Analisis Tingkat Kebisingan pada Ruang Baca Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Kota Tebing Tinggi

BAB II
KAJIAN TEORITIS

2.1 Perpustakaan Umum
Perpustakaan umum didirikan dengan maksud sebagai sarana dan media
mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan bagian integral dari kegiatan
pembangunan nasional. Perpustakaan umum merupakan pusat informasi bagi
masyarakat. Melalui perpustakaan umum masyarakat akan dapat dengan mudah
mendapatkan informasi.

2.1.1 Pengertian Perpustakaan Umum
Perpustakaan umum adalah termasuk salah satu lembaga yang demokratis
dan salah satu komponen infrastruktur daerah yang berpotensi untuk
memperdayakan sumber daya manusia dan masyarakat yang dilayaninya.
Menurut Sulistyo-Basuki (1993: 46) “Perpustakaan Umum adalah perpustakaan
yang diselenggarakan oleh dana umum dengan tujuan melayani umum”.
Menurut Reitz yang dikutip oleh Hasugian (2011:77) “A library or library
system that provides unrestricted access to library resources and services free of
charge to all the resident of a given community, district, or geographic region,
supported wholly or in part by publics funds”. Dalam defenisi yang sederhana
dinyatakan bahwa perpustakaan umum adalah sebuah perpustakaan atau sistem

perpustakaan yang menyediakan akses yang tidak terbatas kepada sumberdaya
perpustakaan dan layanan gratis kepada warga masyarakat di daerah atau wilayah
tertentu, yang didukung penuh atau sebahagian dari dana masyarakat.
Sedangkan dalam Buku Pedoman Umum Penyelenggaraan Perpustakaan
Umum (2000: 4) dinyatakan bahwa “ Perpustakaan umum adalah perpustakaan
yang diselenggarakan di pemukiman penduduk diperuntukkan bagi semua lapisan
dan golongan masyarakat penduduk pemukiman tersebut untuk melayani
kebutuhannya akan informasi dan bahan bacaan.
Dari ketiga uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perpustakaan umum
adalah sebuah lembaga pendidikan demokratis yang diselenggarakan dengan dana
umum yang didirikan untuk melayani masyarakat umum tanpa membedakan suku

Universitas Sumatera Utara

bangsa, agama yang dianut, jenis kelamin, latar belakang, status sosial, usia, dan
pendidikan.

2.1.2 Tujuan dan Fungsi Perpustakaan Umum
2.1.2.1 Tujuan Perpustakaan Umum
Menurut Manifesto Perpustakaan Umum UNESCO pada tahun 1972 yang

dikutip oleh Sulistyo-Basuki (1993: 46) menyatakan bahwa perpustakaan umum
mempunyai 4 tujuan utama yaitu
1. Memberikan kesempatan bagi umum untuk membaca bahan pustaka
yang dapat membantu meningkatkan mereka ke arah kehidupan yang
lebih baik.
2. Menyediakan sumber informasi yang cepat, tepat dan murah bagi
masyarakat, terutama informasi mengenai topik yang berguna bagi
mereka dan yang sedang hangat dalam kalangan masyarakat.
3. Membantu

warga

untuk

mengembangkan

kemampuan

yang


dimilikinya sehingga yang bersangkutan akan bermanfaat bagi
masyarakat

sekitarnya,

sejauh

kemampuan

tersebut

dapat

dikembangkan dengan bantuan bahan pustaka.
4. Bertindak selaku agen kultural artinya perpustakaan umum merupakan
pusat utama kehidupan budaya bagi masyarakat sekitarnya.
Sedangkan Hermawan dan Zen (2006: 31) menyatakan bahwa tujuan
perpustakaan umum adalah:
1. Memberikan


kesempatan

kepada

warga

masyarakat

untuk

menggunakan bahan pustaka dalam meningkatkan pengetahuan,
keterampilan, dan kesejahteraan.
2. Menyediakan informasi yang murah, mudah, cepat dan tepat yang
berguna bagi masyarakat dalam kehidupannya sehari-hari.
3. Membantu dalam pengembangan dan pemberdayaan komunitas
melalui penyediaan bahan pustaka dan informasi.
4. Bertindak sebagai agen kultural sehingga menjadi pustaka utama
kehidupan budaya bagi masyarakat sekitar.
5. Memfasilitasi masyarakat untuk belajar sepanjang hayat.


Universitas Sumatera Utara

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa perpustakaan umum bertujuan
untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat mengembangkan minat baca
dan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam menemukan informasi
yang berguna bagi kehidupan sehari-hari masyarakat.

2.1.2.2 Fungsi Perpustakaan Umum
Untuk dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan, perpustakaan harus
mampu melaksanakan fungsinya dengan baik.
Menurut Siregar (2011: 42) “Fungsi perpustakaan umum adalah
membantu orang, terutama orang-orang muda dan anak-anak memiliki literasi
informasi. Dalam hal ini termasuk memberitahu mereka bagaimana menemukan
informasi, juga untuk mengembangkan kebiasaan mereka bagaimana menemukan
informasi, dan juga untuk mengembangkan kebiasaan membaca. Perpustakaan
umum membantu orang dewasa untuk belajar sepanjang hayat dan belajar kembali
untuk perubahan karir. Perpustakaan umum juga berperan dalam memelihara dan
mempromosikan kebudayaan”.
Sedangkan menurut Yusuf ( 1996: 21) Fungsi perpustakaan umum adalah
sebagai berikut:

1. Fungsi Edukatif
Perpustakaan umum menyediakan berbagai jenis bahan bacaan berupa
karya cetak dan karya rekam untuk dapat dijadikan sumber belajar dan
menambah pengetahuan secara mandiri.
2. Fungsi Informatif
Perpustakaan umum sama dengan berbagai jenis perpustakaan lainnya,
yaitu menyediakan buku-buku referensi, bacaan ilmiah populer berupa
buku dan majalah ilmiah serta data-data penting lainnya yang
diperlukan pembaca.
3. Fungsi Kultural
Perpustakaan umum menyediakan berbagai bahan pustaka sebagai
hasil budaya bangsa yang direkam dalam bentuk tercetak/terekam.

Universitas Sumatera Utara

4. Fungsi Rekreasi
Perpustakaan umum bukan hanya menyediakan bacaan-bacaan ilmiah,
tetapi juga menghimpun bacaan hiburan berupa buku-buku fiksi dan
majalah hiburan untuk anak-anak, remaja dan dewasa.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa perpustakaan umum berfungsi

sebagai tempat mengumpulkan, mengolah, menyimpan, memelihara dan
melestarikan koleksi bahan perpustakaan baik cetak maupun non cetak yang
dimanfaatkan oleh pengguna dalam mencari dan menemukan informasi yang
dibutuhkan.

