Kualitas Minyak Goreng dan Produk Gorengan Selama Penggorengan di Rumah Tangga Indonesia

  • Korespondensi dengan penulis (ibnu.ilmi03@gmail.com) Artikel ini dikirim pada tanggal 8 Desember 2014 dan dinyatakan diterima tanggal 13 Februari 2015. Artikel ini juga dipublikasi secara online melalui www.journal.ift.or.id Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang diperbanyak untuk tujuan komersial. Diproduksi oleh Indonesian Food Technologists® ©2015 (www.ift.or.id)

  2009 ). Pemanasan minyak goreng dengan suhu tinggi

  Materi dan Metode

  masyarakat miskin dan tidak miskin menggunakan minyak goreng yang sama untuk menggoreng 2 kali sebanyak 61,2%, 3 kali sebanyak 19,6% dan 4 kali sebanyak 5,4%. Pada penelitian ini dilakukan simulasi menggoreng dengan teknik yang biasa digunakan di rumah tangga, yaitu dengan cara menggunakan minyak goreng sampai empat kali dan minyak didiamkan tetap dalam penggorengan sampai digunakan untuk penggorengan berikutnya. Selanjutnya dilakukan pengamatan pada minyak dan produk untuk di evaluasi keamanannya dikonsumsi. Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menjadi dasar bagi rumah tangga dalam menggunakan minyak goreng.

  et al. (2007) di Kota Makassar menunjukkan

  Di Indonesia, kebiasaan menggunakan minyak goreng berulang masih tinggi. Hasil penelitian Martianto

  dan Moloney et al., 2004 ). Selain itu konsumsi lemak trans mengakibatkan seseorang berisiko tinggi terkena penyakit diabetes ( Hu et al., 2001 ) dan jantung koroner ( Oomen et al., 2001 dan Oh et al., 2005 ).

  2004 ), gangguan endothelial ( Lopez-Garcia et al., 2005 ), insulin menjadi tidak sensitif ( Lovejoy et al., 2002

  et al., 1991 ), meningkatkan sistem tumor necrosis factor (TNF) dan C-reactive protein ( Mozaffarian et al.,

  penelitian menunjukkan bahwa konsumsi asam lemak trans mengakibatkan bahaya bagi kesehatan, seperti meningkatkan kolesterol LDL, menurunkan kolesterol HDL dan meningkatkan rasio total kolesterol ( Stampfer

  al., 2009 ; Tsuzuki et al., 2010 ; Sartika 2009 ). Beberapa

  dan digunakan secara berulang akan mengakibatkan minyak mengalami kerusakan karena adanya oksidasi yang mampu menghasilkan senyawa aldehida, keton, serta senyawa aromatis yang mempunyai bau tengik. Selain itu mengakibatkan polimerasi asam lemak tidak jenuh sehingga komposisi medium minyak berubah ( Mariod et al., 2006 ). Penggunaan minyak yang berulang-ulang dengan pemanasan tinggi beserta kontak oksigen akan mengakibatkan minyak mengalami kenaikan asam lemak bebas. Peningkatan asam lemak bebas dalam tubuh akan mengakibatkan peningkatan inflamation systemic yang ditandai dengan munculnya interleukin-6 dan protein C-reaktif yang berdampak pada gagal jantung dan kematian mendadak ( Mozzaffarian et al., 2004 ). Selain meningkatan asam lemak, pemanasan berulang akan membentuk asam lemak trans di dalam minyak ( Fan et al., 2013 ; Felix et

  Konsumsi minyak goreng per kapita penduduk Indonesia tahun 2011 sebesar 8,24 liter/kapita/tahun ( SUSENAS, 2012 ). Minyak goreng banyak dimanfaatkan oleh masyarakat karena minyak goreng mampu menghantarkan panas, memberikan cita rasa (gurih), tekstur (renyah), warna (coklat), dan mampu meningkatkan nilai gizi ( Aladedunye dan Przybylski

  Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 4 (2) 2015 © Indonesian Food Technologists

