PENGGUNAAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH IPS DI KELAS V SD

PENGGUNAAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH
UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR
IPS DI KELAS V SD
Yuliani
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Untan Pontianak
email: yulianiyuli74@gmail.com

Abstract
The problem of this research is by using make a match can improve the social science
students learning outcome? The goal of this research is by using make a match can improve
the social student learning outcome at the fifth grader elementary student at SDN 09
Southeast Pontianak. The method which use in this research is descriftive method and the
form is classroom action research, and the kind of the research is collaborative. The
resource of this research is teacher and the student of fifth grade at SDN 09 Souteast
Pontianak. The sample was 32 student. The technique of collecting the data is direct
observation and students learning outcomes sheet. The research was conducted in three
cycles, with the result the teacher’s ability in preparing the lesson at the first cycle is 3,25
an the second cycle is 3,57 and the third cycle is 3,76. The teacher’s ability in implementary
the lesson at the first cycle is 3,29 and at the second cycle is 3,67 an the third cycle is 3,71.
The learning outcome of the student at the first cycle is 67,18 and the second cycle is 3,75
and the third cycle is 85,31.The learning outcome of the student at the first cycle is 67,18

and the second cycle is 83,25 an the third cycle is 85,31. This thing proved that by using
make a match model can improve the social science learning outcome at the fifth grade
student at SDN 09 Southeast Pontianak.
Keyword: Cooperative Learning, Make A Match, Social Science

Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan SD/MI terdapat beberapa pelajaran
yang harus dipelajari siswa. Satu di antaranya
adalah ilmu pengetahuan sosial. Sardjiyo
(2008:1.26) menyatakan IPS adalah bidang
studi
yang
mempelajari,
menelaah,
menganalisis gejala dan masalah sosial di
masyarakat dengan meninjau dari berbagai
aspek kehidupan atau satu perpaduan. Serta
memiliki tujuan dalam Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan SD/MI antara lain adalah
memiliki kemampuan untuk berkomunikasi,

bekerjasama
dan
berkompetisi
dalam
masyarakat yang majemuk, ditingkat lokal,
nasional dan global. Dengan mempelajari IPS
siswa dapat menghayati masa sekarang dengan
dibekali pengetahuan tentang masa lampau,
sehingga siswa diharapkan mempunyai bekal
yang dapat digunakan untuk menghadapi

segala tantangan dalam kehidupannya di masa
yang akan datang.
Dalam proses pembelajaran di sekolah,
guru harus memiliki kreatifitas dalam
mengelola kelasnya. Baik dari segi
penggunaan model pembelajaran maupun
media pembelajaran yang digunakan. Dengan
pengemasan proses pembelajaran yang
menarik, tentu siswa akan mengikuti proses

pembelajaran dengan baik dan sungguhsungguh. Dengan adanya kesungguhan belajar
siswa, maka dengan mudahnya akan tercapai
hasil belajar yang optimal.
Satu diantara indikator kemajuan
pendidikan dapat dilihat dari hasil belajar
siswa. Sebagai contohnya jika di sebuah
sekolah perolehan hasil belajar siswa dari
tahun ke tahun semakin meningkat, maka dapat
dikatakan bahwa di sekolah itu kualitas

1

pendidikannya
mengalami
peningkatan.
Perolehan hasil belajar menjadi sebuah tolak
ukur yang penting dalam proses pendidikan.
Untuk itu harapannya guru dapat mengolah
proses
pembelajaran

hingga
menjadi
sedemikian berapa, sehingga dapat mencapai
hasil belajar siswa yang memuaskan.
Berdasarkan refleksi yang dilakukan oleh
guru sekaligus sebagai peneliti, bahwa hasil
belajar pada pembelajaran ilmu pengetahuan
sosial di kelas V belum mencapai kriteria
ketuntasan minimal (KKM), yaitu rata-ratanya
hanya 61,50 sedangkan target kriteria
ketuntasan minimal (KKM) yaitu 70. Guru
mengakui dalam proses pembelajaran masih
mengajar dengan menggunakan metode
konvensional. Untuk mengatasi hal tersebut
peneliti mengambil tindakan untuk dapat
meningkatkan hasil belajar siswa agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai yaitu dengan
menggunakan model cooperative learning tipe
make a match dalam pembelajaran ilmu
pengetahuan sosial.