2.1.3 Tugas Perpustakaan Umum
Setiap perpustakaan memiliki tugas sesuai dengan jenis perpustakaan.
Begitu juga dengan perpustakaan umum. Menurut Sutarno (2006: 13) “Tugas
perpustakaan umum adalah memberikan layanan kepada seluruh lapisan
masyarakat sebagai pusat informasi, pusat sumber belajar, tempat rekreasi,
penelitian, dan pelestarian koleksi bahan pustaka yang dimiliki.”
Beberapa tugas pokok perpustakaan umum adalah:
1. Perpustakaan umum disediakan oleh pemerintah dan masyarakat untuk
melayani kebutuhan bahan pustaka untuk masyarakat.
2. Perpustakaan umum menyediakan bahan pustaka yang dapat
menumbuhkan kegairahan masyarakat untuk belajar dan membaca
sedini mungkin.
3. Mendorong masyarakat untuk terampil memilih bacaan yang sesuai
dengan kebutuhannya dalam meningkatkan pengetahuan untuk
menunjang pendidikan formal, nonformal dan informal.

4. Menyediakan aneka ragam bahan pustaka yang bermanfaat untuk
dibaca agar dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat yang layak
sehingga dapat berpartisipasi dalam pengembangan nasional.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa tugas perpustakaan umum
adalah menumbuhkan minat masyarakat agar lebih sering datang ke perpustakaan
dan memanfaatkan koleksi-koleksi yang ada sehingga dapat memenuhi kebutuhan
informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

2.2 Gedung Perpustakaan
Perpustakaan sebagai unit pelayanan jasa, harus memiliki sarana kerja
yang cukup dan permanen untuk menampung semua koleksi, fasilitas, staf dan
kegiatan perpustakaan sebagai unit kerja. Sarana yang dimaksud adalah saran fisik
dalam bentuk ruangan/gedung. Gedung atau ruangan untuk suatu perpustakaan
secara mutlak perlu ada. Sebab perpustakaan tidak mungkin digabungkan dengan
unit-unit kerja yang lain di dalam satu ruangan.

2.2.1 Perencanaan Gedung Perpustakaan
Untuk menghasilkan gedung yang baik, perencana perlu memahami

keperluan pengguna dan fungsi perpustakaan. Menurut Siregar (2008: 2) “Untuk
menghasilkan gedung perpustakaan yang dapat menjadi tempat kerja yang efisien,
nyaman dan menyenangkan bagi staf perpustakaan dan pengunjung, maka
gedung/ruangan perpustakaan haruslah direncanakan secara baik agar dapat
menampung segala jenis kegiatan dalam pelaksanaan fungsi perpustakaan.
Menurut Trimo yang dikutip oleh Siregar (2008: 2), perencana juga harus
memahami organisasi perpustakaan dan sistem yang digunakan karena kesalahan
dalam perencanaan akan mengakibatkan kerugian besar dan tidak mudah untuk
memperbaikinya. Beberapa masalah yang akan dihadapi adalah:
1. Kurang terciptanya rasa kesenangan maupun betah dari pembaca atau
staf perpustakaan sebagai akibat dari tidak baiknya pengaturan cahaya,
udara, suara, ataupun tata ruang di perpustakaan.
2. Terjadinya tata ruang yang tidak menguntungkan usaha peningkatan
efektifitas dan efesiensi kerja, baik bagi para petugas perpustakaan
maupun bagi para pengunjung.
3. Pada

saat

perpustakaan


berkembang,

gedung/ruang

tidak

memungkinkan dilakukan perluasan yang semestinya baik secara
horizontal maupun vertikal.
4. Karena pemilihan letak gedung/ruang perpustakaan yang salah
membawa akibat kurang terjangkaunya perpustakaan dengan mudah
oleh para pemakainya (tidak accessible).

Universitas Sumatera Utara

5. Timbulnya kadar lembab yang tinggi di dalam gedung/ruang
perpustakaan sehingga mempercepat proses kerusakan bahan-bahan
pustaka maupun menurunnya kesehatan para petugas perpustakaan.
Untuk menghindari kesalahan dalam pembangunan gedung perpustakaan,
agar gedung tersebut dapat menampung seluruh kegiatan, serta fungsi dan tugas

perpustakaan dapat terlaksana.
Ada beberapa alasan utama, baik secara teoritis maupun dari segi praktis,
yang mengharuskan pembangunan gedung perpustakaan direncanakan secara baik
dan cermat, antara lain:
1. Pada umumnya dana/anggaran yang disediakan untuk pembangunan
gedung/ruang

perpustakaan

terbatas.

Untuk

itu

pemanfaatan

dana/anggaran biaya yang tersedia dapat dilakukan dengan membuat
perencanaan yang baik dan cermat.
2. Untuk dapat mengikuti perkembangan perpustakaan sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perkembangan
pengguna dituntut pemikiran/perhitungan yang cermat dari perencana
atau pustakawan atas daya tampung gedung/ruang perpustakaan serta
kemungkinan pengembangan dimasa mendatang.
3. Ada beberapa ciri khas perpustakaan baik dari segi kegiatan, aktifitas
yang dilakukan perpustakaan serta teknologi yang digunakan menuntut
para

perencana

mempunyai

pengetahuan

yang

baik

tentang

kekhususan aktifitas tersebut.
4. Pembangunan gedung perpustakaan menuntut persyaratan-persyaratan
khusus

berkaitan

dengaan

ciri

khas

masyarakat

pengguna

perpustakaan, serta hubungannya dengan semua unit yang ada pada
institusi yang menyelenggarakan.
Pada tahapan perencanaan, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan.
Menurut Sulistyo-Basuki (1993:305) yang dikutip oleh Harfano ( 2005: 19), perlu
dipertimbangkan beberapa hal, antara lain:
1. Deskripsi badan induk dengan penekanan pada objek serta fungsinya.
2. Peranan perpustakaan dalam pemberian jasa melayani badan induk
serta karyawannya.

Universitas Sumatera Utara

3. Deskripsi jasa perpustakaan yang direncanakan.
4. Penyediaan ruangan untuk hal berikut:
a. Koleksi perpustakaan
b. Staf perpustakaan
c. Ruang

lain

yang

diperlukan

sebagai

sarana

penunjang

perpustakaan seperti ruang pameran, laboratorium, dan ruang
konferensi.
5. Bagan organisasi

yang menunjukkan bagaimana

perpustakaan

menyusun sumber, jasa, dan personalia untuk melaksanakan berbagai
fungsi perpustakaan.
Dari beberapa pendapat di atas dapat diketahui bahwa gedung atau ruang
perpustakaan mutlak harus ada. Gedung atau ruang perpustakaan harus berada di
tempat yang strategis dan bisa dengan mudah dijangkau oleh pengguna.

2.2.2 Ruang Perpustakaan
Kata ruangan dan ruang dalam pemakaian sehari-hari sering dipakai secara
bergantian untuk pengertian yang sama dalam konteks yang sama pula atau
berbeda. Menurut Siregar (2008: 12) “Ruangan perpustakaan adalah tempat atau
bagian tertentu dalam satu gedung perpustakaan yang dipakai untuk meletakkan
suatu barang tertentu yang mempunyai fungsi tertentu, yang dibatasi oleh pemisah
atau penyekat.

