HSTB: KERJASAMA GURU DAN ORANG TUA TUMBUHKAN KARAKTER SISWA

  

Penguatan Pendidikan Karakter: Kembali ke Ruh Pendidikan

Pendidikan l l

  EDISI 5 TAHUN KEDUA APRIL 2017

SEKOLAH KEREN

  HSTB: KERJASAMA GURU DAN ORANG TUA TUMBUHKAN KARAKTER SISWA

ARIYO WAHAB:

  BERBAGI PERAN DENGAN ISTRI SIOMAY DAN DEMI ANAK GADO-GADO PENGANTAR

  GELAR DOKTOR AN LIPUT SUS KHU SIAPKAN BUAH ATA HATI MENAPAKI YA ANCAMAN NY TANGGA A PEDOFIL PAR PENDIDIKAN DI DUNIA MA LITERASI KELUARGA LITERASI ITU DIMULAI DARI RUMAH G erakan Literasi Sekolah (GLS) akan berhasil bila didukung oleh kebiasaan literasi di keluarga. Bahkan, gerakan literasi itu semestinya dimulai dari rumah melalui pembiasaan sehari-hari dari hal-hal yang sederhana dan sudah jadi tradisi di keluarga serta dilakukan sedini mungkin, sejak anak-anak belum memasuki usia sekolah.

  Bagaimana pembiasaan literasi di keluarga? Literasi Bahasa dan Sastra Biasakan orang tua membaca majalah, koran, buku, atau bahan bacaan apapun di depan anak, sediakan tempat khusus untuk membaca, misalnya perpustakaan mini yang berisi rak untuk menaruh buku-buku yang mudah dijangkau oleh anak, susunlah program pembiasaan membaca minimal 15 menit setiap hari dan bangun interaksi dengan anak untuk mendiskusikan secara santai tentang isi bacaan yang telah mereka baca.

  Literasi Sains Literasi Digital Tak hanya untuk anak-anak, orang tua juga perlu memiliki kemampuan literasi ini. Belajarlah bersama-sama cara mengoperasikan komputer, melakukan browsing di internet, dan berkomunikasi dengan orang lain melalui media sosial. Orang tua perlu memperkenalkan pada anak-anak tentang etika, hak dan kewajibannya ketika melakukan komunikasi secara online.

  Literasi Finansial Ajarkan anak mengenai cara mengelola keuangan, seperti menabung, belanja sesuai kebutuhan dan skala prioritas. Bisa juga dengan mengajarkan anak untuk berbelanja di warung di sekitar rumah. Bila anak sudah remaja, orang tua juga perlu memperkenalkannya dengan lembaga keuangan yang terdapat di sekitarnya, seperti bank, leasing, koperasi, dan sebagainya.

  Kenalkan juga manfaat, resiko serta hak dan kewajiban nasabah Literasi Budaya Saat liburan, orang tua dapat mengajak anak-anaknya berwisata ke daerah-daerah lain di Indonesia untuk berkenalan dengan berbagai budaya yang ada di Indonesia. Hal lain yang bisa dilakukan adalah mengajak anak-anak mempelajari atau bahkan mempraktekan berbagai kesenian atau kerajinan khas suatu daerah,. Seperti membatik, menari, atau membuat ukiran, sehingga diharapkan timbul sikap toleransi antar budaya. Orang tua juga perlu mendorong anak-anak untuk terbiasa berkomunikasi dan menjalin hubungan dengan orang yang berbeda agama, budaya, adat, dan kebiasaan. 2 + 2 = 4 3 + 3 = 6 4 + 4 = 8 5 + 5 = 10 6 + 6 = 12 7 + 7 = 14 2 x 2 = 4 2 x 3 = 6 2 x 4 = 8 2 x 5 = 10 2 x 6 = 12 2 x 7 = 14 3 x 1 = 3 3 x 2 = 6 3 x 3 = 9 3 x 4 = 12 3 x 5 = 15 3 x 6 = 18 Untuk anak usia dini, ajak anak-anak mengamati fenomena alam yang terjadi di sekitar rumah dan dari yang paling sederhana. Misalnya, mengapa es bisa mencair? Mengapa terjadi banjir?, dan sebagainya. Hal ini bertujuan agar anak-anak memiliki kemampuan memecahkan masalah yang dihadapinya melalui metode ilmiah, dapat melihat sesuatu dari berbagai sudut pandang, berhati-hati terhadap informasi yang diterimanya serta bersifat terbuka. Lakukan sesuai tahapan umur. Literasi Kewarganegaraan

  Lakukan dialog dengan anak tentang, misalnya, darimana pemerintah membiayai pembangunan, bagaimana peran masyarakat dalam upaya memajukan bangsa dan apa hak serta kewajiban warganegara. Akal juga anak menonton di televisi, bagaimana proses pengambilan keputusan di DPR, proses di pengadilan, dan sebagainya. Yanuar Jatnika

  SALAM KELUARGA MEMBENTUK POKJA SAMPAI WILAYAH 3T

  embinaan pendidikan keluarga, Pokja pendidikan keluarga yang terdiri dari khususnya untuk mendukung peli- unsur dinas pendidikan dan unsur terkait se- batan keluarga di satuan pendidikan, perti UPT Pendidikan, dewan pendidikan, peng- tempat anaknya belajar, tidak se- awas/penilik, dan pelatih/fasilitator/pegiat

  P

  mata-mata tugas Direktorat Pembinaan Pen- pendidikan keluarga itu bertujuan membantu didikan Keluarga. Tugas pembinaan itu juga dinas pendidikan propinsi dan kabupaten/kota secara kolektif merupakan tanggung jawab dalam meningkatkan efektivitas pembinaan semua unit kerja di lingkungan Kementerian pendidikan keluarga dan pelibatan keluarga di Pendidikan dan Kebudayaan, sesuai porsinya satuan pendidikan. masing-masing. Untuk mewujudkan itu, Pokja ini menjadi

  Pembinaan Pendidikan Keluarga juga wadah dalam pemberdayaan menjadi tanggung jawab jajaran di- semua unsur terkait da- nas pendidikan lam mendukung, meng- propinsi, dan gerakkan dan melibat- kabupaten/ kan keluarga di satuan kota. Selain itu, pendidikan. Pokja ini juga membutuhkan juga melakukan pem- pelibatan unsur ma- binaan dan pendampingan syarakat pegiat pendi- pendidikan keluarga, khususnya dikan, seperti dewan pen- terkait dengan pelibatan keluarga dan didikan, organisasi profesi, masyarakat di satuan pendidikan, mitra, dan pegiat. menampung berbagai aspirasi, ide, dan

  Lingkup sa- kebutuhan pendidikan keluarga di sa- saran pro- tuan pendidikan. gram peli-

