T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Permainan dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Divergen Siswa Kelas VII B SMP Pangudi Luhur Salatiga Tahun Ajaran 20162017 T1 BAB II

BAB II
LANDASAN TEORI

1.1.Berpikir Divergen
1.1.1. Pengertian Berpikir Divergen
Berpikir divergen merupakan salah satu bentuk perumusan pemecahan
masalah yang dibuat oleh Sternberg (1988). Berpikir divergen adalah berusaha
membangkitkan solusi alternatif yang memungkinkan bagi sebuah masalah.
Setelah mempertimbangkan berbagai kemungkinan, yang dilakukan adalah
berpikir konvergen untuk menyempitkan berbagai kemungkinan sehingga
menyatukan jawaban tunggal terbaik, Sternberg (1988) dalam Budiningrum
(2002).
Menurut Guilford, kemampuan berpikir divergen adalah sebuah
konsep sehubungan dengan seperangkat faktor dari kemampuan intelektual
yang berhubungan dengan pemanggilan informasi yang menghasilkan
sebanyak mungkin penyelesaian untuk masalah tertentu. Kemampuan
menghasilkan banyak pemecahan masalah membuat berpikir divergen mampu
menghasilkan jawaban yang berbeda (Purwanto, http//www.depdiknas.go.id).
Guildford (dalam Emiyati, 2011) membedakan tipe berpikir menjadi
dua macam yaitu berpikir konvergen terpusat (convergent thingking ) dan
berpikir divergen (divergen thingking). Cara berpikir konvergen mengarah

pada satu kesimpulan khusus. Sedangkan berpikir divergen lebih menekankan
pada variasi jawaban yang berbeda terhadap suatu pertanyaan, sehingga
kebenaran jawaban tersebut subjektif.
Pertanyaan yang digunakan dalam jawaban konvergen adalah
pertanyaan tertutup, sedangkan untuk jawaban divergen yang digunakan adalah
pertanyaan tentang kemampuan intelektual cenderung berkonsentrasi pada
proses untuk menemukan satu jawaban terbaik. Secara sistematik bahwa arus
konseptualisasi kecerdasan terbatas pada apa yang disebut “berpikir
konvergen”, dan bahwa pembatasan ini telah dibangun menjadi tes kecerdasan
7

saja, maka dengan demikian berpikir tentang intelektual hanya dapat berfungsi
sampai disitu saja. Berpikir secara strategi yang melibatkan pelepasan diri dan
fakta, melihat hal-hal yang tidak terduga, menggunakan sesuatu sebagai batu
loncatan untuk pengembangan ide baru itulah perlengkapan yang disebut
“berpikir berbeda” atau “berpikir divergen”.
Guilford (dalam Emiyati, 2011) menyoroti praktik pendidikan yang
sedang berjalan berdasarkan teori struktur intelek yang dikembangkannya.
Dalam model ini, Guilford menjelaskan bahwa kreativitas manusia pada
dasarnya berkaitan dengan proses berpikir konvergen dan divergen. Konvergen

adalah cara berpikir untuk memberikan satu-satunya jawaban yang benar.
Sedangkan berpikir divergen adalah proses berpikir yang memberikan
serangkaian alternatif jawaban yang beraneka ragam. Kemampuan berpikir
devergen dikaitkan dengan kreativitas ditunjukkan oleh karakteristik : a)
kelancaran, yaitu kemampuan untuk menghasilkan sejumlah besar ide-ide atau
solusi masalah dalam waktu singkat, b) fleksibilitas, yaitu kemampuan untuk
secara bersamaan mengusulkan berbagai pendekatan untuk masalah tertentu, c)
Orisinalitas, yaitu kemampuan untuk memproduksi hal baru dan ide-ide asli, d)
elaborasi, yaitu kemampuan untuk melakukan sistematisasi dan mengatur
rincian ide di kepala dan membawanya keluar.
Berpikir divergen adalah kemampuan berdasarkan data atau informasi
yang tersedia menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap satu
masalah, dimana penekanannya adalah pada kuantitas ketepatgunaan,
keragaman jawaban. Makin banyak jawaban yang diberikan siswa, maka
semakin kreatiflah seseorang itu (Munandar, 1990). Tetapi jawaban-jawaban
tersebut juga harus sesuai dengan masalahnya, jadi walaupun orang tersebut
telah menemukan banyak kemungkinan jawaban suatu masalah kalau jawaban
itu tidak mengarah pada penyelesaian masalah yang sedang dihadapi maka
orang itu belum bisa disebut kreatif. Jadi, bukan hanya karena banyaknya
jawaban yang diberikan yang menentukan kreativitas seseorang, tetapi juga