2.2.2.1 Persyaratan Ruang
Keadaan ruangan perpustakaan merupakan salah satu faktor penting yang
menentukan berhasil tidaknya penyelenggaraan suatu perpustakaan. Hal ini
menyangkut hal bagaimana pembagian ruang, perbandingan luas satu dengan
lainnya, letaknya, kondisinya dan sebagainya. Di dalam membagi ruangan, yang
perlu diperhatikan adalah supaya ruang-ruangan yang tersedia dapat menyimpan
koleksi

bahan

pustaka

dan menampung aktifitas

atau

kegiatan

yang

diselenggarakan perpustakaan.
Dalam Pedoman Umum Penyelenggaraan Perpustakaan Khusus (1999: 51)
dinyatakan bahwa ruangan perpustakaan perlu diatur dengan pendekatan sistem

Universitas Sumatera Utara

sehingga komposisi antara ruang koleksi, ruang baca, ruang pelayanan dan ruang
kerja dapat serasi dan nyaman. Tujuan dari pengaturan tersebut adalah:
1. Aktifitas layanan perpustakaan dapat berlangsung dengan lancar
2. Para pengunjung tidak saling mengganggu waktu bergerak dan belajar
3. Memungkinkan sirkulasi udara dan masuknya sinar matahari dalam
ruangan
4. Pengguna perpustakaan merasa betah dan nyaman serta mudah
memperoleh informasi yang dibutuhkan.
5. Pengawasan dan pengamanan bahan pustaka dapat dilaksanakan
dengan baik.
Dalam

merencanakan

letak

ruangan-ruangan

perpustakaan,

perlu

diperhatikan hubungan suatu ruangan dengan yang lain. Pengadaan harus ada
hubungan langsung dengan katalog untuk mengetahui sudah atau belum adanya
buku yang diminta di koleksi perpustakaan, sedangkan bagian pengolahan
maupun peminjaman harus ada hubungan langsung dengan katalog maupun
koleksi.
Tempat yang disediakan untuk ruang perpustakaan harus terpisah-pisah
dari aktifitas lain, seperti penempatan ruang kepala, ruang rapat dan sebagainya.
Harus mudah dicapai secara langsung dan tidak melalui ruang kerja orang lain.
Betapa pun kecilnya ruangan yang tersedia di perpustakaan namun kenyamanan
perlu dijaga, sehingga pengunjung dan pengguna perpustakaan merasa betah
berada di dalam perpustakaan.
Dalam Buku Pedoman Perpustakaan Umum (1992:5) yang dikutip oleh
Saria (2005: 6) “Ruang perpustakaan berfungsi sebagai tempat menyimpan bahan
pustaka, tempat melaksanakan kegiatan layanan perpustakaan dan tempat bekerja
petugas perpustakaan”. Suatu ruang perpustakaan sebaiknya dirancang dan
dibangun sesuai dengan fungsi perpustakaan. Faktor-faktor yang harus
diperhatikan dalam perancangan ruangan perpustakaan adalah:
1. Jumlah koleksi dan perkembangannya dimasa yang akan datang.
2. Jumlah pemakai atau masyarakat yang dilayani oleh perpustakaan.
3. Jumlah bentuk layanan perpustakaan yang disajikan
4. Jumlah petugas atau karyawan yang menggunakan ruangan.

Universitas Sumatera Utara

Sehubungan dengan kebutuhan ruangan tersebut Soetminah (1992:19)
menyatakan bahwa ada tiga komponen yang memerlukan ruangan yaitu:
1. Koleksi
Penempatan koleksi pada perpustakaan dengan sistem terbuka berbeda
dari sistem tertutup, luas ruangan yang dibutuhkan juga berbeda.
Untuk sistem tertutup satu meter bujur sangkar dapat menampung 180220 pustaka, pada sistem terbuka hanya 130-170 pustaka.
2. Pembaca
Setiap pembaca memerlukan tempat seluas 3 meter bujur sangkar dan
perlu ketenangan untuk berkonsentrasi. Oleh karena itu ruangan harus
bersih, terang, tenang, longgar, sejuk, ventilasi cukup dan sebagainya.
3. Petugas perpustakaan
Setiap petugas, baik untuk pekerja, pengolahan maupun pelayanan
memerlukan tempat seluas 3 meter bujur sangkar.
Dalam Standar Nasional Indonesia 7495 (Badan Standarisasi Nasional
2009, 6) tentang perpustakaan umum kabupaten/kota, menyatakan bahwa:
Perpustakaan menempati gedung sendiri dan menyediakan ruang untuk
koleksi, staf dan penggunanya dengan luas sekurang-kurangnya 600 m2
(ruang koleksi dan baca anak-anak, remaja, dewasa, ruang kepala, ruang
administrasi, ruang pengolahan, ruang serba guna, ruang teknologi
informasi dan komunikasi serta multimedia, ruang perpustakaan keliling).
Lokasi gedung berada di pusat kegiatan masyarakat, dan mudah dijangkau.
Perpustakaan
memperhatikan
aspek
kenyamanan,
keindahan,
pencahayaan, ketenangan, keamanan, sirkulasi udara.
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dikemukakan bahwa perpustakaan
tidak mungkin digabungkan dengan unit-unit kerja yang lain di dalam satu
ruangan, tetapi harus menempati gedung sendiri dengan luas sekurang-kurangnya
600 m2 dan lokasinya harus mudah dijangkau oleh masyarakat umum.

Universitas Sumatera Utara

2.2.3 Tata Ruang Dalam Perpustakaan
Penataan ruang perpustakaan erat hubungannya dengan cara bagaimana
pelayanan diatur dalam perpustakaan. Biasanya pengunjung tertarik masuk ke
gedung perpustakaan atau ruangan yang suasananya menyenangkan, maka ruang
perpustakaan perlu diatur agar bersih, sejuk tentram dan aman. Pengaturan mebel
yang kurang baik kadang-kadang memberi kesan yang kurang menyenangkan
sehingga pengunjung tidak kerasan tinggal di ruang perpustakaan.
Dari uraian diatas dapat dinyatakan bahwa ruang perpustakaan harus ditata
agar bersih, sejuk, tentram dan aman, karena apabila ruang perpustakaan tidak
ditata, pengguna perpustakaan tidak merasa nyaman dan mereka tidak betah
berlama-lama di perpustakaan.
Untuk kenyamanan pengguna, pihak perpustakaan perlu memperhatikan
penataan ruang koleksinya. Menurut Lasa (1996: 27), ada tiga sistem tata ruang
perpustakaan yaitu:
1. Tata sekat
Yakni suatu cara penempatan koleksi yang terpisah dengan meja baca
pengunjung. Hanya petugas yang boleh masuk ke ruang itu jadi antara
koleksi dan pembaca terdapat sekat/batas. Sistem ini cocok untuk
perpustakaan yang menganut sistempinjam tertutup/closed acces.
2. Tata parak
Sistem ini hampir sama dengan sistem tata sekat antara koleksi dan
meja baca tidak dicampur. Dalam sistem ini pembaca dimungkinkan
mengambil sendiri koleksi yang terletak di ruangan lain kemudian
dibon pinjam untuk dibaca di ruangan yang disediakan.
3. Tata baur
Cara penempatan koleksi yang ditata baur yakni antara ruangan/ meja
baca dan koleksi dicampur, dengan demikian pembaca lebih mudah
mengambil koleksi sendiri. Cara ini lebih cocok untuk perpustakaan
yang menganut sistem terbuka/ open access.
Berdasarkan uraian diatas bahwa dalam penataan ruangan perpustakaan
tergantung pada sistem pelayanan yang digunakan.