  Saat ini, telah terbentuk Pokja batan keluarga di tingkat propinsi dan tingkat mencakup orang tua di semua tingkatan pen- kabupaten/kota. Pokja-Pok- didikan, mulai dari PAUD, SD, SMP, SMA/SMK, ja tersebut akan melakukan SLB dan PNF. Dengan lingkup sasaran itu, maka pembinaan dan pendampingan ter- semua unit kerja di lingkungan Kementerian hadap 60.836 satuan pendidikan yang sudah me- Pendidikan dan Kebudayaan yang membina sa- nyelenggarakan pendidikan keluarga sejak tahun tuan pendidikan itu terkait dengan program ini. 2015 dan 2016. Pokja juga dibentuk guna melan-

  Atas dasar itulah, Direktorat Pembinaan jutkan sosialisasi penguatan pelaku pendidikan Pendidikan Keluarga, mulai tahun 2017 ini, keluarga yang pada tahun 2017 ini akan menyasar membentuk Kelompok Kerja (Pokja) Pendi- 4000 lembaga dan satuan pendidikan, termasuk dikan Keluarga di tingkat propinsi dan kabu- satuan pendidikan yang berada di wilayah 3T paten/kota. (Tertinggal, Terluar dan Terdepan). l T

  ahun 2017 ini, Majalah Pendidikan Keluarga memasuki Edisi ke-5. Di tahun ke-2 ini, ada beberapa perubahan rubrikasi yang tujuannya tidak lain agar majalah ini lebih menarik dan lebih variatif, yakni menampilkan banyak hal terkait pendidikan keluarga yang melibatkan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Juga bagaimana pemerintah pusat dan daerah berperan dalam hal mendorong keluarga untuk lebih berdaya dalam mendidik karakter dan prestasi anak.

  Materi pendidikan karakter masih mendominasi edisi ke-5 ini dan bahkan kemungkinan akan menjadi nafas utama majalah ini pada edisi-edisi berikutnya. Hal ini beralasan, sebab, pertama, pendidikan karakter sangat ditekankan atau diprioritaskan pemerintah, khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui penguatan pendidikan karakter (PPK). Kedua, meskipun program PPK ini ditujukan pada satuan pendidikan, namun keberhasilan program PPK itu tak lepas dari peranan keluarga. Bahkan, sejatinya, penguatan pendidikan karakter itu dimulai dari keluarga. Satu tulisan di Sajian Utama juga menampilkan pemikiran Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional kita, tentang bagaimana pendidikan karakter seharusnya diajarkan di sekolah dan di rumah.

  Seperti edisi-edisi sebelumnya, pada edisi kali ini juga ditampilkan

  Cover Story yang merupakan bagian dari Sajian Utama. Cover Story yang

  merupakan salah satu keluarga hebat ini bisa dikatakan sebagai praktek baik bagaimana pendidikan karakter diajarkan di keluarga sehingga menghasilkan anak yang punya karakter dan sekaligus punya prestasi di sekolah. Cover story ini menampilkan keluarga Miftahuddin dan Marmina. Di tengah keterbatasan ekonomi sebagai pedagang siomay dan gado-gado, keluarga yang tinggal di Pare-Pare, Sulawesi Selatan ini berhasil mengantar putri sulungnya, Yassaroh, sampai memperoleh beasiswa S3 di Universitas Groningen, Belanda. Pasangan asal Solo itu juga berhasil mendidik karakter kemandirian, kejujuran, dan peduli sesama terhadap tiga orang anaknya.

  Salah satu rubrik yang baru di edisi ke-5 ini adalah rubrik Pemda Peduli dan Komunitas Peduli Keluarga. Melalui rubrik ini, ditampilkan, bagaimana peran pemerintah daerah Donggala, Sulawesi Tengah, menstimuli keluarga-keluarga untuk mendisplinkan anak-anaknya serta mendorong anak-anaknya meraih prestasi dan berkarakter.

  Apa yang ditampilkan di edisi ke-5 ini menunjukkan, sudah banyak komponen bangsa yang peduli perlunya peran keluarga dalam menciptakan generasi muda yang berprestasi dan berkarakter. Semoga memberi inspirasi! Amin.

  SAPA REDAKSI MEWUJUDKAN KARAKTER BANGSA PEMBINA Ir Harris Iskandar, Ph.D.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

  Direktur Jenderal PAUD dan DIKMAS [email protected] PENANGGUNG JAWAB Dr.Sukiman, M.Pd.

  Direktur Pembinaan Pendidikan Keluarga [email protected] DEWAN REDAKSI Warisno, S.Sos., M.Pd. [email protected] Dra.Palupi Raraswati, MAP. [email protected] Nani Suwaryani, Ph.D. [email protected].

  Eko Budi Hartono, SE., MM. [email protected]. PEMIMPIN REDAKSI Edy, SS., [email protected] PENULIS NASKAH Drs. Yanuar Jatnika [email protected] Bunga Kusuma Dewi, S.Sos [email protected] Sri Lestari Yuniati [email protected] EDITOR H Purwanto DESAIN dan TATA LETAK Dhoni Nurcahyo FOTOGRAFER Fuji Rachman Nugroho SEKRETARIAT Meitina Ventini, SE., Diah Kas Budiarti, SS., Memet Casmat, MT. PENERBIT Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga Direktorat Jenderal PAUD dan DIKMAS Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ALAMAT REDAKSI Kompleks Kemdikbud, Gedung C. Lt. 13 Jl. Jenderal Sudirman, Senayan Jakarta Pusat, 10270 Telp. 021-5737930 Email : [email protected] http://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id SUSUNAN REDAKSI

  Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga

DAFTAR ISI

PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER:

  30

  8

  Pendidikan karakter merupakan langkah sangat penting dan strategis dalam membangun kembali jati diri bangsa dan menggalang pembentukan masyarakat Indonesia baru.

  63 KEMBALI KE RUH PENDIDIKAN

  56

  33

  36

  52

  40

  

LIPUTAN KHUSUS

SEKOLAH KEREN Dunia maya membuat para pedofil berada sangat dekat dengan anak-anak.

  Bahkan aksi mereka tanpa disadari dan diketahui orang tua para korban.

  4

  12

  ARIYO WAHAB : Berbagi Peran dengan Istri Demi Anak

  Anak di Media Sosial HASIL MONEV 2015-2016: Memuaskan tapi Perlu Ditingkatkan

  Terompah Si Pandir HOME SCHOOL TUNAS BANGSA: Kerjasama Guru dan Orang Tua Tumbuhkan Karakter Siswa Awasi Pergaulan

  Ancaman Nyata Para Pedofil di Dunia Maya SMA NEGERI 2 SERANG ”Dosa Siswa adalah Dosa Guru”

  16 PPK Perlu Kerjasama dengan Keluarga Pendidikan Karakter Model Ki Hajar Dewantara Keluarga Yassaroh Siomay dan Gado-gado Pengantar Gelar DoktoR

  26

  20

  16

SAJIAN UTAMA

PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER:

  PEMERINTAHAN Presiden Joko Widodo menjadikan pendidikan karakter sebagai salah satu prio- ritas utama. Hal itu terkait dengan tujuan besar pemerintah Indone- sia untuk menciptakan generasi emas Indonesia tahun 2045 atau seabad kemerdekaan Indonesia. Salah satu yang secara masif dan intensif gencar dilakukan peme- rintah adalah Penguatan Pendi- dikan Keluarga (PPK) sebagai po- ros utama perbaikan pendidikan nasional.

