PENDEKATAN INTEGRALISTIK PENDIDIKAN AGAMA PADA SEKOLAH (Reformulasi Filsafat Pendidikan Islam) Oleh: Rima Umaimah Abstrak - PENDEKATAN INTEGRALISTIK PENDIDIKAN AGAMA PADA SEKOLAH (Reformulasi Filsafat Pendidikan Islam)

  

PENDEKATAN INTEGRALISTIK PENDIDIKAN AGAMA PADA SEKOLAH

(Reformulasi Filsafat Pendidikan Islam)

Oleh: Rima Umaimah

  

Abstrak

  Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami dan mengetahui pendekatan integralistik pendidikan agama pada sekolah Islam. Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini yaitu kepustakaan, dengan melalui data primer pembacaan buku-buku mutakhir. Kajian ini dengan melibatkan teman sejawat yaitu dosen-dosen pendidikan agama Islam di kampus, dengan langkah-langkah: pengujian naskah melalui diskusi, kritik, saran, perbaikan, dan finalisasi.

  Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: pendekatan integralistik pendidikan agama pada sekolah melalui pendekatan secara menyeluruh/ erpadu dengan mencari hubungan fungsional maupun komplementer dari semua komponen yang terlibat dalam suatu proses. Dalam hal ini adalah proses PAI dalam pendidikan sekolah. Jadi kita harus melihatnya secara keseluruhan, bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah

A. PENDAHULUAN

  Baik secara historis maupun filosofis, agama bagi bangsa Indonesia merupakan satu aspek yang tak terpisahkan dari aspek-aspek kehidupan lainnya, sehingga agama telah ikut mewarnai dan menjadi landasan spritual, moral dan etika dalam proses pembentukan jati diri bangsa. Titik tolak keberagamaan manusia adalah meyakini dan mempercayai sepenuhnya tentang kebenaran agama yang dipilihnya, dengan Ketuhanan sebagai intinya. Dalam Islam keyakinan dan kepercayaan ini dinamakan iman, sedang kepatuhan untuk melaksanakan ajarannya dinamakan taqwa. Maka sebagaimana Ketuhanan merupakan inti dan esensi agama, iman dan taqwa merupakan inti dan esensi keberagamaan seseorang.

  Dalam tujuan pendidikan nasional keimanan dan ketaqwaan juga dijadikan ciri utama kualitas manusia Indonesia yang akan dicapai oleh pendidikan, disamping ciri- ciri kualitas yang lain.

  Bila kita perhatikan bahwa eksistensi pendidikan agama di Indonesia sekarang ini, baik secara legal, konstitusional maupun filosofikal telah mapan, tentu cukup memberi harapan yang besar bagi kita akan partisipasinya yang aktif dalam pembentukan pribadi bangsa. Agama yang diyakini sebagai dasar yang paling kuat bagi pembentukan moral, sangat sukar untuk mencari penggantinya apabila perannya

  Sedang sasaran beragama yang dituju oleh pembangunan jangka panjang kedua adalah terciptanya suasana kehidupan beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan YME, yang penuh keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan YME, yang penuh kerukunan yang dinamisantar dan antara umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan YME secara bersama-sama makin memperkuat landasan spiritual, moral dan etik bagi pembangunan nasional, yang tercermin dalam suasana kehidupan yang harmonis, serta dalam kukuhnya persatuan dan kesatuan bangsa selaras dengan penghayatan dan pengamalan Pancasila. Untuk lebih jelasnya akan dibahas dalam penelitian ini.

  B. METODE

  Pendekatan atau metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan. Kajian ini dilakukan mulai tanggal 2 Agustus 2016 sampai dengan 03 Januari 2017 dengan melibatkan teman sejawat dosen Pendidika Agama Islam di kampus STAINU Pacitan. Pertama penulis menelaah materi-materi tengtan g pendekatan integralistik pendidikan agama pada sekolah dari berbagai literatur, kemudian ditulis dalam sebuah naskah teks yang telah siap untuk dikaji. Berdasarkan hasil diskusi interaktif dan berbagai masukan, kemudian konten teks direvisi untuk dikaji pada diskusi ke dua. Final dari diskusi ke dua naskah teks siap untuk dipublikasikan ke ruang terbuka yang lebih luas.

