asuhan keperawatan defisit perawatan dir (1)

MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN KOGNITIF :DEFISIT
PERAWATAN DIRI

OLEH:
KELOMPOK I
1. Alam wijaya
2. Cloudy ray sun see
3. Elfida Sitanggang
4. Elsa frida Sagala
5. Evita Rajagukguk
6. Marthayana Sinurat
7. Murni Hati N
8. Nini Angelina P

PROGRAM STUDI NERS TAHAP AKADEMIK
STIKes SANTA ELISABETH MEDAN
T.A 2013/2014

KATA PENGANTAR


Puji dan syukur kelompok panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa
karena atas berkat dan karunia-Nya kelompok dapat menyelesaikan makalah
“Asuhan Keperawatan Gangguan Kognitif :Defisit Perawatan Diri” dengan baik.
Kelompok juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen pembimbing Br.
Amos Ginting yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, Oleh sebab
itu kami mohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini di
kemudian hari.
Atas perhatiannya kelompok mengucapkan Terima Kasih.

Medan, November 2014
Hormat Kami

Kelompok 4

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang
menyebabkan perilaku psikotik, pemikiran konkrit dan kesulitan dalam

memproses informasi, hubungan interpersonal serta memecahkan masalah
(Stuart,2006).
Skizofrenia adalah suatu gangguan jiwa berat yang ditandai dengan
penurunan

atau

ketidakmampuan

berkomunikassi,

gangguan

realitas( halusinasi atau waham), afek tidak wajar atau tumpul, gangguan
kognitif (tidak mampu berpikir abstrak) serta mengalami kesukaran
melakukan aktivitas sehari- hari ( Keliat, 20011).
Jumlah masalah gangguan jiwa di Indonesia, prevalensi penderita
Skizofrenia adalah 0,3%-1%, dan terbanyak pada usia sekitar 18–45 tahun,
terdapat juga beberapa penderita yang mengalami pada umur 11–12 tahun.
Apabila penduduk Indonesia 200 juta jiwa, maka sekitar 2 juta jiwa yang

menderita Skizofrenia (Arif, 2006). Menurut Riskesdas (2007), di provinsi
DIY

jumlah

penderita

gangguan

jiwa

berat

adalah

0,4%-0,5%

(http://thesis.umy.ac.id/datapublik/t21963.pdf).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk
melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting).

Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perawatan diri kurang
(higiene) antara lain sebagai berikut : dalam hal perkembangan yaitu :
keluarga

terlalu

melindungi

dan

memanjakan

klien

sehingga

perkembangan inisiatif dan keterampilan terhambat (ketergantungan),
biologis yaitu penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu
melakukan perawatan diri dan sosial yaitu adanya kurang dukungan dan
latihan kemampuan dari lingkungannya) (Nurjannah, 2004).


1.2 Tujuan
1.2.1

Tujuan Umum
Memahami

proses asuhan keperawatan secara komprehensif

terhadap klien dengan Defisit Perawatan Diri.
1.2.2

Tujuan Khusus
Setelah melakukan asuhan keperawatan kepada klien dengan
Defisit Perawatan Diri mahasiswa/i diharapkan mampu :
a. Mengetahui pengertian defisit perawatan diri
b. Mengetahui dan memahami manifestasi klinik defisit perawatan
diri
c. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dan keluarga dengan
defisit perawatan diri


BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Konsep Medis
2.1.1 Defenisi
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang bersifat kronik atau
kambuh ditandai dengan terdapatnya perpecahan antara pikiran, emosi dan
perilaku pasien yang terkena. Perpecahan pada pasien digambarkan dengan
adanya gejala fundamental (atau primer) spesifik, yaitu gangguan pikiran
yang

ditandai

dengan

gangguan

asosiasi,

khususnya


kelonggaran

asosiasi.Gejala fundamental lainya adalah gangguan afektif, autisme, dan
ambivalensi.Sedangkan gejala sekundernya adalah waham dan halusinasi.
(Kaplan & Sadock, 2004).
Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang
menyebabkan perilaku psikotik, pemikiran konkrit dan kesulitan dalam
memproses informasi, hubungan interpersonal serta memecahkan masalah
(Stuart,2006).
2.1.2 Kriteria Diagnostik Skizofrenia
Menurut Kaplan & Sadock (2004), terdapat beberapa kriteria diagnostic
skizofrenia di dalam DSM-IV antara lain :
a. Karakteristik gejala
Terdapat dua (atau lebih) dari kriteria di bawah ini, masing-masing
ditemukan secara signifikasn selama periode satu bulan (atau kurang,bila
berhasil ditangani) :
1. Delusi (waham)
2. Halusinasi
3. Pembicaraan yang tidak terorganisasi (misalnya, topiknya sering

menyimpang atau tidak berhubungan )