kualitas dan ketepatan jawaban yang harus diperhatikan.

8

Berpikir divergen juga akan melibatkan orisinalitas dalam berurusan
dengan orang lain. Jadi ketika berhadapan dengan orang lain, harus bisa
menghasilkan atau memunculkan ide baru dalam memecahkan suatu masalah.
Selain itu, fleksibilitas dalam berpikir juga diperlukan untuk menghasilkan
jawaban dan pemecahan masalah. Kemampuan berpikir divergen merupakan
kemampuan yang mampu menghasilkan jawaban bervariasi, pemikiran
menyimpang dari jalan yang telah dirintis sebelumnya. Pemikiran melampaui
dari apa yang jelas dan nyata, mempertimbangkan beberapa jawaban yang
mungkin ada untuk suatu masalah, pemikir divergen mengajukan beberapa
solusi. Dengan kemampuan itu, maka akan mampu menghasilkan jawaban
yang berbeda (Guilford, dalam Emiyati, 2011).

1.1.2. Aspek Berpikir Divergen
Jenis berpikir yang mencerminkan kreativitas adalah tergolong jenis
berpikir divergen (divergen thingking). Guilford (dalam Erniyati, 2011)
mengemukakan bahwa berpikir divergen terdiri dari 4 aspek yaitu :

1. Kelancaran berpikir (fluency of thingking)
Kelancaran berpikir berarti kemampuan untuk menghasilkan ide-ide
sejenis pada pemecahan sejumlah masalah (Sund & Carin, 1978). Aspek
ini lebih menekankan kualitas ide yang dihasilkan.Kelancaran berpikir
memuat empat aspek, yaitu kelancaran kata, kelancaran memberikan
gagasan, kelancaran asosiasi, dan kelancaran ekspresi.
a) Kelancaran kata (word fluency)
Aspek kelancaran kata yaitu kemampuan menghasilkan kata-kata
dengan lancar sesuai persyaratan tertentu (Guilford, 1959). Salah satu cara
untuk mengetahui kemampuan ini yaitu dengan meminta seseorang
menyebutkan sebanyak mungkin kata berwalan tertentu.
b) Kelancaran memberikan gagasan (ideational fluency)
Kelancaran

memberikan

gagasan

adalah


kemampuan

untuk

mengungkapkan sejumlah ide berdasarkan suatu aturan dalam waktu

9

terbatas, tanpa mementingkan kualitas jawaban (Guilford, 1959). Dalam
proses

pemecahan

masalah,

kemampuan

ini

diperlukan


untuk

menghasilkan berbagai solusi dari suatu masalah dalam waktu terbatas.
Tes yang dapat diberikan untuk mengetahui kemampuan ini adalah dengan
meminta menyebutkan sejumlah benda yang memiliki sifat yang sama.
c) Kelancaran asosiasi (associational fluency)
Kelancaran asosiasi yaitu kemampuan menghasilkan sejumlah kata
yang berasal dari satu batasan arti (Guilford, 1959). Cara terbaik untuk
mengetahui kelancaran asosiasi adalah dengan meminta seseorang
menyebutkan sebanyak mungkin sinonim dari suatu kata dalam waktu
tertentu.
d) Kelancaran ekspresi (expressional fluency)
Kelancaran ekspresi yaitu kemampuan untuk menghasilkan suatu
susunan kata yang saling berhubungan dan mempunyai arti (Guilford,
1959). Keunikan kelancaran ekspresi adalah adanya kemampuan untuk
menyusun atau menghubungkan sejumlah kata, yang setiap katanya
memiliki arti tersendiri, menjadi suatu susunan kata yang berarti.

