Nilai-Nilai Perjuangan Dalam Novel Harimau Harimau Karya Mochtar Lubis: Tinjauan Sosiologi Sastra
Lampiran I
Sinopsis Harimau! Harimau!
Buyung dan keenam temannya adalah sekelompok pendamar yang sudah
terbiasa keluar masuk hutan rimba. Keenam temannya itu adalah Pak Haji, Wak
Katok, Sutan, Talib, Sanip,dan
Pak Balam. Mereka bertujuh disenangi dan
dihormati orang-orang kampung karena mereka dikenal sebagai orang-orang sopan,
mau bergaul, mau bergotong royong, dan taat dalam agama. Dalam perjalanan kali
ini, semua hal juga berjalan seperti biasanya. Seperti biasa Wak Katok juga
membawa senapan yang terkadang dia percayakan kepada Buyung untuk merawat
dan mempergunakannya. Di tengah hutan mereka menginap di Pondok Wak Hitam
ini. Wak Hitam memiliki ilmu gaib dan senang tinggal berbulan-bulan di hutan atau
di ladangnya bersama Siti Rubiah, istri keempatnya yang cantik dan masih muda
belia. Mereka bertujuh tertarik akan keindahan tubuh Rubiah. Buyung anggota
rombongan yang paling muda dan satu-satunya yang masih bujangan, tergila-gila
akan kecantikan Rubiah. Dalam hatinya ia membandingkan kelebihan Rubiah dari
Zaitun, gadis pujaan hatinya di kampung.
Pada suatu hari Wak Katok berkesempatan mengintai Rubiah mandi di
sungai. Dalam perjalanan pulang ke pondok, dengan dalih memberi manik-manik,
ditariknya Rubiah masuk ke dalam belukar. Pada kesempatan lain, ketika hendak
pulang ke kampung, Buyung memeriksa perangkap kancil yang ia buat, ia pun
melihat Rubiah mandi di sungai dan kemudian menghampirinya. Rubiah pun
menceritakan penderitaan yang dialaminya selama menjadi istri Wak Hitam.
Buyung merasa jatuh hati dan merasa wajib melindungi dan menyelamatkan
Rubiah dari tangan Wak Hitam. Hati dan perasaan keduanya terpadu dan membeku.
Terjadilah perbuatan terlarang yang tidak dapat mereka kendalikan lagi.
Pada saat perjalanan pulang, Buyung, Wak Katok, dan Sutan berhasil
memburu seekor kijang betina. Ketika menguliti kijang tersebut, terdengar auman
seekor harimau. Harimau tersebut sebenarnya telah mengintai kijang itu lebih
dahulu dibanding mereka. Harimau ini menjadi marah karena mangsanya telah
direbut oleh Buyung dan teman-temannya, harimau itu pun mulai memburu
73
Universitas Sumatera Utara
mereka. Mereka sadar akan hal tersebut, mereka pun berusaha berhati-hati dan
mempercepat langkah mereka menuju desa. Namun karena kecerobohan, harimau
itu berhasil menerkam Pak Balam dan diseretnya ke hutan, namun dengan kerja
sama, mereka dapat menyelamatkan Pak Balam. Dalam kondisi yang sangat lemah
Pak Balam menceritakan mimpi buruknya yang berkaitan dengan perbuatan
dosanya. Ia juga menceritakan perbuatan dosa yang telah dilakukan Wak Katok.
Pak Balam menyuruh mereka semua untuk saling mengakui dosa masing-masing.
Ia berpendapat bahwa hanya dengan cara saling mengakui dosa masing-masing
mereka akan dapat keluar dari masalah yeng mereka hadapi. Namun anggota
kelompok yang lain tidak setuju dengan saran Pak Balam.
Ketika mereka meneruskan perjalanan pulang, harimau menerkam Talib.