  Sejatinya, PPK itu mengemba- likan ruh pendidikan seperti yang digagas Bapak Pendidikan Indone- sia Ki Hajar Dewantara, yakni har- monisasi olah rasa (etik), olah pikir (literasi) dan olah raga (kinestetik).

  KEMBALI KE RUH

PENDIDIKAN

  Pendidikan karakter merupakan langkah sangat penting dan strategis dalam membangun kembali jati diri bangsa dan menggalang pembentukan masyarakat Indonesia baru. Karena itu, perlu ada sinkronisasi antara tiga lingkungan pendidikan, yakni keluarga, sekolah dan masyarakat.

YANUAR JATNIKA

  kita bahwa mereka tidak hanya ngerti di kabupatennya atau ko- tanya masing-masing. Ini penting sekali,” tegas Jokowi.

  Keempat, mengingatkan ke-

  bhinnekaan melalui lagu Indo- nesia Raya maupun pembacaan Pancasila setiap harinya di seko- lah. ”Sebelum pelajaran, tolong anak-anak kita ini diajak untuk menyanyikan lagu kebangsaan In- donesia Raya, kemudian Pancasi- la, selalu setiap hari diingatkan itu,” pintanya.

  Hal tersebut perlu terus di- ingatkan karena Indonesia me- miliki keragamaan dengan lebih dari 700 suku dan 1.100 lebih bahasa lokal. ”Kebhinnekaan se- perti ini yang perlu kita ingatkan sosial kemasyarakatan untuk kepada anak-anak, sehingga In- menumbuhkan, membangun, dan donesia Raya, Pancasila itu perlu memupuk rasa sosial budaya bagi setiap hari kita ingatkan kepada anak-anak yang saat ini sudah mu- anak-anak kita,” tambah Jokowi. lai dilupakan. Kelima, mengadakan berbagai

  Ketiga, jika di luar negeri ada jenis perlombaan untuk anak-anak

  program overseas experience un- di setiap kecamatan maupun kabu- Saat membuka Rembuk Na- tuk mengenalkan negara lain ke- paten/kota. ”Mungkin sekarang sional Pendidikan dan Kebuda- pada anak usia sekolah, maka di anak-anak kita yang lebih modern yaan Tahun 2017, Presiden Joko Indonesia anak-anak diajak ke bisa saja lomba membikin video, Widodo (Jokowi) mengingatkan 6 provinsi lain untuk mengenal lomba membikin blog, menulis da- hal kunci untuk membangun ka- saudara-saudara mereka di pro- lam blog, lomba membikin aplika- rakter ke-Indonesia-an. Pertama, vinsi tersebut. si-aplikasi. Saya kira banyak sekali mewajibkan anak-anak untuk ”Ini akan baik untuk kebhin- lomba di tingkat kecamatan, ting- mengikuti pendidikan ekstrakuri- nekaan, untuk keragaman dan kat kabupaten yang bisa kita laku- kuler. Kedua, merancang kegiatan memperkaya wawasan anak-anak kan,” kata Presiden.

  Keenam, memberikan perha-

  tian yang sangat serius terhadap perkembangan media sosial, yang sekarang ini begitu dekat dan nya- ta pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari.

  ”SEBELUM PELAJARAN, TOLONG ANAK-ANAK KITA INI

  Staf Khusus Mendikbud Bidang

DIAJAK UNTUK MENYANYIKAN LAGU KEBANGSAAN

  Pembangunan Arie Budiman me-

  INDONESIA RAYA, KEMUDIAN PANCASI LA, SELALU SETIAP HARI DIINGATKAN ITU.” maparkan Peta Jalan implementasi

SAJIAN UTAMA

  Penguatan Pendidikan Keluarga (PPK) di satuan pendidikan. Ta- hun 2016 lalu, sebanyak 542 satuan pendidikan jenjang SD dan SMP di 34 propinsi menjadi Uji Coba Rin- tisan. Tahun 2017 ini, sebanyak se- kitar 9.830 satuan pendidikan SD dan SMP akan mengimplementa- sikan PPK secara mandiri dan ber- tahap dan dilanjutkan pada tahun 2018 menjadi 90 ribu satuan pendi- dikan yang diharapkan pada tahun 2020 akan terimplementasikan se- cara penuh dan mandiri di seluruh sekolah.

  Menteri Pendidikan dan Ke- budayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menjelaskan, di seko- lah-sekolah tersebut akan dite- rapkan kurikulum dengan aspek pendidikan karakter lebih banyak dibanding sekolah pada umum- nya. Pendidikan karakter akan di- perkuat melalui lima nilai utama karakter, yakni religius, nasion- alis, mandiri, gotong royong, dan integritas. Penguatan pendidikan karakter tersebut akan difokus- kan pada 3 kegiatan inti, yakni intrakurikuler, kokurikuler, dan tuk menumbuhkan karakter para depan anak. Padahal sebetulnya ekstrakurikuler. siswa sesuai harapan menuju keluarga yang paling bertanggung

  Menurut Muhadjir, pendi- generasi emas 2045? jawab karena anak lahir dan dibe- dikan karakter ini ditekankan un- Menurut Muhadjir, tercapai- sarkan di rumah dan jika berhasil tuk memperkuat pendidikan mo- nya keberhasilan dalam dunia maka keluarga yang akan menik- ral Pancasila. Nantinya, program pendidikan perlu melibatkan tiga mati pertama kali, katanya. pendidikan karakter ini hanya komponen, yaitu sekolah, ke- Muhadjir melihat pada hari merupakan sistem yang mengatur luarga dan masyarakat. ”Ketiga ini terutama di kalangan keluarga beberapa komponen. Salah satu- unsur itu perlu dilibatkan secara modern cenderung menuntut ter- nya, mata pelajaran PPKn yang serempak, semua sama-sama lalu banyak terhadap sekolah da- di dalamnya terdapat pendidikan penting,” katanya di Jakarta, be- lam kesuksesan anaknya. ”Ada bela negara. lum lama ini. yang memandang apapun harus

  Ia mengatakan selama ini se- ditanggung sekolah padahal di se-

  

Sinergi dengan keluarga kolah selalu dipandang sebagai kolah anak hanya beberapa jam

  Masalahnya, sudah cukupkah pihak yang paling bertanggung ja- dan selebihnya di masyarakat dan PPKn tersebut digalakkan un- wab dalam mempersiapkan masa keluarga,” katanya.

YAITU SEKOLAH, KELUARGA DAN MASYARAKAT.

  Mendikbud mengakui saat ini banyak pelaksanaan pendidikan yang tidak sinkron antara seko- lah dengan keluarga. Karena itu orang tua harus dididik melalui ilmu kepengasuhan agar menya- dari dan memiliki tanggung jawab terhadap anak.

