Artikel Supardi Leonard Litjak Rev Sekolah Gratis

  

MENAKAR KEBERHASILAN PELAKSANAAN

KEBIJAKAN SEKOLAH GRATIS DI DKI JAKARTA

Supardi U.S.

  supardi@unindra.ac.id 08128064059

  Leonard leonard@unindra.net 081382939050

  Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Teknik, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

  Universitas Indraprasta PGRI ABSTRAK. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelaksanaan kebijakan sekolah gratis terhadap prestasi belajar siswa dengan mengontrol kemampuan awal siswa. Penelitian ini menggunakan metode survei dan sampel dipilih dengan teknik random sampling dari 5 wilayah yang ada di wilayah DKI Jakarta. Penelitian ini memberikan hasil sebagai berikut: 1) Sebelum pelaksanaan kebijakan sekolah gratis, kemampuan awal memberikan pengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa. 2) Sesudah pelaksanaan kebijakan sekolah gratis, kemampuan awal siswa juga memberikan pengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa. 3) Kebijakan sekolah gratis tidak memberikan pengaruh terhadap prestasi belajar siswa dengan mengontrol kemampuan awal siswa. Hal ini terlihat dari hasil pengujian hipotesis dengan teknik ANKOVA memberikan nilai Fo=0,000 dan Ft =0,254; yang berarti nilai Fo<Ft. Penelitian ini telah membuktikan bahwa peningkatan (0,05) prestasi belajar siswa tidak disebabkan oleh pelaksanaan sekolah gratis, tetapi semata-mata karena peningkatan kemampuan awal siswa, sehingga perlu diadakan peninjauan terhadap kebijakan sekolah gratis ini.

  Kata Kunci: sekolah gratis, kemampuan awal, prestasi belajar, analisis kovarians ABSTRACT.

  This study aims to determine the effect the implementation of free school policy on student achievement by controlling the initial ability of students. This study used survey methods and sample selected by random sampling technique from 5 areas in Jakarta area. This study gave the following results: 1) Prior to the implementation of free school policy, initial capability to provide a positive influence on student achievement. 2) After the implementation of free school policy, students' initial ability is also a positive influence on student achievement. 3) free school policy does not give effect to student achievement by controlling the initial ability of students. This is evident from the results of hypothesis testing with ANKOVA technique gives value Fo=0,000 and Ft (0,05) =0,254; which means the value of Fo<Ft. This study has shown that increasing student achievement is not caused by the implementation of free education, but solely because of the increased ability of beginning students, so there should be a review of this free school policy.

  Keyword: free schooling, initial ability, academic achievement, analysis of covariance

  PENDAHULUAN Latar Belakang

  Pendidikan di Indonesia saat ini merupakan bagian yang sangat penting dan membutuhkan perhatian yang lebih intensif dari banyak pihak. Hal ini dikarenakan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam UU No. 20 tahun 2003 bab II pasal 3 adalah “Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Oleh karenanya pendidikan perlu dilaksanakan terpadu, serasi dan teratur serta pelaksanaan pendidikan didukung oleh partisispasi aktif pemerintah, berbagai kelompok masyarakat, pihak orang tua dan dewan kependidikan.

  Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh Harold G. Shane (2002: 39) dalam buku Arti Pendidikan Bagi Masa Depan, mengatakan:

  “pendidikan secara potensial penting karena : (1) Pendidikan adalah satu cara yang mapan untuk memperkenalkan si siswa (learners) pada keputusan sosial yang timbul; (2) pendidikan dapat dipakai untuk menanggulangi masalah sosial tertentu; (3) pendidikan telah memperlihatkan kemampuan yang meningkat untuk menerima dan mengimplementasikan alternatif-alternatif baru; (4) pendidikan barangkali merupakan cara terbaik yang dapat ditempuh masyarakat untuk membimbing perkembangan manusa sehingga pengamanan dari dalam berkembang pada setiap anak dan karena itu dia terdorong untuk memberikan kontribusi pada kebudayaan hari esok.”

  Pada Pasal 31 UUD 1945 dinyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, pada pasal 2 juga dituliskan bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Pendidikan nasional diharapkan mampu

  

menghasilkan SDM berkemauan dan berkemampuan untuk senantiasa meningkatkan

kualitasnya secara terus menerus dan berkesinambungan (continuous quality improvement)

(Mulyasa, 2009: 7). Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional yang terangkum

dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, yaitu “Pendidikan nasional bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar

menjadi manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis

serta bertanggung jawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.”

  Indonesia, khususnya di wilayah Jakarta telah berusaha untuk mewujudkan agar seluruh warganya dapat mengenyam pendidikan dengan baik. Hal ini tercermin dari kebijakan sekolah gratis yang digulirkan oleh pemerintah. Tapi perlu dicermati, kebijakan sekolah gratis, bukan pendidikan gratis. Karena pendidikan tidak ada yang gratis, hanya saja dalam praktiknya biayanya dibebankan ke dalam anggaran pemerintah sehingga rakyat tidak perlu membayar apapun untuk biaya pendidikan.