2. Kelenturan kata (fleksibility of thinking)

Kelenturan berpikir yaitu kemampuan untuk menghasilkan aneka jenis
ide yang tidak biasa dari suatu masalah. Kelenturan berpikir merupakan aspek
kualitas dari ide-ide yang dihasilkan. Aspek kelenturan berpikir memuat dua
aspek, yaitu aspek kelenturan yang bersifat spontan dan kelenturan yang
adaptif.
a) Kelenturan yang bersifat spontan (spontaneus flexibility)
Kelenturan

yang

bersifat

spontan

adalah

kemampuan

untuk


menghasilkan aneka jenis ide dengan bebas (Guilford, 1959). Item yang
dibuat untuk mengukur aspek ini umumnya meminta seseorang untuk
menyebutkan kegunaan atau manfaat yang tidak biasa dari benda atau
objek tertentu.

10

b) Kelenturan yang bersifat adaptif (adaptive flexibility)
Kelenturan yang bersifat adaptif yaitu kemampuan menghasilkan
sejumlah solusi yang bersifat tidak biasa (unusual) untuk satu jenis
masalah (Guilford, 1959).
3. Keterperincian berpikir (elaboration of thinking)
Keterperincian berpikir yaitu kemampuan menguraikan bagian-bagian
tertentu secara mendetil untuk melengkapi dan memperjelas suatu garis besar
atau kerangka berpikir yang diberikan (Guilford, 1959). Hal-hal yang diuraikan
itu meliputi akibat, cara melaksanakan, hubungan, dan sebagainya.
4. Otisinalitas berpikir (originality of thinking)
Orisinalitas berpikir yaitu kemampuan atau kecenderungan untuk
menghasilkan jawaban-jawaban yang di luar dugaan, mempunyai hubungan
tersendiri, dan cerdas, dibandingkan dengan kelompoknya (Guilford, 1959).


Semua aspek di atas penting dan saling berkaitan jika siswa mempunyai
keterampilan dari salah satu aspek tersebut dapat menunjang keterampilan
dalam aspek yang lainnya. Karena itu, agar semua aspek dalam keterampilan
tersebut dapat dimiliki siswa maka siswa sering dilatih untuk mengembangkan
keterampilannya di semua bidang.

1.2.Permainan
1.2.1. Pengertian Permainan
Menurut Gordon dan Browne (dalam Moeslichatoen, 2004) bermain
merupakan pekerjaan masa anak-anak dan cermin pertumbuhan anak. Menurut
Hildebrand

(dalam

Moeslichatoen,

2004)

bermain


berarti

berlatih,

mengeksploitasi, merekayasa, mengulang latihan apapun yang dapat dilakukan
untuk mentransformasi secara imajinatif hal-hal yang sama dengan dunia orang
dewasa. Dapat disimpulkan bahwa bermain adalah suatu kegiatan pada masa

11

anak-anak yang menyenangkan yang bersifat mendidik untuk mencapai tujuan
pendidikan yang dilakukan di dalam dan di luar kelas.
Bermain adalah cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional dan
sosial. Bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan
bermain, anak akan berkata-kata, belajar memnyesuaikan diri dengan
lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukan, dan mengenal waktu, jarak,
serta suara (Wong, 2000). Bermain adalah cara alamiah bagi anak untuk
mengungkapkan konflik dalam dirinya yang tidak disadarinya. Bermain adalah
kegiatan yang dilakukan sesaui dgn keinginanya sendiri dan memperoleh