4. Perilaku yang tidak terorganisai secara luas atau munculnya
perilaku katatonik yang jelas.
5. Gejala negative, yaitu adanya efek yang datar, alogia atau avolisi
(tidak adanya kemauan)
b. Disfungsi social atau pekerjaan
Untuk kurun waktu yang signifikan sejak munculnya onset gangguan,
ketidakberfungsian ini meliputi satu atau lebih fungsi utama seperti
pekerjaan, hubungan interpersonal, atau perawatan diri, yang jelas di
bawah tingkat yang dicapai sebelum onset ( atau jika onset pada masa
anak – anak atau remaja, adanya kegagalan untuk mencapai beberapa
tingkatan hubungan interpersonal, prestasi akademik, atau pekerjaan yang
diharapkan.
c. Durasi
Adanya tanda-tanda gangguan yang terus menerus menetap selama
sekurangnya enam bulan. Pada perioade enam bulan ini, harus termasuk
sekurangnya satu bulan gejala (atau kurang bila berhasil ditangani) yang
memenuhi kriteria A (yaitu fase aktif gajala) dan mungkin termasuk pula
periode gejala prodromal atau residual. Selama periode prodromal atau

residual ini, tanda – tanda dari gangguan mungkin hanya dimanifestasikan
oleh gejala negative atau dua atau lebih gejala yang dituliskan dalam
kriteria A dalam bentuk yang lemah.
d. Di luar gangguan Skizofrenia dan Gangguan Mood
Gangguan – gangguan lain dengan ciri psikotik tidak dimasukkan, karena :
1.

Tidak ada episode depresif mayor, manik atau episode campuran yang
terjadi secara bersamaan yang terjadi bersama dengan gejala fase
aktif.

2.

Jika episode mood terjadi selama gejala fase aktif, maka durasi
totalnya akan relatf lebih singkat bila dibandingkan dengan durasi
periode aktif atau residualnya.

e. Di luar kondisi di bawah pengaruh zat atau kondisi medis umum
Gangguan tidak diseabkan oleh efek fisiologi langsung dari suatu zat
(penyalahgunaan obat, pengaruh medikasi) atau kondisi medis umum.


f. Hubungan dengan perkembangan pervasive
Jika ada riwayat gangguan tambahan skizofrenia dibuat hanya jika
muncul delusi atau halusinasi secara menonjol untuk sekurang – kurang
nya selama satu bulan ( atau kurang jika berhasil ditangani ).
Klasifikasi Perjalanan gangguan jangka panjang (klasifiksai ini
hanya dapat diterapkan setelah sekurang – kurangnya satu tahun atau
lebih, sejak onset awal dari munculnya gejala fase aktif). Episodik dengan
gejala residual interepisode (episode ini dinyatakan dengan munculnya
kembali gejala psikotik yang menonjol ) : Khususnya dengan gejala
negatif yang menonjol.
a.

Episodik tunggal dalam remisi parsial : khususnya dengan gejala
negative yang menonjol.

b.

Kontinum (ditemukan adanya gejala psikotik yang menonjol di
seluruh periode observasi) ; dengan gejala negative yang menonjol.


c.

Episode tunggal dalam remisi parsial: khususnya : dengan gejala
negative yang menonjol.

d.

Episode tunggal dalam remisi penuh

e.

Pola lain yang tidak ditemukan (tidak spesifik)

2.1.3 Tipe – Tipe Skizofrenia
Berdasarkan definisi dan kriteria diagnostik tersebut, skizofrenia di dalam
DSM – IV dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipe yaitu (Kaplan &
Sadock, 2004) :
a. Skizofrenia Paranoid
Tipe skizofrenia yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Preokupasi dangan satu atau lebih delusi atau halusinasi dengar yang
menonjol secara berulang – ulang.
2. Tidak ada yang menonjol dari berbagai keadaan berikut ini :
Pembicaraan yang tidak terorganisasi,perilaku yang tidak terorganisasi
atau katatonik,atau afek yang datar atau tidak sesuai.

b. Skizofrenia Terdisorganisasi
Tipe skizofrenia yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Pembicaraan yang tidak terorganisasi
2. Perilaku yang tidak terorganisasi.
3. Afek yang datar atau tidak sesui.
4. Tidak memenuhi kriteria untuk tipe katatonik
c. Skizofrenia Katatonik
Tipe skizofrenia dengan gambaran klinis yang didominasi oleh sekurang –
kurangnya dua hal berikut ini :
1. Imobilitas motoric, seperti ditunjukkan adanya kataleps (termasuk
fleksibilitas lilin) atau stupor.
2. Aktivitas motoric yang berlebihan (tidak bertujuan dan tidak
dipengaruhuhi olehstimulus eksternal).
3. Negativisme yang berlebihan (sebuah resistensi yang tampak tidak
adanya motivasi terhadap semua bentuk perintah atay mempertahankan
postur

yang

kaku

dan

menentang

semua

usaha

untuk

menggerakkannya) atau mutism.
d. Skizofrenia Tidak Tergolongkan
Tipe skizofrenia yang memenuhi kriteria A, tetapi memenuhi kriteria
untuk tipe paranoid, terdisorganisasi, dan katatonik.
e. Skizofrenia Residual
Tipe skizofrenia yang memenuhi sebagai berikut :
1. Tidak adanya delusi, halusinasi, pembicaraan yang tidak terorganisasi,
dan perilaku yang tidak terorganisasi atau katatonik yang menonjol.
2. Terdapat terus tanda – tanda gangguan, seperti adanya gejala negative
atau dua atau lebih gejala yang terdapat dalam ktriteria A, walaupun
ditemukan dalam bentuk yang lemah (misalnya, keyakinan yang aneh,
pengalaman persepsi yang tidak lazim).