  Hal ini tentunya patut diapresiasi dengan baik, karena dengan demikian kesempatan mengenyam pendidikan tidak lagi hanya menjadi milik mereka yang memiliki kekayaan, tetapi juga seluruh rakyat Indonesia. Dengan ini, maka setiap warga negara Indonesia, dari mulai keluarga pemulung, tunawisma hingga buruh bangunan berhak untuk memperoleh pendidikan di sekolah. Sekolah gratis merupakan kebijakan pemerintah, khususnya di propinsi DKI Jakarta, yaitu membebaskan seluruh biaya pendidikan bagi rakyat, dalam hal ini sebenarnya bukan digratiskan, karena pendidikan tidak ada yang gratis (bahkan cenderung mahal), melainkan beban pendidikan tersebut ditanggung oleh anggaran pemerintah. Kebijakan sekolah gratis diwujudkan dalam rangka program wajib belajar yang dicanangkan pemerintah dan ditujukan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia di Indonesia, sehingga diharapkan setiap warga negara memperoleh pendidikan seminim-minimnya adalah SMA.

  Leonard & Kiki (2009: 85) mengatakan bahwa belajar adalah kegiatan yang

berhubungan dengan perubahan tingkah laku manusia, yang diakibatkan oleh pengalaman.

Dengan kata lain, belajar merupakan proses yang mengakibatkan perubahan setelah

aktifitas yang dilakukan oleh siswa, yaitu proses pembelajaran. Prestasi ini tentunya dapat

  terlihat dari berbagai aspek dan kriteria. Dalam ilmu ekonomi dikatakan seseorang dikatakan berprestasi jika mereka memiliki ability (kemampuan), effort (perjuangan) dan chance (kesempatan). Seseorang tidak akan bisa dikatakan berprestasi jika salah satu elemen di atas hilang atau tidak dimiliki. Memiliki kemampuan tanpa perjuangan, tidak ada hasilnya. Memiliki kemampuan dan perjuangan tetapi tidak ada kesempatan juga tidak berhasil. Untuk itu, sudah seharusnya pendidikan memperhatikan hal ini, yaitu menempa kemampuan siswa serta memberikan semangat agar berjuang dan mengarahkan siswa agar mencari kesempatan atau bila perlu menciptakan kesempatan untuk berhasil.

  Berbicara kemampuan dalam prestasi belajar, hal ini tentunya sangat dipengaruhi oleh kemampuan awal seseorang. Siswa yang memiliki kemampuan awal yang baik, biasanya memiliki kecenderungan untuk memiliki prestasi belajar yang baik. Kemampuan awal dimaksud diharapkan dapat menjadi bahan bakar yang dapat dipakai oleh siswa tersebut untuk belajar di tingkat yang lebih tinggi. Artinya, dengan kemampuan awal yang baik, siswa dapat mengikuti dan bahkan menguasai pelajaran-pelajaran sulit yang ia terima di tingkat berikutnya. Kemampuan awal siswa, dalam hal ini kemampuan awal siswa SD yang akan masuk ke SMP tentunya merupakan perjuangan siswa tersebut selama mengikuti pelajaran di bangku SD. Kemampuan awal dan perjuangan tersebut yang akan digunakan untuk berjuang kembali di bangku SMP dan begitu seterusnya hingga ke bangku kuliah. Hal ini dilakukan tentunya untuk menemukan dan atau menciptakan kesempatan untuk berkarya.

  Melihat latar belakang di atas, penulis tertarik untuk meneliti tentang perbedaan prestasi belajar antara sebelum dan sesudah pelaksanaan kebijakan sekolah gratis, serta melihat apakah ada pengaruh kemampuan awal siswa terhadap prestasi belajar.

  Perumusan Masalah

  Sebagai panduan dalam penelitian ini, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

  1. Adakah pengaruh kemampuan awal terhadap hasil belajar siswa sebelum kebijakan sekolah gratis dijalankan?

  2. Adakah pengaruh kemampuan awal terhadap hasil belajar siswa sesudah kebijakan sekolah gratis dijalankan?

  3. Adakah pengaruh sekolah gratis terhadap prestasi belajar siswa dengan mengontrol kemampuan awal siswa?

  Tujuan Penelitian

  Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menjawab rumusan masalah, yaitu untuk menemukan secara empiris tentang:

  1. Pengaruh kemampuan awal terhadap hasil belajar siswa sebelum kebijakan sekolah gratis dijalankan.

  2. Pengaruh kemampuan awal terhadap hasil belajar siswa sesudah kebijakan sekolah gratis dijalankan.

  3. Pengaruh sekolah gratis terhadap prestasi belajar siswa dengan mengontrol kemampuan awal siswa.

KAJIAN LITERATUR

1. Prestasi Belajar

  Nasution (1992) dalam bukunya yang berjudul Didaktik Azas-azas Mengajar, mengatakan: ”Belajar adalah mengubah kelakuan anak, jadi mengenai pembentukan pribadi anak. Hasil- hasil yang diharapkan bukan hanya bersifat pengetahuan, akan tetapi juga pemahaman, perluasan minat, penghargaan norma-norma, kecakapan jadi meliputi seluruh pribadi anak.”

  Lubis (1998) dalam bukunya berjudul Teori Belajar mengungkapkan bahwa : ”Belajar adalah memodifikasi tingkah laku yang disesuaikan dengan proses pertumbuhan sendiri melalui proses penyesuaian diri ... Perubahan yang terjadi adalah akibat dari belajar itu dapat berwujud perubahan kebiasaan (habits), perubahan kemampuan (skills), perubahan sifat- sifat yang tampak pada diri sesorang. Maka dapat dikatakan bahwa manusia itu berkembang dan mengalami perubahan dalam kepribadiannya karena belajar.”