kesenangan. Dapat disimpulkan bahwa bermain adalah : “Kegiatan yang tidak
dapat dipisahkan dari kehidupan anak sehari-hari karena bermain sama dengan
kerja pada orang dewasa, yang dapat menurunkan stress anak, belajar
berkomunikasi dengan lingkungan, menyesuaikan diri dengan lingkungan,
belajar mengenal dunia dan meningkatkan kesejahteraan mental serta sosial
anak.”
Andang Ismail (2009) mendefinisikan permainan sebagai suatu
aktivitas yang membantu anak mencapai perkembangan yang utuh, baik fisik,
intelektual, sosial, moral dan emosional. Pemainan merupakan alat bagi anak
untuk menjelajahi dunia, dari apa yang tidak dikenali sampai apa yang
diketahui, dan dari yang tidak dapat diperbuat sampai mampu melakukan.

1.2.2. Fungsi Bermain Pada Anak
Anak bermain pada dasarnya agar ia memperoleh kesenangan, sehingga
tidak akan merasa jenuh. Bermain tidak sekedar mengisi waktu tetapi
merupakan kebutuhan anak seperti halnya makan, perawatan dan cinta kasih.
Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensoris-motorik,
perkembangan sosial, perkembangan kreativitas, perkembangan kesadaran
diri, perkembangan moral dan bermain sebagai terapi (Soetjiningsih, 1995
dalam Soetjiningsih, 2005).
Sebelum memberikan berbagai jenis permainan pada anak, maka orang
tua seharusnya mengetahui maksud dan tujuan permainan pada anak yang

12

akan diberikan, agar diketahui perkembangan anak lebih lanjut, mengingat
anak memiliki berbagai masa dalam tumbuh kembang yang membutuhkan
stimulasi dalam mencapai puncaknya seperti masa kritis,optimal dan sensitif.
Untuk lebih jelasnya dibawah ini terdapat beberapa fungsi bermain
pada anak diantaranya (Soetjiningsih, 1995 dalam Soetjiningsih, 2005) :
a) Membantu Perkembangan Sensorik dan Motorik
Fungsi bermain pada anak ini adalah dapat dilakukan dengan melakukan
rangsangan pada sensorik dan motorik melalui rangsangan ini aktifitas
anak dapat mengeksplorasikan alam sekitarnya sebagai contoh bayi dapat
dilakukan rangsangan taktil,audio dan visual melalui rangsangan ini
perkembangan sensorik dan motorik akan meningkat.Hal tersebut dapat
dicontohkan sejak lahir anak yang telah dikenalkan atau dirangsang
visualnya maka anak di kemudian hari kemampuan visualnya akan lebih
menonjol

seperti

lebih

cepat

mengenal

sesuatu

yang

baru

dilihatnya.Demikian juga pendengaran,apabila sejak bayi dikenalkan atau
dirangsang melalui suara-suara maka daya pendengaran dikemudian hari
anak lebih cepat berkembang dibandingkan tidak ada stimulasi sejak dini.
b) Membantu Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif dapat dirangsang melalui permainan. Hal ini dapat
terlihat pada saat anak bermain, maka anak akan mencoba melakukan
komunikasi dengan bahasa anak, mampu memahami obyek permainan
seperti dunia tempat tinggal, mampu membedakan khayalan dan
kenyataan, mampu belajar warna, memahami bentuk ukuran dan berbagai
manfaat benda yang digunakan dalam permainan,sehingga fungsi bermain
pada model demikian akan meningkatkan perkembangan kognitif
selanjutnya.
c) Meningkatkan Sosialisasi Anak
Proses sosialisasi dapat terjadi melalui permainan, sebagai contoh dimana
pada usia bayi anak akan merasakan kesenangan terhadap kehadiran orang
lain dan merasakan ada teman yang dunianya sama, pada usia toddler anak
sudah mencoba bermain dengan sesamanya dan ini sudah mulai proses