Atas usaha teman-temannya, Talib yang telah luka parah dapat direbut dari
cengkraman harimau. Sebelum ia meninggal, Talib masih sempat mengaku bahwa
ia pernah melakukan dosa bersama Sanip. Karena kejadian itu, Pak Balam semakin
mendesak teman-temannya agar mengakui perbuatan dosa yang pernah mereka
lakukan. Sanip pun mulai mengakui dosa-dosanya. Di antara dosa tersebut, ada juga
perbuatan dosa yang ia lakukan bersama Sutan. Sutan marah dan jengkel kepada
Sanip.Di hari berikutnya, ketika Wak Katok, Buyung, dan Sanip pergi untuk
memburu harimau,Sutan dan Pak Haji mendapat tugas untuk menjaga Pak Balam.
Namun Sutan tidak sanggup lagi terus berada bersama dengan Pak Balam, yang
terus memaksa mereka untuk mengakui dosa.
Sutan pun memutuskan untuk
menyusul rombongan Wak Katok. Tapi di tengah perjalanannya, Sutan pun mati
diterkam harimau yang kelaparan
Setelah semua kejadian ini, Wak Katok yang mereka anggap sebagai
pemimpin yang berani ternyata berubah menjadi seorang pengecut, ia berencana
menyelamatkan dirinya sendiri dan berniat mencelakakan Buyung, Sanip dan Pak
Haji. Namun mereka balik melawan, tapi pada saat perlawanan ini Pak Haji
ditembak mati oleh Wak Katok, dan dengan kerja sama Buyung dan Sanip berhasil
mengalahkan Wak Katok. Wak Katok diikat dan dijadikan umpan untuk
memancing harimau.Wak Katok diikatkan pada sebatang pohon. Pada saat harimau
74
Universitas Sumatera Utara
hendak memangsa Wak Katok, Buyung melepaskan bidikan tepat mengenai sasaran
dan harimau pun mati. Kini mengertilah Buyung maksud kata-kata Pak Haji bahwa
untuk keselamatan kita hendaklah dibunuh dahulu harimau yang ada di dalam diri
kita. Untuk membina kemanusiaan perlu kecintaan sesama manusia. Seorang diri
tidak dapat hidup sebagai manusia. Buyung menyadari bahwa ia harus mencintai
sesama manusia dan ia akan sungguh-sungguh mencintai Zaitun. Buyung merasa
lega bahwa ia terbebas dari hal-hal yang bersifat takhyul, mantera-mantera, jimat
yang penuh kepalsuan dari Wak Katok.
Lampiran II
Daftar Riwayat Hidup Mochtar Lubis
Mochtar Lubis lahir pada tanggal 7 Maret 1922 di Padang, Sumatera
Barat, dan meninggal pada tanggal 2 Juli 2004 di Jakarta, pada umur 82 tahun.
Mochtar Lubis adalah seorang jurnalis dan pengarang ternama asal Indonesia. Sejak
zaman pendudukan Jepang, ia telah bekerja dalam lapangan penerangan. Ia turut
mendirikan Kantor Berita ANTARA, kemudian mendirikan dan memimpin harian
Indonesia Raya yang telah dilarang terbit. Ia mendirikan majalah sastra Horizon
bersama-sama kawan-kawannya. Pada waktu pemerintahan rezim Soekarno, ia
dijebloskan ke dalam penjara hampir sembilan tahun lamanya dan baru dibebaskan
pada tahun 1966. Pemikirannya selama di penjara, ia tuangkan dalam buku Catatan
Subversif (1980).
Mochtar Lubis pernah menjadi Presiden Press Foundation of Asia, anggota
Dewan Pimpinan International Association for Cultural Freedom (organisasi CIA),
dan anggota World Futures Studies Federation.Novelnya, Jalan Tak Ada Ujung
(1952 diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh A.H. John menjadi A Road With No
End, London, 1968), mendapat Hadiah Sastra BMKN1952; cerpennya Musim
Gugur menggondol hadiah majalah Kisah tahun 1953; kumpulan cerpennya
Perempuan (1956) mendapatkan Hadiah Sastra Nasional BMKN 1955-1956;
novelnya, Harimau! Harimau! (1975), meraih hadiah Yayasan Buku Utama
Departeman P & K; dan novelnya Maut dan Cinta (1977) meraih Hadiah Sastra
Yayasan Jaya Raya tahun 1979. Selain itu, Mochtar juga menerima Anugerah
Sastra Chairil Anwar (1992).