  Pendahuluan

  Kata kunci: Kualitas Minyak Goreng, Deep Frying, Lemak Trans

  C selama 30 menit. Penggorengan dilakukan empat siklus pada jam 07.00 dan 11.30 selama dua hari. Analisis yang dilakukan meliputi analisis Free Fatty Acids (FFA), nilai peroksida, profil asam lemak di minyak goreng dan produk. Hasil penelitian menunjukkan kadar FFA dan peroksida minyak tidak berbeda nyata (α > 0.05) antara penggorengan pertama sampai keempat. Asam lemak terbanyak dalam minyak dan tahu adalah asam lemak oleat, linoleat dan palmitat. Rasio asam lemak linoleat dan palmitat tidak mengalami penurunan yang signifikan (α > 0.05) sampai penggunaan minyak keempat. Kadar asam lemak trans produk tahu sampai penggorengan keempat masih dalam batas aman.

  o

  Minyak goreng yang digunakan secara berulang-ulang berpotensi mengandung asam lemak trans. Konsumsi asam lemak trans berisiko memunculkan penyakit diabetes dan jantung koroner. Di Indonesia kebiasaan menggunakan minyak secara berulang lebih dari dua kali mencapai 24%. Penelitian ini bertujuan mengamati perubahan mutu minyak goreng dan produk setelah digoreng dengan menggunakan teknik rumah tangga. Penelitian ini merupakan eksperimental study dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Teknik menggoreng yang digunakan adalah deep fat frying dengan minyak sebanyak 2 liter. Produk yang digoreng adalah tahu seberat 900 gram dengan suhu 150-165

  Abstrak

  Ibnu Malkan Bakhrul Ilmi*, Ali Khomsan, Sri Anna Marliyati Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, Bogor

  Kualitas Minyak Goreng dan Produk Gorengan Selama Penggorengan di Rumah Tangga Indonesia

  Artikel Penelitian

  61

  Materi Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak goreng kemasan diperoleh dari minimarket daerah di Bogor dan merupakan minyak goreng kemasan bermerk kategori 5 besar terlaris di Indonesia. Produk tahu dibeli dari pasar tradisional di Bogor. Tahu yang dibeli sudah dalam bentuk potongan dengan ukuran 1,5 x 1,5x 1 cm.

62 Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 4 (2) 2015

  28.060/GC di dalam SNI 01-13555-1998. Peralatan GC yang digunakan merk Shimadzu GC-17a, 007 series

  menunjukkan pembentukan polimer saat proses penggorengan akan mengakibatkan terjadinya peningkatan viskositas pada minyak goreng dan ini merupakan salah satu tanda kerusakan pada minyak goreng. Pengaruh dari kerusakan minyak goreng adalah akan mengurangi laju perpindahan panas ke dalam produk, waktu penggorengan lebih lama, terjadi perubahan warna pada produk dan meningkatkan penyerapan minyak goreng ke dalam produk. Proses

  Goncalves, 2012 ). Hasil penelitian Lin et al. (1998)

  Selama proses penggorengan, minyak goreng mengalami proses hidrolisis dan oksidasi. Proses hidrolisis mengakibatkan terjadinya peningkatan FFA, monoacylglcerol, diacylglycerols dan gliserol, sedangkan pada saat proses oksidasi akan terbentuk hidroperoksida, aldehid, keton, asam karboksilat, alkana rantai pendek dan alkena ( Osawa dan

  Selain pada minyak goreng, analisis profil asam lemak juga dilakukan pada produk yang digoreng. Hasil analisis profil asam lemak produk tahu dapat dilihat pada Tabel 3. Jumlah asam lemak produk tahu sebagian besar meningkat setelah digoreng dan jumlahnya menurun pada tahu yang di goreng menggunakan minyak goreng yang sudah digunakan empat kali. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan (α<0.05) antara tahu yang belum digoreng dengan tahu yang sudah digoreng menggunakan minyak penggorengan ke- 1, 2, 3, dan 4.