13

sosialisasi satu dengan yang lain, kemudian bermain peran seperti
bermain-main berpura-pura menjadi seorang guru, jadi seorang anak,
menjadi seorang bapak, menjadi seorang ibu dan lain-lain, kemudian pada
usia prasekolah sudah mulai menyadari akan keberadaan teman sebaya
sehingga harapan anak mampu melakukan sosialisasi dengan teman dan
orang lain.
d) Meningkatkan Kreatifitas
Bermain juga dapat berfungsi dalam peningkatan kreatifitas, dimana anak
mulai belajar menciptakan sesuatu dari permainan yang ada dan mampu
memodifikasi objek yang akan digunakan dalam permainan sehingga anak
akan lebih kreatif melalui model permainan ini, seperti bermain bongkar
pasang mobil-mobilan.
e) Meningkatkan Kesadaran Diri
Bermain pada anak akan memberikan kemampuan pada anak untuk
ekplorasi tubuh dan merasakan dirinya sadar dengan orang lain yang
merupakan bagian dari individu yang saling berhubungan, anak mau
belajar mengatur perilaku, membandingkan dengan perilaku orang lain.
f) Mempunyai Nilai Terapeutik
Bermain dapat menjadikan diri anak lebih senang dan nyaman sehingga
adanya stres dan ketegangan dapat dihindarkan, mengingat bermain dapat
menghibur diri anak terhadap dunianya.
g) Mempunyai Nilai Moral Pada Anak
Bermain juga dapat memberikan nilai moral tersendiri kepada anak, hal ini
dapat dijumpai anak sudah mampu belajar benar atau salah dari budaya di
rumah, di sekolah dan ketika berinteraksi dengan temannya, dan juga ada
beberapa permainan yang memiliki aturan-aturan yang harus dilakukan
tidak boleh dilanggar.

14

1.2.3. Tujuan Permainan
Melalui fungsi yang terurai di atasnya, pada prinsipnya permainan
mempunyai tujuan sebagai berikut (Soetjiningsih, 1995 dalam Soetjiningsih,
2005) :
a) untuk melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang normal pada saat
sakit

anak

mengalami

gangguan

dalam

pertumbuhan

dan

perkembangannya. Walaupun demikian, selama anak dirawat di rumah
sakit, kegiatan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan masih harus
tetap dilanjutkan untuk menjaga kesinambungannya.
b) mengekspresikan perasaan, keiginan, dan fantasi serta ide-idenya. Seperti
yang telah di uraikan diatas pada saat sakit dan dirawat di rumah sakit,
anak mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak menyenangkan. Pada
anak yang belum dapat mengekspresikannya.
c) mengembangkan kreatifitas dan kemampuan memecahkan masalah.
Permainan akan menstimulasi daya pikir, imajinasi, fantasinya untuk
menciptakan sesuatu seperti yang ada dalam pikirannya. Pada saat
melakukan permainan, anak juga akan dihadapkan pada masalah dalam
konteks permainannya, semakin lama ia bermain dan semakin tertantang
untuk dapat menyelesaikannya dengan baik.
d) Dapat beradaptasi secara efektif terhadap stress karena sakit dan dirawat di
rumah sakit. Stress yang dialami anak dirawat di rumah sakit tidak dapat
dihindarkan sebagaimana juga yang dialami orang tua. Untuk itu yang
penting adalah bagaimana menyiapkan anak dan orang tua untuk dapat
beradaptasi dengan stressor yang dialaminya di rumah sakit secara efektif.
1.3. Permainan

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Divergen

Bermain adalah kegiatan yang dilakukan semata-mata untuk
menimbulkan kesenangan. Hal ini senada dengan yang dikatakan Piaget
(dalam Damara, 2012) yang menjelaskan bahwa bermain terdiri atas beberapa
tanggapan yang diulang semata untuk kesenangan fungsional. Pengertian ini
membedakan antara bermain dengan bekerja, yang memiliki tujuan tertentu

