217 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA OPERATOR SPBU 24.301.118 PALEMBANG TAHUN 2010 FACTORS RELATED TO LUNG VITAL CAPACITY OF 24.301.118 GAS STATION OPERATORS IN PALEMBANG 2010

JURNAL ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

  

VOLUME 1 Nomor 03 November 2010 Artikel Penelitian

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

KAPASITAS VITAL PARU PADA OPERATOR SPBU 24.301.118 PALEMBANG

  

TAHUN 2010

FACTORS RELATED TO LUNG VITAL CAPACITY OF 24.301.118

GAS STATION OPERATORS IN PALEMBANG 2010

1 2 2 AS Clarissa Putri Aulia , Hamzah Hasyim , Imelda G Purba 1 2 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya

Bagian K3KL Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya

e-mail: hamzah_hasyim@yahoo.com

  

ABSTRACT

Background : Air pollution is caused by high traffic density. Air pollution is caused by motor vehicle exhaust

and human factors can affect lung problems. Therefore it needs to do research on the factors related to lung

vital capacity.

  

Method : This research uses cross sectional design. This research samples were 19 24,301,118 gas station

operators. The questionnaire was used to know the variable of age, sex, period of working, nutrition, smoking

habitual, exercise habitual, employment history, and the background of lung ache. Spirometer was used to

measure lung vital capacity.

  

Result : The results which was analyzed using Fisher Exact test show that there was a correlation between

age (p value = 0.036), sex (p value = 0.017) and period of working (p value = 0.045) to lung vital capacity..

Conclusion: older age, male and working lives of more than 3 years is a risk factor for lung vital capacity

Keywords : Lung Vital Capacity, Operator, pollution, air

  

ABSTRAK

Latar Belakang : Pencemaran udara disebabkan oleh kepadatan lalu lintas yang tinggi. Pencemaran udara yang

disebabkan oleh gas buang kendaraan bermotor serta faktor manusia dapat menyebabkan gangguan fungsi

paru. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian terhadap faktor-faktor yang berhubungan dengan kapasitas

vital paru.

  

Metode : Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Sampel penelitian ini berjumlah 19 orang operator

SPBU 24.301.118. Penggunaan kuesioner untuk mengetahui variabel umur, jenis kelamin, masa kerja, status gizi,

kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, riwayat pekerjaan, dan riwayat penyakit. Spirometer digunakan untuk

mengukur kapasitas vital paru.

  

Hasil Penelitian : Hasil penelitian dengan menggunakan uji Exact Fisher diperoleh bahwa ada hubungan antara

umur (p value = 0,036), jenis kelamin (p value = 0,017) dan masa kerja (p value = 0,045) dengan kapasitas vital

paru. Dan tidak ada hubungan antara status gizi (p value = 1,000), kebiasaan merokok (p value = 0,170), kebiasaan

olahraga (p value = 1,000), riwayat pekerjaan (p value = 0,656), dan riwayat penyakit (p value = 0,617) terhadap

kapasitas vital paru pada operator SPBU 24.301.118.

  Kesimpulan : Umur tua, laki-laki dan masa kerja lebih dari 3 tahun adalah faktor resiko kapasitas vital paru. Kata kunci : Kapasitas Vital Paru, Operator SPBU, pencemaran, udara PENDAHULUAN

  Udara merupakan faktor yang penting Nitrogen (N ) sebesar 78,09%, Oksigen (O ) 2 2 dalam kehidupan. Hampir semua makhluk hidup sebasar 20,94%, Argon (Ar) sebesar 0,93% dan 1 seperti manusia, hewan dan makhluk hidup Karbon Dioksida (CO ) sebesar 0,032% . 2 lainnya membutuhkan oksigen yang berasal dari Dengan meningkatnya pembangunan udara sesuai kualitas yang diperlukan. Udara fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada telah mengalami perubahan. Perubahan lapisan yang mengelilingi bumi. Komposisi udara lingkungan udara pada umumnya disebabkan bersih dan kering, pada umumnya terdiri dari pencemaran udara, yaitu masuknya zat pencemar (berbentuk gas-gas dan partikel kecil/ aerosol) ke dalam udara. Selain itu pencemaran udara sebagian besar disebabkan juga oleh kegiatan manusia, misalnya akibat aktivitas transportasi, industri, pembuangan sampah, baik akibat proses dekomposisi ataupun pembakaran serta kegiatan rumah tangga 2 . Konsentrasi pencemaran udara di beberapa kota besar dan daerah industri

  Indonesia menyebabkan adanya gangguan pernapasan, iritasi pada mata dan telinga, serta timbulnya penyakit tertentu. Selain itu juga mengakibatkan gangguan jarak pandang (visibilitas) yang sering meningkatkan kecelakaan lalu lintas terutama lalu lintas di udara dan laut 2 . Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 1980, bahwa kematian yang disebabkan oleh pencemaran udara mencapai angka kurang lebih 51.000 orang. Angka tersebut cukup mengerikan karena bersaing keras dengan angka kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung, kanker, dan AIDS (Acquired Immune

  Deficiency Syndrome ) 3 .

  Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa 70 persen penduduk kota di dunia pernah sesekali menghirup udara yang tidak sehat. Menurut studi oleh p a r a p e n e l i t i d i U n i v e r s i t a s H a r v a r d m e n u n j u k k a n b a h w a k e m a t i a n a k i b a t pencemaran udara berjumlah antara 50.000 dan 100.000 per tahun 4 . Pada 1980, kota industri Cubatao,

  Brasilia, melaporkan bahwa sebagai akibat pencemaran udara, 40 dari setiap 1000 bayi yang lahir di kota itu meninggal saat dilahirkan, 40 yang lain kebanyakan cacat, meninggal pada minggu pertama hidupnya. Pada tahun yang sama, 80.000 penduduk Cubatao mengalami sekitar 10.000 kasus medis darurat yang meliputi TBC, pneumonia, bronkitis, emphysema, asma, dan penyakit-penyakit pernapasan lain 4 . Berdasarkan Laporan Kegiatan

  Koordinasi Penilaian Langit Biru Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2008, tingkat cemaran udara Kota Palembang meliputi kadar CO 2328 µg/m 3 , kadar SO 2 256,8 µg/ m 3 , kadar amoniak (NH 3 ) 0,22 µg/m 3 , kadar

  Pb 0,05 µg/m 3 , kadar TSP (Total Suspended

  Particulate ) 110,2 µg/m 3

  dan kadar NO 2 224,5 µg/m 3 . Berdasarkan Peraturan Gubernur

  Sumatera Selatan No. 17 Tahun 2005, pencemaran udara Kota Palembang masih berada di bawah baku mutu cemaran udara. Namun, tingkat cemaran udara untuk TSP lebih tinggi dibandingkan dengan kadar TSP kabupaten/kota lain di Sumatera Selatan 5 . Disamping itu, pertumbuhan jumlah penduduk di seluruh dunia yang demikian c e p a t t e l a h m e n d o r o n g l a h i r n y a e r a industrialisasi. Sebuah masa yang ditandai d e n g a n p e s a t n y a p e r k e m b a n g a n i l m u p e n g e t a h u a n d a n t e k n o l o g i , s e h i n g g a manusia dapat lebih mudah memenuhi kebutuhan hidupnya. Keadaan tersebut s e l a n j u t n y a m e m b u k a k e b e r a g a m a n lapangan kerja, salah satunya menjadi operator Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Meskipun terbukanya lebih banyak lapangan kerja tersebut di satu sisi sangat dibutuhkan, namun di lain pihak perlu disadari adanya permasalahan yang perlu diperhatikan yaitu berkaitan dengan dampak penyakit akibat kerja 6 . Penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja (Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.01/ MEN/1981). Salah satu penyebab penyakit akibat kerja adalah faktor kimiawi, yaitu antara lain debu, uap, gas, dan larutan zat kimia. Penyakit akibat kerja bermula dari efek ringan pekerjaan atau lingkungan kerja, kemudian efek tersebut bertambah sehingga terjadi penyakit dini, dan selanjutnya efek pekerjaan atau lingkungan kerja berkembang menjadi penyakit berat atau lanjut bahkan sering kali disertai kecacatan 7 . Deteksi dini sangat baik dilakukan agar penyakit akibat kerja dapat dicegah s e h i n g g a t i d a k b e r k e m b a n g m e n j a d i penyakit berat. Deteksi dini adalah deteksi gangguan mekanisme homoeostasi dan k o m p e n s a s i p a d a w a k t u p e r u b a h a n biokimiawi, morfologis, dan fungsional masih dapat pulih. Sebagai contoh deteksi dini yaitu uji kapasitas ventilasi paru terhadap paparan debu 7 . Paru merupakan organ manusia yang mempunyai fungsi sebagai ventilasi udara, difusi O 2 dan CO 2 antara alveoli dan d a r a h , t r a n s p o r t a s i O 2 d a n C O 2 s e r t a pengaturan ventilasi serta hal – hal lain dari pernapasan. Salah satu penyakit terkait

  • • Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Volume 1, Nomor 03 November 2010
k e r j a a d a l a h g a n g g u a n f u n g s i p a r u . Beberapa bukti dari hasil penelitian oleh