2.1.4

Etiologi

Teori tentang penyebab skizofrenia, yaitu :
a. Diatesis stress Model
Teori ini menggabungkan antara fektor biologis, psikososial, dan lingkungan
yang

secara

khusus

mempengaruhi

diri

seseorang

sehingga

dapat

menyebabkan berkembangnya gejala skizofrenia. Dimana ketiga factor
tersebut saling berpengaruh secara dinamis (Kaplan & Sadock, 2004).
b. Faktor Biologis
Dari factor biologis dikenal suatu hipotesis dopamine yang menyatakan
bahwa skizofrenia disebabkan oleh aktifitas dopamimergik yang berlebihan di
bagian kortikal otak, dan berkaitan dengan gejala positif dari skizofrenia.
Penelitian terbaru juga menunjukkan pentingnya neurotransmitter lain
termasuk serotomin, norepinefrin, glutamate dan GABA. Selain perubahan
yang sifatnya neurokimiawi, penelitian menggunakan CT Scan ternyata
ditemukan perubahan anatomi otak seperti pelebaran lateral vertikel, atropi
koteks atau atropi otak kecil (cerebellum), terutama pada penderita kronis
akizofrenia (Kaplan & Sadock, 2004)
c.

Genetika
Faktor genetika telah dibuktikan secara meyakinkan. Resiko mesyarakat
umum 1% pada orang tua resiko 5% pada saudara kandung 8% dan pada anak
12% apabila salah satu orang tua menderita skizofrenia, walaupun anak telah
dipisahkan dari orang tua sajak lahir, anak dari kedua orang tua skizofrenia
40%. Pada kembar monozigot 47%, sedangkan untuk kembar dizigot sebesar
12% (Kaplan & Sadock, 2004).

d.

Faktor Psikososial
1. Teori perkembangan
Ahli teori Sullivan dan Erikson mengemukakan bahwa kurangnya
perhatian yang hangat dan penuh kasih saying di tahun – tahun awal
kehidupan berperan dalam menyebabkan kurangnya identitas diri, salah
interpretasi terhadap realitas dan menarik diri dari hubungan social pada
penderita skizofrenia (Kaplan & Sadock, 2004).

2. Teori belajar
Menurut ahli teori belajar (learning theory), anak – anak yang menderita
skizofrenia mempelajari reaksi dan cara berfikir irasional orang tua yang
mungkin memiliki masalah emosional yang bermakna. Hubungan
interpersonal yang buruk dari penderita skizofrenia akan berkembang
kerena mempelajari model yang beruk selama anak – anak. (Kaplan &
Sadock, 2004).
3. Teori keluarga
Tidak ada teori yang terkait dengan peran keluarga dalam menimbulkan
skizofrenia. Namun beberapa penderita skizofrenia berasal dari keluarga
yang disfungsional (Kaplan & Sadock, 2004).
2.1.5

Manifestasi Klinis

Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi 2 kelompok menurut Videbeck
(2008) , yaitu:
1. Gejala Primer
a. Gangguan Proses Pikir
Gangguan proses pikir pada pasien skizofrenia beberapa gangguan bentuk
pikiran, arus pikiran dan gangguan isi pikiran. Gangguan bentuk pikiran yang
paling sering ditemukan adalah pelonggaran asosiasi dimana ide-ide
berpindah dari satu objek kesubjek yang lain yang sama tidak ada
hubungannya atau hubungan tidak tepat.
b. Gangguan afek dan Emosi
Gangguan efek dan emosi pada skizofrenia berupa adanya kedangkalan afek
dan emosi , misalnya : pasein menjadi acuh- tak acuh terhadap hal – hal yang
penting untuk dirinya sendiri seperti keadaan keluarga dan masadepannya
serta perasaan halus sudah hilang , hialngnya kemampuan untuk mengadakan
hubungan emosi yang baik terpecah belahnya maka hal-hal yang berlawanan
mungkin terdapat bersama-sama , misalnya: mencintai dan membenci satu
orang yang sama atau menangis dan tertawa tentang satu hal yang sama.

c.

Gangguan kemampuan
Banyak penderita dengan skizofrenia mempunyai kelemahan kemauan , tidak
dapat mengambil keputusan, tidak dapat bertindak dalam suatu keadaan ,
pasien selalu memberi alasan meskipun alasan itu tidak jelas/tepat,
otomatisme yaitu pasien merasa kemauannya dipengaruhi orang lain atau
tenaga dari luar sehingga ia melakuakan sesuatu secara otomatis.

d.

