BAB II TINJAUAN PUSTAKA - IRMA SUGIYARTI BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Asuhan keperawatan ibu post partum dengan luka episiotomi Asuhan masa nifas adalah asuhan yang diberikan pada pasien mulai dari saat lahirnya plasenta sampai kembalinya tubuh dalam keadaan seperti sebelum hamil (Novita, 2011).

1. Pengkajian

  Tujuan anamnesa adalah kumpulan beberapa informasi subyektif yang diperoleh dari apa yang telah dipaparkan oleh pasien terkait dengan masalah kesehatan yang menyebabkan pasien melakukan kunjungan ke pelayanan kesehatan (Niman, 2013).

  a. Riwayat kesehatan Riwayat kesehatan bertujuan untuk mendapatkan dan mengenal tentang psikososial, suku, dan latar belakang budaya yang berpengaruh terhadap kondisi kesehatan pasien (Niman, 2013). Hal-hal yang perlu dikaji dalam riwayat kesehatan ibu adalah :

  1) Keluhan yang dirasakan ibu saat ini 2) Kesulitan atau gangguan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari misalnya buang air kecil atau buang air besar,kebutuhan istirahat, dan mobilisasi.

  3) Riwayat persalinan meliputi komplikasi, laserasi atau episiotomy. 4) Perasaan ibu saat ini berkaitan dengan kelahiran bayi, penerimaan terhadap peran baru sebagai orang tua termasuk suasana hati yang dirasakan ibu saat ini, kecemasan atau kekhawatiran. b. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik merupakan bagian dari proses assessment yang dilakukan oleh perawat untuk mendapatkan informasi mengenai gambaran lengkap tentang keadaan fungsi fisiologis (Nimman, 2013). Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada ibu post partum meliputi :

  1) Keadaan umum 2) Tanda-tanda vital : tekanan darah, suhu, respirasi, nadi.

  3) Payudara : pembesaran putting susu ( menonjol atau mendatar, adakah bendungan, adakah nyeri, adakah lecet pada areola, asi atau kolostrum sudah keluar atau belum, adakah radang atau benjolan abnormal, adakah pembengkakan).

  4) Abdomen : tinggi fundus uteri, kontraksi uterus. 5) Kandung kemih kosong atau penuh apabila penuh tanyakan apakah ibu sudah mampu ke kamar mandi sendiri atau masih takut untuk mobilisasi.

  6) Genetalia dan perineum : pengeluaran lochea (jenis, warna, bau, jumlah).

  Adakah edema, peradangan, keadaan jahitan, tanda-tanda infeksi (rubor,

  dolor, color, fungsiolaesa ). Keadaan perineum dan adakah hemoroid pada anus(Farrer, 2001).

2. Diagnosa keperawatan

  Diagnose keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan respon manusia (keadaan sehat atau perubahan pola actual/potensial) dari individu atau kelompok tempat perawat secara legal mengidentifikasi dan perawat dapat memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan atau untuk mengurangi, atau mencegah perubahan (Rohman dkk, 2014).

  1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (Nanda NIC-NOC, 2013).

  2. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan (Nanda NIC-NOC, 2013).

3. Intervensi keperawatan

  Intervensi keperawatan adalah pengembangan srategi desain untuk mencegah, mengurangi dan mengatasi masalah-masalah yang telah diidentifikasikan dalam diagnosis keperawatan (Rohman dkk, 2014).

  1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.

  Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan :

  a. Tujuan keperawatan (NOC) 1) kontrol nyeri dengan indicator :

  1. mengenal penyebab nyeri 2. tindakan nonfarmakologi 3. melaporkan control nyeri

  2) tingkat nyeri dengan indicator :

  a) melaporkan nyeri

  b) ekspresi wajah

  c) kegelisahan

  b. perencanaan (NIC) : 1) manajemen nyeri

  a) kaji nyeri secara komprehensif

  b) observasi tanda-tanda vital c) ajarkan teknik non farmakologi dengan kompres dingin

  d) kurangi faktor yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidak nyamanan.

  e) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesic.

  2. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.

  Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan :

  a. Tujuan keperawatan (NOC)

  a. Resiko infeksi dengan indicator :

  a) Mengenal tanda-tanda infeksi

  b) Edema sekitar luka berkurang

  c) Luka tidak berbau

  b. Perencanaan (NIC) dengan indicator : 1) Control infeksi 2) Ganti peralatan pasien setelah selesai tindakan 3) Anjurkan pasien cuci tangan dengan tepat 4) Lakukan teknik perawatan luka yang tepat 5) Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda-tanda infeksi.

4. Implementasi keperawatan

  Implementasi keperawatan adalah tindkan yang dilakukan perawat setelah perencanaan.

  1. Mengobsservasi tanda-tanda infeksi 2.

   Melakukan vulva hygine

  3. Mengajarkan pasien untuk melakukan personal hygine secara mandiri

  4. Mengkolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotic.

5. Evaluasi keperawatan

  Evaluasi keperawatan adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Rohman dkk, 2014) B.

   Konsep post partum 1). Pengertian

  Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula (sebelum hamil).

  Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Sulistyawati, 2009).

  2). Tahapan masa nifas

  Menurut sulistyawati (2009), tahapan masa nifas dibagi menjadi tiga tahapan yaitu :

  dini Puerperium dini merupakan masa kepulihan, yang dalam hal ini ibu telah di perbolehkan berdiri dan berjalan.

a). Puerperium

  b). Puerperium intermedial

  Puerperium intermedial merupakan masa kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia, yang lamanya sekitar 6-8 minggu.

  c). Remote puerperium

  Remote puerperium merupakan masa yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna dapat berlangsung selama berminggu- minggu, bulanan, bahkan tahunan.

  3). Perubahan fisiologi pada masa nifas

  Perubahan fisiologis pada masa nifas meliputi :

  1. Perubahan sistem reproduksi Selama masa nifas, alat-alat interna maupun eksterna kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan keseluruhan alat genetalia ini disebut involusi. Menurut Saleha (2009) pada masa ini terjadi juga perubahan penting lainnya, perubahan- perubahan yang terjadai antara lain sebagai berikut : a. Uterus

  Involusi merupakan suatu proses kembalinya uterus pada kondisi sebelum hamil. Dengan involusi uterus ini, lapisan luar dari desidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi neurotic (layu atau mati) (Sulistyawati, 2009).

  b.

   Lochea Lochea adalah eksresi cairan rahim selama masa nifas. Lochea mengandung

  darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus. Lochea mempunyai reaksi basa/alkalis yang dapat membuat organisme berkembang lebih cepat daripada kondisi asam yang ada pada vagina normal. Lochea berbau amis atau anyir dengan volume yang berbeda-beda pada setiap wanita.

  Lochea yang berbau tidak sedap menandakan adanya infeksi. Lochea

  mempunyai perubahan warna dan volume karena adanya proses involusi (sulistyawati, 2009).

  c.

   Perubahan pada serviks

  Perubahan yang terjadi pada serviks ialah bentuk serviks agak menganga seperti corong. Bentuk ini disebabkan oleh corpus uteri yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi sehingga seolah- olah pada perbatasan antara korpus dan serviks berbentuk semacam cincin (Sulistyawati, 2009).

  d. Vulva dan vagina Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan. Dalam beberapa hari pertama sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap dalam keadaan kendur setelah 3 minggu vulva dan vagina kembali pada keadaan tidak hamil, sementara labia menjadi lebih menonjol (Sulistyawati, 2009).

  2. Adaptasi psikologis pada ibu masa nifas Adaptasi psikologis menurut Saleha (2009), terjadi pada tiga tahap berikut: a.

   Taking in period

  Terjadi pada 1-2 hari setelah persalinan, ibu masih pasif dan bergantung pada orang lain, focus perhatian terhadap tubuhnya, ibu lebih mengingat pengalaman melahirkan dan persalinan yang dialami serta kebutuhan tidur dan nafsu makan meningkat.

  b.

   Taking hold period

  Berlangsung 3-4 hari post partum, ibu lebih berkonsentrasi pada kemampuannya dalam menerima tanggung jawab sepenuhnya terhadap perawatan bayi. Pada masa ini ibu menjadi sangat sensitive, sehingga membutuhkan bimbingan dan dorongan perawat untuk mengatasi kritikan yang dialami ibu.

  c.