Universitas Sumatera Utara

2.2.3.1 Jenis-jenis Ruangan
Ruangan perpustakaan adalah tempat dalam satu perpustakaan yang
digunakan sekat. Ruangan yang ada di perpustakaan berfungsi sebagai tempat
menyimpan bahan pustaka, pelaksanaan pelayanan, dan tempat petugas
perpustakaan bekerja.
Jumlah ruangan yang ada di perpustakaan tergantung kepada banyaknya
aktifitas/layanan yang dilaksanakan oleh perpustakaan tersebut. Menururt Siregar
(2008: 12-13) faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan ruangan di
perpustakaan antara lain:
1. Kegiatan yang dilakukan didalam ruangan tersebut. Identifikasi secara
rinci kegiatan/pekerjaan serta tahapan pelaksanaan pekerjaan tersebut.
Rincian pekerjaan, dan rangkaian pelaksanaan pekerjaan harus jelas,
sehingga dapat diketahui perabot dan perlengkapan yang dibutuhkan
setiap tahap pelaksanaannya.
2. Kegiatan yang dilakukan harus sesuai dengan luas ruangan yang
dibutuhkan, kondisi dan daya tampung ruangan tersebut serta
hubungannya dengan ruangan lain, karena hal ini akan menentukan
perlengkapan yang dibutuhkan, sehingga dapat diketahui apakah suatu
ruangan dapat digunakan untuk kegiatan dimaksud.
3. Perlu dipertimbangkan koleksi yang dimiliki dan yang direncanakan
pada masa 10 tahun kemudian. Disamping itu jangkauan pelayanan
yang akan diselenggarakan, petugas yang dibutuhkan pada setiap
pelayanan,

serta

rencana

pengembangannya

untuk

10

tahun

mendatang. Penentuan ruangan ini juga dipengaruhi oleh pengelolaan
bidang administrasi dan pengembangannya.
4. Pertimbangan khusus sesuai dengan penggunaan ruangan tersebut,
seperti

ruangan

khusus

untuk

petugas

perpustakaan

dimana

pengunjung tidak diperkenankan masuk, dan ruangan dimana
pengguna dapat masuk.
Berdasarkan uraian di atas pembagian ruangan perpustakaan tergantung
pada sifat kegiatan, sistem pelayanan, keamanan dan tata kerja serta kondisi
jumlah koleksi, staf, pelayanan yang dilaksanakan perpustakaan tersebut. Jumlah

Universitas Sumatera Utara

ruangan untuk setiap perpustakaan berbeda sesuai dengan kondisi perpustakaan
itu sendiri. Namun demikian setiap perpustakaan harus memiliki minimal
beberapa ruangan antara lain:
1. Ruang koleksi
2. Ruang baca
3. Ruang operasional perpustakaan
4. Ruang khusus

2.2.3.1.1 Ruang Koleksi
Ruang koleksi adalah ruangan yang berfungsi untuk penempatan koleksi
bahan pustaka baik berupa bahan tercetak yaitu: buku, majalah, surat kabar,
kliping, brosur dan lain-lain, maupun bahan terekam seperti kaset, film, mikrofish,
slide, piringan hitam dan lain-lain. Ruangan koleksi ini juga harus dapat
menampung pengunjung yang akan mencari bahan pustaka/informasi. Selain itu
ada juga ruang referensi yang dibuat tersendiri.
Untuk mengetahui luas ruangan koleksi, dapat ditentukan dengan
mengetahui banyaknya koleksi yang dimiliki. Perhitungan jumlah koleksi
perpustakaan dapat dilakukan dengan mempertimbangkan jumlah/populasi
pengguna. Untuk memprediksi luas ruangan yang diperlukan pada masa akan
datang, dapat dilakukan dengan menghitung pertambahan koleksi per tahunnya.
Untuk dapat mengetahui besar pertambahan koleksi pertahun, dapat digunakan
perhitungan pertambahan perkapita sederhana.

2.2.3.1.2 Ruang Baca
Ruang baca adalah tempat yang digunakan oleh pengguna/pengunjung
perpustakaan untuk membaca bahan pustaka. Ruang baca biasanya terletak dekat
dengan koleksi atau ruang koleksi dan ruang baca digabungkan dalam satu
ruangan. Ruang baca sebaiknya ditempatkan dekat sumber cahaya (agar berfungsi
bila lampu mati) dan tidak di daerah lalu lintas pengunjung. Menurut Pedoman
Umum Penyelenggaraan Perpustakaan Khusus (1999: 53)”secara umum ruangan
ini harus mampu menampung 10% dari jumlah pengunjung.

Universitas Sumatera Utara

Sebagai pertimbangan lain dalam memperkirakan luas ruangan adalah
perabot yang digunakan. Sebagai acuan menurut Poole (1981: 53), “ukuran meja
belajar (meja perak), yaitu “meja perak tunggal yang cukup luas untuk latar kerja
0,55 m2, berukuran 910 mm x 610 mm. Jadi meja untuk empat orang dengan luas
0,55 m2 per orang mempunyai ukuran 1.821 mm x 1.220 mm”.
2.2.3.1.3 Ruang Operasional Perpustakaan
Ruangan operasional perpustakaan dipergunakan untuk ruang kerja
pustakawan atau staf perpustakaan dan kepala perpustakaan.
Keberadaan kepala dan staf perpustakaan memerlukan alokasi ruangan
yang dapat ditentukan dengan menggunakan standar yang dikeluarkan oleh
negara lain. Tetapi menggunakan standar dari negara maju tidak
selamanya cocok dengan kondisi Indonesia terutama masalah keterbatasan
dana. (Harfano, 2005: 27)

2.2.3.1.4 Ruang Khusus
Selain ruang koleksi, ruang baca dan ruang operasional, hendaknya sebuah
perpustakaan mamiliki ruang khusus yang dipergunakan untuk ruang tertentu
untuk menunjang aktifitas perpustakaan.
Dalam Standar Nasional Indonesia 7495 ( Badan Standarisasi Nasional
2009, 6), dinyatakan bahwa, “ruang khusus seluas 30% yang terdiri dari ruang
teknologi informasi dan komunikasi serta multimedia, ruang manajemen
perpustakaan keliling, dan ruang serba guna”.
Berdasarkan pernyataan tersebut, ruang khusus perpustakaan umum terdiri
dari ruang administrasi dan ruang sirkulasi serta ruang khusus lainnya dengan luas
30% dari luas ruangan perpustakaan tersebut.

2.3 Kebisingan
2.3.1 Pengertian Kebisingan
Bunyi merupakan gelombang zat yang sampai ke telinga manusia. Bising
merupakan bunyi yang dikehendaki karena tidak sesuai dengan konteks ruang dan
waktu sehingga menimbulkan gangguan kenyamanan dan kesehatan manusia.
Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: KEP48/MENLH/11/1996: Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha

Universitas Sumatera Utara

atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Bising ini merupakan
kumpulan nada-nada dengan macam-macam intensitas yang tidak diinginkan
sehingga mengganggu kesehatan orang terutama pendengaran. Sedangkan
menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: KEP-51/MEN/1999,
kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alatalat proses produksi dan aau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat
menimbulkan gangguan pendengaran.
Dari pendapat diatas dapat diketahui bahwa kebisingan adalah bunyi yang
tidak diinginkan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan.