  C. HASIL DAN BAHASAN 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam

  Pengertian Pendidikan Islam terdiri dari ةيبرت (tarbiyah = pemeliharaan, asuhan),

  نيلعت (ta'lim =pengajaran) dan بيدأت (ta’dib = pembinaan budi pekerti). Jalinan ketiganya itulah yang merupakan Pendidikan islam, baik formal maupun non formal. Pendidikan (Islam) hendaklah ditujukan kearah tercapainya keserasian dan keseimbangan pertumbuhan pribadi yang utuh lewat berbagai latihan yang adalah infus keimanan ke dalam perasaan pribadi muslim secara utuh kepada anak didik agar menjadi muslim yang taat. Bahwa Al-Qur'an dan Hadist merupakan sumber nilai pendidikan Islam, sebagai media untuk dapat merealisasikan fungsi muslim sebagai abdullah dan khalifatullah di bumi.

  Sasaran Pendidikan Agama Islam adalah sebagai berikut : 1.

  Siswa memiliki pengetahuan fungsional tentang agamanya.

  2. Siswa rneyakini kebenaran ajaran agamanya dan menghormati orang lain meyakini agamanya pula.

  3. Siswa gairah beribadah.

  4. Siswa berbudi pekerti luhur 5.

  Siswa mampu membaca kitab suci agamanya dan berusaha memahaminya. Siswa mampu mensyukuri nikmat Tuhan YME.

6. Siswa mampu menciptakan suasana kerukunan hidup beragama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

  Dalam ajaran Islam dikenal taksonomi iman - islam - ilmu

  • –amal - ihsan – ikhlas: 1.

  Iman: dimensi keyakinan tentang adanya Allah, para malaikat, kitab suci, Rasul / Nabi, hari kiamat dan taqdir Tuhan yang biasa disebut:

  ىاويلاا ىاكرا

  1

  (rukun Iman). Penjabaran dari fungsi manusia sebagai الله ذبع (hamba Allah), karenanya lebih bersifat individual.

  2. Islam: yang merupakan ekspresi lahiriyah dimulai dari syahadat (ikrar tentang iman) - shalat

  • – berpuasa Ramadlan -mengeluarkan zakat - dan ibadah haji. Rangkaian ini biasa disebut

  ىاكرا ملاسلاا (rukun Islam), yang bersifat individual namun berfungsi sosial sebagai penjabaran fungsi ةفيلخ الله (pemegang amanah Tuhan di dunia).

  3. Ilmu: dimensi rasional; kewajiban setiap muslim untuk mengetahui ajaran agamanya, agar dapat beribadah dengan benar, minimal tentang rukun iman dan rukun Islam, orang yang berilmu (terutama yang mendalami) disebut

  ءاولع ج نلع . Amal: dimensi aktual, sebagai konsekuensi dari iman dan Islam, dalam kehidupan sehari-hari. Orang yang beramal disebut

  لهاع yang juga mempunyai makna khusus, sebagai pelaksana pengumpul dan pembagi zakat/sodaqoh.

  5. Ihsan: dimensi aestetis, penyempurnaan amal dengan sikap seolah-olah melihat Tuhan di depannya. Pelakunya disebut ىونسحه ج يسحه 6.

  Ikhlas: dimensi kualitas motivasi amal, tanpa pamrih kecuali mengharap

  2

  ridla Allah ( 1 ىلاعت الله). Dan pelakunya disebut ىوصلخه ج صلخه .

  Dewi Astuti, Qur’an Hadits Untuk Madrasah Tsanawiyah Kelas VII (Bandung: PT Imperial Bhakti Utama, 2009), 65. 2 Fathurrahman & Eko Supono, Amanah Al- Qur’an Dan Hadits (Solo: Amanda, Tt), 58.

  Jadi, pendidikan agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk meghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam

  3 masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.

