Fenomena Kemacetan Lalu Lintas (1)

Tugas Bahasa Indonesia
Esai Tentang Fenomena Kemacetan Lalu Lintas

Ditulis oleh : Fa’iq Shalahuddin
Nim : 1112053100028
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Jurusan Mananjemen Haji dan Umroh 2012/2013
Universitas Islam Negri Jakarta

Fenomena Kemacetan Lalu Lintas
Macet, saat ini menjadi primadona masayarakat ibu kota dan sekitarnya. Primadona
dalam arti kata yang tidak sebenarnya. Bukan karena disukai, tapi keberadaannya bias ditemui di
banyak-banyak jalan utama. Jangankan jalan utama, bahkan jalan TOL yang bebas hambatan pun
terkena dampaknya.
Mari berdamai dengan macet. Lho, dengan macet kok berdamai? Apa sih maksudnya?
Mungkin banyak berfikiran macet sudah menjadi kebiasaan yang ditemui di jalanan. Paradigm
seperti ini harus segera dirubah, jika tidak maka akan semakin sulit untuk dipecahkan.
Apa yang terpikirkan ketika mendengar kata macet? Banyak yang terbayang, dari mulai
banyak nya volume kendaraan, cuaca yang panas, waktu tempuh yang semakin lama, dan lainlain. Ya, macet menyebabkan banyak kerugian. Bila ada dari kalian yang menyatakan
keuntungan akibat macet, hal tersebut patut dipertanyakan.
Mengapa bias terjadi kemacetan di jalan raya? Hal pertama yang terlintas disebagain

besar benak sesorang adalah banyaknya volume kendaraan yang beredar di jalan raya.
Banyaknya volume kendaraan diakibatkan oleh berbagai factor, yang paling sering kita dengar
adalah kenyamanan.
Bagi mereka yang secara keuangan lebih dari cukup, mempunyai kendaraan pribadi
seakan menjadi kewajiban. Hal ini karena dorongan status ekonomi mereka. Seolah ingin
menunjukkan bahwa mereka mampu dan membuat pernyataan bahwa orang dengan tingkat
ekonomi tingi tidak pantas naik kendaraan umum.
Begitu pula dengan orang-orang yang mempunyai status tinggi dalam pekerjaan, jabatan
baik di lingkungan swasta maupun pemerintahan. Seakan-akan ingin menunjukkan siapa mereka.
Mobil malah kadi bahan bergaya, seperti pakaian bagus yang layak untuk dipamerkan. Jika
semakin banyak orang yang berpikiran sempit maka jalanan akan semakin penuh.
Jadi tidak habis pikir, sebenarnya apa yang mereka-mereka pikirkan saat berkendara
pribadi. Saya berusaha mencoba untuk mendalaminya. Ada beberapa alasan yang dapat diterima
oleh logika saya. Pertama jika berkendara pribadi maka kenyamanan sudah pasti akan didapat.
Apalagi jika tergolong dalam kendaraan mewah. AC, musik, tv bias didapatkan di dalam mobil,
berbeda dengan kendaraan umum. Tapi jika anda tahu, ada beberapa jenis kendaraan umum yang
juga menyediakan berbagai fasilitas yang dapat membuat penggunanya nyaman.

Alasan kedua adalah lebih hemat, karena dengan berkendara pribadi bisa sekali isi bensin
dengan jarak tempuh berkilo-kilo meter. Diisinya pun bias untuk beberapa hari. Sebenarnya tidak

salah juga punya pendapat seperti ini. Tapi coba piker sekali lagi. Jika kita menggunakan
transportasi umum hitung-hitung kita memutar roda perekonomian bangsa. Apa itu terlalu jauh?
Menurut pendapat saya tidak, karena dengan berkendara umum kita jadi membuka lapangan
kerja untuk orang lain. Bagaimana bias? Karena banyak trayek yang dibuka untuk memenuhi
kebutuhan penumpang yang berarti membutuhkan banyak tenaga banyak orang untuk
mengendarai angkutan umum tersebut. Nah, terbayang tidak sekarang.
Alasan berikutnya adalah gengsi. Seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya,
masyarakat Indonesia ini senang sekali dengan pujian. Bermobil mempunyai kepuasan tersendiri
karena akan ada orang-orang yang beranggapan kita hebat, kaya, dan banyak lagi ucapan-ucapan
sejenis. Tapi alasan ini agak susah diterima, mana mungkin bias untuk alasan-alasan seperti itu
dampat menimbulkan kerugian bagi banyak orang.
Saatnya berpikir kritis, dimisalkan setiap satu orang keluar rumah mengendari satu mobil.
Ada sepuluh orang yang keluar rumah maka ada sepuluh mobil yang juga keluar. Satu mobil
panjangnya sekitar 1,5-2 meter, jika ada sepuluh mobil maka memakan badan jalan sepanjang 20
meter. Anggaplah mobil tersebut berada dalam satu jalur. Jika setiap orang dalam kendaraan
menggunakan jasa transportasi umum, maka jalan tersebut bisa diisi oleh sembilan angkutan
umum, atau dua sampai tiga bis. Bayangkan lagi, jalanan tidak akan menjadi penuh bukan.
Selain jalanan yang menjadi tidak penuh, hal tersebut akan lebih menguntukan untuk
orang lain. Supir angkutan umum atau supir bis akan bekerja lebih baik karena penumpangnya
lebih banyak. Dengan situasi seperti ini langsung tidak langsung ekonomi mereka pun menjadi

naik. Bukankah ini lebih baik, dapat mengurangi kemacetan sekaligus membantu orang lain,
anggap saja bersedekah, jadi bisa dapat pahala lebih.
Dengan berkendara umum juga dapat melatih rasa solidaritas dan kekeluargaan dalam
masyarakat. Contohnya bila dalam bis ada seorang ibu-ibu yang membawa bayi tidak
mendapatkan tempat duduk, jika kita bukan manusia egoism aka kita akan mempersilahkan ibuibu tersebut untuk duduk di tempat kita kan. Beda halnya dengan berkendara pribadi, sebenarnya
berkendara pribadi mempunyai indikasi bahwa kita orang yang egois, karena hanya
mementingkan kenyamanan sendiri.

Sekarang mulai dengan mencari solusi untuk mengatasi kemacetan yang terjadi.
Pembatasan penggunaan kendaraan pribadi sepertinya menjadi pilihan yang tepat. Selain itu,
peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana menjadi kewajiban untuk memenuhi
kebutuhan pengguna demi menarik banyak orang untuk menggunakan fasilitas umum ini.
Tambahin sendiri ya…