Gejala psikomotor
Adanya gejala katatonik atau gangguan pembuatan dan sering mencerminkan
ganggun kemauan. Bila gannguan hanya kemamuan saja maka dapat di lihat
adanyan gerakan yang agak kaku , stupor dimana pasien dapat menunjukan
pergerakan sama sekali dan berlangsung sehari- hari berbulan – bulan dan
bertahun – tahun lamanya pada pasien yang menahun (caplan & sadock,
2004)

2. Gejala sekunder
a. Waham
Merupakan gejala skizofrenia dimana adanya suatu keyakinan yang salah
pada pasien. Pada skizofrenia waham sering tidak logis sama sekali tetepi
pasien dalam hal ini di anggap merupakan fakta yang tidak dapat dirubah oleh
siapapun.waham yang sering muncul pada pasien skizofrenia adalah waham
kebesaran, waham kejaran ,waham sendirian ,waham dosa, dan sebagainya
b. Halusinasi
Halusinasi timbul pada pasien tanpa adanya penurunan kesadaran dan
merupakan suatu gejala yang tidak dijumpai pada keadaan lain. Halusinasi
sering

muncul

pada

skizofrenia

adalah

penciuman,citra rasa (Caplan & Sadock, 2004).

halusinasi

pendengaran,

2.1.6 Perjalanan Gangguan dan prognosis Skizofrenia
Menurut Videbeck (2008) perjalanan berkembangan skizofrenia sangatlah
beragam pada setiap kasus. Namun, secara umum melewati tiga fase utama,
yaitu:
a. Fase Prodromal
Fase prodromal ditandai dengan deteriorasi yang jelas dalam fungsi
kehidupan, sebelum fase aktif gejala gangguan, dan tidak disebabkan oleh
gangguan afek atau akibat gangguan penggunaan zat, serta mencakup paling
sedikit dua gejala dari kriteria A pada kriteria diagnosis skizofrenia.
Awalnya munculnya skizofrenia dapat terjadi setelah melewati suatu
periode yang sangat panjang yaitu ketika seorang individu mulai menarik
diri secara social dan lingkungannya .
b. Fase aktif gejala
Fase aktif gejala ditandai dengan munculnya gejala – gejala skizofrenia
secara jelas. Sebagian besar penderita gangguan skizofrenia memiliki
kelainan pada kemampuannya untuk melihat realitas dan kesulitan dalam
mencapai insight. Sebagai akibatnya besar antara psikosis dapat ditandai
oleh adanya kesenjangan yang semakin besar antara individu dengan
lingkungan sosialnya.
c. Fase Residual
Fase residual terjadi setelah fase aktif gejala paling sedikit terdapat
dua gejala dari kriteria A pada kriteria diagnosis skizofrenia yang bersifat
menetap dan tidak di sebabkan oleh gangguan afek atau gangguan
penggunaan zat. Dalam perjalanan gangguannya, beberapa pasien
skizofrenia mengalami kekambuhan hingga lebih dari lima kali. Oleh
karena itu, tantangan terapi saat ini adalah untuk mengurangi dan
mencegah terjadinya kekambuhan.
Penegakan prognosis dapat menghasilkan dua kemungkinan, yaitu
prognosis positif apabila di dukung oleh beberapa aspek berikut, Seperti

onset terjadi pada usia yang lebih lanjut, factor pencetusnya jelas, adanya
kehibupan kehidupan relative baik sebelum terjadinya gangguan dalam
bidang social, pekerjaan, dan seksual,. Fase prodromal terjadi secara
singkat, munculnya gejala gangguan mood, adanya gejala positif, sudah
menikah, dan adanya system pendukung yang baik (Kaplan &
Sadock,2004).
Sedangkan prognosis negatif, dapat ditegakkan apabila muncul
beberapa keadaan seperti berikut : Onset gangguan lebih awal, factor
pencetus tidak jelas, riwayat kehidupan sebelum terjadinya gangguan
kurang baik, fase prodromal terjadi cukup lama,adanya perilaku yang
austistik, melakukan penarikan diri, status nya lajang, bercerai, atau
pasangannya telah meninggal, adanya riwayat keluarga yang mengidap
skizofrenia, munculnya gejala negative, sering kambuh secara berulang,
dan tidak adanya system pendukung yang baik.(Kaplan & Sadock, 2004)
Menurut (Kaplan & Sadock, 2004) skizofrenia merupakan gangguan
bersifat kronis, berangsur – angsur menjadi semakin menarik diri dan
tidak berfungsi selama bertahun – tahun. Beberapa peneliti menemukan
lebih dari periode waktu lima sampai sepuluh tahun setelah perawatan
yang pertma kali di rumah sakit, hanya 10% - 20% memiliki hasil yang
baik. Lebih dari 50% memilik hasil buruk.
2.1.7

Pemeriksaan Status Mental
Pemeriksaan status mental pada skizofrenia adalah :
1. Penampilan bermacam-macam, dari orang yang sama sekali acakacakkan, berteriak-teriak, teragitasi sampai orang yang berdandan secara
obsesi sangat tenang, dan tidak bergerak.
2. pasien senang berbicara dan menunjukan postur tubuh yang aneh.
3. prilaku menjadi teragitasi dan menyerang, tampaknya dalam suatu cara
yang tidak terprovokasi tetapi biasanya sebagai respon terhadap halusianasi.