Berdasarkan
uraian-uraian
masalah
tersebut peneliti tertarik untuk mengangkat
masalah mengenai “Penggunaan Model
Cooperative Learning Tipe Make a Match
untuk meningkatkan hasil belajar pada
pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di kelas V
Sekolah Dasar Negeri 09 Pontianak Tenggara.”
Alasan digunakan model ini adalah karena
tujuan penggunaan cooperative learning tipe
make a match yaitu meningkatkan kemampuan
guru dalam mengajar dan meningkatkan hasil
belajar siswa pada pembelajaran ilmu
pengetahuan sosial.
Berdasarkan latar belakang dalam
penelitian ini, maka yang menjadi
permasalahan umum dalam penelitian adalah
“Apakah dengan menggunakan model
cooperative learning tipe make a match dapat

meningkatkan hasil belajar siswa pada
pembelajaran ilmu pengetahuan sosial di kelas
V Sekolah Dasar Negeri 09 Pontianak
Tenggara?” Sedangkan masalah khusus dalam
penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah
kemampuan
guru
merencanakan
pembelajaran ilmu pengetahuan sosial dengan
menggunakan model cooperative learning
tipe make a match? (2) Bagaimanakan

kemampuan guru dalam melaksanakan
pembelajaran ilmu pengetahuan sosial dengan
menggunakan model cooperative learning
tipe make a match? (3) Bagaimanakah
peningkatan hasil belajar siswa dalam
pembelajaran ilmu pengetahuan sosial dengan
menggunakan model cooperative learning
tipe make a match?

Tujuan penelitian secara umum adalah
untuk meningkatkan hasil belajar siswa
dengan menggunakan model cooperative
learning tipe make a match di kelas V Sekolah
Dasar Negeri 09 Pontianak Tenggara.
Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini
adalah (1) Mendeskripsikan kemampuan guru
dalam merencanakan pembelajaran ilmu
pengetahuan sosial dengan menggunakan
model cooperative learning tipe make a match
di kelas V Sekolah Dasar Negeri 09 Pontianak
Tenggara. (2) Mendeskripsikan kemampuan
guru dalam melaksanakan pembelajaran ilmu
pengetahuan sosial dengan menggunakan
model cooperative learning tipe make a
match. (3) Mendeskripsikan penigkatan hasil
belajar siswa dalam pembelajaran ilmu
pengetahuan sosial dengan menggunakan
model cooperative learning tipe make a
match.

Penelitian
ini
diharapkan
dapat
menambah wawasan pengetahuan bagi
peneliti
dalam
pembelajaran
ilmu
pengetahuan sosial dengan menggunakan tipe
make a match serta menerapkan ilmu yang
telah dapat selama di perkuliahan, bermanfaat
bagi guru untuk melakukan inovasi dalam
pembelajaran pembelajaran ilmu pengetahuan
sosial di Sekolah Dasar, dapat meningkatkan
hasil belajar siswa, serta menambah
pengalaman belajar siswa pada pembelajaran
ilmu pengetahuan sosial, dan dapat
meningkatkan mutu pendidikan serta
mengadakan pembelajaran ilmu pengetahuan

sosial yang menarik sehingga dapat
menjadikan masukan yang berkaitan dengan
penggunaan model cooperative learning tipe
make a match.
Pembelajaran ilmu pengetahuan sosial
menurut Silvester Petrus Taneo, dkk (2009:114) adalah ilmu pengetahuan yang
memadukan sejumlah konsep pilihan dari