  Proses belajar mengajar di sekolah bersifat sangat kompleks, karena di dalamnya terdapat aspek pedagogis, psikologis, dan didaktis. Aspek pedagogis merujuk pada kenyataan bahwa belajar mengajar di sekolah terutama di sekolah dasar berlangsung dalam lingkungan pendidikan dimana guru harus mendampingi siswa dalam perkembangannya menuju kedewasaan, melalui proses belajar mengajar di dalam kelas. Aspek psikologis merujuk pada kenyataan bahwa siswa yang belajar di sekolah memiliki kondisi fisik dan psikologis yang berbeda-beda. Selain itu, aspek psikologis merujuk pada kenyataan bahwa proses belajar itu sendiri sangat bervariasi, misainya: ada belajar materi yang mengandung aspek hafalan, ada belajar keterampilan motorik, ada belajar konsep, ada belajar sikap dan seterusnya. Adanya kemajemukan ini menyebabkan cara siswa belajar harus berbeda-beda pula, sesuai dengan jenis belajar yang sedang berlangsung. Aspek didaktis merujuk pada. pengaturan belajar siswa oleh tenaga. pengajar. Dalam hal inipun, ada. berbagai prosedur didaktis. Berbagai cara mengelompokkan, dan beraneka macam media pengajaran. Guru harus menentukan metode yang paling efektif untuk proses belajar mengajar tertentu sesuai dengan tujuan instruksional yang harus dicapai. Hal ini adalah bagian dari kompetensi guru, dan sesuai dengan yang dikatakan oleh

  Leonard & Supardi (2007: 19), yaitu bahwa kinerja seorang guru sangat dipengaruhi oleh kompetensi guru tersebut.

  Belajar merupakan proses yang unik dimana banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar. Secara garis besar ada 2 faktor yang mempengaruhi hasil belajar, yaitu: (1) Faktor intern, yakni faktor yang ada pada diri siswa itu sendiri yang disebut faktor individual. Menurut Slamento faktor ini dibedakan menjadi tiga faktor, yaitu : ”(a) faktor jasmaniah, (b) faktor psikologis, dan (c) menjabarkan lagi faktor ini menjadi tiga faktor utama, yaitu ”faktor keluarga, sekolah, dan masyarakat”.

  Memperhatikan faktor-faktor tersebut diatas, ternyata keberhasilan belajar siswa selain ditentukan oleh faktor-faktor yang ada pada diri siswa sendiri juga dipengaruhi oleh lingkungannya. Kedua faktor ini mempunyai peranan yang sangat besar dalam menentukan keberhasilan belajar siswa. Oleh karena itu, siswa yang memperoleh hasil belajar kurang memuaskan belum bisa disimpulkan kalau anak tersebut bodoh, sebab masih banyak faktor yang turut menentukan keberhasilan belajarnya.

  Berdasarkan uraian dan beberapa pendapat/teori di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud prestasi belajar adalah pola-pola perubahan tingkah laku seseorang yang meliputi asfek kognitif, afektif dan/atau psikomotor setelah menempuh kegiatan belajar tertentu yang tingkat kualitas perubahhannya sangat ditentukan oleh faktor-faktor yang ada dalam diri siswa dan lingkungan sosial yang mempengaruhinya.

2. Sekolah Gratis

  Sekolah gratis merupakan kebijakan pemerintah, khususnya di propinsi DKI Jakarta, yaitu membebaskan seluruh biaya pendidikan bagi rakyat, dalam hal ini sebenarnya bukan digratiskan, karena pendidikan tidak ada yang gratis (bahkan cenderung mahal), melainkan beban pendidikan tersebut ditanggung oleh anggaran pemerintah.

  Kebijakan sekolah gratis diwujudkan dalam rangka program wajib belajar yang dicanangkan pemerintah. Program ini semata-semata ditujukan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia di Indonesia, sehingga diharapkan setiap warga negara memperoleh pendidikan seminim-minimnya adalah SMA. Hal ini penting yaitu untuk menjamin kelangsungan hidup warga Indonesia di era persaingan global yang semakin keras.

  Kebijakan sekolah gratis pada awalnya dilaksanakan untuk jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD), yang substansinya menghilangkan biaya SPP rutin setiap bulannya. Kebijakan ini pun ditingkatkan ke jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP), yaitu sejak tahun pelajaran 2004/2005, yang pada tingkat lebih lanjut akan ditingkatkan untuk jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) dan bahkan mungkin juga untuk jenjang pendidikan tinggi.

  Kebijakan sekolah gratis sangat dinantikan oleh seluruh warga negara Indonesia, karena dengan digulirkannya sekolah gratis maka sebagian besar rakyat Indonesia dapat mengenyam pendidikan yang layak dan berkualitas. Proses pembelajaran pun diharapkan dapat dipertahankan kualitasnya, sehingga dapat diperoleh lulusan-lulusan yang dapat bersaing dengan masyarakat dunia nantinya.

  Kebijakan sekolah gratis pada prakteknya dapat memberikan stimulus kepada masyarakat, khususnya di DKI Jakarta, yaitu rangsangan untuk menyekolahkan dan memberikan pendidikan yang layak kepada putra-putrinya. Akan tetapi, situasi ini justru memberikan dampak yang kurang baik, karena pada akhirnya orang tua dan peserta didik tidak memiliki motivasi yang cukup tinggi untuk belajar lebih giat dan cenderung tidak peduli terhadap tingkat keberhasilan belajar. Tidak ada kepedulian terhadap naik kelas atau tidaknya atau lulus atau tidaknya dapat proses pembelajaran.