2. Tujuan Pendidikan Agama Islam di Sekolah

  Di dalam GBHN tujuan Pendidikan Nasional dikemukakan dengan jelas, bahwa pendidikan nasional berdasarkan pancasila dan bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri

  4 serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.

  Tujuan pendidikan nasional yang berdasarkan pancasila juga merupakan tujuan Pendidikan Agama Islam , karena peningkatan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagaimana yang dimaksudkan oleh GBHN, hanya dapat dibina melalui pendidikan agama yang intensif dan efektif. Untuk mencapai hal tersebut di atas, maka pelaksanaannya dapat ditempuh dengan cara: 1.

  Membina manusia yang mampu melaksanakan ajaran-ajaran agama Islam dengan kehidupannya.

2. Mendorong manusia untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat 3.

  Mendidik ahli-ahli agama yang cukup trampil.

  Pendidikan agama mempunyai tujuan-tujuan yang berintikan tiga aspek, yaitu aspek iman, ilmu dan amal, yang pada dasarnya berisi:

1. Menumbuh suburkan dan mengembangkan serta membentuk sikap positif

  3 dan disiplin serta cinta terhadap agama dalam berbagai kehidupan anak yang

  Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam Di Sekolah (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), 75-76. 4 Erwin Yudi Prahara, Materi Pendidikan Agama Islam (Ponorogo: STAIN Ponorogo, 2009), 7.

  nantinya diharapkan menjadi manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT taat kepada perintah Allah SWT dan Rasul-Nya. Memang untuk mencapai tujuan ini agak sulit dan memerlukan banyak kesabaran, karena hasilnya tidak segera tampak mengingat hal tersebut menyangkut masalah pendidikan mental dan kepribadian. Dan sikap yang demikian itulah justru kadar keimanan dapat diukur dan dengan keimanan itu pulalah nantinya anak akan menjadi manusia dewasa yang dalam hidupnya mengindahkan dan memuliakan agama sehingga memungkinkan dirinya terjauh dari berbagai godaan dunia yang bertentangan dengan ajaran agamanya serta bertanggung jawab terhadap baik buruknya suatu masyarakat dan negara dimana ia berada.

  2. Ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya merupakan motivasi intrinsik terhadap pengembangan ilmu pengetahuan yang harus dimiliki anak. Berkat pemahaman tentang pentingnya agama dan ilmu pengetahuan (agama dan umum) maka anak menyadari keharusan menjadi seorang hamba Allah yang beriman dan berilmu pengetahuan. Karenanya, ia tidak pernah mengenal henti untuk mengejar ilmu dalam rangka mencari kerihaan Allah. Dengan iman dan ilmu itu semakin hari semakin menjadi lebih bertaqwa kepada ilmu ini adalah pengembangan pengetahuan agama, yang dengan pengetahuan itu dimungkinkan pembentukan pribadi yang berakhlaq mulia, yang bertaqwa kepada Allah sesuai dengan ajaran agama Islam dan mempunyai keyakinan yang mantap kepada Allah SWT.

  3. Menumbuhkan dan membina keterampilan beragama dalam semua lapangan hidup dan kehidupan serta dapat memahami dan menghayati ajaran agama Islam secara mendalam dan bersifat menyeluruh, sehingga dapat digunakan sebagai pedoman hidup, baik dalam hubungan dirinya dengan Allah melalui ibadah shalat umpamanya dan dalam hubungannya dengan sesama manusia yang tercermin dalam akhlaq perbuatan serta dalam hubungan dirinya dengan alam sekitar melalui cara pemeliharaan dan pengolahan alam serta

  5 pemanfaatan hasil usahanya.

4. Kedudukan Pendidikan Agama Di Sekolah

  Pendidikan agama di negara kita sebenarnya sudah ada jauh sebelum kemerdekaan. Namun oleh karena politik pendidikan pemerintah penjajah (Belanda), maka di sekolah-sekolah negeri tidak diberikan pendidikan agama. Artinya, pihak pemerintah tidak mencampuri masalah pendidikan agama, sebab agama dianggap menjadi tanggung jawab keluarga. Usul wakil-wakil rakyat pribumi yang memohon agar pelajaran agama Islam dimasukkan sebagai mata pelajaran di perguruan umum selalu ditolak oleh Pemerintah Hindia Belanda. Karenanya, hanya pada sekolah-sekolah swasta yang berdasar keagamaanlah pendidikan agama diberikan.