Berikut ini adalah karya-karya sastra dari Mochtar Lubis: Tidak Ada Esok
(novel, 1951),Si Jamal dan Cerita-Cerita Lain (kumpulan cerpen, 1950),Teknik
Mengarang (1951),Teknik Menulis Skenario Film (1952),Harta Karun (cerita anak,
1964), Tanah Gersang (novel, 1966), Senja di Jakarta (novel, 1970; diinggriskan
75
Universitas Sumatera Utara
Claire Holt dengan judul Twilight in Jakarta , 1963),Judar Bersaudara (cerita anak,
1971), Penyamun dalam Rimba (cerita anak, 1972), Harimau! Harimau! (novel,
1975), Manusia Indonesia (1977),Berkelana dalam Rimba (cerita anak, 1980), Kuli
Kontrak (kumpulan cerpen, 1982), Bromocorah (kumpulan cerpen, 1983).
Karya jurnalistiknya antara lain adalah:Perlawatan ke Amerika Serikat
(1951), Perkenalan di Asia Tenggara (1951), Catatan Korea (1951), Indonesia di
Mata Dunia (1955). Mochtar Lubis juga menjadi editor dari beberapa karya,
yaitu:Pelangi: 70 Tahun Sutan Takdir Alisyahbana (1979),Bunga Rampai Korupsi
(bersama James C. Scott, 1984), Hati Nurani Melawan Kezaliman: Surat-Surat
Bung Hatta kepada Presiden Soekarno (1986). Selain itu, Mochtar Lubis juga
menjadi penerjemah dari beberapa karya penulis asing, yaitu: Tiga Cerita dari
Negeri Dollar (kumpulan cerpen, John Steinbeck, Upton Sinclair, dan John Russel,
1950), Orang Kaya (novel F. Scott Fitgerald, 1950), Yakin (karya Irwin Shaw,
1950), Kisah-kisah dari Eropa (kumpulan cerpen, 1952), Cerita dari Tiongkok
(terjemahan bersama Beb Vuyk dan S. Mundingsari, 1953.
http://yosiabdiantindaon.blogspot.com/2012/04/biografi-mochtar-lubis.html.
Diakses pada tanggal 26 April 2015.
76
Universitas Sumatera Utara
Sinopsis Harimau! Harimau!
Buyung dan keenam temannya adalah sekelompok pendamar yang sudah
terbiasa keluar masuk hutan rimba. Keenam temannya itu adalah Pak Haji, Wak
Katok, Sutan, Talib, Sanip,dan
Pak Balam. Mereka bertujuh disenangi dan
dihormati orang-orang kampung karena mereka dikenal sebagai orang-orang sopan,
mau bergaul, mau bergotong royong, dan taat dalam agama. Dalam perjalanan kali
ini, semua hal juga berjalan seperti biasanya. Seperti biasa Wak Katok juga
membawa senapan yang terkadang dia percayakan kepada Buyung untuk merawat
dan mempergunakannya. Di tengah hutan mereka menginap di Pondok Wak Hitam
ini. Wak Hitam memiliki ilmu gaib dan senang tinggal berbulan-bulan di hutan atau
di ladangnya bersama Siti Rubiah, istri keempatnya yang cantik dan masih muda
belia. Mereka bertujuh tertarik akan keindahan tubuh Rubiah. Buyung anggota
rombongan yang paling muda dan satu-satunya yang masih bujangan, tergila-gila
akan kecantikan Rubiah. Dalam hatinya ia membandingkan kelebihan Rubiah dari
Zaitun, gadis pujaan hatinya di kampung.
Pada suatu hari Wak Katok berkesempatan mengintai Rubiah mandi di
sungai. Dalam perjalanan pulang ke pondok, dengan dalih memberi manik-manik,
ditariknya Rubiah masuk ke dalam belukar. Pada kesempatan lain, ketika hendak
pulang ke kampung, Buyung memeriksa perangkap kancil yang ia buat, ia pun
melihat Rubiah mandi di sungai dan kemudian menghampirinya. Rubiah pun
menceritakan penderitaan yang dialaminya selama menjadi istri Wak Hitam.
Buyung merasa jatuh hati dan merasa wajib melindungi dan menyelamatkan
Rubiah dari tangan Wak Hitam. Hati dan perasaan keduanya terpadu dan membeku.
