Pembuatan dan Karakterisasi komposit Serat Palem Saray dengan Matriks Epoksi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Komposit

  Komposit adalah suatu jenis bahan baru hasil rekayasa yang terdiri dari dua atau lebih bahan dimana sifat masing-masing bahan berbeda satu sama lainnya baik itu sifat kimia maupun fisikanya dan tetap terpisah dalam hasil akhir bahan tersebut (Nurun, 2013 ). Material komposit dapat didefinisikan sebagai kombinasi dari dua atau lebih bahan yang menghasilkan sifat yang lebih baik daripada sifat bahan penyusunnya (Campbell, 2010). Menurut Lokantara (2012) komposit adalah suatu material yang terbentuk dari kombinasi dua atau lebih material, dimana sifat mekanik dari material pembentuknya berbeda-beda dimana satu material sebagai fasa pengisi (matrik) dan yang lainnya sebagai fase penguat (reinforcement).

  Pada umumnya bentuk dasar suatu bahan komposit adalah tunggal dimana merupakan susunan dari paling tidak terdapat dua unsur yang bekerja bersama untuk menghasilkan sifat-sifat bahan yang berbeda terhadap sifat-sifat unsur bahan penyusunnya. Dalam prakteknya komposit terdiri dari suatu bahan utama (matriks - matriks) dan suatu jenis penguatan (reinforcement) yang ditambahkan untuk meningkatkan kekuatan dan kekakuan matrik. Penguatan ini biasanya dalam bentuk serat (fibre, fiber). Beberapa faktor yang mempengaruhi Fiber- antara lain:

  Matriks Composite 1.

  Jenis serat, serat digunakan untuk dapat memperbaiki sifat dan strukur matrik, mampu menjadi bahan penguat matrik pada komposit untuk menahan gaya yang terjadi.

  2. Orientasi serat, menentukan kekuatan mekanik komposit yang mempengaruhi kinerja komposit tersebut.

  3. Panjang serat, sangat berpengaruh terhadap kekuatan dimana serat panjang lebih kuat dibandingkan serat pendek.

  4. Bentuk serat, pada umumnya semakin kecil diameter serat akan menghasilkan kekuatan komposit yang semakin tinggi.

  5. Jenis matrik, matrik berfungsi sebagai pengikat serat menjadi sebuah unit struktur, melindungi dari perusakan eksternal, meneruskan atau memindahkan beban eksternal pada bidang geser antara serat dan matrik.

  6. Ikatan serat-matrik, keberadaan void dalam komposit akan mengurangi kekuatan komposit yang disebabkan ikatan interfacial antara matrik dan serat yang kurang besar.

  7. Katalis / pengeras, digunakan untuk membantu proses pengeringan resin dan serat dalam komposit (Setyawan, 2012).

  Secara umum, sifat-sifat komposit tersebut ditentukan oleh: sifat-sifat serat, sifat-sifat resin/perekat, rasio serat terhadap resin/perekat dalam komposit (fraksi volume serat-fibre volume fraction), geometri dan orientasi serat pada komposit (Ellyawan, 2008).

  Sifat – sifat bahan komposit adalah sebagai berikut: kerapatannya rendah (ringan), kekuatan besar, termasuk pada suhu tinggi, ketahanan oksidasi serta korosinya memuaskan, muai termal rendah, sifat produk dapat diatur terlebih dahulu, disesuaikan terapannya, fabrikasi komponen berukuran besar lebih mudah dan murah (Feldman, 1995).

2.1.1 Kegunaan Bahan Komposit

  Kegunaan Bahan Komposit 1.

  Angkasa luar : komponen kapal terbang, komponen helikopter, komponen satelit.

2. Automobile : komponen mesin, komponen kereta.

  3. Olah raga dan rekreasi : stick golf, sepatu olahraga, raket tenis,sepeda.

  4. Industri pertahanan : komponen jet tempur, peluru, komponen kapal selam.

  5. Industri pembinaan : jembatan, terowongan, tanks.

  6. Kesehatan : kaki palsu, sambungan sendi pada pinggang.

  7. Marine/kelautan : kapal layar, kayak (Nayiroh, 2013).

2.1.2 Klasifikasi Komposit

  Material komposit dapat didefinisikan sebagai kombinasi dari dua atau lebih bahan yang menghasilkan sifat yang lebih baik daripada sifat bahan penyusunnya. Komposit dapat diklasifikasikan seperti Gambar 2.1 di bawah ini :

Gambar 2.1. Klasifikasi Bahan Komposit

  Pada Gambar 2.1 menunjukkan klasifikasi bahan komposit berdasarkan penguatnya (Pramono, 2008).