  Setelah Indonesia merdeka, para pemimpin dan perintis kemerdekaan menyadari betapa pentingnya pendidikan agama. Dengan penetapan pemerintah No 1/SD tanggal 3 Januari 1946didirikanlah Kementerian Agama. Menteri Agama dengan keputusannya No. 1185/K.J. tanggal 20-11-1946 menyempurnakan organisasi Kementerian Agama dan mengadakan bagian C yang bertugas melaksanakan kewajiban-kewajiban antara lain:

  1. Urusan pelajaran dan pendidikan agama Islam dan Kristen 3. Urusan pengawasan pelajaran agama.

  Untuk merealisasikan hasil di bidang pendidikan agama, maka Menteri PP & K dan Menteri Agama menerbitkan peraturan bersama No. 1142/Bhg. A (pengajaran)/No. 1285/K.J. (Agama) tanggal 2-12-1946, yang menentukan adanya pelajaran agama di sekolah sejak kelas IV dan berlaku efektif mulai 1-1-1947.

  Dengan demikian tanggal 1-1-1946 adalah tonggak sejarah dimulainya

  6 5 penyelenggaraan pendidikan agama di sekolah negeri. 6 Zakiyah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), 88-90.

  Ibid ., 90-91.

4. Pendekatan Integralistik Pendidikan Agama Pada Sekolah

  Dimaksud dengan pendekatan integralistik, dikenal juga dengan holistik (sesuai dengan makna harfiah keduanya :keseluruhan) adalah pendekatan secara menyeluruh / terpadu dengan mencari hubungan fungsional maupun komplementer dari semua komponen yang terlibat dalam suatu proses. Dalam hal ini adalah proses PAI dalam pendidikan sekolah. Dan sesuai dengan berbagai masalah yang telah kami ajukan, maka pemecahan ini mengacu kepada permasalahan tersebut.

  a.

  Masalah Kurangnya Jam Pelajaran: 1.

  Berbicara masalah pendidikan kita harus melihatnya secara keseluruhan, bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah, pasal 9 (1) UU menyatakan bahwa satuan pendidikan dilaksanakan di sekolah dan di luar sekolah. Ayat (3) menjelaskan bahwa satuan pendidikan luar sekolah meliputi keluarga, kelompok belajar, kursus, dan satuan pendidikan sejenis. Pasal 10 ayat (4) menegaskan fungsi pendidikan keluarga sebagai bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan keterampilan. Fungsi orang tua dalam menentukan agama anaknya sangat dominan. Uraian di atas menunjukkan bahwa pendidikan sekolah, keluarga dan masyarakat merupakan kesatuan integral yang secara proporsional mempunyai tanggungjawab bersama dalam pendidikan, termasuk dan khususnya, pendidikan agama. Kesadaran tentang ini telah ditunjukkan oleh kebanyakan guru agama, antara lain dengan tugas-tugas yang diberikan kepada siswa untuk membuat ringkasan pengajian diTV, laporan tentang isi khotbah Jum'ah atau ceramah agama lainnya di masjid-masjid ataupun tempat lain, tambahan pelajaran di luar jadwal, semacam kuliah hari Minggu, menyelenggarakan peringatan hari besar Islam di sekolah, dan tidak lupa melibatkan orang tua dengan membubuhkan tanda tangan pada semua laporan siswa (tentunya dengan harapan bahwa orang tuanya ikut mengawasinya). Kiranya kegiatan semacam itu telah ikut mengatasi kurangnya jam pelajaran di sekolah, yang karena telah sarat dengan beban pelajaran lainnya, tidak mungkin menambah jam lagi. Sementara itu, penambahan secara kuantitatif belum menjamin tercapainya efektivitas, bila tidak disertai efektivitas dalam pelaksanaannya, yang menyangkut kualitas guru dan metodologi yang dipakainya. Dengan demikian fungsi dan peran keluarga dalam pendidikan agama perlu ditingkatkan lagi.