  Hal senada dikatakan tokoh pendidikan Azyumardi Azra. Me- nurutnya, pendidikan karakter merupakan langkah sangat pen- ting dan strategis dalam memba- ngun kembali jati diri bangsa dan menggalang pembentukan ma- syarakat Indonesia baru. Tetapi, pendidikan karakter haruslah me- libatkan semua pihak, yakni ke- luarga, sekolah dan lingkungan se- kolah lebih luas (masyarakat).

  Karena itu, langkah pertama yang harus dilakukan adalah me- nyambung kembali hubungan dan educational networks yang nyaris terputus antara ketiga lingkungan pendidikan ini. Pem- bentukan watak dan pendidikan karakter tidak akan berhasil jika ketiga lingkungan pendidikan ti- dak ada kesinambungan dan har- monisasi.

  Dengan demikian, keluarga se- bagai lingkungan pembentukan watak dan pendidikan karakter pertama dan utama mestilah di- berdayakan.

  Keluarga Tidak Peduli

  Masalahnya, seperti diutarakan Susanto, Wakil Ketua Komisi Per- lindungan Anak Indonesia (KPAI), perubahan sosial-ekonomi dan perkembangan teknologi yang sa- ngat pesat menyebabkan terjadi- nya pergeseran fungsi dan peran keluarga. Sebelumnya, anak-anak menjadikan orang tua sebagai tempat bertanya, tempat berkon- sultasi dan sumber nilai.

  Saat ini, fungsi itu seringkali tak diperankan orang tua, tapi sudah digantikan oleh pengasuh, teman dan mesin pencari google.

  Pada Rembuk Nasional Pendi- dikan dan Kebudayaan (RNPK) Ta- hun 2017 hal itu juga teridentifikasi. Pada Sidang Sub Komisi II B yang membahas penguatan pendidikan karakter, 128 peserta yang terdiri dari kepala dinas pendidikan, ketua berbagai lembaga pemerhati ke- luarga dan sebagainya, mengidenti- fikasi, kurangnya kepedulian orang tua dalam penumbuhan karakter anak dengan anggapan bahwa pen- umbuhan karakter sepenuhnya tanggung jawab sekolah.

  Fakta itu juga ditunjang dengan masih disalahpahaminya rencana Kementerian Pendidikan dan Ke- budayaan untuk menerapkan lima hari belajar dalam seminggu dan memperbanyak pendidikan eks- trakurikuler untuk penumbuhan karakter.

  Menyusul munculnya fak- ta-fakta itu, 128 peserta Sub Ko- misi II B sepakat untuk melak- sanakan beberapa rencana aksi, antara lain perlunya secara masif dan intensif sosialisasi pendidikan karakter pada keluarga. Selain itu, perlunya mengoptimalkan peran komite sekolah dan komunitas pendidikan untuk meningkatkan kapasitas keluarga. l

  “TERCAPAINYA KEBERHASILAN DALAM DUNIA PENDIDIKAN PERLU MELIBATKAN TIGA KOMPONEN,

  KETIGA UNSUR ITU PERLU DILIBATKAN SECARA SEREMPAK, SEMUA SAMA-SAMA PENTING.”

CERDASBERKARAKTER.KEMDIKBUD.GO.ID

  SAJIAN UTAMA YANUAR JATNIKA PENDIDIKAN KARAKTER MODEL KI HAJAR DEWANTARA Keberhasilan pendidikan karakter sangat ditentukan oleh keluarga. Karena dalam keluargalah pondasinya dibangun dan merupakan pusat pendidikan.

  BERBICARA tentang dunia pendi- dikan nasional, rasanya tidak etis bila tak bicara tentang pemikiran- pemikiran Raden Mas Suwardi Suryaningrat atau lebih dikenal Ki Hajar Dewantara.

  Pendiri Perguruan Taman Siswa dan pencipta semboyan Tut

  Wuri Handayani ini dikukuhkan

  sebagai pahlawan nasional yang ke-2 oleh Presiden RI Sukarno pada tahun 1959 dan ditetapkan sebagai Bapak Pendidikan Indo- nesia.

  Bagaimana konsep dan pe- mikiran Ki Hajar tentang pen- didikan karakter? Wakil Ketua Umum Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa dan Direktur Pasca- sarjana Pendidikan Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogya- karta Prof. Dr. Ki Supriyoko, M.Pd. mengatakan, bagi Ki Hajar, karak- ter atau budi pekerti, merupakan inti dari pendidikan.

  Untuk itu pendidikan harus mampu menumbuhkan karakter dalam diri peserta didik.

  ”Bagi Ki Hajar, kecerdasan me- mang diperlukan, tetapi karak- ter lebih diperlukan. Kecerdasan tanpa diimbangi karakter akan menjerumuskan kehidupan anak didik itu sendiri,” sebut Supriyoko seperti dikutip dari Kompas.com.

  Apakah pendidikan karakter harus menjadi mata pelajaran? Da- lam hal ini, kata Supriyoko, Ki Had- jar menilai, pendidikan karakter tidak harus menjadi mata pelajaran tersendiri, tetapi bisa terintegrasi dengan mata pelajaran lain.

  Namun, Ki Hajar membedakan model pendidikan karakter menu- rut jenjang pendidikan. Di jenjang pendidikan Taman Kanak-kanak, Ki Hajar menyebutkan tingkat- an syariat. Metodenya dengan membiasakan berperilaku baik menurut ukuran umum, misalnya mengucapkan salam ketika ber- temu teman, memberikan hormat ketika bertemu guru dan mencium tangan ketika berhadapan dengan orangtua.

  Di tingkat Sekolah Dasar, Ki Hajar menyebutnya tingkat haki-

  kat. Polanya, anak terus dibiasakan

  berperilaku baik menurut ukuran umum dan diberi pengertian me- ngapa harus berbuat demikian. Contohnya, di samping dibiasakan

  ”BAGI KI HAJAR, KECERDASAN MEMANG

  mengucapkan salam sewaktu ber-

DIPERLUKAN, TETAPI KARAKTER LEBIH

  temu teman, mereka juga diberi DIPERLUKAN. KECERDASAN TANPA DIIMBANGI

KARAKTER AKAN MENJERUMUSKAN KEHIDUPAN

  pengertian tentang pentingnya

  ANAK DIDIK ITU SENDIRI.”

  mengucap salam itu, misalnya da- pat menimbulkan ikatan hati dan keakraban lahir-batin antarteman.

  Pendidikan karakter berikut- nya di tingkat SMP yang disebut- nya tingkat tarikat. Selain dibia- sakan berperilaku baik, diberi pengertian, juga secara bersamaan disertai aktivitas pendukung yang cocok. Misalnya bagaimana anak-anak berkesenian, berolah- raga dan berbagai aktivitas lain- nya sambil berolah budi. Contoh- nya adalah anak-anak SMP dilatih menari ’halus’ sambil dijelaskan makna gerakan yang ada di da- lamnya untuk menanamkan karakter.