4.

padakatatonia,

pasien

tampaknya

kehidupan

sama

sekali

dan

menunjukkan tanda seperti kebisuan, negativisme, dan kepatuhan otomatis,
kadang tampak fleksibilitasi lilin.
5. penarikan diri dari lingkungan diri social yang jelas dan egosentrisitas,
tidak adanya bicara/gerakan spontan , tidak adanya prilaku yang di arahkan
tujuan.
6. gerakan tubuh yang aneh (tiks,streotipik,manerisme,ekopraksia)
7. perasaan prekoks
8. deoresi ( ciripisikosis)
9. irama perasan lainnya seperti kebingungan, error, perasaan terilosasi,
ambivalensi.
10. penurunan respon sevitas emosional dan emosi yang sangat aktif dan
tidak sesuai , seperti penyerangan yang ekstrem, kegembiraan dan
kecemasan.
11.Afek datar atau tumpul
12. gangguan persepsi, seperi halusinasi (paling sering halusinasi dengar )
13. Halusinasi kenekstetika dalah sensasi perubahan keadaan organ tubuh
yang tidak mempunyai dasar.
14. ilusi : penyimpangan dari citra atau sensasi yanag sesungguhnya
15. gangguan berpikir, meliputi gangguan isi pikiran, seperti

waham

( waham kejar, kebesaran, keagamaan, somatik) gangguan bentuk pikiran
(inkoherensi, tegensialitas, sirkum stansialitas, neologisme, ekolalia,
verdigerasi, kata yang campur aduk, mutisme), dan gangguan proses pikiran
(flight of idea, hambatan pikiran, gangguan perhatian, kemiskinanpikiran,
over inclusion)
16. Impulsivitas, bunuh diri dan pembunuhan

17. Orentasi terhadap orang ,waktu, dan tempat baik.
2.1.8 Mekanisme Koping
Mekanisme koping menurut Videbeck (2008) adalah :
a. Regresi
Kemunduran akibat stress terhadap prilaku dan merukan ciri khas dari suatu
taraf perkembangan yang lebih dini
b. Penyangkalan (Denial )
Menyatakan ketidak setujuan terhadap realita dengan mengingkari realitas
tersebut.Mekanisme pertahanan ini adalah paling sederhana dan primitive.
c. Isolasi diri, menarik Diri
Sikap mengelompokkan orang / keadaan hanya sebagai semuanya baik atau
semuanya buruk ,kegagalan untuk memadukan nilai-nilai positif dan
negative di dalam diri sendiri
d. Intelektualisasi
Pengguanan logika dan alasan yang berlebihan untuk menghindari
pengalamaan yang mengganggu perasaan
2.1.9 Penatalaksanaan
a. Farmakotrapi
Tatalaksana pengobatan skizofrenia mengacup ada penatalaksanaan skizofrenia
menurut Kaplan dan sadock (2004) antara lain :
1. Anti psikotik :
Jenis-jenis obat psikotik antara lain:
a. Cholopromozamine
Untuk mengatasi psikosa, premidikasi dalam anastesi, dan mengalami gejala
emisis untuk gangguan jiwa. Dosis awal : 3x25 Mg, kemudian dapat
ditingkatkan secara
Oral.

optimal dengan dosis tertinggi: 1000Mg/hari secara

b. Trifluoperazine
Untuk terapi gangguan jiwa organik, dan gangguan psikotik menarik diri ,
dosisawal : 3x1 mg , dan bertahap dinaikkan sampai 50mg/hari
c. Haloperidol
Untuk keadaan ansietas, ketegangan, psikomotik, psikosis, dan anemia .
Dosis awal : 3x0.5mg – 3 mg. Obat anti psikotik merupakan obat terpilih
yang mengatasi gangguan waham. Pada kondisi gawat darurat klien yang
teragitasi parah, harus diberikan obat anti psikotik secara Intramuskular.
Sedangkan jika klien gagal berespon dengan obat pada dosis yang cukup
dalam waktu 6 minggu,
Penyebab

anti psikotik dalam kelas lain harus diberikan.

kegagalan penyebab pengobatan yang paling sering adalah

ketidakpatuhan klien minum obat .kondisi ini harus diperhitungkan oleh
dokter dan perawat sedangkan terapi yang berhasil dapat ditandai adanya
penyesuaian social, dan bukan hilangnya waham pada klien.
2.

Anti parkinson
a) Triheksipenydil (Artene )
Untuk semua bentuk parkinsonisme, dan untuk menghilangkan reaksi
ekstra piramidal akibat obat. Dosis yang digunakan : 1-15 mg/hari.
b) Difehidamin
Dosis yang diberikan :10-400 mg/hari.