  American Lung Association menyimpulkan

  bahwa kontaminasi udara oleh partikel- partikel pada lingkungan kerja merupakan faktor risiko bagi kesehatan pernafasan pekerja, dan penurunan paparan dapat menurunkan risiko tersebut 8 . B e r d a s a r k a n d a t a d a r i D i n a s

  Perhubungan Kota Palembang tahun 2009, Jalan Jendral Sudirman dilalui rata-rata 27.028 kendaraan per hari. Pemantauan Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Selatan tahun 2008 menyebutkan bahwa tingkat cemaran udara di Simpang Kepolisian Daerah (POLDA) yang terletak di Jalan Jendral Sudirman dan dekat dengan SPBU 24.301.118 Palembang meliputi kadar CO 8.717,5 µg/m 3 , kadar SO 2 135,6 µg/m 3 , kadar amoniak (NH 3 ) 0,24 µg/m 3 , kadar Pb 0,03 µg/ m 3 , k a d a r T S P (To t a l S u s p e n d e d

  Particulate ) 195,5 µg/m 3

  dan kadar NO 2 104,5 µg/m 3 .

  Data dari Kementerian Lingkungan Hidup menyebutkan bahwa polusi udara dari kendaraan bermotor bensin (spark ignition

  engine ) menyumbang 70 persen CO, 100

  Berdasarkan uraian di atas, maka akan diteliti tentang “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Vital Paru pada Operator SPBU 24.301.118 Palembang Tahun 2010”. Sehingga tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kapasitas vital paru pada operator SPBU 24.301.118 Palembang Tahun 2010.

  Menurut Mila 11 , kapasitas vital paru dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, kondisi kesehatan, riwayat penyakit, riwayat pekerjaan, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, dan status gizi. Sedangkan berdasarkan penelitian Widodo 12 , ada hubungan antara penggunaan masker dan kebiasaan olahraga dengan kapasitas vital paru.

BAHAN DAN CARA PENELITIAN

  24.301.118 yang teletak di samping Taman Makam Pahlawan adalah satu-satunya S P B U y a n g t e r l e t a k d i J a l a n J e n d r a l Sudirman yang kepadatan lalu lintasnya cukup tinggi. Dengan kepadatan lalu lintas yang tinggi, maka akan terjadi lebih banyak pencemaran udara di jalan ini. Pencemaran udara yang terjadi dapat mempengaruhi kapasitas vital paru operator SPBU.

  persen plumbum Pb, 60 persen hidrokarbon (HC), dan 60 persen nitrogen oksida (NO x) . Oleh karena itu, semakin tinggi jumlah kendaraan yang dilalui pada sebuah jalan, s e m a k i n t i n g g i t i n g k a t p o l u s i u d a r a / pencemaran udara. Beberapa daerah yang tinggi kepadatan lalu lintasnya menunjukkan bahan pencemar seperti Pb, O 3 , dan CO telah melampaui ambang batas yang ditetapkan dalam PP Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara 9 . SPBU

  Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional (potong lintang). Populasi dalam penelitian i n i a d a l a h s e l u r u h o p e r a t o r S P B U 24.301.118 Palembang tahun 2010 yang berjumlah 19 orang. Sampel penelitian berjumlah 19 orang.

  D a t a y a n g d i p e r l u k a n d a l a m penelitian ini adalah data primer yang d i p e r o l e h d e n g a n c a r a m e l a k u k a n wawancara pada operator SPBU 24.301.118 Palembang dengan kuesioner yang terdiri dari umur, jenis kelamin, masa kerja, status gizi, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, riwayat pekerjaan, dan riwayat penyakit. Serta dilakukan pengukuran untuk mengukur kapasitas vital paru. Selain itu juga diperlukan d a t a s e k u n d e r b e r u p a p r o f i l S P B U 24.201.118 Palembang.

  HASIL PENELITIAN Gambaran Karakteristik Responden

  Berikut ini merupakan distribusi frekuensi responden berdasarkan penelitian.

  Aulia, Hasyim, Purba, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Vital Paru •

  Menurut Amin 10 , fungsi paru dapat menjadi tidak maksimal oleh karena faktor dari luar tubuh (ekstrinsik) yang meliputi kandungan komponen fisik udara, komponen k i m i a w i d a n f a k t o r d a r i d a l a m t u b u h penderita itu sendiri (instrinsik). Faktor e k s t r i n s i k y a i t u k e a d a a n b a h a n y a n g d i i n h a l a s i ( g a s , d e b u , u a p ) , l a m a n y a p a p a r a n , p e r i l a k u m e r o k o k , p e r i l a k u penggunaan alat pelindung diri (APD) dan k e b i a s a a n o l a h r a g a . F a k t o r i n t r i n s i k berkaitan dengan jenis kelamin, riwayat penyakit yang pernah diderita, indeks massa tubuh dan kerentanan individu.