  Sedangkan tingkat

  makrifat cocok diberikan

  kepada siswa SMA. Anak disentuh pemahaman dan kesadarannya sehingga berperilaku baik bukan sekadar kebiasaan, melainkan berkesada- ran di lubuk hatinya untuk melakukan hal tersebut. Sang anak mengerti maksud berper- ilaku baik; dan perilakun- ya tersebut dijalankan ber- dasarkan kesadaran diri.

  Keluarga, Pendidik yang Utama

  Ki Hajar Dewantara juga mene- kankan pentingnya peran ke- luarga, terutama orang tua, dalam

SAJIAN UTAMA

  pendidikan karakter. Sebab, me- nurutnya, di keluarga lah seorang anak pertama kali dididik oleh orang tuanya.

  Dalam pendidikan di keluarga, menurut Ki Hajar, pertama, orang tua bertindak sebagai penuntun. Dalam peran ini, orang tua ada- lah pendidik yang senantiasa ber- usaha sebaik mungkin untuk ke- majuan anak-anaknya. Bahkan, secara ekstrim digambarkan, akan berusaha menutupi kejahatan- nya agar tidak ketahuan dan ditiru oleh anak-anaknya.

  Kedua, sebagai pengajar. Orang

  tua dapat bertindak sebagai peng- ajar bila memiliki pengetahuan. Ki Hajar membedakan istilah pen- gajaran dan pendidikan dalam ke- luarga. Pengajaran harus dilakukan oleh kaum pengajar yang mendapat didikan khusus. Dalam hal pengaja- ran, peran orang tua adalah penyo- kong peran yang dilakukan peng- ajar. Tetapi, dalam hal pendidikan, justru peran orang tua lah yang do- minan, sedangkan peran pengajar adalah sebagai penyokong apa yang dilakukan orang tua.

  Ketiga, orang tua sebagai pe-

  mimpin pekerjaan atau pemberi contoh. Dalam hal ini orang tua dan guru pengajar memiliki ke- dudukan yang sama. Bisa saja seorang guru lebih cakap dalam memberi contoh atau teladan dan sebaliknya. Perlu dipahami bahwa teladan adalah tenaga yang ber- manfaat untuk pendidikan. Ke- wajiban keluarga lah untuk bisa memberi keteladanan.

  Dikatakan Ki Hajar, berbeda dengan konsep pendidikan di se- kolah yang menerapkan spesial- isasi, di dalam keluarga anak-anak mengalami dan mempraktikkan bermacam-macam tenaga yang amat banyak manfaatnya bagi pendidikan budi pekerti. Seperti giat, tahan banting, berani, cer- dik, awas, sadar sejuk-hati, ten- ang-pikiran, berperasaan, estetis dan sebagainya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa alam ke- luarga itu bukannya pusat pen- didikan individu saja akan tetapi juga suatu pusat untuk melalukan pendidikan sosial.

  Penguatan Peran Keluarga

  Sebenarnya, sosialisasi pendi- dikan karakter pada keluarga dan memberdayakan peran komunitas pendidikan sudah dilakukan Di- rektorat Pembinaan Pendidikan Keluarga Direktorat Jenderal Pembinaan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat (PAUD dan Dikmas).

  Sejak direktorat tersebut ber- operasi pada Oktober 2015 lalu sampai akhir Desember 2016, te- lah dilakukan sosialisasi pendi- dikan karakter dan budaya pres- tasi terhadap sebanyak 60.836 lembaga dan satuan pendidikan di 34 provinsi. Hal itu dilaku- kan melalui penyelenggaraan so- sialisasi penguatan pendidikan keluarga, bimbingan teknis dan berbagai kegiatan lainnya. Ter- catat, ada sebanyak 2,5 juta orang pendidikan dan tenaga kependi- dikan, serta orang tua dan wali yang telah menjalani pendidikan keluarga, antara lain melalui materi Pengasuhan Positif dan

  Pengasuhan di Era Digital.

  Menurut Direktur Jenderal PAUD dan Dikmas, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kem- dikbud) Harris Iskandar, pengauat- an pendidikan keluarga sangat re- levan untuk merespons globalisasi, terutama derasnya arus informasi yang menembus batas ruang dan waktu. ”Contoh yang membuat kita miris, pornografi sampai masuk ke kamar anak tanpa diketahui orang tua,” katanya.

  Pendidikan keluarga juga se- bagai salah satu upaya pemerintah untuk meninjau kembali sistem pendidikan bahwa ada sesuatu yang hilang dalam pendidikan na- sional, yakni hilangnya karakter.

  ”Karakter, menurut Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan kita, bukan ditanam dan dibangun dari luar, tetap ditumbuhkan. Se- bab pada dasarnya semua anak sudah mempunyai kodratnya ma- sing-masing,” paparnya.

  Dalam upaya menumbuhkan itu, perlu dibangun sinergisitas trisentra pendidikan, yakni di se- kolah, keluarga dan di masyarakat sebagai suatu ekosistem pendi- dikan. ”Jangan sampai trisentra pendidikan itu saling bertabrakan dan bertentangan. Guru menga- jarkan, bahwa merokok itu tidak baik, tapi di rumah orang tuanya merokok, itu akan membingung- kan anak, sehingga karakternya ti- dak terbentuk,” kata Harris.

  Ia berharap, melalui pendi- dikan keluarga, antara orang tua, guru, dan masyarakat teruwujud eko sistem yang saling berinter- aksi, berkomunikasi, bertukar pe ngetahuan dan pengalaman.

  ”Guru dan orang tua jangan alergi untuk berkomunikasi dan ber- interaksi sehingga terbentuk per- samaan persepsi antara guru, orang tua dan masyarakat dalam hal mendidik anak,” harapnya.

  Pernyataan Harris didukung Di- rektur Pembinaan Pendidikan Ke- luarga Sukiman. Dia menilai, meski menjadi hal utama, pendidikan di ranah keluarga belum semua- nya berjalan dengan baik. ”Banyak orangtua yang menyerahkan anak mereka ke sekolah,” sesalnya.

  Sukiman memaparkan, tidak semua orangtua terlibat langsung dalam pendidikan anak-anak me- reka di sekolah. Saat ini hampir se- mua urusan sekolah diselesaikan pihak ibu.

  Padahal sebagai keluarga, im- buh Sukiman, bukan hanya ibu yang harus tahu mengenai per- kembangan anak mereka di seko- lah, sang ayah pun harus mema- hami hal ini. Kedua orangtua juga harus lebih aktif dalam mencari tahu tentang sekolah anaknya, bu- kan sekadar hasil rapor.

  ”Orang tua, kalau datang ke sekolah hanya sampai depan ger- bang. Karena itu perlu ada diskusi yang mengajak orang tua untuk berinteraksi dengan pihak seko- lah, seperti guru,” jelasnya.