3.

Anti Depresan
a) Ameitriptylin
Untuk gejala depresi, oleh karena ansietas, dan keluhan somatik. Dosis
yang diberikan : 75 -300 mg/hari.
b) Imipramin
Untuk depresi dengan hambatan psikomotorik, dan depresi neurotik. Dosis
awal : 25 mg/hari , dosispemeliharaan : 50-75 mg/hari.

4 . Anti Ansietas
Anti ansietas diguanakan untuk mengontrol ansietas, kelainan somatrofrom,
kelainan disosiataif, kelainan kejang , dan untuk meringankan sementara gejala –
gejala insomnia dan ansietas
Obat- Obat yang termasukAnsietasanataralain :
Fenobarbital : 16-320 mg/hari
Meprobamat : 200-2400 mg/hari
Klordiazepoksida : 15- 100 Mg/hari

2.2 Konsep Dasar Keperawatan Defisit Perawatan Diri
2.2.1 Defenisi
Kurang perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas
perawatan diri mandi, berhias, makan, toileting (Nurjannah, 2004).
Kurang keperawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu
melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya (Wartonah, 2009).
2.2.2 Klasifikasi Defisit Perawatan Diri
Klasifikasi defisit perawatan diri menurut Wartonah (2009) adalah:
1. Kurang perawatan diri : Mandi/Kebersihan
Adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas mandi/kebersihan
diri.
2. Kurang perawatn diri : Mengenakan pakaian/berhias
Adalah gangguan kemampuan memakai pakaian dan aktifitas berdandan
sendiri.
3. Kurang perawatan diri : Makan
Adalah gangguan kemampuan untuk menunjukkan aktifitas makan.
4. Kurang perawatan diri : Toileting
Adalah gangguan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktifitas
toileting sendiri.

2.1.3 Etiologi
Menurut

Wartonah (2009) Penyebab kurang perawatan diri adalah sebagai

berikut:
1. Kelelahan fisik
2. Penurunan kesadaran
Menurut Depkes (2000), penyebab kurang perawatan diri adalah :
1. Faktor predisposisi
a. Perkembangan : keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien
sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis : penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu
melakukan perawatan diri
c. Kemampuan realitas turun : klien dengan gangguan jiwa dengan
kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya
dan lingkungan termasuk perawatan diri.
d. Sosial : kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan memepengaruhi latihan kemampuan
dalam Perawatan diri.
2. Faktor presipitasi
Adalah kurang penurunan motivasi, kurasakan kognitif atau
perseptual,

cemas,

lelah/lemah

yang

dialami

individu

sehinnga

menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri. Menurut
Depkes (2000) faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah :
a. Body image : gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga
individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
b. Praktik sosial : pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri,
maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.

c. Status sosial ekonomi : personal hygiene memerlukan alat dan bahan
seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya
memerlukan uang untuk menyediakannya.
d. Pengetahuan : pengetahuan personal hygiene sangat penting karena
pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada
pasien penderita diatebes melitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
e. Budaya : disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan
f. Kebiasaan seseorang : ada kebiasaan orang yang menggunakan produk
tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lainlain
g. Kondisi fisik atau psikis : pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk
merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene :
a. Dampak fisik : banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang
karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik,
gangguan fisik yang sering terjadi adalah : gangguan integritas kulit,
gangguan menbran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan
gangguan fisik pada kuku
b. Dampak psikososial : masalah sosial yang berhubungan dengan personal
hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan
mencintai,kebutuhan harga diri, aktualsasi diri dan gangguan interaksi
sosial
2.1.4 Manifestasi klinis
Menurut Depkes (2000) Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan
diri adalah :
1. Fisik
a. Badan bau, pakaian kotor
b. Rambut dan kulit kotor
c. Kuku panjang dan kotor
d. Gigi kotor disertai mulut bau

e. Penampilan tidak rapi.
2. Psikologis
a. Malas, tidak ada insiatif
b. Menarik diri. Isolasi diri
c. Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina
3. Sosial
a. Interaksi kurang
b. Kegiatan kurang
c. Tidak mampu berperilaku sesuai norma
d. Cara makan tidak teratur BAK dan BAB disembarangan tempat,
gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri
2.1.5 Mekanisme Koping
a. Regresi
Kemunduran akibat sters terhadap perilaku dan merupakan ciri khas
dari suatu taraf perkembangan yang lebih dini
b. Penyangkalan (Denial)
Menyatakan ketidaksetujuan terhadap realitas dengan mengingkari
realitas tersebut. Mekanisme pertahanan ini adalah paling sederhana
dan primitif.
c. Isolasi sosial, menarik diri
Sikap mengelompokkan orang / keadaan hanya sebagai semuanya baik
atau semuanya buruk, kegagalan unutk memadukan nilai-nilai positif
dan negatif didalam diri sendiri
d.

Intelektualisasi
Pengguna logika dan alasan yang berlebihan untuk menghindari
pengalaman yang mengganggu perasaannya.