  Hasil analisis profil asam lemak pada minyak goreng yang sudah digunakan beberapa kali dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil analisis minyak goreng yang digunakan untuk menggoreng tahu beberapa kali menunjukkan terjadinya trend peningkatan beberapa profil asam lemak yaitu elaidic (asam lemak trans), oleat, linoleat, sedangkan asam lemak laurat menunjukkan trend penurunan. Hasil ANOVA menunjukkan tidak ada perbedaan secara signifikan antara profil asam lemak miyak goreng kontrol, minyak penggorengan ke- 1, 2, 3 dan 4.

  Hasil analisis kualitas minyak goreng yang digunakan untuk menggoreng tahu di setiap titik dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil analisis minyak goreng setelah dilakukan penggorengan ke- 1, 2, 3, dan 4 menunjukkan data yang fluktuatif. Kadar FFA meningkat sampai penggorengan ke-3 dan mengalami penurunan pada penggorengan ke-4. Kadar peroksida menunjukkan trend peningkatan sampai penggorengan ke-4. Hasil uji ANOVA menunjukkan kadar FFA dan peroksida minyak kontrol, minyak penggorengan ke- 1, 2, 3, dan 4 tidak berbeda nyata.

  Hasil dan Pembahasan

  menggunakan SPSS 17 for windows. Hasil statistik berbeda secara signifikan apabila α < 0,05.

  analysis of variance (ANOVA) dan uji lanjut DUNCAN

  Analisis statistik Sampel didapatkan dari pengorengan dengan dua kali ulangan. Data dianalisis menggunakan

  column). Analisis dilakukan di Laboratorium Terpadu IPB (Seritfikat KAN NO: LP-156-IDN).

  020711a. Jenis kolom Cyanopropil methylsil (capillary

  bonded phase fused silica capillary column no

  © Indonesian Food Technologists  

  Metode Penelitian berlangsung dari bulan Maret sampai dengan Agustus 2014. Desain penelitian yang digunakan adalah experimental study menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu jenis perlakuan yaitu ulangan penggunaan minyak goreng yang sama sampai 4 kali (ulangan 1, 2, 3, dan 4). Teknik menggoreng yang digunakan adalah deep fat

  Sampel yang dianalisis adalah minyak goreng setelah digunakan untuk menggoreng ke- 1, 2, 3, dan 4 dan produk tahu yang digoreng menggunakan minyak goreng teresebut (minyak goreng ke- 1, 2, 3, dan 4). Minyak goreng yang digunakan merupakan minyak goreng bermerk yang sering digunakan ibu rumah tangga. Total sampel yang dianalisis sebanyak 24 minyak goreng dan 24 tahu. Analisis kualitas minyak goreng dinilai dari kandungan FFA, nilai peroksida, asam lemak elaidic (trans), laurat, palmitat, oleat dan linoleat. Pada produk tahu kualitas dinilai dari kandungan kadar lemak, asam lemak (elaidic, laurat, palmitat, oleat dan linoleat). Analisis FFA, asam lemak bebas dan peroksida mengacu pada IUPAC 1979 di dalam SNI 01-3555-1998. Analisis asam lemak (elaidic, laurat, palmitat, oleat dan linoleat) menggunakan Gas

  C didapatkan produk yang terlalu matang dan bahkan kecoklatan bagian kulit luar namun didalamnya masih terlalu basah. Suhu selalu dijaga konstan pada saat menggoreng dengan cara memonitornya menggunakan termometer. Berat tahu yang digoreng pada satu siklus penggorengan sebanyak 850-900 gram (asumsi untuk makan 5 anggota rumah tangga). Total waktu minyak goreng mengalami pemanasan untuk menggoreng adalah 30 menit. Selama satu hari dilakukan dua siklus penggorengan, pada jam 6.30 dan jam 11.30. Perlakuan berlangsung selama 2 hari, sehingga dengan minyak goreng yang sama akan mengalami 4 siklus penggorengan. Minyak goreng diambil sebanyak 200 ml di setiap titik setelah pemberian perlakuan satu siklus penggorengan. Minyak goreng 200 ml disimpan dalam botol gelap lalu dibawa untuk dianalisis. Minyak goreng yang tidak diambil didiamkan tetap di dalam penggorengan, kemudian disaring endapannya dan digunakan untuk menggoreng pada siklus penggorengan berikutnya. Pada siklus penggorengan berikutnya tidak dilakukan penambahan minyak goreng. Kriteria Sampel