15

dan tidak harus menimbulkan kesenangan. Saat ini, sekolah telah mengakui
nilai dan manfaat bermain yang bersifat edukatif bagi perkembangan para
peserta didik. Hal ini terlihat dengan pencakupan kegiatan permainan, olah
raga, seni dan sebagainya dalam kurikulum pendidikan formal.
Soetjiningrat (2005), menyebutkan terdapat 7 (tujuh) fungsi dalam
bermain, salah satunya adalah fungsi dalam meningkatkan kreativitas, dimana
anak mulai belajar menciptakan sesuatu dari permainan yang ada dan mampu
memodifikasi objek yang akan digunakan dalam permainan sehingga anak
akan lebih kreatif. Kreativitas yang dimiliki oleh setiap anak atau individu
berbeda-beda. Kreatif bersifat luas.
Dalam pengertian berpikir divergen, seseorang yang memiliki
kemampuan divergen memiliki banyak ide-ide dan banyak alternatif-alternatif
yang muncul dalam memcahkan suatu masalah. Dalam menumbuhkan ide-ide
baru dan orisinal tentunya seseorang memiliki krativitas dalam berpikir dan
dalam menumbuhkan ide-ide baru yang belum tentu orang lain dapat
memikirkannya.
Melalui bermain dengan huruf, kata, kalimat, dan pemecahan masalah,
siswa dapat menambah kreativitasnya dalam kemampuan verbal dan
kemampuan berpikir divergennya.

1.4.Penelitian yang Relevan
Penelian yang dilakukan Astuti (2009) tentang “Efektivitas Permainan
Tradisional Dalam Meningkatkan Kreativitas Verbal Pada Masa Anak
Sekolah”. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui sejauh mana efektivitas
permainan tradisional dalam meningkatkan kreativitas verbal pada masa anak
sekolah. Hipotesis penelitian ini adalah permainan tradisional efektif dalam
meningkatkan kreativitas verbal pada masa anak sekolah. Subjek dalam
penelitian ini adalah siswa-siswi kelas V Sekolah Dasar Negeri I Badran,
Kranggan, Temanggung, dengan teknik pengambilan sampel purpossive non
random sampling dengan memiliki ciri-ciri anak yang berusia 10 – 12 tahun;

16

memiliki skor Tes Kreativitas Verbal rendah dan agak rendah; memakai
bahasa Indonesia dalam pergaulan sehari-hari. Metode pengumpulan data
metode tes, sedangkan analisis data yang digunakan adalah metode analisis
non parametrik dengan rumus Mann Whitney U Test. Hasil analisis
menggunakan Mann Whitney U Test diperoleh nilai sebesar Z = - 3,247
dengan p = 0,001 (p < 0,05). Nilai rata-rata post test kreativitas verbal pada
kelompok eksperimen = 17,17 dan kelompok kontrol = 7,83. Nilai rata-rata
ini dapat diinterpretasi bahwa ada perbedaan atau selisih nilai rata-rata post
test kreativitas verbal pada kedua kelompok. Perbedaan tersebut signifikan
karena nilai taraf signifikansi p = 0,001 (p < 0,05). Artinya permainan
tradisional efektif dalam meningkatkan kreativitas verbal pada masa anak
sekolah.
Penelitian yang dilakukan oleh Lisa Puji Saraswati dan Dewi Retno
Suminar (2014) tentang “Pengaruh Permainan Konstruktif Berupa Kerajinan
Tangan Dari Barang Bekas Terhadap Peningkatan Kreativitas Anak Kelas V
SDN Ngagelrejo III / 389 Surabaya”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui apakah terdapat pengaruh permainan konstruktif berupa kerajinan
tangan dari barang bekas terhadap peningkatan kreativitas anak kelas V SDN
Ngagelrejo III/398 Surabaya. Alasan peneliti memilih penelitian tersebut
dikarenakan sistem pendidikan sekolah dasar di Indonesia lebih menekankan
pada pembelajaran yang monoton (rutin hafalan, ceramah). Selain itu, murid
– murid jarang dirangsang untuk melihat suatu masalah dari berbagai macam
sudut pandang atau untuk memberikan alternatif-alternatif penyelesaian suatu
masalah.(berpikir kovergen). Faktanya, pendidikan di Indonesia masih belum
mampu mengembangkan potensi dan kreativitas anak secara optimal, siswa
masih dipandang sebagai objek bukan subjek. Sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah siswa kelas V A dan V B SDN Ngagelrejo III/398
Surabaya dengan jumlah subjek kelompok eksperimen sebanyak 27 siswa dan
subjek kelompok kontrol sebanyak 22 siswa sehingga total subjek sebanyak
49 siswa. Penelitian ini dilakukan secara Nonrandomized pretest – posttest
kontrol group design dengan teknik sampling yang digunakan adalah