  1,78 0,24-13,2 0,656 Riwayat Penyakit 2,25 0,3-16,4 0,617

  Tabel 2 Analisis Bivariat Hasil Penelitian

Umur

  5,0 0,65-38,1 0,170 Kebiasaan Olahraga 2,0 0,16-24 1,000 Riwayat Pekerjaan

  Umur 4,0 1,71-9,34 0,036 Jenis Kelamin 2,4 1,22-4,68 0,017 Masa Kerja 12,5 1,33-116,8 0,045 Status Gizi 1,83 0,09-34,8 1,000 Kebiasaan Merokok

  Variabel RP 95%CI p- value

  bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan kapasitas vital paru pada operator SPBU 24.301.118 Palembang Tahun 2010. Dari hasil analisis diperoleh nilai RP = 2,4 (CI 95%: 1,22-4,68). Artinya responden yang berjenis kelamin laki-laki mempunyai peluang 2,4 kali lebih berisiko mempunyai kapasitas vital paru tidak normal dibandingkan dengan jenis kelamin perempuan.

  p-value = 0,017. Maka dapat disimpulkan

  Dari hasil perhitungan dengan menggunakan uji Fisher Exact diperoleh nilai

  Jenis Kelamin

  bahwa ada hubungan antara umur dengan kapasitas vital paru pada operator SPBU 24.301.118 Palembang Tahun 2010. Dari hasil analisis diperoleh nilai RP = 4,0 (CI 95% : 1,71- 9,34), artinya responden yang berada pada kelompok umur > 30 tahun memiliki peluang 4 kali lebih berisiko mempunyai kapasitas vital paru tidak. normal daripada kelompok umur < 30 tahun

  p-value = 0,036. Maka dapat disimpulkan

  Dari hasil perhitungan dengan menggunakan uji Fisher Exact diperoleh nilai

  kepercayaan (confidence level) yang digunakan adalah sebesar 95% atau tingkat kemaknaan (level of significance) sebesar 0,05. Selanjutnya secara keseluruhan hasil analisis dapat dilihat pada tabel 2.

  Variabel Kategori N % > 30 tahun Umur 3 15,8 < 30 tahun

  Prevalens (RP) dan nilai p-value. Tingkat

  Berdasarkan analisis bivariat yang dilakukan dengan tabulasi silang (crosstabs) dari masing-masing variabel independen terhadap kapasitas vital paru pada operator SPBU 24.301.118 dengan menggunakan perhitungan statistik uji Fisher Exact. Analisis bivariat juga dilakukan untuk mengukur besarnya Ratio

  Dari tabel tersebut diketahui juga bahwa lebih banyak responden yang tidak merokok daripada merokok yakni sebanyak 10 orang (52,6%) dan 9 orang (47,4%). Berdasarkan kebiasaan olahraga, sebanyak 15 orang (78,9%) dikelompokkan dalam kategori tidak mempunyai kebiasaan olahraga. Sebanyak 12 orang (63,2%) pernah bekerja sebelum bekerja di SPBU 24.301.118 serta sebanyak 13 orang (68,5%) tidak mengalami keluhan gangguan pernapasan.

  Berdasarkan Tabel 1dapat diketahui bahwa 19 orang responden sebagian besar berada pada kelompok umur < 30 tahun dengan jumlah 16 orang (84,2%) sedangkan berdasarkan jenis kelamin, persentase laki-laki lebih besar yakni sebanyak 12 orang (63,2%). Berdasarkan masa kerja, sebagian besar responden telah bekerja di SPBU 24.301.118 kurang dari 3 tahun yakni dengan jumlah 12 orang (63,2%) sedangkan berdasarkan status gizinya, sebanyak 17 orang (84,2%) mempunyai status gizi > IMT Normal.

  13 68,5 Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden

  7 36,8 Pernah 6 31,5 Riwayat Penyakit Tidak Pernah

  Olahraga 5 21,1 Pernah 12 63,2 Riwayat Pekerjaan Tidak Pernah

  Merokok Tidak Merokok 10 52,6 Tidak Olahraga Kebiasaan 15 78,9 Olahraga

  Status Gizi 2 10,5 > IMT Normal 17 89,5 Merokok 9 47,4 Kebiasaan

  Masa Kerja 7 36,8 < 3 tahun 12 63,2 < IMT Normal

  16 84,2 Perempuan 7 36,8 Jenis Kelamin Laki-Laki 12 63,2 > 3 tahun

  • • Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Volume 1, Nomor 03 November 2010

  Masa Kerja

  30 tahun atau lebih.