  o

  C didapatkan produk yang masih mentah, dan jika lebih dari 165

  o

  C selama 10 menit. Apabila suhu yang digunakan dibawah 150

  o

  menggoreng tahu adalah sebesar 150 - 165

  and error didapatkan bahwa suhu yang tepat untuk

  C. Hasil uji trial

  o

  sebanyak 2 Liter dengan pemanasan terlebih dahulu selama 30 menit pada suhu 180 - 185

  frying. Minyak goreng yang digunakan dalam penelitian

  Chromatography (GC) mengacu pada AOAC1984 butir

  Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 4 (2) 2015 © Indonesian Food Technologists

  13,826

  a

  14,47

  b

  14,76

  b

  14,11

  b

  b

  3

  Elaidat (Trans) 0,002

  a

  0,0058

  b

  0,007

  b

  0,006

  b

  4 Lemak 6,57

  2

  ab

  a

  33,042

  a

  33,775

  a

  Linoleat 10,537

  a

  10,656

  10,947

  1

  a

  10,727

  a

  10,925

  a

  Keterangan: superskrip abcd pada baris yang berbeda kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05) Tabel 3. Hasil analisis profil asam lemak tahu setelah digoreng

  Asam lemak Hasil analisis pada penggorengan ke- (%)

  Kontrol

  0,0056

  Laurat 0,000

  33,320

  Palmitat 0,58

  b

  4,90

  b

  4,12

  b

  4,38

  b

  a

  a

  2,24

  b

  2,23

  b

  2,39

  b

  2,15

  b

  4,69

  Linoleat 2,68

  a

  b

  0,008

  b

  0,011

  b

  0,010

  b

  0,007

  Oleat 1,10

  b

  a

  3,23

  b

  3,33

  b

  3,26

  b

  3,04

  a

  a

  63

  b

  2

  3

  4 FFA (%) 1,51

  a

  1,64

  ab

  2,38

  2,46

  Kontrol

  b

  1,70

  a

  Peroksida (meq/kg) 12,69

  a

  14,48

  a

  13,90

  1

  Analisis Hasil analisis pada penggorengan ke-

  15,16

  Kualitas minyak goreng setelah diberi perlakuan seperti kebiasaan ibu rumah tangga di Indonesia menunjukkan kerusakan yang tidak begitu besar, dan didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan kualitas minyak goreng yang masih baru atau hanya digunakan beberapa kali. Menurut Ketaren (1986) minyak goreng akan mengalami kerusakan pada suhu 190

  hidrolisis pada minyak goreng akan berlangsung semakin cepat apabila terdapat air di dalam bahan pangan yang digoreng ( Hara et al., 2006 ).

  Kadar FFA di dalam minyak menunjukkan tingkat kerusakan minyak goreng akibat pemecahan Tryacilglicerol dan oksidasi asam lemak ikatan ganda ( Abdulkarim et al., 2007 ). Hasil penelitian Tarmizi dan

  Siew (2008) menunjukkan bahwa peningkatan kadar

  FFA berhubungan erat dengan menurunnya titik asap minyak goreng. Minyak goreng yang memiliki mutu baik apabila titik asapnya semakin tinggi (Winarno, 1986). Hasil analisis menunjukkan terjadinya penurunan kadar FFA setelah minyak digunakan empat kali. Menurut

  Sulieman et al. (2006) penurunan FFA disebabkan

  karena hilangnya asam lemak yang memiliki bobot molekul rendah melalui proses penguapan.