  Untuk itu, menurut Sukiman, direktoratnya dibentuk dengan tujuan, antara lain, lebih m ember-

  dayakan orang tua/wali untuk le- bih berperan aktif dalam menum- buhkembangkan karakter dan budaya prestasi terhadap anak.

  Selain itu, meningkatkan ke- pedulian, keterlibatan dan ke- sadaran orang tua/wali terhadap pentingnya pendidikan keluarga, seperti pendidikan karakter, pola pengasuhan positif dan mendidik anak di era digital. Tujuan lainnya, yakni meningkatkan peran aktif pelaku ekosistem pendidikan un- tuk membentuk peserta didik yang berkarakter dan berbudi luhur. l

  ”ORANG TUA, KALAU DATANG KE SEKOLAH HANYA SAMPAI DEPAN GERBANG. KARENA ITU PERLU ADA DISKUSI YANG MENGAJAK ORANG TUA UNTUK BERINTERAKSI DENGAN PIHAK

  SEKOLAH, SEPERTI GURU.”

SAJIAN UTAMA

  DR. ARIE BUDIMAN, M.SI, Staf Ahli Mendikbud Bidang Pembangunan Karakter PPK PERLU KERJASAMA DENGAN KELUARGA enguatan Pendidikan Karakter (PPK) men- jadi salah satu prioritas pemerintahan In- donesia periode 2014-2019. Setelah ditetap- kan sebanyak 542 satuan pendidikan jadi percontohan pada tahun 2016 lalu, tahun 2017 ini direncanakan menyasar sebanyak 1626 sa-

  P tuan pendidikan. Bagaimana metode PPK ini diimple-

  mentasikan di satuan pendidikan, apa kendalanya dan sejauh mana peran orang tua dan keluarga da- lam mendukung PPK ini? Mantan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta yang kini jadi Staf Ahli Menteri Pendidikan dan Ke- budayaan Bidang Pembangunan Karakter, Dr. Arie Budiman, M.Si., menjelaskannya pada Tim majalah Pendidikan Keluarga, awal Maret lalu.

  Apa latar belakang perlunya digalakkan Program Penguatan Pendidikan Karakter?

  Latar belakang PPK ini, pertama dari aspek kebijakan nasional atau aspek legal. Kedua, kita menghadapi perubahan zaman berupa masifnya revolusi teknologi digital yang selain ada sisi positifnya, juga adanya dam- pak negatif, seperti pornografi, kekerasan, media sosial yang bisa diakses dengan mu- dah oleh anak-anak tanpa tidak diketahui orang tua.

  Ini artinya, anak kita perlu dijaga dan diajarkan dalam menggunakan tekno- logi informasi atau kita istilahkan literasi TIK, teknologi informasi dan komunikasi. Kemudian, perkembangan abad 21 ini bisa disebut abad inovasi dan kreatifitas. Se- seorang yang tidak memiliki inovasi dan kreatifitas serta berkolaborasi tidak akan mampu bersaing.

  Sementara itu, masih diakui fakta atau fenomena, adanya masalah narkoba, ke- kerasan, tawuran terkait siswa, pornografi dan sebagainya yang tentu saja kita harus memastikan anak-anak kita mampu meng- hadapi kondisi itu itu, baik yang positif maupun negatif. Apa resep atau model un- tuk itu, tak lain yaitu pendidikan karakter yang mampu mengisi jiwa anak-anak kita, yakni karakter nasionalis, religius, man- diri, gotong royong dan integritas.

  Sejauhmana pelaksanaan program PPK sampai saat ini?

  Konsep dasar PPK termasuk modul-modul dan alat evaluasi su- dah diselesaikan dengan baik pada tahun 2016 lalu oleh tim kerja PPK yang terdiri dari pejabat Kemendikbud, akademisi, pakar, kepala sekolah dan guru. Kedua, secara paralel, kita sudah laku- kan kegiatan kelompok diskusi, melakukan inventarisasi sa- tuan pendidikan yang sudah melakukan praktik-praktik baik pendidik an karakter.

  Sejalan itu, kita juga sudah melakukan kegiatan pelatihan ter- hadap 542 satuan pendidikan dengan target grupnya adalah kepala sekolah, komite sekolah, guru, dan pengawas. 542 satuan pendidik- an itu menjadi semacam piloting yang mewakili 34 provinsi.

  Kita juga sudah melakukan Focus Group Discussion untuk mencoba model-model pelatihan yang kontekstual dengan dilan- dasi adanya keberagaman satuan pendidikan. Kita lakukan kate- gorisasi satuan pendidikan, yakni sekolah di perkotaan, di wila- yah pedesaan, di wilayah sub urban atau pinggiran kota. Sisanya di wilayah 3 T. Tahun 2017, kita berencana melakukan pelatihan dengan target 1692 satuan pendidikan. Harapannya, sekolah-se- kolah itu akan menularkannya pada sekitar 5-10 satuan pendi- dikan di wiayahnya. Kita juga sudah melaksanakan pelatihan un- tuk fasilitator.

  Apakah semua jenjang pendidikan jadi sasaran PPK?

  Memang, pada awalnya prioritas PPK ini di sekolah dasar, tapi kita juga sudah menyusun konsep PPK untuk tingkat PAUD, se- kolah menengah, baik SMP, maupun SMA. Sebab kita pahami, pendidikan karakter itu tidak boleh terputus sejak PAUD sampai SMA. Sebetulnya metodenya relatif sama, tapi lebih memperha- tikan perbedaan kondisi satuan pendidikan.

  Bagaimana sinergi dengan orang tua dalam mendukung PPK?

  Pertama, kita kan rencanakan proses pembelajaran itu 5 hari da- lam seminggu, sejak Senin sampai Jumat, sedangkan Sabtu dan

  “ANAK KITA PERLU DIJAGA DAN DIAJARKAN DALAM MENGGUNAKAN TEKNOLOGI INFORMASI ATAU KITA ISTILAHKAN LITERASI TIK, TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI.”

SAJIAN UTAMA

  Minggu anak-anak diharapkan aktif berkomunikasi dan berin- teraksi dengan keluarganya. Jadi, sebetulnya konsep lima hari se- kolah itu adalah mengembalikan atau meningkatkan peran orang tua untuk berinteraksi dengan anak. Dua hari dalam seminggu, anak berada di tengah keluarganya.

  Orang tua, sebagai guru pertama dan utama, harus lebih memberikan perha- tiannya dan komitmennya untuk bersama- sama sekolah menumbuhkembangkan ka-

  INTEGRITAS.”

  INTSTRUKTUR EKSKUL MAMPU MEMAKNAI KEGIATAN INI DENGAN CONTOH DAN PERILAKU KONKRET TENTANG KARAKTER, SEPERTI KARAKTER RELIGIUS, NASIONALIS,

  “KEGATAN EKSKUL ITU NANTINYA BUKAN HANYA KEGIATAN YANG BIASA- BIASA SAJA, TETAPI BAGAIMANA KEPALA SEKOLAH, GURU ATAU

  Inilah tugas sekolah untuk mampu berkomunikasi dengan orang tua. Salah sa- tunya, wali kelas itu harus kenal orang tua si anak dan mengenali bagaimana kondisinya. Ketika guru melihat ternyata anak tidak cu- kup mendapat perhatian dari orang tuanya,

  rakter anak secara maksimal. Tentu pihak sekolah musti menyadari bahwa kondisi orang tua itu beragam. Salah satunya, tak sedikit orang tua yang menyerahkan sepe- nuhnya pendidikan akademik dan karak- ter anak ke sekolah karena mereka lebih mengutamakan pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga.

  Bagaimana dengan keterlibatan orang tua?

  Dengan demikian diharapkan, orang tua lebih memberikan perhatian pada anak-anaknya dan memperkenalkan anak-anak pada praktik baik dan pesan-pesan tentang karakter. Orang tua juga lebih punya waktu untuk memperkenalkan anak-anaknya pada dunia di sekitar rumah, seperti pegunungan, museum dan tempat-tempat lain yang bisa jadi sumber-sumber belajar. Ini se- benarnya prinsip yang paling utama,

  Dalam PPK ini ada tiga pilar, yakni berbasis kelas, berbasis sekolah dan berbasis partisipasi masyarakat. Jadi satuan pen- didikan dituntut kreatif dan inovatif untuk menjalin kerjasama dengan semua pihak yang bisa jadi sumber belajar bagi anak-anak. Tentunya hal itu harus disesuaikan dengan kearifan lokal dan kebiasaan atau tradisi yang sudah dila- kukan sekolah tersebut.

  Tentu saja kegatan ekskul itu nantinya bukan hanya ke- giatan yang biasa-biasa saja, tetapi bagaimana kepala sekolah, guru atau intstruktur ekskul mampu memaknai kegiatan ini dengan contoh dan perilaku konkret tentang karakter, seperti karakter religius, nasionalis, mandiri, gotong royong dan integ- ritas. Kelima karakter utama ini harus terus menerus jadi pesan dalam setiap aktivitas ekskul. Tentunya dibuka ruang kreatifi- tas yang seluas-luasnya bagi satuan pendidikan, misalnya diberi peluang untuk menjalin kerjasama dengan pihak lain yang ter- kait materi ekskul itu.

  Kita identifikasi, sekolah-sekolah yang maju dan memiliki daya saing yang tinggi yaitu sekolah yang memiliki banyak kegiatan ekskul. Saya kira, semua kegiatan ekskul, baik yang terkait olah- hati, olahrasa, olahraga dan olahpikir mampu membangun ka- rakter.

  Kegiatan ekskul apa saja yang diharapkan bisa memperkuat pendidikan karakter?

  Itu bukan pembagian proporsi yang tegas. Lagi pula, Pendi- dikan karakter ini sebetulnya bukan sesuatu yang baru tapi su- dah dilaksanakan sejak lama di satuan pendidikan. Juga bukan mata pelajaran baru. Jadi metodenya bisa disisipkan di semua mata pelajaran dan di kegiatan kokurikuler atau ekstrakuri- kuler (ekskul), misalnya pesan-pesan tentang moral, tentang akhlak dan tentang perilaku baik. Intinya, karakter itu poros, sehingga jadi ruh dan jadi satu kesatuan dalam setiap mata pelajaran.

  Penguatan Pendidikan karakter di SD ditetapkan sekitar 70 persen dan di SMP 60 persen, bagaimana implementasinya?

MANDIRI, GOTONG ROYONG DAN

  sekolah harus mengambilalih dan berinisi- atif berkomunikasi dengan orang tua.

  Dalam PPK ini, karakter seperti apa yang lebih ditekankan?

  Nilai-nilai utama karakter, yakni religius, nasionalis, mandiri, gotong royong dan in- tegritas pada hakekatnya semacam refe- rensi. Sebab pada praktiknya satuan pendi- dikan diberi ruang kreatifitas dan inovasi, misalnya ada nilai disiplin yang ditekankan, tapi kan disiplin itu bagian dari integritas.

  Kelima nilai itu hakekatnya bukan me- rupakan nilai-nilai yang terpisah satu sama lain, tapi merupakan satu kesatuan. Misal- nya, melalui karakter religius itu kan di dalamnya diharapkan juga ada integritas, jujur, disiplin, bekerja keras, mandiri, cinta tanah air dan sebagainya.

  Dari hasil identifikasi Tim PPK, seberapa banyak satuan pendidikan yang sudah melaksanakan pendidikan karakter ini?

  Persentasenya belum terlalu banyak. Se- betulnya, PPK bukan hal yang baru, bah- kan boleh dibilang, hampir semua satuan pendidikan sudah melakukannya. Hanya intensitas dan kualitasnya berbeda-beda. Yang betul-betul mengedepankan karakter dan jadi acuan utama dalam pembelajaran baru sekitar 20 persen.

  Tantangan dan kendala apa yang ditemui dalam PPK ini? Satu, tentunya keberagaman kondisi geo- grafis serta disparitasnya sangat jomplang. Kedua, harus kita akui, peran orang tua be-

  lum optimal, yakni menyerahkan sepenuh- nya anak ke sekolah. Ketiga, revolusi digital yang di luar dugaan dan tak terkendali. Ke-

  empat, masih terjadi fenomena degradasi

  moral, etika, narkoba, tawuran, kekerasan, pornografi dan radikalisme di kalangan pe-

  YANUAR JATNIKA lajar. KELUARGA HEBAT KELUARGA YASSAROH SIOMAY DAN GADO-GADO

PENGANTAR GELAR DOKTOR

  Keterbatasan ekonomi bukanlah halangan untuk mengantarkan anak-anak mendapatkan pendidikan terbaik. Itu yang dibuktikan pasangan Miftahuddin dan Marmina, penjual siomay dan gado-gado.

YANUAR JATNIKA

  YASSAROH. Itulah nama yang diberikan Wanita cantik itu bukanlah berasal dari keluarga berkecuku- pasangan suami istri Miftahuddin (54) dan pan. Miftahuddin hanyalah seorang penjual siomay keliling dan is- Marmina (51) terhadap putri sulungnya trinya, Marmina, buka jongko gado-gado dan bakso di teras rumah itu. Nama itu terkesan sederhana, namun kontrakannya di Jalan Ahmad Yani, Kelurahan Ujung Bulu, Keca- jalan hidup wanita kelahiran tahun 1991 matan Ujung, Kota Pare-Pare, Sulawesi Selatan. Kota yang berja- itu tidak sederhana, bahkan bisa dikatakan rak sekitar 150 kilometer dari Makassar, ibukota Sulsel, ini dikenal amazing, mengesankan. sebagai kota kelahiran Presiden RI ke-3 Prof. DR. Ing. BJ. Habibie.