  Dari hasil perhitungan dengan menggunakan uji Fisher Exact diperoleh nilai p-

  value = 0,617. Maka dapat disimpulkan bahwa

  tidak ada hubungan antara riwayat pekerjaan dengan kapasitas vital paru pada operator SPBU 24.301.118 Palembang Tahun 2010.

  PEMBAHASAN Umur

  K e s a m a a n h a s i l p e n e l i t i a n dikemukakan oleh Gea de Meer et al (2004) dalam Hasugian 13 yang menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara umur dengan gangguan fungsi paru.

  S u y o n o 1 4 m e n y a t a k a n u m u r berhubungan dengan proses penuaan, semakin tua seseorang semakin besar kemungkinan terjadinya penurunan fungsi paru. Menurut Tamtomo 15 , fungsi organ menurun 1% setiap tahunnya setelah usia 30 tahun, termasuk juga paru-paru. Suma’mur 16 juga menyatakan bahwa beberapa kapasitas fisik menurun sesudah usia

  Jenis Kelamin

  tidak ada hubungan antara riwayat pekerjaan dengan kapasitas vital paru pada operator SPBU 24.301.118 Palembang Tahun 2010.

  Hasil penelitian ini bertentangan d e n g a n d e n g a n h a s i l p e n e l i t i a n y a n g dilakukan oleh Widodo 12 dengan menyatakan tidak ada hubungan antara jenis kelamin d e n g a n k a p a s i t a s v i t a l p a r u . A d a n y a perbedaan dalam hasil penelitian, salah satunya disebabkan adanya perbedaan komposisi antara laki-laki dan perempuan di tempat penelitian 17 .

  Masa Kerja

  Kesamaan hasil penelitian dikemukakan oleh Sumardiyono (2007) yang menyatakan ada hubungan antara masa kerja dengan kapasitas vital paru.

  Namun, terdapat perbedaan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yulaekah 19 yang menyatakan tidak ada hubungan antara masa kerja dengan kapasitas vital paru. perbedaan hasil penelitian ini mungkin disebakan oleh jenis atau material paparan yang berbeda serta keberadaan variabel lain yang dapat mempengaruhi terjadinya kapasitas vital paru tidak normal.

  Teori dari Suma’mur 7 menyatakan bahwa Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut.

  Status Gizi

  Kesamaan hasil penelitian juga dikemukakan oleh Yulaekah 19 yang menyatakan tidak ada hubungan antara status gizi dengan kapsitas vital paru.

  Riwayat Penyakit

  value = 0,656. Maka dapat disimpulkan bahwa

  Dari hasil perhitungan dengan menggunakan uji Fisher Exact diperoleh nilai

  Kebiasaan Merokok

  p-value = 0,045. Maka dapat disimpulkan

  bahwa ada hubungan antara masa kerja dengan kapasitas vital paru pada operator SPBU 24.301.118 Palembang Tahun 2010. Dari hasil analisis diperoleh nilai RP = 12,5 (CI 95% : 1,33- 116,8), artinya responden yang mempunyai masa kerja lebih dari 3 tahun memiliki peluang 12,5 kali lebih berisiko mempunyai kapasitas vital paru tidak normal daripada responden yang memiliki masa kerja kurang dai 3 tahun.

  Status Gizi

  Dari hasil perhitungan dengan menggunakan uji Fisher Exact diperoleh nilai

  p-value = 1,000. Maka dapat disimpulkan

  bahwa tidak ada hubungan antara status gizi dengan kapasitas vital paru pada operator SPBU 24.301.118 Palembang Tahun 2010.

  Dari hasil perhitungan dengan menggunakan uji Fisher Exact diperoleh nilai p-

  Dari hasil perhitungan dengan menggunakan uji Fisher Exact diperoleh nilai p-

  value = 0,170. Maka dapat disimpulkan bahwa

  tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kapasitas vital paru pada operator SPBU 24.301.118 Palembang Tahun 2010.

  Kebiasaan Olahraga

  Dari hasil perhitungan dengan menggunakan uji Fisher Exact diperoleh nilai p-

  value = 1,000. Maka dapat disimpulkan bahwa

  tidak ada hubungan antara kebiasaan olahraga dengan kapasitas vital paru pada operator SPBU 24.301.118 Palembang Tahun 2010.