  Tingkat kerusakan minyak goreng selain dilihat dari kadar FFA, juga dapat diukur dengan melihat nilai peroksida. Nilai peroksida yang semakin meningkat menunjukkan terjadinya peningkatan kandungan peroksida karena proses oksidasi. Pada saat menggoreng dengan suhu tinggi nilai peroksida akan menurun karena mengalami kerusakan, dan pada saat proses pendinginan peroksida akan terbentuk kembali ( Augustin dan Berry, 1983 ). Menurut Ketaren (1986) peroksida dalam minyak goreng akan bertambah pada saat minyak yang sudah digunakan didinginkan dan peroksida akan mengalami dekomposisi kembali setelah proses pemanasan. Kandungan peroksida tidak stabil pada penggorengan deep fat drying, pada saat penggorengan hidroperoksida terurai membentuk karbonil dan senyawa aldehid yang menyebabkan nilai peroksida menurun ( Shahid i dan Wanasundara, 2002 ).

  o

  C. Asam linoleat dan linolenat Tabel 1. Hasil analisis kualitas minyak goreng yang digunakan untuk menggoreng tahu

  C pada saat ada oksigen dan akan mengalami kerusakan pada suhu antara 240-260

  o

  C saat tidak ada oksigen. Hasil analisis profil asam lemak pada minyak goreng menunjukkan tidak ada perubahan selama penggorengan ke 1, 2, 3 dan 4. Hasil penelitian Chen et

  al. (2014) menunjukkan asam lemak linoleat (cis)

  mengalami penurunan sampai 10,99% dan 16,21% setelah digunakan menggoreng selama 8 jam pada suhu 150

  o

  C dan 250

  o

  a

  a

  33,590

  38,776

  a

  0,167

  a

  0,150

  a

  Oleat 38,515

  a

  a

  a

  38,177

  a

  39,030

  a

  39,035

  a

  Palmitat 33,152

  a

  0,152

  0,163

  15,52

  a

  a

  Keterangan: superskrip abcd pada baris yang berbeda kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05) Tabel 2. Hasil analisis profil asam lemak minyak goreng setelah digunakan untuk menggoreng tahu

  Asam lemak Hasil analisis pada penggorengan ke- (%)

  Kontrol

  1

  2

  3

  4 Elaidic (Trans) 0,062

  0,070

  a

  a

  0,067

  a

  0,080

  a

  0,080

  a

  Laurat 0,170

  Keterangan: superskrip abcd pada baris yang berbeda kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05)

64 Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 4 (2) 2015

  Felix A, Aladedunye, Przybylski R. 2009. Degradation and Nutritional Quality Changes of Oil During Frying. J Am Oil Chem Soc 86:149–156

  FOCUS Distribusi Indonesia dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementrian Keuangan Republik Indonesia atas dukungan dana penelitian.

  Daftar Pustaka

  Abdulkarim SM, Long K, Lai OM, Muhammad SKS, Ghazali HM. 2007. Frying quality and stability of high-oleic Moringa oleifera seed oil in comparison with other vegetable oils. Food Chemistry 105:1382–1389.

  Aladedunye FA, Przybylski R. 2009. Degradation and Nutritional Quality Changes of Oil During Frying.

  J Am Oil Chem Soc (2009) 86:149–156 Augustin MA, Berry SK, Efficacy of the Antioxidants

  BHA and BHT in Palm Olein During Heating and Frying. J. Am. Oil Chem. Soc. 60:1520–1522 (1983).

  Badan Pusat Statistik. 2012. Survey Sosial Ekonomi Nasional

  Chen Y, Yang Y, Nie S, Xi Yang, Wang Y, Yang M, Li

  C, Xie M. 2014. The analysis of trans fatty acid profiles in deep frying palm oil and chicken fillets with an improved gas chromatography method. Food Control 44 (2014) 191e197 Fan HY, Sharifudin MS, Hasmadi M, Chew HM. 2013. Frying stability of rice bran oil and palm olein. International Food Research Journal 20(1): 403- 407

  Fennema OR (ed). 1996. Food Chemistry 3rd ed. New York USA: Marcel Dekker, Inc

  Kadar FFA dan peroksida cenderung tidak berbeda nyata antara minyak yang digunakan pertama sampai keempat kalinya. Rasio asam lemak pada minyak goreng dan produk yang digoreng menunjukkan tidak adanya penurunan. Kandungan asam lemak trans pada produk tidak berbeda nyata antara produk yang digoreng dengan menggunakan minyak pertama, kedua, ketiga dan keempat.