2

cabang-cabang ilmu sosial dan ilmu lainnya
serta kemudian diolah berdasarkan prinsip
pendidikan dan didaktik untuk dijadikan
program
pengajaran
pada
tingkat
persekolahan. Selanjutnya Sardjiyo, dkk
(2008:1.26) menyatakan bahwa IPS adalah
bidang studi yang mempelajari, menelaah,

menganalisis, gejala dan masalah sosial di
masyarakat dengan meninjau dari berbagai
aspek kehidupan atau satu perpaduan.
Sedangkan Mulyanto Tj (dalam Silvester
Petrus Taneo, dkk 2009:1-8) IPS sebagai
pendekatan intradisipliner (inter-disiplinary
approach) dari pelajaran ilmu-ilmu sosial. IPS
merupakan integrasi dari berbagi ilmu-ilmu
sosial, seperti sosiologi, antropologi budaya,
psikologi sosial, sejarah, geografi, ekonomi,
ilmu politik dan sebagainya.
Tujuan pembelajaran ilmu pengetahuan
sosial menurut BSNP (2006:175) adalah
untuk (1) Mengenal konsep-konsep yang
berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan
lingkungannya. (2) Memiliki kemampuan
dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin
tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan
keterampilan dalam kehidupan sosial. (3)
Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap

nilai-nilai sosial dan kemanusiaan. (4)
Memiliki
kemampuan
berkomunikasi,
bekerjasama dan berkompetisi dalam
masyarakat yang manjemuk, di tingkat lokal,
nasional, dan global.
Menurut
Sri
Anitah
(2009:3.7)
cooperative learning adalah pembelajaran
yang menggunakan kelompok kecil sehingga
siswa bekerja sama untuk memaksimalkan
kegiatan belajarnya sendiri dan anggota yang
lain. Sedangkan menurut Isjoni (2013:13)
cooperative learning adalah suatu model
pembelajaran yang saat ini banyak digunakan
untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar
yang berpusat pada siswa (student oriented),
terutama untuk mengatasi permasalahan yang
ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa
yang tidak dapat bekerja sama. Menurut Isjoni
(2013:21)
tujuan
utama
penerapan
cooperative learning adalah agar peserta didik
dapat belajar secara berkelompok bersama
teman-temannya
dengan
cara
saling
menghargai pendapat dan memberikan

kesempatan kepada orang lain untuk
mengemukakan
gagasannya
dengan
menyampaikan pendapat mereka secara
berkelompok. Selanjutnya Effendi Zakaria
(dalam Isjoni 2013:21) mengemukakan bahwa
tujuan dari cooperative learning yaitu
melibatkan pelajar secara aktif dalam proses
pembelajaran menusuri perbincangan dengan
rekan-rekan dalam kelompok kecil.
Bistari (2015:333) berpendapat bahwa
make a match yaitu siswa disuruh mencari
pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal
sebelum waktunya, siswa yang dapat
mencocokkan kartunya diberi poin. Make a
match yaitu mencari pasangan diperkenalkan
oleh Lena Curran pada tahun 1994. Pada
model ini siswa diminta untuk mencari
pasangan dari kartu (dalam Zainal Aqib,
2013:23). Menurut Ridwan A Sani (2014:
196) make a match
merupakan tipe
pembelajaran kelompok yang memiliki dua
anggota. Selanjutnya menurut Sobry Sutikno
(2014:128) menyatakan bahwa make a match
digunakan peneliti dengan maksud mengajak
peserta didik untuk menemukan jawaban yang
cocok dengan pertanyaan yang sudah
disiapkan.
Kelebihan dan kekurangan make a match
yang diungkapkan menurut Bistari (2015:334)
adalah sebagai berikut: (1) Kelebihan tipe
make a match (a) Mampu menciptakan
suasana belajar aktif dan menyenangkan. (b)
Materi pembelajaran yang disampaikan lebih
menarik perhatian siswa. (c) Mampu
meningkatkan hasil belajar siswa mencapai
taraf ketuntasan belajar secara klasikal
87,50%. (d) Suasana kegembiraan akan
tumbuh dalam proses pembelajaran (Let them
move). (e) Kerjasama antar sesama siswa
terwujud dengan dinamis. (f) Munculnya
dinamika gotong royong yang merata di
seluruh siswa. (2) Kekurangan tipe make a
match (a) Diperlukan bimbingan dari guru
untuk melakukan kegiatan (b) Waktu yang
tersedia perlu dibatasi jangan sampai siswa
terlalu banyak bermain-main dalam proses
pembelajaran. (c) Guru perlu persiapan bahan
dan alat yang memadai. (d) Pada kelas yang
gemuk (