2.3.2 Jenis-jenis Kebisingan
Menurut Roestam yang dikutip oleh Tandauly (2014), kebisingan dapat
diklarifikasikan menjadi dua bagian yaitu sebagai berikut:
1. Kebisingan Tetap
Kebisingan tetap dapat dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Kebisingan dengan frekuensi terputus (discrete frequency noise)
Kebisingan ini berupa nada-nada murni pada frekuensi yang
beragam, contoh suara mesin, suara kipas dan sebagainya.
b. Broad Band Noise
Kebisingan dengan frekuensi terputus dan broad band noise
sama-sama digolongkan sebagai kebisingan tetap (steady noise).
Perbedaannya dengan broad band noise terjadi pada frekuensi
yang lebih bervariasi (bukan nada murni).
2. Kebisingan Tidak Tetap
Kebisingan tidak tetap dapat menjadi:
a. Kebisingan fluktuatif (fluctuating noise)
Kebisingan yang selalu berubah-ubah selama selang waktu tertentu.

Universitas Sumatera Utara

b. Intermitten Noise
Sesuai dengan terjemahannya, intermitten noise adalah kebisingan
yang terputus-putus dan besarnya dapat berubah-ubah, contohnya
kebisingan lalu lintas.
c. Impulsive Noise
Kebisingan impulsif dihasilkan oleh suara-suara berintensitas tinggi
(memekakkan telinga) dalam waktu relatif singkat, misalnya suara
senjata dan alat-alat sejenis lainnya.

2.3.3 Sumber Kebisingan
Sumber bising adalah suatu hal yang tidak dapat diragukan lagi sebagai
asal atau aktivitas yang menghasilkan suara bising yang merusak pendengaran
baik sementara ataupun permanen. Menurut Jatiningrum (2010), sumber
kebisingan yang utama adalah sebagai berikut:
1. Jalan Raya
Sumber utama: motor, sistem exhaust mobil, smaller trucs dan bis.
Kebisingan ini dapat diperbesar oleh jalanan yang sempit dan gedung
yang tinggi dimana dapat menghasilkan suara bergema.
2. Pesawat terbang
3. Rel kereta api
Sumber dari mesin lokomotif, klakson dan peluit.
4. Konstruksi
Sumber utama: pneumatic hammer, air compressor, bull dozer, loader
dump truck dan parement breakers.
5. Industri
Biasanya berasal dari fans, mesin-mesin dan kompressor yang
dipasang di luar bangunan sendiri. Kebisingan yang bersumber dari
dalam industri di transfer kepada masyarakat sekitar melalui jendela,
pintu dan dinding bangunan industri. Kebisingan ini mempunyai
dampak penting pada pekerja yaitu dapat menyebabkan penurunan
kemampuan daya dengar (hearing loss).

Universitas Sumatera Utara

6. Gedung-gedung
Kebisingan di dalam gedung berasal dari plumbing, boilers,
generator, air conditioners dan fans. Kebisingandi luar gedung
berasal dari emergency vechicles, traffic dan refuse collection.
7. Produk-produk konsumen
Kebisingan dapat bersumber dari peralatan rumah tangga seperti
vacuum cleaner dan peralatan halaman seperti mesin pemotong
rumput dan penyapu salju.

2.3.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebisingan
Kebisingan merupakan suara yang tidak diinginkan oleh para pendengar.
Menurut WHO yang dikutip oleh Tandauly (2014), adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya kebisingan antara lain:
1. Intensitas, intensitas bunyi yang dapat didengar telinga manusia
berbanding langsung dengan logaritma kuadrat tekanan akustik yang
dihasilkan getaran yang rentang yang dapat didengar.
2. Frekuensi, frekuensi yang dapat didengar oleh telinga manusia terletak
antara 16-20000 Hertz. Frekuensi bicara terdapat antara 250-4000
Hertz.
3. Durasi, efek bising yang merugikan sebanding dengan lamanya
paparan dan berhubungan dengan jumlah total energi yang mencapai
telinga dalam.
4. Sifat, mengacu pada distribusi energi bunyi terhadap waktu (stabil,
berfluktuasi, intermiten). Bising impulsive (satu/lebih lonjakan energi
bunyi dengan durasi kurang dari 1 detik) sangat berbahaya.

Universitas Sumatera Utara

2.3.5 Prosedur Pengukuran Tingkat Kebisingan
Menurut Public Health Home (2013), ada beberapa prosedur pengukuran
tingkat kebisingan yaitu sebagai berikut:
1. Tingkat kebisingan sinambung setara (Equivalent Contimuous Noise
Level) adalah tingkat kebisingan terus menerus dalam ukuran dBA,
berisi energi yang sama dengan energi kebisingan terputus-putus
dalam satu periode atau interval waktu pengukuran.
2. Tingkat

kebisingan

yang

dianjurkan

dan

maksimum

yang

diperbolehkan adalah rata-rata nilai modus dari tingkat kebisingan
pada siang, petang dan malam hari.
3. Tingkat ambien kebisingan (Background noise level) atau tingkat latar
belakang kebisingan adalah rata-rata tingkat suara minimum dalam
keadaan tanpa gangguan kebisingan pada tempat dan saat pengukuran
dilakukan.
Suara atau bunyi memiliki intensitas yang berbeda, contohnya jika kita
berteriak suara kita lebih kuat daripada berbisik, sehingga teriakan itu memiliki
energi lebih besar untuk mencapai jarak yang lebih jauh. Unit untuk mengukur
intensitas bunyi adalah desibel(dB). Skala desibel merupakan skala yang bersifat
logaritmik. Penambahan tingkat desibel berarti kebisingan yang cukup besar.
Kebisingan bisa mengganggu karena frekuensi dan volumenya. Sebagai
contoh, suara berfrekuensi tinggi lebih mengganggu dari suara berfrekuensi
rendah. Untuk menentukan tingkat bahaya dari kebisingan, maka perlu dilakukan
monitoring dengan bantuan alat:
1. Noise Level Meter dan Noise Analyzer (untuk mengidentifikasi
paparan)
2. Peralatan audiometric, untuk

mengetes secara periodik selama

paparan dan untuk menganalisis dampak paparan pada pekerja.(Public
Health Home, 2013)
Ada beberapa macam peralatan pengukuran kebisingan, antara lain sound
survey meter, sound level meter, octave band analyzer, narrow band analyzer,
dan lain-lain. Untuk permasalahan bising kebanyakan sound level meter dan
octave band analyzer sudah cukup banyak memberikan informasi.