  Riwayat Pekerjaan

  Aulia, Hasyim, Purba, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Vital Paru • menurunkan kapasitas vital paru 23 .

  compliance paru-paru dan dengan demikian

  Kesamaan hasil penelitian juga dikemukakan oleh Widodo 12 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara riwayat pekerjaan dengan kapasitas vital paru.

  Keadaan seperti tuberculosis, emfisema, asma kronik, kanker paru, bronchitis kronika, dan pleuritis fibrosa semuanya dapat menurunkan

  Akibatnya akan menurunkan kadar oksigen dalam darah 25 . Selain itu, kekuatan otot-otot pernapasan dapat berkurang akibat sakit.

  Kesamaan hasil penelitian juga dikemukakanoleh Widodo 7 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara riwayat penyakit dengan kapasitas vital paru 12 . Teori Ganong 24 menyebutkan bahwa kondisi kesehatan dapat mempengaruhi kapasitas vital paru seseorang. Seseorang yang pernah mengidap penyakit paru akan mengurangi ventilasi perfusi sehingga alveolus akan sedikit mengalami pertukaran udara.

  Riwayat Penyakit

  Perbedaan hasil penelitian dengan teori dimungkinkan karena lingkungan kerja sebelumnya terdapat jumlah paparan dan atau lama paparan yang lebih kecil. Selain itu lama kerja dan jenis pekerjaan juga merupakan variabel yang dapat menyebabkan kapasitas vital tidak normal.

  Lamanya pekerjaan seseorang akan meningkatkan terpaparnya kontaminan pada pekerja. Hal ini sejalan dengan pendapat Morgan dan Parkes yang menyatakan seseorang yang terpapar debu dalam waktu lama akan berisiko mengalami gangguan fungsi paru.

  Riwayat Pekerjaan

  Namun, menurut teori Shridsar 20 menyatakan bahwa Secara fisiologis, seseorang dengan status gizi kurang atau lebih dapat mengalami penurunan kapasitas vital paru yang pada akhirnya dapat mempengaruhi terjadinya gangguan fungsi paru.

  Kapasitas vital pada seorang atletis lebih besar daripada orang yang tidak pernah berolahraga 22 . Perbedaan hasil penelitian ini kemungkinan dipengaruhi oleh jenis olahraga dan frekuensi olahraga yang dilakukan. Jenis olahraga aerobik dapat meningkatkan daya tahan paru-paru, jantung, kelenturan, dan membakar kalori. Olahraga dianjurkan minimal 3 x 30 menit setiap minggu. Olahraga dilakukan secara bertahap dimulai dari pemanasan 5 – 10 menit, diikuti dengan latihan inti minimal 20 menit dan diakhiri dengan pendinginan selama 5 – 10 menit 23 .

  Perbedaan hasil penelitian dikemukakan oleh Widodo (2007)yang menyatakan ada hubungan antara kebiasaan olahraga dengan kapasitas vital paru 12 . Olahraga dapat meningkatkan aliran darah melalui paru-paru sehingga menyebabkan oksigen dapat berdifusi ke dalam kapiler paru dengan volume yang lebih besar atau maksimum.

  Kebiasaan Olahraga

  Rokok mengandung sejumlah besar bahan berbahaya, yaitu kurang lebih sebanyak 4000 bahan yang telah diidentifikasi 21 . Kebiasaan merokok akan mempercepat penurunan faal paru. Pengaruh asap rokok dapat lebih besar dari pada pengaruh debu yaitu hanya sekitar sepertiga dari pengaruh buruk rokok 3 . Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur, fungsi saluran napas dan jaringan paru - paru. Pada saluran napas besar, sel mukosa membesar (hipertrofi) dan kelenjar mukus bertambah banyak (hiperplasia). Pada saluran napas kecil, terjadi radang ringan hingga penyempitan akibat bertambahnya sel dan penumpukan lendir. Pada jaringan paru-paru terjadi peningkatan jumlah sel radang dan kerusakan alveoli 19 . Perbedaan hasil penelitian ini kemungkinan dipengaruhi oleh bentuk tembakau, jumlah rokok yang dikonsumsi per hari, lama merokok dan inhalasi.

  Perbedaan hasil penelitian dikemukakan oleh Sumardiyono 18 yang menyatakan bahwa ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kapasitas vital paru. Gold et al (2005) menyatakan bahwa kebiasaan merokok pada pekerja yang terpapar debu memperbesar kemungkinan untuk terjadinya gangguan fungsi paru. Hal ini disebabkan asap rokok akan menghilangkan bulu-bulu silia di saluran pernapasan yang berfungsi sebagai penyaring udara yang masuk dalam pernapasan.