  Hara E, Ogawa Y, Totani Y. 2006. Evaluation of heat- deteriorated oils (Part I): TLC-FID method for determining polar compounds content. Journal of Oleo Science, 55, 167–172. Hu FB, Manson JE, Stampfer MJ. 2001. Diet, lifestyle, and the risk of type 2 diabetes mellitus in women.

  N Engl J Med 345:790-7. Ketaren. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak

  Pangan. Jakarta: UI

  Lin S, Akoh CC, Reynolds AE. 1998. The recovery of used frying oils with various adsorbents. Journal

  of Food Lipids, 5, 1–16.

  Lopez-Garcia E, Schulze MB, Meigs JB. 2005.

  Consumption of trans fatty acids is related to plasma biomarkers of in-flammation and endothelial dysfunction. J Nutr 2005;135:562-6. Lovejoy JC, Smith SR, Champagne CM. 2002. Effects of diets enriched in saturated (palmitic), monounsaturated (oleic), or trans (elaidic) fatty acids on insulin sensitivity and substrate oxidation in healthy adults. Diabetes Care 25:1283-8. Mariod A, Matthaus B, Eichner K, Hussein IH. 2006.

  Frying quality and oxidative stability of two unconventional oils. Journal of the American Oils Chemists’ Society 83(6): 529-538. Martianto D, Sumedi E, Soekatri M, Herawati T. 2007.

  Marketing and Distribution Survey of Cooking Oil at Makassar City. Koalisi Fortifikasi Indonesia

  Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih disampaikan kepada PT.

  © Indonesian Food Technologists  

  juga akan mengalami penurunan mencapai 13,3% dan 47,1% setelah mengalami penggorengan selama 7 hari pada suhu 215

  o

  o C ( Aladedunye dan Przybylski, 2009 ).

  Hasil penelitian ini asam lemak cenderung stabil karena suhu yang digunakan selama penggorengan tidak terlalu tinggi, berkisar pada suhu 150-165

  o

  C dengan satu siklus penggorengan memerlukan waktu 30 menit. Asam lemak elaidat adalah asam lemak yang memiliki bentuk isomer trans. Asam lemak elaidat terbentuk dari asam lemak oleat yang mengalami oksidasi sehingga isomer cis berubah menjadi trans ( Fennema, 1996 ). Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa terbentuknya asam lemak trans tidak begitu besar dan yang terserap di produk tahu juga cenderung sama antar jenis penggorengan. Penggorengan deep

  frying pada suhu 200 o

  C akan meningkatkan asam lemak trans dalam jumlah kecil dibandingan pada suhu 250

  o

  C yang meningkatkan asam lemak trans secara signifikan ( Chen et al., 2014 ).

  Tingkat kerusakan minyak juga dapat dilihat dari rasio asam linoleat dan palmitat dalam minyak goreng ( Normand et al., 2001 ). Minyak goreng yang mengalami pemanasan pada suhu 215

  C akan mengalami penurunan rasio asam lemak linoleat dan palmitat mencapai 1 atau 2 kali dibandingkan pada suhu 185

  Secara keseluruhan tidak ada perbedaan penurunan kualitas minyak goreng dan penurunan profil asam lemak pada minyak dan produk. Namun demikian, sebenarnya masih banyak indikator penurunan minyak goreng yang belum diamati seperti bilangan iodin, bilangan asam, bilangan p-anisidin, kadar air, sabun dan bahan tidak terlarut yang menjadi kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karena itu masyarakat disarankan tetap tidak menggunakan minyak goreng yang berulang-ulang dan penggorengan dengan suhu terlalu tinggi.

  o

  C ( Aladedunye dan Przybylski, 2009 ). Hasil penelitian

  Chen et al. (2014) juga menunjukkan penurunan asam

  linoleat dan palmitat mencapai 6,3 ; 9,72 ; dan 26,52% berturut-turut pada suhu 150

  o

  C, 200

  o

  C dan 250

  o

  C. Hasil penelitian ini menunjukkan, rasio asam lemak linoleat dan palmitat cenderung stabil dan tidak mengalami penurunan yang signifikan. Hal ini menunjukkan kerusakan minyak goreng dengan teknik rumah tangga tidak begitu besar.