Universitas Sumatera Utara

1. Sound Level Meter (SLM)
Adalah

instrumen

dasar

yang digunakan

dalam

pengukuran

kebisingan. SLM terdiri atas mikropon dan sebuah sirkuit elektronik
termasuk attenuator, 3 jaringan perespon frekuensi, skala indikator
dan amplifier. Tiga jaringan tersebut distandarisasi sesuai standar
SLM. Tujuannya adalah untuk memberikan pendekatan yang terbaik
dalam pengukuran tingkat kebisingan total. Respon manusia terhadap
suara bermacam-macam sesuai dengan frekuensi dan intensitasnya.
Telinga kurang sensitif terhadap frekuensi lemah maupun tinggi pada
intensitas yang rendah. Pada tingkat kebisingan yang tinggi, ada
perbedaan respon manusia terhadap berbagai frekuensi. Tiga
pembobotan tersebut berfungsi untuk mengkompensasi perbedaan
respon manusia.
2. Octave Band Analyzer (OBA)
Saat bunyi yang diukur bersifat komplek, terdiri atas tone yang
berbeda-beda, oktaf yang berbeda-beda, maka nilai yang dihasilkan di
SLM tetap berupa nilai tunggal. Hal ini tentu saja tidak representatif.
Untuk kondisi pengukuran yang rumit berdasarkan frekuensi, maka
alat yang digunakan adalah OBA. Pengukuran dapat dilakukan dalam
satu oktaf dengan satu OBA. Untuk pengukuran lebih dari satu oktaf,
dapat digunakan OBA dengan tipe lain. Oktaf standar yang ada adalah
37,5 – 75, 75-150, 300-600,600-1200, 1200-2400, 2400-4800, dan
4800-9600 Hz. (Public Health Home, 2013)

2.3.6

Standar Kebisingan
Setelah pengukuran kebisingan dilakukan, maka perlu dianalisis apakah

kebisingan tersebut dapat diterima oleh telinga. Berikut ini standar atau kriteria
kebisingan yang ditetapkan oleh berbagai pihak yaitu:
1. Keputusan Menteri Negara Tenaga Kerja No.KEP-51/MEN/1999
tentang nilai ambang batas kebisingan.
2. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi
No.SE 01/MEN/1978

Universitas Sumatera Utara

Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep. 51/MEN/1999 tentang
NAB faktor fisika di tempat kerja pasal 1 ayat 3 menyebutkan bahwa Nilai Ambang
Batas yang disingkat NAB untuk kebisingan di tempat kerja adalah intensitas
tertinggi dan merupakan nilai rata-rata yang masih dapat diterima tenaga kerja
tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu kerja yang
terus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari dan 40 jam seminggu.
NAB untuk kebisingan di tempat kerja berdasarkan Keputusan Menteri
Tenaga Kerja Nomor Kep. 51/MEN/1999 dikenal sebagai hukum 3 dB.

Tabel 2.1: Nilai Ambang Kebisingan Menurut
Keputusan Menteri Tenaga Kerja
Waktu Pemaparan Sehari
1
8
4
2
1
30
1.5
7.5
3.75
1.88
0.94
28,12
14,06
7,03
3,52
1,75
0,88
0,44
0,22
0,11

Waktu Intensitas
Jam
Jam
Jam
Jam
Menit
Menit
Menit
Menit
Menit
Menit
Menit
Detik
Detik
Detik
Detik
Detik
Detik
Detik
Detik
Detik

kebisingan (NAB)
3
85
88
91
94
97
100
103
106
109
112
115
118
121
124
127
13
133
136
139

Standar kebisingan sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 718/Men/Kes/Per/XI/1987, tentang kebisingan yang berhubungan
dengan kesehatan.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2: Pembagian Zona Bising Oleh Menteri Kesehatan
No Zona

Maksimum dianjurkan (dBA)

Maksimum diperbolehkan (dBA)

1

A

35

45

2

B

45

55

3

C

50

60

4

D

60

70

Keterangan:
Zona A = tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan kesehatan dsb;
Zona B = perumahan, tempat pendidikan, rekreasi, dan sejenisnya;
Zona C = perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar, dan sejenisnya;
Zona D = industri, pabrik, stasiun kereta api, terminal bis, dan sejenisnya.
Sedangkan Kriteria Kebisingan menurut Formula ACGIH dan NIOSH
yang dikutip oleh Public Health Home. Formula ini, dengan menggunakan rumus
tertentu, dipakai untuk menghitung waktu maksimum yang diperkenankan bagi
seorang pekerja untuk berada dalam tempat kerja dengan tingkat kebisingan tidak
aman.

2.3.7

Metode Pengendalian Kebisingan
Pengendalian

kebisingan

mutlak

diperlukan

untuk

memperkecil

pengaruhnya pada kesehatan kita. Usaha pengendalian kebisingan harus dimulai
dengan melihat komponen kebisingan, yaitu Sumber radiasi, jalur tempuh radiasi,
serta penerima (telinga). Antisipasi kebisingan dapat dilakukan dengan intervensi
terhadap ketiga komponen ini.
Secara garis besar, ada dua jenis pengendalian kebisingan, yaitu
pengendalian bising aktif (active noise control) dan pengendalian bising pasif
(passive noise control).
Pada active noise control dapat dilakukan dengan kontrol pada sumber.
Pengontrolan kebisingan pada sumber dapat dilakukan dengan modifikasi sumber,
yaitu penggantian komponen atau mendisain ulang alat atau mesin supaya
kebisingan yang ditimbulkan bisa dikurangi. Program maintenance yang baik
supaya mesin tetap terpelihara, dan penggantian proses. Misalnya mengurangi
faktor gesekan dan kebocoran suara, memperkecil dan mengisolasi elemen getar,

Universitas Sumatera Utara

melengkapi peredam pada mesin, serta pemeliharaan rutin terhadap mesin. Tetapi
cara ini memerlukan penelitian intensif dan umumnya juga butuh biaya yang
sangat tinggi (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003). Beberapa upaya untuk
mengurangi kebisingan di sumber antara lain (Tambunan, 2005):


Mengganti mesin-mesin lama dengan mesin baru dengan

tingkat

kebisingan yang lebih rendah


Mengganti jenis proses mesin (dengan tingkat kebisingan yang lebih
rendah) dengan fungsi proses yang sama, contohnya pengelasan
digunakan sebagai penggantian proses riveting.



Modifikasi tempat mesin, seperti pemberian dudukan mesin dengan
material-material yang memiliki koefisien redaman getaran lebih
tinggi.



Pemasangan peredam akustik (acoustic barrier) dalam ruang kerja.

Antisipasi kebisingan dengan kontrol sumber ternyata 10 kali lebih murah
(unit harga terhadap reduksi dB) daripada antisipasi pada propagasi atau kontrol
lingkungan.
Jika kita berada pada lingkungan kerja dengan kebisingan > 100 dB A,
maka usaha kontrol pada sumber kebisingan harus dilakukan. Menurut Standard
Basic Requirement OSHA yang dikutip oleh Public Health Home, rekayasa mesin
harus dilakukan pada kondisi ini, dengan beberapa teknik berikut :


Cladding, adalah teknik untuk mengurangi pancaran bising dari pipa
akibat aliran fluida di dalamnya. Cladding terdiri atas lapisan penyerap
suara dan bahan impermeable. Lapisan ini ada berbagai jenis dengan
tingkat atenuasi yang bervariasi.