  Lulus SMAN 1 Pare-pare tahun 2009, Miftahuddin yang asli Solo itu seorang lulusan Sekolah Guru Yassaroh diterima di Fakultas MIPA Ju- Pendidikan Luar Biasa (SGPLB) di Kota Solo. Sementara Marmi- rusan Kimia Bilingual Universitas Negeri na merupakan lulusan Sekolah Menengah Pendidikan Guru di Makassar (UNM). Lulus dalam waktu 3,5 Sukoharjo, Jawa Tengah. Dengan alasan ekonomi yang pas-pas- tahun dengan IPK 3,92, dia melanjutkan an, pasangan suami istri tersebut merantau ke Pare-pare pada ta- pendidikan S2 di Institut Teknologi Ban- hun 1993, saat Yassaroh baru berusia 2,5 tahun. dung (ITB) tahun 2013 dengan beasiswa Bila hasil penjualan pasangan suami istri itu digabung, setiap dari Ditjen Dikti (waktu itu). Ia pun lulus harinya tak sampai Rp 1 juta. ”Dulu, waktu masih ngontrak di Ja- dengan IPK 3,77. lan Laholede, penghasilan perhari mencapai Rp 700 ribu. Karena

  Tak berhenti di gelar S2, melalui bea- ini baru dua bulan di sini, per hari hanya sekitar Rp 400 ribu,” siswa LPDP, bulan Juni 2016 lalu, Yassaroh kata Marmina pada awal Agustus 2016 lalu. terbang ke negera kincir angin Belanda. Dengan pendapatan sebanyak itu, keuntungan yang di- Dia ingin meraih gelar doktor bidang kimia peroleh tak sampai Rp 100 ribu setiap harinya. Beruntung, saat di Universitas Groningen. ini, tinggal anak bungsu yang masih harus dibiayai, yakni Fachrul yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Sementara anak ke- dua, adik Yassaroh, yakni Ulil Abshor, saat ini kuliah sambil kerja di Jakarta. ”Kerjanya masih tenaga outsourcing di PT Telkom di dekat Gambir. Sedangkan sorenya ia ngambil kuliah di Yayasan Pangudi Luhur di Jakarta Timur,” terang Marmina.

  Banting Tulang untuk Pendidikan

  Mengenang perjalanan hidupnya membiayai tiga orang anak ha- nya dengan berjualan siomay, mie bakso dan gado-gado, Miftahud- din mengatakan, kuncinya hanyalah niat yang tulus dan percaya bahwa Allah SWT akan membantunya. Meski mereka terpaksa menerapkan ’manajemen keuangan’ keluarga berupa gali lobang tutup lobang dan melakukan penghematan besar-besaran

  ”Kalau kita niat, Insya Allah ada jalan, yang penting niat dan yakin. Itu saja. Kita punya Allah yang Maha Kaya. Minta saja

  ”KALAU KITA NIAT, INSYA ALLAH ADA JALAN, YANG PENTING NIAT DAN YAKIN. ITU SAJA. KITA PUNYA ALLAH YANG MAHA KAYA. MINTA SAJA SAMA ALLAH, KITA PUNYA SENJATA, SALAT DHUHA DI PAGI HARI

  Yassaroh di depan Universitas Groningen DAN DOA SURAT AL WAQIAH” KELUARGA HEBAT

  sama Allah, kita punya senjata, Salat Dhuha di pagi hari dan doa

  MENYEIMBANGKAN surat Al Waqiah,” kata Miftahuddin.

PENDIDIKAN UMUM

  Sedangkan Marmina mengaku, selain kerja keras dan ber- manuver keuangan, dia juga sering puasa Senin dan Kamis serta

DAN AGAMA

  pernah puasa ala Nabi Daud. ”Saya lakukan semua itu agar apa yang saya minta sama Allah dikabulkan. Doa saya, biar saya yang menderita, tapi tolong Ya Allah, anak-anak saya memperoleh ke- Bagi Miftahuddin dan Marmina, suksesan dan kebahagiaan, orang tua terangkat harkatnya karena pendidikan sangat penting. Namun keilmuan dan keimanan anak-anaknya,” pintanya. harus disertai pemahaman agama.

  Miftahuddin bercerita tentang manuver keuangan yang dila- kukan agar anak-anaknya bersekolah setinggi-tingginya. ”Bagi assaroh sebenarnya bukan kami, nggak apa-apa rumah masih ngontrak, dengan perabo- termasuk anak yang cerdas, tan sederhana, asalkan anak-anak meraih pendidikan setinggi- tapi mempunyai motivasi dan tingginya dan bisa hidup lebih baik dari orang tuanya,” kata lelaki kemauan yang tinggi untuk

  Y kelahiran tahun 1962 itu. berhasil dalam suatu pekerjaan. ”Kalau

  Miftahuddin berterus terang, untuk biaya kuliah Yassaroh suatu soal belum terpecahkan, ia tidak saat itu, dia pertama kali pinjam Kredit Usaha Kecil (KUR) dari akan berhenti sampai jam 12 malam, Bank Rakyat Indonesia (BRI). Untuk biaya sehari-hari, dia me- bahkan sampai jam 1 malam. Itu saya lihat nyisihkan sekitar Rp10-20 ribu dari keuntungan penjualan sio- sejak SD sampai SMA sehingga dia terus may. ”Kalau ada kebutuhan yang besar dan mendadak, saya siap,” menduduki ranking pertama,” terang ujarnya sambil tertawa.

  Marmina.

  Marmina dan Miftahuddin sejak dini Membangun Karakter membiasakan anak-anaknya untuk rajin

  Mendidik kemandirian, kejujuran dan ringan tangan merupa- kan kunci bagi Miftahuddin dan Marmina dalam membentuk anak-anaknya. Miftahuddin bercerita, waktu masih duduk di bangku SMP, Yassaroh minta ponsel dengan alasan untuk alat ko- munikasi dengan guru dan teman-temannya. Meski saat itu pu- kalau ngambil Rp5000, bilang Rp 5000. Ibu nya uang untuk sekadar membeli yang bekas, dia meminta Yassa- dan Bapak tidak melihat, tapi Allah maha roh menabung dari uang jajan. melihat,” terangnya.

  ”Menabunglah dia. Beruntung dia ikut lomba berpidato dalam Di warung, kalau ada yang keting- bahasa Inggris dan menang, dapat hadiah Rp 600 ribu. Saya tamba- galan, Marmina selalu berinistiatif hi sedikit untuk beli hape bekas. Saya ingat, Yassaroh butuh waktu mengembalikannya. Itu juga yang dite- enam bulan untuk memperoleh hape itu,” kenang Miftahuddin. kankan pada anak-anaknya. ”Saya beri-

  Hal yang sama juga diterapkan pada Ulil Abshor. Saat putranya tahu anak-anak, bahwa itu bukan haknya. duduk di bangku SMA dan minta bola sepak, Miftahuddin tak lang- Kalau kita ambil, nanti Allah akan ngam- sung membelikan. Dia minta anaknya itu bekerja membantu di ru- bil milik kita jauh lebih besar dari yang mah usai pulang sekolah dan akan dikasih upah Rp5000 sehari. kita ambil,” katanya.