  Kesimpulan

  Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 4 (2) 2015 © Indonesian Food Technologists

  th

  Tsuzuki W, Matsuoka A, Ushida K. 2010. Formation of trans fatty acids in edible oils during the frying and heating process. Food Chemistry 123:976– 982

  Tarmizi AHA, Ismail R. 2008. Comparison of the Frying Stability of Standard Palm Olein and Special Quality Palm Olein. Journal of the American Oil Chemists’ Society 85: 245–251.

  Journal of Food Lipids, 13(3), 259–276.

  Antiradical performance and physicochemical characteristics of vegetable oils upon frying French fries: A preliminary comparative study.

  Hennekens CH. 1991. A prospective study of cholesterol, apolipoproteins, and the risk of myocardial infarction. N Engl J Med 325:373-81. Sulieman ME, El-Makhzangi A, Ramadan MF. 2006.

  Shahidi F, Wanasundara UN. (2002). Methods for measuring oxidative rancidity in fats and oils. In C. C. Akoh & D. B. Min (Eds.), Food lipids: Chemistry, nutrition, and biotechnology (2nd ed., pp. 465–482). New York: Marcel Dekker, Inc. Stampfer MJ, Sacks FM, Salvini S, Willett WC,

  edition 1984. Di dalam: Badan Standar Nasional. 1998. SNI 01- 3555-1998 Cara Uji Minyak dan Lemak. Sartika RAD. 2009. Pengaruh suhu dan lama proses menggoreng (deep frying) terhadap pembentukan asam lemak trans. MAKARA SAINS 13: 23-28

  Paquout C. IUPAC, Standard Methods for the Analysis of Oils, Fat and Derivates, 6

  65

  Kok FJ, Kromhout D. 2001. Association between trans fatty acid intake and 10-year risk of coronary heart disease in the Zutphen Elderly Study: a prospective population-based study. Lancet 357:746-51. Osawa CC, Goncalves LAG. 2012 Changes in breaded chicken and oil degradation during discontinuous frying with cottonseed oil. Campinas, 32(4): 692- 700

  2005. Dietary fat intake and risk of coronary heart disease in women: 20 years of follow-up of the Nurses’ Health Study. Am J Epidemiol 161:672-9. Oomen CM, Ocke MC, Feskens EJ, van Erp-Baart MA,

  McDonald GB, Levy WC. 2004. Trans fatty acids and systemic inf lammation in heart failure. Am J Clin Nutr 2004;80:1521-5. Normand L, Eskin NAM, Przybylski R. 2001. Effect of tocopherols on the frying stability of regular and modified canola oils. Journal of the American Oil Chemists’ Society, 78, 369e373. Oh K, Hu FB, Manson JE, Stampfer MJ, Willett WC.

  Mozaffarian D, Pischon T, Hankinson SE. 2004. Dietary intake of trans fatty acids and systemic inflammation in women. Am J Clin Nutr 79:606- 12. Mozaffarian D, Rimm EB, King IB, Lawler RL,

  Willett WC. 2006. Trans fatty acids and cardiovascular disease. N Engl J Med 2006;354:1601-13

  2004. Conjugated linoleic acid supplementation, insulin sensitivity, and lipoprotein metabolism in patients with type 2 diabetes mellitus. Am J Clin Nutr 80:887-95. Mozaffarian D, Katan MB, Ascherio A, Stampfer MJ,

  Moloney F, Yeow TP, Mullen A, Nolan JJ, Roche HM.

  Winarno FG. 1986. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia