohol yang paling


(5)

sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Senyawa ini merupakan obat psikoaktif dan dapat ditemukan pada minuman beralkohol dan termometer modern.

Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia C2H5OH dan rumus empiris C2H6O. Etanol merupakan isomer konstitusional dari

dimetil eter. Etanol sering disingkat menjadi EtOH, dengan "Et" merupakan singkatan dari gugus etil (C2H5). Etanol banyak digunakan sebagai pelarut

berbagai bahan-bahan kimia yang ditujukan untuk konsumsi dan kegunaan manusia. Contohnya adalah pada parfum, perasa, pewarna makanan, dan obat-obatan. Dalam kimia, etanol adalah pelarut yang penting sekaligus sebagai stok umpan untuk sintesis senyawa kimia lainnya (Sudarwanto et al., 2004).

2.3.4. Kloroform

Kloroform adalah nama umum untuk triklorometana (CHCl3). Kloroform

merupakan senyawa karbon yang berwujud cair dan mudah menguap pada suhu kamar. Kloroform dikenal karena sering digunakan sebagai bahan pembius, akan tetapi penggunaanya sudah dilarang karena telah terbukti dapat merusak liver dan ginjal. Kloroform kebanyakan digunakan sebagai pelarut nonpolar di laboratorium.Wujudnya pada suhu ruang berupa cairan bening, mudah menguap, dan berbau khas.

Kloroform dapat disintesis dengan cara mencampur antara etil alkohol atau etanol dengan kalsium hipoklorit. Kalsium hipoklorit merupakan donor unsur klor. Selain kalsium hipoklorit, penyumbang unsur klor yang dapat dipakai adalah pemutih pakaian. Pemutih pakaian memiliki senyawa aktif yaitu asam


(6)

hipoklorit. Etil alkohol dipanaskan dan dicampurkan dengan kalsium hipoklorit (Sunarya, 2012).

2.3.5. Aseton

Aseton, yang dikenal juga sebagai propanon, dimetil keton, 2-propanon, propan-2-on, dimetilformaldehida, dan β-ketopropana, adalah senyawa berbentuk cairan yang tidak berwarna dan mudah terbakar. Karakteristik aseton adalah sebagai berikut: rumus molekul CH3COCH3, berat molekul 50,1 kg/mol, melting

point - 94,6oC,dan spesifik gravity 0,7863 ( 25oC).

Aseton merupakan keton yang paling sederhana, digunakan sebagai pelarut polar dalam kebanyakan reaksi organik. Aseton digunakan untuk membuat plastik, serat, obat-obatan, dan senyawa-senyawa kimia lainnya. Pada penelitian Sari (2015) penggunaan pelarut aseton dapat menghasilkan ekstrak buah pandan dengan kadar karotenoid yang tinggi yaitu (0,12%) yang tidak berbeda nyata dengan pelarut klorofom (0,12%) dan etil asetat (0,17%).