3. Kemampuan Awal

  Setiap siswa telah mempunyai berbagai pengalaman, kondisi dan potensi sewaktu memasuki situasi belajar. Ia telah memiliki sikap-sikap dan intelegensi tertentu serta pengalaman belajar sebelumnya di dalam maupun di luar sekolah. Semuanya ini merupakan latar belakang ataupun karakteristik siswa. Pengetahuan atau kemampuan yang telah dimiliki siswa yang berhubungan dengan pelajaran yang akan diikutinya memegang peranan amat penting dalam proses belajar mengajar di sekolah. Informasi ini perlu diketahui guru, sebab dengan hal itu guru dapat merancang dan mendesain model pembelajaran secara tepat dan berarti. Untuk dapat merancang pembelajaran yang efektif, seorang guru harus mampu mengidentifikasi keterampilan awal siswa yang dibutuhkan sehingga mempunyai implikasi pada perencanaan model pembelajaran. Oleh sebab itu, mengenali tingkah laku masukan (siswa) dan ciri-ciri siswa merupakan langkah awal yang sangat penting untuk dilakukan dan berguna untuk memperjelas sasaran dalam pembelajaran.

  Sehubungan dengan hal tersebut Cecco mengemukakan bahwa kemampuan awal yang dimiliki oleh siswa sebelum memulai pelajaran baru, mempunyai pengaruh pada kemampuan siswa untuk memahami materi pelajaran yang akan dihadapinya. Hal ini terjadi kalau antara “Kemampuan awal dan materi pelajaran baru menunjukkan adanya relevansi, terutama kalau pengetahuan awal tersebut merupakan pengetahuan persyaratan terhadap pelajaran berikutnya”.

  Menurut teori konvergensi yang dikemukakan oleh Williams Stern yang dikutip Shalahudin menyatakan bahwa “Manusia pada dasarnya mempunyai kemampuan dasar yang baik atau sebaliknya. Perkembangan selanjutnya adalah hasil kerjasama antara dua faktor yaitu faktor internal (fotensi hereditas) dan faktor eksternal (lingkungan pendidikan)”.

  Pendidikan dasar yang diselenggarakan di sekolah menengah pertama (SMP) bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan lanjutan yang merupakan perluasan serta peningkatan pengetahuan hidupnya sebagai pribadi, anggota masyarakat, dan warga negara sesuai dengan tingkat perkembangannya serta mempersiapkan mereka untuk mengikuti pendidikan lanjutan.

  Berdasarkan penjelasan di atas maka yang dimaksud dengan kemampuan awal dalam penelitian ini adalah kemampuan dasar yang dimiliki oleh seorang siswa sebelum siswa tersebut memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dalam hal ini kemampuan awal adalah rata-rata nilai tes yang diperoleh siswa sebelum memasuki jenjang pendidikan SMP.

METODOLOGI PENELITIAN

  Penelitian ini diadakan di wilayah DKI Jakarta, jenjang pendidikan yang diteliti adalah Sekolah Menengah Pertama. Teknik sampling yang digunakan adalah menggunakan cluster area yang dikombinasikan dengan random sampling, dimana diambil sekolah-sekolah secara acak dari pembagian wilayah di DKI Jakarta. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 32 sekolah dengan 216 pasang data. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan.

  Analisis data yang digunakan adalah dengan menggunakan Analisis Kovariat (ANKOVA), dimana hal ini dilakukan mengingat bahwa antara variabel kemampuan awal dan sekolah gratis tidak terdapat interaksi.

  Untuk memberikan gambaran yang jelas, maka dapat digambarkan desain penelitian sebagai berikut: A A 1 2 X 1 Y 1 X 2 Y 2 Keterangan desain penelitian:

  A : Sebelum pelaksanaan Sekolah Gratis 1 X : Sesudah pelaksanaan Sekolah Gratis 2 X : Kemampuan Awal Siswa Y : Prestasi Belajar

  HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN Uji Persyaratan Analisis

  Sebagai syarat untuk melanjutkan analisis data, maka perlu dilakukan uji kenormalan data, dimana hasilnya sebagai berikut:

  

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Awal UN AwalSblm UNSblm AwalSsdh UNSsdh N a,b

216 216

  96 96 120 120 Normal Parameters Mean 39,4237 47,8072 34,7661 45,0780 43,1497 49,9906 Std. Deviation

  10,51017 17,51154 8,95656 14,79629 10,19983 19,19496 Most Extreme Absolute ,093 ,212 ,112 ,240 ,074 ,201 Differences

  Positive ,093 ,212 ,112 ,240 ,074 ,201 Negative

  • ,064 -,109 -,096 -,130 -,057 -,160 Kolmogorov-Smirnov Z 1,374 3,119 1,094 2,349 ,815 2,203 As ymp. Sig. (2-tailed) ,046 ,000 ,182 ,000 ,519 ,000 a.

  Test distribution is Normal.

  b.

  Calculated from data.

  Dari tabel hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS di atas, terlihat bahwa nilai signifikansi secara keseluruhan < 0,05; kecuali pada data kemampuan awal sesudah pelaksanaan sekolah gratis, sehingga dapat dikatakan bahwa data tidak berdistribusi normal. Untuk itu, untuk analisis selanjutnya akan digunakan teknik statistik non parametrik.

  Uji Hipotesis Hipotesis 1 Hipotesis Korelasi 1

  H : 1 ≤ tidak ada hubungan kemampuan awal terhadap prestasi belajar siswa sebelum

  ρ

  pelaksanaan kebijakan sekolah gratis H 1 : 1 > 0 ada hubungan kemampuan awal terhadap prestasi belajar siswa sebelum

  ρ

  pelaksanaan kebijakan sekolah gratis = koefisien korelasi antara X dengan Y.

  ρ 1 Kriteria pengujian:

  Terima H dan tolak H jika r 1 1 Tolak H dan terima H 1 jika r 1 > 0

  Correlations AwalSblm UNSblm Kendall's tau_b AwalSblm Correlation Coefficient

  1,000 ,360** Sig. (2-tailed) . ,000 N

  96

  96 UNSblm Correlation Coefficient ,360** 1,000 Sig. (2-tailed) ,000 . N

  96

  96 **. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa besar koefisien korelasi antara kemampuan awal dengan prestasi belajar siswa sebesar 0,36; atau dengan kata lain nilai r > 0; sehingga dapat diartikan 1 bahwa Ho ditolak dan H diterima, yaitu ada hubungan antara kemampuan awal terhadap prestasi 1 belajar siswa sebelum kebijakan sekolah gratis dijalankan.

  Signifikansi korelasi dapat dilihat dari nilai sig. (2 tailed) yaitu sebesar 0,000; yang berarti nilai sig < (0,05), sehingga dapat disimpulkan nilai korelasi antara kemampuan awal terhadap prestasi

  α belajar siswa signifikan. 2 2 Adapun besar koefisien determinasinya adalah r x 100%, yaitu (0,36) x 100% = 12,96%. Artinya,

  12,96% variasi pada prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh kemampuan awal sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam laporan ini.

  Hipotesis Regresi 1

  H : 1 tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan antara kemampuan awal

  β ≤

  terhadap prestasi belajar siswa sebelum pelaksanaan kebijakan sekolah gratis H : > 0 ada pengaruh yang positif dan signifikan antara kemampuan awal terhadap prestasi 1 β 1 belajar siswa sebelum pelaksanaan kebijakan sekolah gratis

  Kriteria pengujian: Terima H dan tolak H 1 jika β 1 Tolak H dan terima H 1 jika β 1 > 0 Dari hasil perhitungan menggunakan bantuan komputer diperoleh persamaan:

  Y = 8,597 + 1,049 X Atau dengan kata lain nilai β 1 yaitu 1,049 > 0; sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan H diterima, yaitu terdapat pengaruh positif dan signifikan antara kemampuan awal terhadap 1 prestasi belajar siswa sebelum kebijakan sekolah gratis dijalankan.

  Artinya jika kemampuan awal diabaikan maka prestasi belajar siswa sebesar 8,597 dan sedangkan bila kemampuan awal ditambahkan 1 point maka akan meningkatkan prestasi belajar siswa sebesar 1,049 point. Jika dilihat dari koefisien signifikansi, terlihat bahwa nilai sig untuk variabel kemampuan awal sebesar 0,00 yang artinya lebih kecil dari signifikansi alpha sebesar 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa persamaan regresi layak digunakan untuk memprediksi variabel-variabel yang diteliti dalam laporan ini.

  Sehingga secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa data mendukung hipotesis, yaitu ada pengaruh positif dan signifikan antara kemampuan awal terhadap prestasi belajar siswa.

  Uji Hipotesis 2 Hipotesis Korelasi 2

  H : 2 tidak ada hubungan kemampuan awal terhadap prestasi belajar siswa sesudah

  ρ ≤

  pelaksanaan kebijakan sekolah gratis H : > 0 ada hubungan kemampuan awal terhadap prestasi belajar siswa sesudah 1 ρ 2 pelaksanaan kebijakan sekolah gratis

  = koefisien korelasi antara X dengan Y.

  ρ 2 Kriteria pengujian:

  Terima H dan tolak H 1 jika r 2 Tolak H dan terima H 1 jika r 2 > 0

  Correlations AwalSs dh UNSsdh Kendall's tau_b AwalSs dh Correlation Coefficient

  1,000 ,293** Sig. (2-tailed) . ,000 N 120 120

  UNSsdh Correlation Coefficient ,293** 1,000 Sig. (2-tailed) ,000 . N 120 120 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

  Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa besar koefisien korelasi antara kemampuan awal dengan prestasi belajar siswa sebesar 0,293; atau dengan kata lain nilai r 2 > 0; sehingga dapat diartikan bahwa Ho ditolak dan H 1 diterima, yaitu ada hubungan antara kemampuan awal terhadap prestasi belajar siswa sesudah kebijakan sekolah gratis dijalankan.

  Signifikansi korelasi dapat dilihat dari nilai sig. (2 tailed) yaitu sebesar 0,000; yang berarti nilai sig < α (0,05), sehingga dapat disimpulkan nilai korelasi antara kemampuan awal terhadap prestasi belajar siswa signifikan. 2 2 Adapun besar koefisien determinasinya adalah r x 100%, yaitu (0,293) x 100% = 8,58%.. Artinya,

  8,58% variasi pada prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh kemampuan awal sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam laporan ini.

  Hipotesis Regresi 2

  H : tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan antara kemampuan awal

  β 2 ≤

  terhadap prestasi belajar siswa sesudah pelaksanaan kebijakan sekolah gratis H : > 0 ada pengaruh yang positif dan signifikan antara kemampuan awal terhadap prestasi 1 β 2 belajar siswa sesudah pelaksanaan kebijakan sekolah gratis

  Kriteria pengujian: Terima H dan tolak H 1 jika β 2 Tolak H dan terima H 1 jika β 2 > 0 Dari hasil perhitungan menggunakan bantuan program komputer diperoleh persamaan: Y = 8,368 + 0,965 X Atau dengan kata lain nilai β 2 yaitu 0,965 > 0; sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan H diterima, yaitu terdapat pengaruh positif dan signifikan antara kemampuan awal terhadap 1 prestasi belajar siswa sesudah kebijakan sekolah gratis dijalankan.