2.1.6 Rentang Respon Kognitif
Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yng tidak dapat
merawat diri sendiri:

1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri :
a. Bina hubungan saling percaya
b. Bicarakan tentang pentingnya kebersihan
c. Kuatkan kemampuan klien merawat diri
2. Membimbing dan menolong klien merawat diri :
a. Bantu klien merawat diri
b. Ajarkan keterampilan secara bertahap
c. Buatkan jadwal kegiatan setiap hari
3. Ciptakan lingkungan yang mendukung
a. Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk mandi
b. Dekatkan peralatan mandi biar mudah dijangkau oleh klien
c. Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi klien
2.1.7 Pohon Masalah
Perawatan diri kurang : Higine

Menurunnya motivasi perawatan diri

Isolasi sosial: menarik diri

2.3 Asuhan Keperawatan Defisit Perawatan diri
2.3.1 Pengakajian
Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi
akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan
aktivitas perawatan diri menurun. Defisit perawatan diri tampak dari
ketidakmampuan merawat kebersihan diri, makan secara mandiri, berhias diri
secara mandiri, dan eliminasi/ toileting ( buang air besar/ buang air kecil) secara
mandiri. (Keliat B. , 2011)
Untuk mengetahui apakah pasien mengalamimasalah defisit perawatan
diri, maka tanda dan gejala dapat diperoleh melalui observasi pada pasien yaitu :
1. Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor,gigi kotor, kulit
berdaki dan berbau, kuku panjang dan kotor.
2. Ketidakmampuan berhias/ berdandan, ditandai dengan rambut acak-acakan,
pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien laki-laki tidak
bercukur, pada pasien perempuan tidak berdandan.
3. Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai dengan ketidakmampuan
mengambil makan sendiri, makan berceceran, dan makan tidak pada
tempatnya.
4. Ketidakmampuan defekasi/ berkemih, secara mandiri, ditandai dengan
defekasi/ berkemih tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri dengan baik
setelah defekasi/ berkemih. (Keliat B. , 2011)
2.3.2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data yang didapat ditetapkan diagnosis keperawatan Defisit
Perawatan Diri : kebersihan diri, makan, berbadan, defekasi/ berkemih. (Keliat
B. , 2011)

2.3.3 Tindakan Keperawatan
Untuk memantau kemampuan pasien dalam melakukan cara perawatan
diri yang baik maka Anda harus melakukan tindakan kepada keluarga agar
keluarga dapat meneruskan melatih pasien dan mendukung agar kemampuan
pasien dalam perawatn dirinya meningkat. Tindakan yang dapat anda lakukan
adalah :
1. Diskusikan dengan keluarga tentang masalah yang diahadapi keluarga dalam
merawat pasien.
2. Jelaskan pentingnya perawatan diri untuk mengurangi stigma.
3. Diskusikan dengan keluaga tentang fasilitas kebersihan diri yang dibutuhkan
oleh pasien untuk menjaga perawatan diri pasien.
4. Anjurkan keluarga untuk terlibat dalam merawat diri pasien dan membantu
meningkatkan pasien dalam merawat diri ( sesuai jadwal yang telah
disepakati).
5. Anjurkan kleurga untuk memberikan pujian atas keberhasilan pasien dalam
perawatan diri.
6. Latih keluarga tentang cara merawat pasien defisit perawatan diri. (Keliat B. ,
2011)

2.3.4 Penilaian Kemampuan Pasien Dan Keluarga Dengan Masalah Defisit
Perawatan Diri
Kemampuan pasien dan keluarga
PENILAIAN KEMAMPUAN PASIEN DAN KELUARGA
DENGAN MASALAH DEFISIT PERAWATAN DIRI
Nama
pasien :____________
Ruangan :
_______________
Nama perawat :
__________
Petunjuk pengisian :
1. Beri tand (√) jika pasien dan keluarga mampu melakuka kemampuan dibawah
ini.
2. Tuliskan tanggal setiap dilakukan penilaian.
N

Kemampaun

o
A.
1.

Pasien
Menyebutkan pentingnya kebersihan

2.
3.

diri
Menyebutkn cara membersihkan diri.
Mempraktikan cara membersihkan diri

4.
5.

dan memasukkan kedalam jadwal.
Menyebutkan cara makan yang baik
Mempraktikan cara makan yang baik

6.

dan memasukkakn kedalam jadwal
Menyebutkan cara defekasi/ berkemih

7.

yang baik
Mempraktikan cara defekasi/ berkemih
yang baik dan memasukkan dalam

8.

jadwal
Menyebutkan cara berdandan

Tanggal

9.