Terjadilah perbuatan terlarang yang tidak dapat mereka kendalikan lagi.
Pada saat perjalanan pulang, Buyung, Wak Katok, dan Sutan berhasil
memburu seekor kijang betina. Ketika menguliti kijang tersebut, terdengar auman
seekor harimau. Harimau tersebut sebenarnya telah mengintai kijang itu lebih
dahulu dibanding mereka. Harimau ini menjadi marah karena mangsanya telah
direbut oleh Buyung dan teman-temannya, harimau itu pun mulai memburu
73
Universitas Sumatera Utara
mereka. Mereka sadar akan hal tersebut, mereka pun berusaha berhati-hati dan
mempercepat langkah mereka menuju desa. Namun karena kecerobohan, harimau
itu berhasil menerkam Pak Balam dan diseretnya ke hutan, namun dengan kerja
sama, mereka dapat menyelamatkan Pak Balam. Dalam kondisi yang sangat lemah
Pak Balam menceritakan mimpi buruknya yang berkaitan dengan perbuatan
dosanya. Ia juga menceritakan perbuatan dosa yang telah dilakukan Wak Katok.
Pak Balam menyuruh mereka semua untuk saling mengakui dosa masing-masing.
Ia berpendapat bahwa hanya dengan cara saling mengakui dosa masing-masing
mereka akan dapat keluar dari masalah yeng mereka hadapi. Namun anggota
kelompok yang lain tidak setuju dengan saran Pak Balam.
Ketika mereka meneruskan perjalanan pulang, harimau menerkam Talib.
Atas usaha teman-temannya, Talib yang telah luka parah dapat direbut dari
cengkraman harimau. Sebelum ia meninggal, Talib masih sempat mengaku bahwa
ia pernah melakukan dosa bersama Sanip. Karena kejadian itu, Pak Balam semakin
mendesak teman-temannya agar mengakui perbuatan dosa yang pernah mereka
lakukan. Sanip pun mulai mengakui dosa-dosanya. Di antara dosa tersebut, ada juga
perbuatan dosa yang ia lakukan bersama Sutan. Sutan marah dan jengkel kepada
Sanip.Di hari berikutnya, ketika Wak Katok, Buyung, dan Sanip pergi untuk
memburu harimau,Sutan dan Pak Haji mendapat tugas untuk menjaga Pak Balam.
Namun Sutan tidak sanggup lagi terus berada bersama dengan Pak Balam, yang
terus memaksa mereka untuk mengakui dosa.
Sutan pun memutuskan untuk
menyusul rombongan Wak Katok. Tapi di tengah perjalanannya, Sutan pun mati
diterkam harimau yang kelaparan
Setelah semua kejadian ini, Wak Katok yang mereka anggap sebagai
pemimpin yang berani ternyata berubah menjadi seorang pengecut, ia berencana
menyelamatkan dirinya sendiri dan berniat mencelakakan Buyung, Sanip dan Pak
Haji. Namun mereka balik melawan, tapi pada saat perlawanan ini Pak Haji
ditembak mati oleh Wak Katok, dan dengan kerja sama Buyung dan Sanip berhasil
mengalahkan Wak Katok. Wak Katok diikat dan dijadikan umpan untuk
memancing harimau.Wak Katok diikatkan pada sebatang pohon. Pada saat harimau
74
Universitas Sumatera Utara
hendak memangsa Wak Katok, Buyung melepaskan bidikan tepat mengenai sasaran
dan harimau pun mati. Kini mengertilah Buyung maksud kata-kata Pak Haji bahwa
untuk keselamatan kita hendaklah dibunuh dahulu harimau yang ada di dalam diri
kita. Untuk membina kemanusiaan perlu kecintaan sesama manusia. Seorang diri
tidak dapat hidup sebagai manusia. Buyung menyadari bahwa ia harus mencintai
sesama manusia dan ia akan sungguh-sungguh mencintai Zaitun. Buyung merasa
lega bahwa ia terbebas dari hal-hal yang bersifat takhyul, mantera-mantera, jimat
yang penuh kepalsuan dari Wak Katok.