17

purposive sampling dan penentuan kelompok eksperimen dan kontrol dari
dua kelompok kelas yang ditentukan dilakukan dengan menggunakan random
by group. Alat pengumpulan data menggunakan alat Tes Kreativitas Figural,
observasi dan wawancara. Alat tes yang digunakan sudah terstandardisasi di
Indonesia dengan nilai validitas sebesar 0,6227 – 0, 7849 dan reliabilitas 0,9.
Analisa data menggunakan teknik statistik independent sample t test dengan
bantuan SPSS versi 19,0 for windows. Dari hasil analisa data penelitian nilai
uji pengaruh berdasarkan independent sample t test diperoleh nilai t sebesar1,
36 dan signifikansi sebesar 0,179 dan karena data akan dikatakan memiliki
pengaruh apabila signifikansi < 0,05 maka data tersebut tidak memiliki
pengaruh maka Ha di tolak yaitu tidak ada pengaruh permainan konstruktif
berupa kerajinan barang bekas terhadap peningkatan kreativitas. Menurut
peneliti mengapa penelitian tersebut tidak memiliki pengaruh dikarenakan
adanya penilaian yang subjektif terhadap alat ukur variabel terikat, subjek
yang tidak random, kurang dikontrolnya variabel ekstraneous dan validitas
eksternal.
Dalam penelitian yang sudah ada tentang permainan dan kemampuan
berpikir divergen, penulis belum menemukan penelitian yang menggunakan
permainan sebagai variabel bebas dan kemampuan berpikir divergen sebagai
variabel terikat. Sehingga penulis ingin melakukan penelitian tentang
“Penggunaan Bermain Dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Divergen
Siswa Kelas VII B SMP Pangudi Luhur Salatiga Tahun Ajara 2016/2017”.
1.5.Hipotesis
Kemampuan berpikir divergen siswa kelas VII B SMP Pangudi Luhur
Salatiga dapat meningkat dengan menggunakan permainan.

18

Dokumen yang terkait

ANALISIS KEMAMPUAN SISWA SMP DALAM MENYELESAIKAN SOAL PISA KONTEN SHAPE AND SPACE BERDASARKAN MODEL RASCH

69 778 11

Analisis Konsep Peningkatan Standar Mutu Technovation Terhadap Kemampuan Bersaing UD. Kayfa Interior Funiture Jember.

2 215 9

OPTIMASI FORMULASI dan UJI EFEKTIVITAS ANTIOKSIDAN SEDIAAN KRIM EKSTRAK DAUN KEMANGI (Ocimum sanctum L) dalam BASIS VANISHING CREAM (Emulgator Asam Stearat, TEA, Tween 80, dan Span 20)

97 464 23

AN ANALYSIS OF GRAMMATICAL ERRORS IN WRITING DESCRIPTIVE PARAGRAPH MADE BY THE SECOND YEAR STUDENTS OF SMP MUHAMMADIYAH 06 DAU MALANG

44 306 18

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Diskriminasi Perempuan Muslim dalam Implementasi Civil Right Act 1964 di Amerika Serikat

3 55 15

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5