  1. Fibrous Composites (Komposit Serat) merupakan jenis komposit yang hanya terdiri dari satu laminat atau satu lapisan yang menggunakan penguat berupa serat / fiber. Fiber yang digunakan bias berupa glass

  fibers, carbon fibers, aramid fibers (polyaramide), dan sebagainya.

  Fiber ini bisa disusun secara acak maupun dengan orientasi tertentu bahkan bisa juga dalam bentuk yang lebih kompleks seperti anyaman.

  (a) (b) (c) (d)

Gambar 2.2 Komposit Serat (fibrous composites ) ; (a) Continous Fiber

  Composite (b)Woven fiber composite (c) Chopped Fiber Composite (d) Hybrid Composite

  2. Laminated Composites (Komposit Laminat), merupakan jenis komposit yang terdiri dari dua lapis atau lebih yang digabung menjadi satu dan setiap lapisnya memiliki karakteristik sifat sendiri.

Gambar 2.3 Komposit Lapis (laminated composite) 3.

  Particulate Composites (Komposit Partikel), merupakan komposit yang menggunakan partikel/serbuk sebagai penguatnya dan terdistribusi secara merata dalam matriksnya.

Gambar 2.4 Komposit Partikel

  (Porwanto & Lizda, 2010) Komposit yang diperkuat dengan serat dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu :

  1. Komposit serat pendek (short fiber composite) Komposit yang diperkuat oleh serat pendek pada umumnya menggunakan resin termoplastik sebagai matriksnya. Adapun pengertian dari serat pendek adalah serat dengan perbandingan antara panjang dan diameternya < 100 ( Sembiring, 2007).

  2. Komposit serat panjang (long fiber composite) Keistimewaan komposit serat panjang adalah lebih mudah diorientasikan, jika dibandingkan dengan serat pendek. Secara teoritis serat panjang dapat menyalurkan pembebanan atau tegangan dari suatu titik pemakaiannya. Perbedaan serat panjang dan serat pendek yaitu serat pendek dibebani secara tidak langsung (Hebi, 2011).

2.2 Serat

  Serat secara umum terdiri dari dua jenis yaitu serat alam dan serat sintetis. Serat alam adalah serat yang dapat langsung diperoleh dari alam. Serat atau fiber dalam bahan komposit berperan sebagai bagian utama yang menahan beban, sehingga besar kecilnya kekuatan bahan komposit sangat tergantung dari kekuatan serat pembentuknya. Semakin kecil bahan (diameter serat mendekati ukuran kristal) maka semakin kuat bahan tersebut, karena minimnya cacat pada material (Oroh dkk, 2013).

  Serat merupakan bahan yang kuat, kaku, getas. Karena serat yang terutama menahan gaya luar, ada dua hal yang membuat serat menahan gaya yaitu : perekatan (bonding) antara serat dan matriks (intervarsial bonding) sangat baik dan kuat sehingga tidak mudah lepas dari matriks (debonding), kelangsingan (aspec ratio) yaitu perbandingan antara panjang serat dengan diameter serat cukup besar. Serat dicirikan oleh modulus dan kekuatannya yang sangat tinggi, elongasi (daya rentang yang baik ), stabilitas panas yang baik, kemampuan untuk diubah menjadi filamen – filamen dan sejumlah sifat – sifat lain yang bergantung pada pemakaian (Stevens, 2001).

  2.2.1 Serat sebagai Penguat

  Secara umum dapat dikatakan bahwa fungsi serat adalah sebagai penguat bahan untuk memperkuat komposit sehingga sifat mekaniknya lebih kaku, tangguh dan lebih kokoh dibandingkan dengan tanpa serat penguat, selain itu serat juga menghemat penggunaan resin.

  Dalam penggabungan antara serat dan resin, serat akan berfungsi sebagai penguat (reinforcement) yang biasanya mempunyai kekuatan dan kekakuan tinggi, sedangkan resin berfungsi sebagai perekat atau matrik untuk menjaga posisi serat, mentransmisikan gaya geser dan juga berfungsi sebagai pelapis serat. Matriks biasanya mempunyai kekuatan relatif rendah tetapi ulet, karena itu serat secara dominan akan menentukan kekuatan dan kekakuan komposit.