Lampiran II
Daftar Riwayat Hidup Mochtar Lubis
Mochtar Lubis lahir pada tanggal 7 Maret 1922 di Padang, Sumatera
Barat, dan meninggal pada tanggal 2 Juli 2004 di Jakarta, pada umur 82 tahun.
Mochtar Lubis adalah seorang jurnalis dan pengarang ternama asal Indonesia. Sejak
zaman pendudukan Jepang, ia telah bekerja dalam lapangan penerangan. Ia turut
mendirikan Kantor Berita ANTARA, kemudian mendirikan dan memimpin harian
Indonesia Raya yang telah dilarang terbit. Ia mendirikan majalah sastra Horizon
bersama-sama kawan-kawannya. Pada waktu pemerintahan rezim Soekarno, ia
dijebloskan ke dalam penjara hampir sembilan tahun lamanya dan baru dibebaskan
pada tahun 1966. Pemikirannya selama di penjara, ia tuangkan dalam buku Catatan
Subversif (1980).
Mochtar Lubis pernah menjadi Presiden Press Foundation of Asia, anggota
Dewan Pimpinan International Association for Cultural Freedom (organisasi CIA),
dan anggota World Futures Studies Federation.Novelnya, Jalan Tak Ada Ujung
(1952 diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh A.H. John menjadi A Road With No
End, London, 1968), mendapat Hadiah Sastra BMKN1952; cerpennya Musim
Gugur menggondol hadiah majalah Kisah tahun 1953; kumpulan cerpennya
Perempuan (1956) mendapatkan Hadiah Sastra Nasional BMKN 1955-1956;
novelnya, Harimau! Harimau! (1975), meraih hadiah Yayasan Buku Utama
Departeman P & K; dan novelnya Maut dan Cinta (1977) meraih Hadiah Sastra
Yayasan Jaya Raya tahun 1979. Selain itu, Mochtar juga menerima Anugerah
Sastra Chairil Anwar (1992).
Berikut ini adalah karya-karya sastra dari Mochtar Lubis: Tidak Ada Esok
(novel, 1951),Si Jamal dan Cerita-Cerita Lain (kumpulan cerpen, 1950),Teknik
Mengarang (1951),Teknik Menulis Skenario Film (1952),Harta Karun (cerita anak,
1964), Tanah Gersang (novel, 1966), Senja di Jakarta (novel, 1970; diinggriskan
75
Universitas Sumatera Utara
Claire Holt dengan judul Twilight in Jakarta , 1963),Judar Bersaudara (cerita anak,
1971), Penyamun dalam Rimba (cerita anak, 1972), Harimau! Harimau! (novel,
1975), Manusia Indonesia (1977),Berkelana dalam Rimba (cerita anak, 1980), Kuli
Kontrak (kumpulan cerpen, 1982), Bromocorah (kumpulan cerpen, 1983).
Karya jurnalistiknya antara lain adalah:Perlawatan ke Amerika Serikat
(1951), Perkenalan di Asia Tenggara (1951), Catatan Korea (1951), Indonesia di
Mata Dunia (1955). Mochtar Lubis juga menjadi editor dari beberapa karya,
yaitu:Pelangi: 70 Tahun Sutan Takdir Alisyahbana (1979),Bunga Rampai Korupsi
(bersama James C. Scott, 1984), Hati Nurani Melawan Kezaliman: Surat-Surat
Bung Hatta kepada Presiden Soekarno (1986). Selain itu, Mochtar Lubis juga
menjadi penerjemah dari beberapa karya penulis asing, yaitu: Tiga Cerita dari
Negeri Dollar (kumpulan cerpen, John Steinbeck, Upton Sinclair, dan John Russel,
1950), Orang Kaya (novel F. Scott Fitgerald, 1950), Yakin (karya Irwin Shaw,
1950), Kisah-kisah dari Eropa (kumpulan cerpen, 1952), Cerita dari Tiongkok
(terjemahan bersama Beb Vuyk dan S. Mundingsari, 1953.
http://yosiabdiantindaon.blogspot.com/2012/04/biografi-mochtar-lubis.html.
Diakses pada tanggal 26 April 2015.
76
Universitas Sumatera Utara