Silencer, Attenuator, Muffler. digunakan untuk mereduksi bising fluida
dengan meletakkannya di daerah atau jalur aliran fluida. (Public Health
Home, 2013)

Secara praktis di lapangan, pengendalian bising pada sumber dapat
dilakukan dengan beberapa cara, antara lain dengan cara pemeliharaan mesinmesin secara kontinu, penempatan mesin-mesin pada ruangan khusus dan jauh
dari kegiatan masyarakat atau karyawan, serta melengkapi mesin-mesin dengan
penutup mesin sehingga dapat mengurangi kebisingan.

Universitas Sumatera Utara

Metode lain untuk meredam bising seperti penggunaan alat peredam bising
“silencer” yang diletakkan pada vent gas. Silencer dapat digunakan untuk
mengurangi kebisingan dengan frekuensi tinggi, kompresor, blower, dan pompa
vakum. Alat ini didesain sedemikian rupa sehingga aliran udara melewati tabung
akustik berlubang yang dikelilingi oleh lapisan tebal dari material penyerap suara
yang akan menurunkan kebisingan dengan range frekuensi tinggi dengan
penurunan tekanan minimum. (Public Health Home, 2005)
Silencer terbuat dari konstruksi baja dimana permukaan luar dilapisi
dengan baik. Alat ini didisain untuk menangani udara kering dengan temperatur di
bawah 93oC. Untuk temperatur tinggi digunakan kemasan fiberglass. (Public
Health Home, 2005)
Selain pengendalian dengan melakukan kontrol pada sumber bising,
pengendalian kebisingan juga dapat dilakukan dengan pengendalian pada medium
perambatan. Usaha ini bertujuan untuk menghalangi perambatan suara dari
sumber suara yang menuju ke telinga manusia. Untuk menghalangi perambatan,
ditempatkanlah sound barrier antara sumber suara dan telingan. Pemblokiran
rambatan ini hanya akan berhasil jika sound barrier tidak ikut bergetar (resonansi)
saat tertimpa gelombang yang merambat, hal ini sangat tergantung pada bahan
dimensi. (Public Health Home, 2005)
Pengendalian kebisingan pada medium propagasi (medium rambat) sangat
dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain usaha untuk melakukan pemisahan
ruangan dengan sekat atau pembatas akustik; Penggunaan material yang memiliki
daya serap suara; Pembuatan barrier yang berfungsi untuk menghalangi paparan
bising dari sumber ke penerima dan dibangun di jalur propagasi antara sumber
dan penerima. Usaha lain dapat dilakukan misal dengan memasang panel dan
penghalang, serta memperluas jarak antar sumber dan melakukan pemagaran.
Salah satu usaha untuk mereduksi kebisingan pada daerah permukiman,
dilakukan dengan green barrier yang membatasi daerah sumber kebisingan
dengan daerah pemukiman masyarakat. Juga dapat dilakukan dengan memasang
dinding pemisah antara sumber-sumber bising dengan ruangan tempat kerja
(kedap suara).

Universitas Sumatera Utara

Usaha terakhir untuk mengendalikan kebisingan dengan melakukan usaha
proteksi secara personal. Proteksi personal yang bisa diterapkan adalah
penggunaan earplugs dan earmuffs. Pemilihan antara kedua proteksi ini
disesuaikan dengan kondisi. Secara umum, penggunaan earmuffs bisa mengurangi
desibel yang masuk ke telinga lebih besar dari earplugs. Namun juga harus
diingat bahwa proteksi yang berlebihan sangat dimungkinkan dapat mengurangi
efektifitas proses.

2.3.8 Dampak Kebisingan Terhadap Kesehatan
Pengaruh bising terhadap kesehatan tergantung pada intensitas, frekuensi,
lama paparan, jenis bising dan sensitivitas individu. Intesitas bising yang tinggi
lebih menggangu dibanding intesitas bising yang rendah. Bising hilang timbul
lebih menggangu dari bising kontinyu. Diantara bising hilang timbul, maka bising
pesawat udara lebih mengganggu dibanding bising lalu lintas dan bising kereta
api.
Dampak negatif utama yang timbul sebagai akibat dari kebisingan
terutama pada aspek kesehatan. Bunyi mendadak yang keras secara cepat diikuti
oleh reflek otot di telinga tengah yang akan membatasi jumlah energi suara yang
dihantarkan ke telinga dalam. Meskipun demikian di lingkungan dengan keadaan
semacam itu relatif jarang terjadi. Kebanyakan seseorang yang terpajan pada
kebisingan mengalami pajanan jangka lama, yang mungkin intermiten atau terus
menerus. Transmisi energi seperti itu, jika cukup lama dan kuat akan merusak
organ korti dan selanjutnya dapat mengakibatkan ketulian permanen.
Kesepakatan para ahli mengemukakan bahwa batas toleransi untuk
pemaparan bising selama 8 jam perhari, sebaiknya tidak melebihi ambang batas
85 dBA. Pemaparan kebisinganyang keras selalu di atas 85 dBA, dapat
menyebabkan ketulian sementara. Biasanya ketulian akibat kebisingan terjadi
tidak seketika sehingga pada awalnya tidak disadari oleh manusia. Baru setelah
beberapa waktu terjadi keluhan kurang pendengaran yang sangat mengganggu dan
dirasakan sangat merugikan. Pengaruh-pengaruh kebisingan selain terhadap alat
pendengaran dirasakan oleh para pekerja yang terpapar kebisingan keras
mengeluh tentang adanya rasa mual, lemas, stres, sakit kepala bahkan peningkatan

Universitas Sumatera Utara

tekanan darah. Apakah kebisingan dapat menyebabkan perubahan yang menetap
seperti penyakit tekanan darah tinggi.
Gangguan kesehatan lainnya selain gangguan pendengaran biasanya
disebabkan karena energi kebisingan yang tinggi mampu menimbulkan efek
viseral, seperti perubahan frekuensi jantung, perubahan tekanan darah, dan tingkat
pengeluaran keringat. Sebagai tambahan, ada efek psikososial dan psikomotor
ringan jika dicoba bekerja di lingkungan yang bising.
Menurut Tandauly (2014), lebih rinci dampak kebisingan terhadap
kesehatan pekerja dijelaskan sebagai berikut:
1. Gangguan Fisiologis
Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi
bila terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat
berupa peningkatan tekanan darah (± 10 mmHg), peningkatan nadi,
konstriksi pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan kaki, serta
dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.
Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan pusing/sakit
kepala. Hal ini disebabkan bising dapat merangsang situasi reseptor
vestibular dalam telinga dalam yang akan menimbulkan efek
pusing/vertigo. Perasaan mual, susah tidur dan sesak napas disbabkan
oleh rangsangan bising terhadap sistem saraf, keseimbangan organ,
kelenjar endokrin, tekanan darah, sistem pencernaan dan keseimbangan
elektrolit.
2. Gangguan Psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang
konsentrasi, susah tidur, dan cepat marah. Bila kebisingan diterima
dalam waktu lama dapat menyebabkan penyakit psikosomatik berupa
gastritis, jantung, stres, kelelahan dan lain-lain.
3. Gangguan Komunikasi
Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi
yang menutupi pendengaran yang kurang jelas) atau gangguan
kejelasan suara. Komunikasi pembicaraan harus dilakukan dengan cara
berteriak. Gangguan ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, sampai