  Sifat mekanik komposit sangat dipengaruhi oleh orientasi seratnya, komposit bisa bersifat quasi-isotropic ketika digunakan serat pendek yang diorientasikan secara acak, anisotropic ketika digunakan serat panjang yang diorientasikan pada beberapa arah, atau orthotropic ketika digunakan serat panjang yang diorientasikan terutama pada arah yang saling tegak lurus. Kekuatan komposit sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis, geometri, arah, distribusi, dan kandungan serat ( Jamasri, 2008).

  2.2.2 Serat Alam

  Serat secara umum terdiri dari dua jenis yaitu serat alam dan serat sintetis. Serat alam adalah serat yang dapat langsung diperoleh dari alam. Biasanya berupa serat yang dapat langsung diperoleh dari tumbuh-tumbuhan dan binatang. Serat yang banyak digunakan oleh manusia diantaranya adalah kapas, wol, sutera, pelepah pisang, sabut kelapa, ijuk, bambu, nanas dan kenaf atau goni. Salah satu serat yang terbaru adalah serat palem saray. Serat alam memiliki kelemahan yaitu ukuran serat yang tidak seragam, kekuatan serat sangat dipengaruhi oleh usia.

  Serat sintetis adalah serat yang dibuat dari bahan-bahan anorganik dengan komposisi kimia tertentu. Serat sintetis mempunyai beberapa kelebihan yaitu sifat dan ukurannya yang relatif seragam, kekuatan serat dapat diupayakan sama sepanjang serat. Serat sintetis yang telah banyak digunakan antara lain serat gelas, serat karbon, kevlar, nylon, dan lain-lain.

Tabel 2.1 Perbandingan antara Serat Alami dan Serat Gelas

  Serat alam Serat sintesis Massa jenis Rendah 2x serat alami

  Biaya Rendah Lebih tinggi dari serat alam Terbarukan Ya Tidak

  Kemampuan didaur ulang Ya Tidak Konsumsi energi Rendah Tinggi

  Distribusi luas Luas Luas Menetralkan CO

2 Ya Tidak

  Menyebabkan abrasi Tidak Ya Resiko kesehatan Tidak Ya

  Limbah Biodegradable Tidak Biodegradable (Ristadi, 2011)

2.2.3 Serat Palem Saray ( Caryota mitis )

  Indonesia merupakan negara yang kaya dengan berbagai jenis palem, diperkirakan 460 jenis palem yang termasuk dalam 35 genus dan tersebar di seluruh Indonesia (Muhaemin, 2012). Salah satunya jenis palem adalah palem saray, yang merupakan :

  Nama umum Indonesia : palem saray, palem ekor ikan, gandhuru.

  Inggris : fishtail palm. Thailand : tauran.

  Klasifikasi Kingdom : plantae (tumbuhan).

  Subkingdom : tracheobionta. Super Divisi : spermatophyta. Divisi : magnoliophyta. Kelas : liliopsida. Sub Kelas : arecidae Ordo : arecales Famili : arecaceae Genus : caryota Spesies : (caryota mitis lour )

  (Plantamor, 2012) (a)

  (b)

Gambar 2.5 (a) Pohon Palem Saray, (b) Serat Palem Saray

2.3 Matriks

2.3.1 Defenisi, Fungsi dan Klasifikasi Matriks

  Matriks adalah fasa dalam komposit yang mempunyai bagian atau fraksi volume terbesar (dominan). Syarat pokok matriks yang digunakan dalam komposit adalah matrik harus bisa meneruskan beban, sehingga serat harus bisa melekat pada matrik dan kompatibel antara serat dan matrik, artinya tidak ada reaksi yang mengganggu. Umumnya matriks dipilih yang mempunyai ketahanan panas yang tinggi (Jamasri, 2008).

  Pada umumnya matriks berfungsi sebagai : a.

  Untuk melindungi komposit dari kerusakan baik kerusakan mekanik maupun kimiawi.

  b.

  Untuk mengalihkan / meneruskan beban dari luar kepada serat.

  c.

  Sebagai pengikat.

  d. mentransfer tegangan ke serat.

  e. membentuk ikatan koheren permukaan matrik/serat.

  Adapun sifat resin yang harus dimiliki adalah sebagai : 1. Sifat-sifat mekanis yang bagus.

  2. Sifat-sifat daya rekat yang bagus.

  3. Sifat-sifat ketangguhan yang bagus.

  4. Ketahanan terhadap degradasi lingkungan bagus .

  (Ellyawan,2008) Secara umum matriks terbagi atas 2 kelompok, yaitu : termoplastik dan

  Termoset, yaitu : 1.