  Artinya jika kemampuan awal diabaikan maka prestasi belajar siswa sebesar 8,368 dan sedangkan bila kemampuan awal ditambahkan 1 point maka akan meningkatkan prestasi belajar siswa sebesar 0,965 point. Jika dilihat dari koefisien signifikansi, terlihat bahwa nilai sig untuk variabel kemampuan awal sebesar 0,00 yang artinya lebih kecil dari signifikansi alpha sebesar 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa persamaan regresi layak digunakan untuk memprediksi variabel-variabel yang diteliti dalam laporan ini. Sehingga secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa data mendukung hipotesis, yaitu ada pengaruh positif dan signifikan antara kemampuan awal terhadap prestasi belajar siswa.

  Uji Hipotesis 3

  H : β 01 = β 02 tidak ada pengaruh sekolah gratis terhadap prestasi belajar siswa dengan mengontrol kemampuan awal siswa H 1 : β 01 ≠ β 02 ada pengaruh sekolah gratis terhadap prestasi belajar siswa dengan mengontrol kemampuan awal siswa Keterangan: 01 = prestasi belajar siswa sebelum pelaksanaan sekolah gratis dengan mengontrol kemampuan

  β

  awal siswa

  = prestasi belajar siswa sesudah pelaksanaan sekolah gratis dengan mengontrol kemampuan

  β 02

  awal siswa Kriteria pengujian: Terima H dan tolak H 1 jika Fo < Ft Tolak H dan terima H 1 jika Fo > Ft Dari hasil perhitungan ANCOVAdiperoleh hasil sebagai berikut: Fo = 0,000 Ft = 0,254 (0,05) Ft = 6,352 (0,01) Sehingga diperoleh hasil: Fo < Ft, yang artinya terima Ho dan tolak H1. Dengan hasil ini, maka tidak perlu dilakukan lagi uji lanjut ANCOVA dengan uji t.

  Atau dengan arti lain, data tidak mendukung hipotesis, dimana dapat disimpulkan tidak ada pengaruh kebijakan sekolah gratis terhadap prestasi belajar siswa dengan mengontrol kemampuan awal siswa di DKI Jakarta.

  Pembahasan Hasil Penelitian 1. Pembahasan Hasil Hipotesis 1

  Hasil perhitungan memberikan fakta bahwa ada pengaruh positif dan signifikan kemampuan awal siswa terhadap prestasi belajar siswa sebelum kebijakan sekolah gratis dijalankan. Kemampuan awal merupakan kemampuan dasar yang dimiliki oleh seseorang pada saat memasuki suatu jenjang pendidikan tertentu. Kemampuan awal merupakan akumulasi dari proses pembelajaran sebelumnya yang dialami oleh seorang siswa. Pada dasarnya, kemampuan awal walaupun bersifat tetap dan sangat sulit dipengaruhi, masih dapat dioptimalkan, karena pada hakekatnya kemampuan awal siswa pada saat masuk ke jenjang SMP merupakan hasil belajarnya di jenjang SD. Kemampuan awal yang baik berarti memiliki hasil belajar yang baik pada jenjang sebelumnya. Dengan kemampuan awal yang baik seorang siswa akan mampu mengikuti proses pembelajaran di jenjang berikutnya, dimana biasanya jenjang lanjutan menuntut dikuasainya kemampuan-kemampuan dasar di jenjang sebelumnya.

  Prestasi belajar sebenarnya sangat dipengaruhi oleh banyak faktor lain, misalnya kemampuan awal, motivasi, minat, fasilitas, kualitas pengajar, metode pengajaran dan lain sebagainya. Akan tetapi, secara keseluruhan tanpa pemahaman dasar yang baik dari seorang siswa, akan sulit bagi siswa tersebut untuk mengikuti pelajaran lanjutan di tingkat yang lebih tinggi. Prestasi belajar yang tertentu akan memberikan pengetahuan sesuai jenjang yang diikutinya. Semakin tinggi jenjang yang diikuti maka secara langsung maupun tidak langsung juga akan meningkatkan prestasi belajar dan juga kemampuan awalnya. Untuk itu, semua stakeholder sekolah harus memperhatikan banyak hal dalam diri siswa, terutama kemampuan awal dan juga prestasi belajarnya. Hal ini penting mengingat ada pengaruh positif dan signifikan kemampuan awal siswa terhadap prestasi belajar siswa di DKI Jakarta.

  2. Pembahasan Hasil Hipotesis 2

  Hasil perhitungan memberikan fakta bahwa ada pengaruh positif dan signifikan kemampuan awal siswa terhadap prestasi belajar siswa sesudah kebijakan sekolah gratis dijalankan. Kebijakan sekolah gratis yang baru digulirkan sejak tahun 2004 khususnya bagi jenjang pendidikan dasar di SD dan SMP memberikan dampak yang sangat besar bagi sebagian besar keluarga di Jakarta. Dengan digulirkannya kebijakan sekolah gratis, semangat orang tua untuk memasukkan anaknya ke sekolah sangat besar. Atau dengan arti lain, sekolah gratis memberikan kesempatan kepada seluruh rakyat di Jakarta untuk memperoleh pendidikan dengan baik.