  Memanggil guru privat merupakan salah satu altematif, yang kini banyak diminati berbagai keluarga yang tidak sempat atau tidak mampu melaksanakan sendiri. Memang cara ini memerlukan biaya, namun dengan cara bergabung beberapa keluarga akan meringankannya. Satu hal yang perlu diingat bahwa pendidikan agama tidak hanya memerlukan materi agama, karena tingkah laku yang terpuji dapat disosialisasikan lewat contoh yang kongkrit dan dibudayakan lewat berbagai motivasi yang diberikan orang tua. Dan tingkah laku terpuji itu merupakan bagian integral dari agama, yang dinamakan akhlaq (

  قلاخا ). Lukisan yang indah, baik kaligrafi, gambar rumah ibadah maupun pemandangan alam, dapat menambah kesadaran tentang kebesaran Tuhan, yang akan meningkatkan keimananan dan ketaqwaannya. Juga suasana yang harmonis antara seluruh anggota keluarga, kekhusyukan dalam beribadah (dalam Islam disebut keluarga sakinah), ikut menciptakan suasana yang kondusif dalam upaya pendidikan kekhususan lainnya, barangkali kekhususan itu, walaupun tidak semeriah Idul Fitri, dapat pula diterapkan pada hari-hari besar Islam lainnya. Ini senada dengan jiwa peringatan atau perayaan yang selalu diadakan oleh masyarakat, bahkan juga pemerintah, dalam menyambut berbagai hari besar itu. Dengan demikian hikmah yang selalu diharapkan dari peringatan hari-hari besar itu akan diadapatkan.

3. Alternatif lain dari pendidikan agama di masyarakat adalah adanya Taman

  Pendidikan Al-Qur'an (TPQ) yang kini tumbuh menjamur di mana-mana. Atau juga Madrasah Diniyah (lembaga pendidikan agama yang terutama disediakan bagi siswa sekolah umum di sore hari, baik tingkat dasar maupun menengah). Dan yang akhir-akhir ini mulai menjadi trend, adalah pesantren kilat yang banyak diselenggarakan oleh berbagai lembaga terutama pada musim liburan panjang. Munculnya berbagai organisasi Remaja Masjid juga ikut membantu mengatasi kurangnya jam pelajaran di sekolah.

  b.

  Masalah Metodologi Pendidikan Agama Jumlah jam pelajaran yang terbatas dengan materi yang sarat menyebabkan guru agama mengambil jalan pintas yang paling mudah, yaitu melihat pendidikan agama lebih sebagai pelajaran daripada sebagai pendidikan. sehingga pendekatan yang dipakainya adalah pendekatan ilmu yang lebih menyentuh ranah kognitif.

  Akibat yang mudah diharapkan dari pendekatan semacam itu adalah bahwa peserta didik hanya akan menumpuk bahan agama sebagai pengetahuan secara kuantitatif, dan tidak atau kurang kualitatif dalam pembentukan pribadi. Dengan demikian diperlukan pendekatan yang lebih komprehensif yang menyentuh seluruh aspek pribadi, yang sering disebut sebagai pendekatan holislik atau integralistik. Dalam kaitan ini ada 3 faktor yang ikut membentukkualitas keberagamaan seseorang, diantaranya ialah : 1. kualitas pemahaman tentang Tuhan sebagai nilai tertinggi dalam sistem agama.

  2. kadar pengalaman keagamaannya sehari-hari,terutama bagaimana menghayati hubungan antara nilai-nilai ideal agama dengan kenyataan kehidupan yang

  3. pandangan tentang dirinya, siapa hakikat dirinya, evaluasi tentang diri dan

  7 kemampuannya.