  Kebiasaan Merokok

  Perbedaan hasil penelitian dengan teori disebabkan karena jumlah responden yang memiliki status gizi < IMT (Indeks massa Tubuh) normal sangat sedikit.

  • • Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Volume 1, Nomor 03 November 2010

  Perbedaan hasil penelitian dengan teori ini kemungkinan dipengaruhi oleh lama penyakit pernapasan yang diderita.

  Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka diketahui bahwa dari 8 variabel yang diteliti terdapat 3 variabel yang berhubungan dengan kejadian kapasitas vital paru tidak normal pada operator SPBU yaitu umur dengan nilai p-value = 0,036 dan RP=4,0 (CI 95% : 1,71–9,34), jenis kelamin dengan nilai p-value = 0,017 dan RP=2,4 (CI 95%: 1,22–4,68), dan masa kerja dengan nilai

  p-value = 0,045 dan RP = 12,5 (CI 95% : 1,33–116,8).

  Adapun saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:

  1. Bagi responden yang memiliki kapasitas vital paru tidak normal, agar melakukan pencegahan sehingga kapasitas vital paru tidak semakin menurun dengan cara menggunakan masker (alat pelindung pernapasan) pada saat bekerja untuk mengurangi paparan debu lingkungan.

KESIMPULAN DAN SARAN

  2. Bagi pimpinan SPBU 24.301.118 Palembang, untuk lebih memperhatikan kesehatan pekerja yang memiliki kapasitas vital paru tidak normal dengan melakukan pemeriksaan lanjutan ke spesialis paru. Serta memberikan alat pelindung pernapasan berupa masker yang dapat mencegah masuknya debu lingkungan ke dalam tubuh pekerja.

DAFTAR PUSTAKA

  2. Soedomo, Moestikahadi. 2001, Pencemaran Udara . ITB, Bandung.

  Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Olahraga Univesitas Negeri Semarang, Semarang.

  Overview of Occupational Disease, Return to Epler.

  11. Mila, Sri Muslikatul. 2006, Hubungan

  Antara Masa Kerja, Pemakaian Alat Pelindung Pernapasan (Masker) pada tenaga Kerja Bagian Pengamplasan dengan Kapasitas Fungsi Paru PT. Accent House Pecangaan Jepara , [Skripsi].

  Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Olahraga Univesitas Negeri Semarang, Semarang.

  12. Widodo, Tri Adi. 2007, Faktor-Faktor yang

  Berhubungan dengan Kapasitas Vital Paru pada Pekerja Pembuatan Genteng (Studi pada Perusahaan Genteng Malindo Sokka Kebumen) , [Skripsi].

  13. Hasugian, Sarilawista. 2008, Faktor-Faktor

  10. Epler, G.R. 2000, Environmental and

  yang Berhubungan dengan Gejala Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja di Gudang Bulog Baru Barlian Tahun 2008 , [Skripsi]. Program Studi

  Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya, Indralaya.

  14. Suyono, Joko. 2005, Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja . EGC, Jakarta.

  15. Tamtamo, Didik Gunawan. 2009, Perubahan

  Anatomik Organ Tubuh pada Penuaan , [on Aulia, Hasyim, Purba, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Vital Paru •

  1. Sunu, Pramudya. 2001, Melindungi

  Occupational Lung Disease . In: Clinical

  line]. Dari http://www.unisosdem.org [22 Mei 2010]

  3. Latif, Rr. Nur Vita. 2006, Hubungan Lama

  Palembang.

  Bekerja dengan Kapasitas Vital Paru Operator SPBU Sampangan Semarang ,

  [Skripsi]. Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Olahraga Univesitas Negeri Semarang, Semarang.

  4. Moore, Curtis. 2007, Mutu Udara Kota,

  Makalah Hijau , [on line]. Dari: http://

  jakarta.usembassy.gov [21 Mei 2010]

  5. Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Selatan. 2008, Laporan Kegiatan Koordinasi Penilaian Langit Biru .

  6. Sostroasmoro, Sudigdo & Sofyan Ismael.

  Pencemaran Udara dengan Euro 2 , [on

  2008, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis Edisi ke-3 . CV. Sagung Seto, Jakarta.

  7. Suma’mur. 2009, Higiene Perusahaan dan

  Kesehatan Kerja (HIPERKES) . Sagung Seto, Jakarta.

  Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001 . Grasindo, Jakarta.

  in Residential Settings: Respiratory Health and Remedial Measure to Minimize Exposure . Ontario Lung Association.