  Kemampuan awal merupakan kemampuan dasar yang dimiliki oleh seseorang pada saat memasuki suatu jenjang pendidikan tertentu. Kemampuan awal merupakan akumulasi dari proses pembelajaran sebelumnya yang dialami oleh seorang siswa. Pada dasarnya, kemampuan awal walaupun bersifat tetap dan sangat sulit dipengaruhi, masih dapat dioptimalkan, karena pada hakekatnya kemampuan awal siswa pada saat masuk ke jenjang SMP merupakan hasil belajarnya di jenjang SD.

  Prestasi belajar seseorang siswa sangat dipengaruhi oleh banyak faktor lain, misalnya kemampuan awal, motivasi, minat, fasilitas, kualitas pengajar, metode pengajaran dan lain sebagainya. Akan tetapi, secara keseluruhan tanpa pemahaman dasar yang baik dari seorang siswa, akan sulit bagi siswa tersebut untuk mengikuti pelajaran lanjutan di tingkat yang lebih tinggi. Prestasi belajar merupakan unjuk hasil dari pengalaman belajar siswa selama mengikuti proses di sebuah jenjang tertentu, prestasi belajar akan memberikan pengetahuan sesuai jenjang yang diikutinya. Semakin tinggi jenjang yang diikuti maka secara langsung maupun tidak langsung juga akan meningkatkan prestasi belajar dan juga kemampuan awalnya.

  3. Pembahasan Hasil Hipotesis 3

  Hasil perhitungan memberikan fakta bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara Jakarta. Fakta ini menegaskan bahwa kebijakan sekolah gratis secara keseluruhan tidak mempengaruhi atau tidak memberikan dampak apapun terhadap prestasi belajar siswa.

  Sekolah gratis yang merupakan kebijakan pemerintah DKI Jakarta sejak tahun 2004 telah membangkitkan semangat orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya. Kebijakan ini ternyata mendorong warga masyarakat untuk menuntaskan wajib belajar 9 tahun yang memang sudah lama dicanangkan oleh pemerintah. Sekolah gratis ini menjadi semacam pendorong bagi masyarakat untuk memperoleh pendidikan, mendapatkan kesempatan yang sama untuk belajar dan memperoleh pengetahuan. Akan tetapi, secara umum kebijakan sekolah gratis ini tidak memberikan dampak apapun terhadap prestasi belajar siswa, artinya prestasi belajar siswa tidak berubah seiring dengan diberlakukannya kebijakan sekolah gratis, artinya prestasi belajar siswa sebelum dan sesudah pemberlakukan sekolah gratis tetap sama dan tidak ada perubahan yang berarti.

  Prestasi belajar siswa tidak dapat dipengaruhi oleh hal-hal yang sifatnya memudahkan siswa dalam mengakses pendidikan. Kemudahan dan fleksibilitas dalam pembiayaan justru tidak membangkitkan semangat siswa untuk belajar lebih giat. Hal ini perlu disikapi dengan serius oleh pemerintah sebagai pengambil kebijakan, karena jika kondisi ini dibiarkan dampaknya akan muncul lulusan-lulusan sekolah gratis yang otaknya-pun gratis (tidak dapat digunakan dengan optimal). Orang-orang yang hanya memiliki ijazah setara dengan tingkat pendidikan tertentu tetapi tidak memiliki kemampuan dan kompetensi sesuai dengan ijazahnya tersebut.

  Atau dalam arti yang lebih vulgar bahwa kebijakan sekolah gratis justru tidak efektif dan efisien untuk meningkatkan prestasi belajar siswa, karena dengan dijalankannya kebijakan sekolah gratis, motivasi siswa untuk belajar lebih giat cenderung menurun dan bahkan tidak peduli terhadap pelajaran. Siswa cenderung mengalir dan tidak punya semangat untuk meningkatkan kompentensinya serta juga tidak terbebani untuk meraih prestasi yang terbaik, mengingat mereka tidak mengeluarkan biaya untuk mengakses pendidikan yang cenderung mahal.

  Dengan mengkondisikan kemampuan awal siswa atau dengan menganggap setiap siswa memiliki kemampuan awal yang sama ternyata tidak memberikan hasil terhadap prestasi siswa. Memang secara deskriptif terlihat bahwa ada peningkatan prestasi belajar siswa dari sebelum kebijakan sekolah gratis dijalankan dengan sesudah kebijakan sekolah gratis dijalankan. Akan tetapi, peningkatan ini juga disertai dengan peningkatan kemampuan awal siswa sebelum dan sesudah kebijakan sekolah gratis dijalankan. Sehingga dapat dikatakan, bahwa peningkatan prestasi belajar tersebut tidak disebabkan oleh pelaksanaan sekolah gratis, tetapi semata-mata karena pengaruh kemampuan awal siswa.

  KESIMPULAN

  1. Sebelum kebijakan sekolah gratis dijalankan, kemampuan awal siswa memberikan pengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari besar koefisien korelasi sebesar 0,36 dan koefisien determinasi sebesar 12,96%; serta juga dilihat dari persamaan regresi Y = 8,597 + 1,049X; dimana untuk setiap 1 point kemampuan awal akan meningkatkan prestasi sebesar 1,049 point, kemudian nilai signifikansi korelasi dan regresi sebesar 0,00 lebih kecil dari α = 0,05; sehingga dapat disimpulkan bahwa sebelum kebijakan sekolah gratis dijalankan, semakin tinggi kemampuan awal siswa maka semakin tinggi pula prestasi belajarnya dan sebaliknya semakin rendah kemampuan awal siswa maka semakin rendah pula prestasi belajarnya.