Mempraktikan cara berdandan dan

B.
1.

memasukkan dalam jadwal
Keluarga
Menyebutkan pengertian perawatan
diri dan proses terjadinya masalah

2.

defisit perawatan diri
Menyebutkan cara merawat pasien

3.

defisit perawatan diri
Mempraktkan cara merawat pasien

4.

defisit perawatan diri
Membuat jadwal aktivitas dan minum
obat untuk klien

Kemampuan Perawat
PENILAIAN KEMAMPUAN PERAWAT DALAM
MERAWAT PASIEN DEFIST PERAWATAN DIRI

Nama :_________________
Ruangan

:

______________
Nama

perawat

:

__________

Petunjuk pengisian :
1. Penilaian tindakan keperawatan untuk setiap SP dengan menggunakan
instrumen penilaian kinerja.
2. Nilai tiap penilaian kinerja dimasukkan ke tabel pada baris nilai SP.

No.
A.
1.

Kemampuan
Pasien
SP I p
Menjelaskan pentingnya

2.

kebersihan diri
Menjelaskan cara menjaga

3.

kebersihan diri
Membantu pasien
mempraktikan cara

4.

menjaga kebersihan diri
Menganjurkan pasien
Memasukkan kebersihan
diri

dalamjadawal

1.

kegiatan harian
Nilai SP I p
SP II p
Mengevaluasi jadwal

2.

Kegiatan harian pasien
Menjelaskan cara makan

3.

yang baik
Membantu pasien
mempraktikan cara makan

4.

yang baik
Menganjurkan pasien
memasukkan cara makan
yang

baik

ke

dalam

1.

jadwal kegiatan harian
Nilai SP II p
SP III p
Mengevaluasi jadwal

2.

kegiatan harian pasien
Menjelaskan
cara

3.

eliminasi yang baik
Membantu pasien
mempraktikan cara

4.

eliminasi yang baik
Menganjurkan pasien
memasukkan eliminasi

Tanggal

yang

baik

ke

dalam

1.

jadwal kegiatan harian
Nilai SP III p
SP IV p
Mengevaluasi jadwal

2.

kegiatan harian pasien
Menjelaskan cara

3.

Berdandan
Membantu pasien
Mempraktikan cara

4.

Berdandan
Menganjurkan pasien
memasukkan

berdandan

ke dalam jadwal kegitan

B.
1.

harian
Nilai SP IV p
Keluarga
SP I k
Mendiskusikan masalah
yang dirasakan keluarga

2.

dalam merawat pasien
Menjelaskan pengertian,
tanda dan gejal defisit
perawatan diri, dan jenis
defisit perawatan diri yang
dialamai pasien beserta

3.

proses terjadinya
Menjelaskan
cara-cara
merawat

1.

pasien

defisit

perawatan diri
Nilai SP I k
Nilai SP II k
Melatih keluarga
mempraktikan cara
merawat pasien defisit

2.

perawatan diri
Melatih keluarga

melakukan cara merawat
langsung kepada pasien

1.

defisit perawatan diri
Nilai SP II k
Nilai SP III k
Membantu kelurga
membuat jadwal aktivitas

2.

termasuk minum obat
Menjelaskan follow up
Pasien
Nilai SP III k
total nilai : SP p + SP k
Rata-rata

Dokumentasi Asuhan Keperawatan
DEFISIT PERATAN DIRI PENGKAJIAN
Status mental :
1. Penampilan tidak rapi
Penggunaan pakaian tidak sesuai
Cara berpakaian tidak seperti biasanya
Jelaskan
___________________________________________________________
Masalah

keperawatan

:

_______________________________________________
Kebutuhan sehari-hari :
1. Makan


Bantuan minimal

 Bantuan total

Bantuan minimal

 Bantuan total

Bantuan minimal

 Bantuan total

2. Mandi

3. Defekasi/ berkemih

4. Berpakaian/ berhias



Bantuan minimal

 Bantuan total

Jelaskan
___________________________________________________________
Masalah

keperawatan

________________________________________________

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang
menyebabkan perilaku psikotik, pemikiran konkrit dan kesulitan
dalam

memproses

informasi,

hubungan

interpersonal

serta

memecahkan masalah (Stuart,2006). Etiologi dari skizofrenia adalah:
a. Diatesis stress Model
b. Faktor biologis
c. Genetika
d. Faktor psikososial
Manifestasi klinis dari skizofrenia adalah:
1. Gejala primer
2. Gejala sekunder
Defisit perawatan diri
Kurang keperawatan diri adalah kondisi dimana seseorang
tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya
(Wartonah, 2009).

Menurut Depkes (2000), penyebab kurang perawatan diri
adalah :
1. Faktor predisposisi
2. Faktor presipitasi
3.2 Saran
Dengan terbentuknya makalah ini, mahasiswa sebagai
calon perawat dapat mengaplikasikan asuhan keperawatan defisit
perawatan diri ini dengan baik, baik teori maupun praktik di
lapangan.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan jiwa.
Keliat, B. A., dkk. 2009. Model praktek Keperawatan Profesional : JIWA.
Jakarta : EGC.
Keliat, B. A,dkk. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta :
EGC
Kusumawati, Farida. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba
Medika
Nurjannah, 2004. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta :
Momedia
Stuart, G. W. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta: EGC
Wartonah, H (2009) Asuhan Keperawatan Jiwa, Yogyakarta : Nuha Medika