  Jadi pendidikan agamapun harus berfokus pada kondisi objektif peserta didik dengan segala potensi yang ada pada dirinya, yang dalam islam disebut sebagai fitrah. Untuk ini maka metodologi pendidikan agama harus memperhatikan kondisi psiko-fisik peserta didik. Dengan demikian, maka dapat kita ketahui bahwasannya betapa pentingnya kedudukan guru tersebut, oleh karena itu terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru:

1. Guru hendaklah berusaha sekuat tenaga untuk mengubah,mengoreksi dan

  7 membentuk anak didiknya. Pendidikan takpunya arti apabila tak dapat mengubah pandangan anakdidiknya dalam kehidupan moral, intelektual dan spiritual.

  2. Anak didik hendaklah didorong untuk belajar dengan cinta dan simpati, bukannya dengan paksaan dan kekerasan.

  3. Guru jangan memandang rendah satu ilmu dan meninggalkan ilmu lainnya, karena akan mempersempit wawasan anakdidiknya.

  4. Guru harus adil dan terbuka bagi semua anak didiknya, diaharus menjadi model bagi keutamaan moral, karena cacatmoral pada dirinya akan sangat berpengaruh pada bara anakdidiknya.

  Kebanyakan anak-anak mereka yang sedang menempuh pendidikan sekolah, sadar atau tidak telah mengalami proses pengislaman melalui bidang studi PAI di sekolahnya. Umumnya guru agama (Islam) tidak sekedar memberikan pendidikan agama secara kurikuler dalam bentuk pengajaran di kelas. Pada kenyataannya, anak- anak juga mendapatkan tugas diluar kelas mengikuti kegiatan keagamaan di langar / masjid, dan untuk kegiatan ini mereka membawa buku kontrol yang di mintakan tanda tangan kepada ustadz/khatibnya sebagai bukti keikutsertaannya. Penanaman nilai-nilai agama sebagai koreksi religius sejak dini, masih diyakini cukup signifikan dalam upaya meretas sakit kejiwaan bangsa yang konon bersumber dari

8 D. KESIMPULAN 1.

  Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk meghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.

2. Tujuan Pendidikan Agama Islam di Sekolah adalah untuk meningkatkan

  8 ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan,

  Khozin, Jejak-Jejak Pendidikan Islam Di Indonesia Rekonstruksi Sejarah Untuk Aksi (Malang: UMM Press, 2006), 234. mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri.

  3. Kedudukan Pendidikan Agama di Sekolah, ketika sebelum Indonesia merdeka di sekolah-sekolah negeri tidak diberikan pendidikan agama. Usul wakil-wakil rakyat pribumi yang memohon agar pelajaran agama Islam dimasukkan sebagai mata pelajaran di perguruan umum selalu ditolak oleh Pemerintah Hindia Belanda. Karenanya, hanya pada sekolah-sekolah swasta yang berdasar keagamaanlah pendidikan agama diberikan. Setelah Indonesia merdeka, para pemimpin dan perintis kemerdekaan menyadari betapa pentingnya pendidikan agama. Dengan penetapan pemerintah No 1/SD tanggal 3 Januari 1946 didirikanlah Kementerian Agama. Dengan demikian tanggal 1-1-1946 adalah tonggak sejarah dimulainya penyelenggaraan pendidikan agama di sekolah negeri.

  4. Pendekatan Integralistik adalah pendekatan secara menyeluruh / terpadu dengan mencari hubungan fungsional maupun komplementer dari semua komponen yang terlibat dalam suatu proses. Dalam hal ini adalah proses PAI dalam pendidikan sekolah. Jadi kita harus melihatnya secara keseluruhan, bahwa dan pemerintah.

  DAFTAR PUSTAKA Astuti, Dewi.

  Qur’an Hadits Untuk Madrasah Tsanawiyah Kelas VII. Bandung: PT Imperial Bhakti Utama, 2009.

  Darajat, Zakiyah. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1992. Fathurrahman & Eko Supono, Amanah Al- Qur’an Dan Hadits. Solo: Amanda, Tt. Khozin, Jejak-Jejak Pendidikan Islam Di Indonesia Rekonstruksi Sejarah Untuk Aksi.

  Malang: UMM Press, 2006. Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam . Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001.

  Di Sekolah Prahara, Erwin Yudi. Materi Pendidikan Agama Islam. Ponorogo: STAIN Ponorogo, 2009.