  2. Sesudah kebijakan sekolah gratis dijalankan, kemampuan awal siswa juga memberikan pengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari besar koefisien korelasi sebesar 0,293 dan koefisien determinasi sebesar 8,58%; serta juga dilihat dari persamaan regresi Y = 8,368 + 0,965X; dimana untuk setiap 1 point kemampuan awal akan meningkatkan prestasi sebesar 0,965 point, kemudian nilai signifikansi korelasi dan regresi sebesar 0,00 lebih kecil dari = 0,05; sehingga dapat disimpulkan bahwa sesudah kebijakan

  α

  sekolah gratis dijalankan, semakin tinggi kemampuan awal siswa maka semakin tinggi pula prestasi belajarnya dan sebaliknya semakin rendah kemampuan awal siswa maka semakin rendah pula prestasi belajarnya.

  3. Kebijakan sekolah gratis tidak memberikan pengaruh terhadap prestasi belajar siswa dengan mengontrol kemampuan awal siswa. Hal ini terlihat dari hasil pengujian hipotesis dengan teknik ANKOVA memberikan nilai Fo = 0,000; Ft = 0,254 dan Ft = 6,352; yang berarti (0,05) (0,01) nilai Fo < Ft, sehingga dapat diartikan bahwa pelaksanaan kebijakan sekolah gratis tidak dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Sehingga dapat dikatakan bahwa peningkatan prestasi belajar siswa tidak disebabkan oleh pelaksanaan sekolah gratis, tetapi semata-mata karena peningkatan kemampuan awal siswa.

  REKOMENDASI

  1. Seluruh stakeholder sekolah dan juga pemerintah kiranya dapat memperhatikan input siswa yang masuk di sekolah, sehingga dapat dicapai prestasi belajar yang optimal dalam proses pembelajaran. Proses seleksi menggunakan nilai Ujian Nasional sebelumnya mungkin dapat dijadikan sebagai salah satu cara dalam memilih input siswa yang terbaik. Proses seleksipun dapat digunakan yang lebih obyektif yaitu dengan menggunakan tes-tes diagnostik atau tes apapun yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan awal siswa, sehingga nantinya dapat dihasilkan siswa-siswa yang mampu mengikuti proses pembelajaran lanjutan di sekolah tersebut.

  2. Pemerintah, sebagai penentu kebijakan dapat membuat sebuah kebijakan baru yang dapat digunakan untuk mengganti atau merevisi kebijakan sekolah gratis yang terbukti kurang berhasil meningkatkan prestasi belajar siswa. Misalnya dengan memunculkan kebijakan sekolah terjangkau, dimana orang tua dan siswa tetap membayar akan tetapi tidak mahal, sehingga diharapkan mereka merasa sedikit terbebani untuk meningkatkan kompetensi dan kemampuannya.

  3. Pemerintah, juga sebagai penentu kebijakan dapat memperhatikan dan juga melakukan pengawasan melekat sehubungan dengan pelaksanaan kebijakan sekolah gratis. Pengawasan tersebut dapat dimulai dari hal-hal yang mendasar seperti proses seleksi hingga pengawasan dalam hal proses pembelajaran, sehingga nantinya dapat terlihat adanya pengaruh yang positif sekolah gratis terhadap prestasi belajar siswa. Sekolah gratis memang secara umum dapat meningkatkan motivasi orang tua untuk menyekolahkan anaknya, tetapi hal ini perlu diperhatikan agar jangan sampai muncul lulusan-lulusan yang tidak memiliki kompentensi sesuai dengan kapasitas pendidikannya.

  4. Dilakukan penelitian lanjutan dengan sampel yang lebih besar, mengingat pengalaman sekolah gratis merupakan sesuatu yang bersifat khas dari sekolah-sekolah dan atau menggunakan variabel-variabel lain di luar variabel yang sudah diteliti dalam laporan ini.

  DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 1993. Manajemen Penelitian. Jakarta, Rineka Cipta.

  Djaali dan Pudji M. 2004. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: PPs UNJ. Gulo, W. 2005. Strategi Belajar Mengajar Cet ke 3. Jakarta, Grasindo. Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta, Bumi Aksara. Shane, Harold G. 2003. Arti Pendidikan Bagi Masa Depan.

  

Leonard & Kiki Dwi Kusumaningsih. 2009. Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe

team games tournament (TGT) terhadap peningkatan hasil belajar biologi pada

konsep sistem pencernaan manusia. Jurnal Ilmiah Faktor Exacta, 2(1), 83-98.

  

Leonard & Supardi U.S. 2007. Pengaruh kompetensi guru matematika terhadap kinerja

guru SD-SMP-SMA di DKI Jakarta. Faktor, Maret-April, 10-22.

  Lubis, Zulkifli. 1998. Teori Belajar. Jakarta: STKIP Wijaya Bakti Nasution, S. 1992. Didaktik Azas-azas Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Purwanto, M. Ngalim. 1992. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya. Riduwan. 2005. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta. Sudjana, Nana. 2004. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar cet. ke 9. Bandung: Remaja Rosda Karya. Sudjana. 1998. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito. Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta. Suryabrata, Sumadi. 2004. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Winkel, W. S. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT. Grasindo. Zamroni. 2000. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: Penerbit Bigraf.