  9. Uni Sosial Demokrat. 2010, Mengatasi

  8. Small, Bruce M. 2002, Indoor Air Pollutans

  25. Price, Sylvia Anderson dan Wilson Lorraine Mc Carty. 1995, Fisiologi Proses-Proses Penyakit . EGC, Jakarta.

  Metabolism Group Symposium on Nutrition and Health Lung. The Summer Meeting of The Nutrition Society. University of Surrey. Proceeding of the Nutrition Society.

  Kedokteran (Review of Medical Physiology) . EGC, Jakarta.

  24. Ganong, W.F. 1998, Buku Ajar Fisiologi

  sulsel.go.id [28 September 2010]

  Kesehatan Olahraga bagi Petugas Kesehatan , [on line]. Dari http://dinkes-

  23. Dinas Kesehatan Sulsel. 2002, Panduan

  Buku Ajar Fisiologi Kedokteran . EGC, Jakarta.

  22. Guyton, Arthur C. & John E. Hal. 1997,

  [Tesis]. Program Studi Magister Epidemiologi Universitas Diponegoro, Semarang.

  Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Pengecatan Mobil (Studi pada Bengkel Pengecatan Mobil di Kota Semarang) ,

  21. Budiono, Irawan. 2007, Faktor Risiko

  Health Lung . In Clinical Nutritional and

  line]. Dari http://pustaka.uns.ac.id [20 Juni 2010]

  20. Sridhar, Mangalan. 1999, Nutrition and

  Pasca Sarjana Kesehatan Lingkungan Universitas Diponegoro Semarang, Semarang.

  Terhirup dan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Batu Kapur (Studi di Desa Mrisi Kecamatan Tanggungharjo Kabupaten Grobogan) , [Tesis]. Program

  19. Yulaekah, Siti. 2007, Paparan Debu

  Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

  Kebiasaan Merokok, dan Kapasitas Fugsi Paru Tenaga Kerja yang Terpapar Debu Tembakau di Bagian Processing PT Djitoe ITC Surakarta , [Tesis]. Program

  18. Sumardiyono. 2007, Masa Kerja,

  Badan Pusat Statistik, Palembang.

  17. BPS Sumsel. 2010, Data Kependudukan.

  Pencegahan Kecelakaan . CV. Haji Masagung, Jakarta.

  16. Suma’mur. 1993, Keselamatan Kerja &

  • • Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Volume 1, Nomor 03 November 2010

Dokumen yang terkait

SMART PARTIAL LEAST SQUARE SOFTWARE YANG POWERFULL: STUDI LITERATUR ANALISA MULTIVARIAT MASA KINI

0 0 8

STUDI PENGENDALIAN MUTU KACANG TANAH SEBAGAI BAHAN BAKU PRODUKSI KACANG SHANGHAI PADA PERUSAHAAN PUTRI PANDA TULUNGAGUNG

0 0 5

PERANCANGAN INSTRUKSI KERJA DOKUMEN DAN VISUAL PADA MESIN ELECTRICAL DISCHARGE MACHINE

0 0 9

MENINGKATKAN OUTPUT DENGAN MELAKUKAN PERUBAHAN TATA LETAK DI AREA PRODUKSI

1 11 9

REDESIGN ALAT TAMBAHAN PADA MESIN PRODUKSI KOMPONEN OTOMOTIF BODY INNER DALAM MENINGKATKAN KUALITAS MELALUI STRATEGI DMAIC

0 1 10

ASPEK PENTING PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA (SDM) KESEHATAN DI ERA DESENTRALISASI DEVELOPMENT AND EMPOWERMENT OF HEALTH HUMAN RESOURCES THE IMPORTANT ASPECT IN DECENTRALIZATION Misnaniarti

0 0 8

134 HUBUNGAN SHIFT KERJA DENGAN KELELAHAN KERJA DAN PERUBAHAN TEKANAN DARAH PADA PERAWAT UNIT RAWAT INAP RUMAH SAKIT BUKIT ASAM TANJUNGENIM TAHUN 2009 Harry Cahya Maulana1 , Rico Januar Sitorus2 , Hamzah Hasyim2

1 0 6

Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA ANAK USIA 6-24 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SWAKELOLA KOTA PALEMBANG

0 0 6

Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat ANALISIS HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA INTI (NUCLEAR FAMILY) DAN PEMANFAATAN PELAYANAN PEMERIKSAAN KESEHATAN BERKALA KARYAWAN DIREKTORAT PRODUKSI PT PUSRI PALEMBANG Reztia Handayani1 , Asmaripa Ainy2 , Misnaniarti2

0 0 7

97 GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI PADA ANAK USIA 6-24 BULAN DI KELURAHAN KUTO BATU KOTA PALEMBANG Rizki Nurmaliani1 , Fatmalina Febry2 , Rini Mutahar2

0 0 8