Universitas Sumatera Utara

pada kemungkinan terjadinya kesalahan karena tidak mendengar isyarat
atau tanda bahaya. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung
membahayakan keselamatan seseorang.
4. Gangguan Keseimbangan
Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di
ruang angkasa atau melayang, yang dapat menimbulkan gangguan
fisiologis berupa kepala pusing (vertigo) atau mual-mual.
5. Efek pada pendengaran
Pengaruh utama dari bising pada kesehatan adalah kerusakan pada
indera pendengaran, yang menyebabkan tuli progresif dan efek ini telah
diketahui dan diterima secara umum dari zaman dulu. Mula-mula efek
bising pada pendengaran adalah sementara dan pemulihan terjadi secara
cepat sesudah pekerjaan di area bising dihentikan. Akan tetapi apabila
bekerja terus-menerus di area bising maka akan terjadi tuli menetap dan
tidak dapat normal kembali, biasanya dimulai pada frekuensi 4000 Hz
dan kemudian makin meluas ke frekuensi sekitarnya dan akhirnya
mengenai

frekuensi

yang

biasanya

digunakan

untuk

percakapan.(dikutip oleh Tandauly, 2014)
Menurut Fauzi (2011), macam-macam gangguan pendengaran (ketulian),
dapat dibagi atas :
1. Tuli sementara (Temporaryt Treshold Shift =TTS)
Diakibatkan pemaparan terhadap bising dengan intensitas tinggi.
Seseorang akan mengalami penurunan daya dengar yang sifatnya
sementara dan biasanya waktu pemaparan terlalu singkat. Apabila
tenaga kerja diberikan waktu istirahat secara cukup, daya dengarnya
akan pulih kembali.
2. Tuli Menetap (Permanent Treshold Shift =PTS)
Diakibatkan waktu paparan yang lama (kronis), besarnya PTS di
pengaruhi faktor-faktor sebagai berikut :


Tingginya level suara



Lama paparan



Spektrum suara

Universitas Sumatera Utara



Temporal pattern, bila kebisingan yang kontinyu maka
kemungkinan terjadi TTS akan lebih besar



Kepekaan individu



Pengaruh

obat-obatan,

beberapa

obat-obatan

dapat

memperberat (pengaruh synergistik) ketulian apabila diberikan
bersamaan dengan kontak suara, misalnya quinine, aspirin, dan
beberapa obat lainnya


Keadaan Kesehatan

3. Trauma Akustik
Trauma akustik adalah setiap perlukaan yamg merusak sebagian
atau seluruh alat pendengaran yang disebabkan oleh pengaruh pajanan
tunggal atau beberapa pajanan dari bising dengan intensitas yang sangat
tinggi, ledakan-ledakan atau suara yang sangat keras, seperti suara
ledakan meriam yang dapat memecahkan gendang telinga, merusakkan
tulang pendengaran atau saraf sensoris pendengaran.
4. Prebycusis
Penurunan daya

dengar sebagai

akibat

pertambahan usia

merupakan gejala yang dialami hampir semua orang dan dikenal
dengan prebycusis (menurunnya daya dengar pada nada tinggi). Gejala
ini harus diperhitungkan jika menilai penurunan daya dengar akibat
pajanan bising ditempat kerja.
5. Tinitus
Tinitus merupakan suatu tanda gejala awal terjadinya gangguan
pendengaran. Gejala yang ditimbulkan yaitu telinga berdenging. Orang
yang dapat merasakan tinitus dapat merasakan gejala tersebut pada saat
keadaan hening seperti saat tidur malam hari atau saat berada diruang
pemeriksaan audiometri.

Universitas Sumatera Utara

2.3.9

Tingkat Kebisingan Pada Perpustakaan
Tingkat kebisingan yang dihasilkan dari setiap ruangan di dalam

perpustakaan berbeda-beda. Karena itu perlu diperhatikan penempatan ruangan
agar ruangan yang tingkat kebisingannya tinggi tidak berdekatan atau menyatu
dengan ruangan yang tingkat kebisingannya rendah. Hal ini perlu mendapatkan
perhatian karena pada beberapa ruangan di dalam perpustakaan memerlukan
ketenangan terutama di ruang baca. Godfrey Thompson dalam bukunya Planning
and Design of Library Buildings (1974: 152-154) yang dikutip oleh Harfano
(2005: 34). Membagi sumber kebisingan di dalam perpustakaan menjadi dua
bagian:
1. External noise
Yang berasal dari luar perpustakaan seperti suara yang berasal dari koridor
disekitar perpustakaan dan suara mesin yang berasal dari sepeda motor dan
mobil.
2. Internal noise
Yang berasal dari dalam perpustakaan seperti suara percakapan baik oleh
pemakai maupun staf perpustakaan, suara kursi yang digeser, dan suara
yang berasal dari peralatan yang digunakan di dalam perpustakaan seperti
trolley, mesin fotokopi, printer, ataupun suara mesin ketik.
Jika ada sumber kebisingan yang berasal dari luar dan dalam
perpustakaan, maka perlu diperhatikan hal-hal yang mempengaruhi tingkat
kebisingan pada saat pembangunan perpustakaan. Berdasarkan buku Perpustakaan
Perguruan Tinggi: Buku Pedoman (2004:133), “Hal yang perlu diperhatikan
dalam aspek akustik perancangan bangunan perpustakaan adalah sebagai berikut:
1. Pemenuhan tingkat intensitas suara (noise criteria) yang memadai
pada setiap fungsi ruang berikut:
Ruang baca

NC 3035

Ruang buku

NC 3035

Ruang kerja umum

NC 3035

Ruang audio

NC 2025

Universitas Sumatera Utara

2. Mengurangi secara optimal gangguan suara dari luar dengan
menerapkan sistem pemilihan bangunan dan rancangan sisi luar
bangunan, baik buruk rancangan bentuk maupun bahan bangunan.
3. Menerapkan sistem kompartemenisasi sumber suara, yaitu dengan
pendaerahan ruang-ruang yang merupakan sumber suara pada lokasi/
daerah yang terisolasi; dan
4. Penggunaan bahan bangunan yang dapat mereduksi suara untuk lantai/
langit-langit/ dinding pada ruang-ruang yang dianggap dapat menjadi
sumber suara dan pada ruang yang memerlukan intensitas suara yang
rendah.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa tingkat kebisingan tersebut dapat
dikurangi dengan meningkatkan kedisiplinan staf perpustakaan untuk tidak
banyak melakukan percakapan, memasang karpet juga merupakan langkah yang
bagus karena dapat menyerap kebisingan yang muncul sedangkan untuk
mengatasi kebisingan yang berasal dari luar perpustakaan yaitu dengan menutup
pintu dan jendela perpustakaan dan menempatkan perpustakaan jauh dari ruas
jalan yang dilalui kenderaan bermesin. Jika hal itu tidak mungkin dilakukan maka
dapat diusahakan agar ruangan perpustakaan dibuat kedap suara.

Universitas Sumatera Utara