  Termoplastik, yaitu polimer yang bisa mencair dan melunak. Hal ini disebabkan karena polimer - polimer tersebut tidak berikatan silang (linier atau bercabang) biasanya bisa larut dalam beberapa pelarut. Termoplastik merupakan bahan yang mudah menjadi lunak kembali apabila dipanaskan dan mengeras apabila didinginkan sehingga pembentukan dapat dilakukan berulang-ulang karena mempunyai struktur yang linier. Keistimewaan dari termoplastik ini adalah bahan-bahan termoplastik yang telah mengeras dapat diolah kembali dengan mudah sedangkan termoset sulit dan bahkan tidak bisa diolah kembali. Contoh termoplastik PVC (poli

  vinil clorida ), FE (polietilen), nilon 66, poliamida, poliasetal dan lain-lain (Hebi, 2011).

  2. Termoset, yaitu polimer yang tidak mau mencair atau meleleh jika dipanaskan. Polimer - polimer termoset tidak bisa dibentuk dan tidak dapat larut karena pengikatan silang, menyebabkan kenaikan berat molekul yang besar (Steven,2001). Beberapa resin termoset yang sangat terkenal sering digunakan oleh masyarakat umum: resin poliester dan epoksi (Beckwith,2012)

2.4 Epoksi

  Resin epoksi adalah resin termoseting yang memiliki kekuatan adhesi yang tinggi, bersifat keras, kaku dan getas. Resin epoksi dalam bentuk cair dan agen curing memiliki viskositas rendah sehingga mudah diproses. Epoksi berbeda dengan polyester resin dimana epoksi di curing dengan pengeras (hardener) sedangkan

  

polyester mengunakan katalis. Epoksi resin mudah dan cepat dicuring pada

o o

  temperature mulai dari 5 C sampai dengan 150

  C, bergantung dengan pemakaian agen curing. Curing merupakan proses antara resin dan hardener (untuk resin epoksi) atau katalis dimana resin akan mulai menjadi lebih kental hingga mencapai keadaan tidak lagi cair akan terus mengeras setelah itu menjadi gel sampai pada beberapa lama kemudian memperoleh kekerasan penuh, reaksi ini sendiri mempercepat reaksi.

  Rasio pencampuran antara resin dan pengeras adalah 1:1 atau 2:1. Untuk membantu pencampuran yang akurat antara resin dengan pengeras, produsen biasanya memformulasi komponen–komponen untuk memberikan rasio sederhana dimana dapat mudah dicapai dengan mengukur volume atau berat dari masing– masing komponen (Suwanto, 2012).

Tabel 2.2 Beberapa Sifat Resin Epoksi

  No Sifat Resin Epoksi

  3

  1 Kerapatan ( gr/cm ) 1,17

  2 Modulus Young (GPa) 3 – 6

  3 Perbandingan Poisson 0,38 – 0,40

  4 Total kandungan klorin 0,2%

  5 Kekuatan Tekan (MPa) 100 – 200

  6 Regangan Maksimum (%) 1 – 6

  • 6

  1 Koefisien Muai Panas (10 C )

  60

  7 1o

  8 Konduktivitas Panas (Wm

  C) 0,1

  o

  9 Temperatur Maksimum (

  C) 50 – 300

  10 Penyusutan (%) 1 – 2

  (Sembiring,2007)

2.5 Pengujian Sifat Fisis

2.5.1 Pengujian Densitas ( density )

  Densitas merupakan salah satu sifat fisis yang menunjukkan perbandingan antara massa benda terhadap volumenya atau banyaknya massa zat per satuan volume.

  Persamaan yang digunakan untuk menghitung densitas yaitu : ……………………. (2.1) dengan:

  

3

  ) ρ = densitas atau kerapatan (g/cm m = massa komposit (gram)

3 V = volume komposit (cm )

2.5.2 Pengujian Daya Serap Air

  Pengujian daya serap air dilakukan untuk menentukan besarnya persentase air yang terserap oleh sampel yang direndam dengan perendaman selama 24 jam. Pengujian daya serap air telah dilakukan terhadap semua persentase serat sampel yang ada. Berikut data hasil penimbangan massa sampel kering dan massa sampel basah.

  Daya serap air dapat dihitung daya dengan persamaan sebagai berikut : …………….. (2.2) dengan:

  Mk = Massa kering komposit (gram) Mb = Massa basah komposit (gram)

2.5.3 Pengujian Kadar Air

  Pengujian kadar air dilakukan untuk menentukan besarnya kandungan air di

  o

  dalam suatu benda dengan memasukkan sampel pada oven suhu 100 C selama 3 jam, Pengujian daya serap air telah dilakukan terhadap semua persentase serat sampel yang ada. Berikut data hasil penimbangan massa sampel awal dan massa sampel air, besar kadar air dinyatakan dalam persen.

  Kadar air dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut : …………………(2.3) dengan : m = Massa awal komposit (gram)

  1

  m

  2 = Massa akhir komposit (gram) (Ishaq dkk, 2011)

2.6 Pengujian Sifat Mekanik Untuk mengetahui sifat mekanik suatu material harus dilakukan pengujian .

  Masing-masing pengujian memiliki cara yang berbeda-beda secara umum dapat dikatakan pembebanan secara statik dan pembebanan secara dinamik.

2.6.1 Pengujian Kekuatan Tarik (Tensile Strength Test)

  Pengujian tarik (tensile stength test ) adalah pengujian mekanik secara statis dengan cara sample ditarik dengan pembebanan pada kedua ujungnya dimana gaya tarik yang diberikan sebesar F (Newton). Tujuannya untuk mengetahui sifat- sifat mekanik tarik (kekuatan tarik) dari komposit yang diuji diperkuat dengan serat palem saray.

  F F

  ΔL Lo ΔL F

  F A o

Gambar 2.6 Pengujian kuat tarik ( tensile strength test )

  Nilai kekuatan tarik dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut : …………..…………….(2.4)

  σ = ε = x 100 % ………………………(2.5) dengan :

  = Kuat tarik (Mpa) σ F = Gaya (N)

  2 A o = Luas permukaan (mm )

  = Regangan ( % ) ε

  ΔL = Pertambahan panjang (mm) Lo = Panjang mula-mula (mm)

  Sesuai dengan hukum Hooke, tegangan adalah sebanding dengan regangan. Kesebandingan tegangan terhadap regangan dinyatakan sebagai perbandingan tegangan satuan terhadap regangan satuan. Pada bahan kaku tetapi elastis seperti baja, kita peroleh bahwa tegangan satuan yang diberikan menghasilkan perubahan bentuk satuan yang relatif kecil. Perkembangan hukum Hooke tidak hanya pada hubungan tegangan – regangan saja, tetapi berkembang menjadi modulus young atau modulus elastisitas (E).

  ………………………………………. (2.6)

  2

  dengan : E : modulus elastisitas (N/m )

  2

  atau MPa) σ : tegangan (N/m ε : regangan

  (Prasetyo, 2010)

2.6.2 Pengujian Kekutan Lentur (Ultimate Flexural Strenght )

  Pengujian kekuatan lentur dimaksudkan untuk mengetahui ketahanan komposit terhadap pembebanan pada tiga titik lentur. Di samping itu pengujian ini juga dimaksudkan untuk mengetahui keelastisan suatu bahan. Pada pengujian ini terhadap sampel uji diberikan pembebanan yang arahnya tegak lurus terhadap arah penguatan serat. Pembebanan yang diberikan yaitu pembebanan dengan tiga titik lentur, dengan titik-titik sebagai bahan penahan berjarak 90 mm dan titik pembebanan diletakkan pada pertengahan panjang sampel. b P h

  L

Gambar 2.7 Pengujian Kuat Lentur (flexural strength test)

  Persamaan berikut digunakan untuk memperoleh nilai kekuatan lentur : ...................................................( 2.7)

  2

  dengan : UFS = kekutan lentur (N/m ) P = gaya penekan (N) L = jarak dua penumpu (m) b = lebar sampel (m) h = tebal sampel uji (m)

2.6.3 Pengujian Impak (Impact Test)

  Pengujian impak bertujuan untuk mengukur berapa energi yang dapat diserap suatu material sampai material tersebut patah. Pengujian impak ini merupakan respon terhadap beban yang tiba – tiba yang bertujuan mengetahui ketangguhan suatu bahan terhadap pembebanan dinamis, sehingga dapat diketahui apakah suatu bahan yang diuji rapuh atau kuat. Dasar pengujian impak ini adalah penyerapan energi potensial dari pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk benda uji sehingga benda uji mengalami deformasi. Semakin banyak energi yang terserap maka akan semakin besar kekuatan impak dari suatu beban.

Gambar 2.8 Pengujian Kuat Impak Nilai kekuatan Impak dapat dihitung dengan persamaan berikut : Is = …………………………(2.8) dengan :

2 Is = Kekuatan Impak (J/mm )

  Es = Energi serap (J)

2 A = Luas permukaan (mm )

  ( Zainuri, 2010)