   Letting go period

  Dialami setelah ibu dan bayi dirumah. Ibu mulai secara penuh menerima tanggung jawab sebagai seorang ibu dan menyadari atau merasa kebutuhan bayi sangat bergantung pada dirinya.

  4). Kebutuhan dasar masa nifas

  Menurut Ambarwati (2010), kebutuhan dasar nifas meliputi :

  1. Kebutuhan gizi Kebutuhan gizi pada masa nifas terutama bila menyusui akan meningkat 25% karena berguna untuk proses kesembuhan karena setelah melahirkan dan untuk memproduksi ASI yang cukup untuk kesehatan bayinya. Semua akan meningkat tiga kali dari kebutuhan biasa.

  2. Ambulasi Ambulasi adalah kebijakan untuk secepat mungkin membimbing klien keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya secepat mungkin untuk berjalan.

  3. Eliminasi Miksi disebut normal bila dapat buang air kecil spontan setiap 3-4 jam. Defekasi biasanya 2-3 hari post partum masih sulit buang air besar.

  4. Kebersihan diri Menurut Anggraini (2009), kebersihan diri meliputi :

  a. Kebersihan alat genital Menjaga alat genital dengan mencucinya menggunakan sabun dan air, kemudian daerah vulva sampai anus harus kering sebelum memakai pembalut.

  Pembalut diganti minimal 3 kali dalam sehari. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum dan sesudah membersihkan daerah genetalia.

  Menganjurkan kepada ibu pembersihan dimulai dari depan ke belakang.

  b. Pakaian Sebaiknya pakaian terbuat dari bahan yang mudah menyerap keringat karena produksi keringat juga meningkat menjadi banyak. Produksi keringat yang tinggi berguna untuk menghilangkan ekstra volume saat hamil. Pakaian yang digunakan harus longgar, dalam keadaan kering dan juga terbuat dari bahan yang mudah menyerap keringat.

  c. Istirahat Kebahagiaan setelah melahirkan membuat sulit tidur. Seorang ibu baru akan cemas apakah ia akan mampu merawat anaknya atau tidak. Hal ini mengakibatkan sulit tidur. Anjurkan pada ibu untuk istirahat yang cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan. d. Seksualitas Apabila perdarahan telah berhenti dan episiotomy sudah sembuh maka bisa dilakukan 3-minggu post partum. Secara fisik aman untuk memulai melakukan hubungan suami istri begitu darah merah berhenti dan ibu dapat memasukan satu atau dua jarinya kedalam vagina tanpa rasa nyeri, aman untuk melakukan hubungan suami istri.

C. Luka perineum 1. Perineum

  Perineum adalah daerah antara vulva dan anus. Biasanya setelah melahirkan perineum menjadi agak bengkak atau memar dan mungkin ada luka bekas jahitan robekan atau episiotomy (Huliana. M, 2003). Perineum merupakan bagian yang sangat penting dalam fisiologi. Keutuhan perineum tidak hanya berperan atau menjadi bagian penting dari proses persalinan, tetapi juga diperlukan untuk mengontrol proses buang air kecil, menjaga aktivitas peristaltic normal ( dengan menjaga intra abdomen) dan fungsi seksual yang sehat.

  Karena itu kerusakan pada perineum harus dihindarkan. Namun hanya sedikit bukti ilmiah yang menunjukan faktor-faktor yang dapat mencegah kerusakan perineum pada proses persalinan (DepKes RI,2015).

2. Rupture perineum

  Rupture perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir secara spontan

  maupun dengan menggunakan alat atau tindakan. Robekan perineum umumnya terjadi pada garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat. Robekan perineum lebih sering terjadi pada primipara. Rupture perineum terjadi karena rupture spontan maupun episiotomy (Damarini.dkk, 2013).

3. Klasifikasi laserasi rupture perineum

  Menurut Farrer 2001 laserasi (robekan) vagina serta perineum insisi episiotomy diklarifikasikan menjadi 4 derajat yaitu :

  1. Derajat pertama : mengenai fourchette, kulit perineum dan membran mukosa vagina tetapi tidak mencapai titik fasia dan otot di bawahnya.

  2. Derajat kedua : mengenai fasia dan otot perineum, selain kulit dan membran mukosa, tetapi tidak mencapai sfingther anus. Robekan ini biasanya meluas keatas disatu atau kedua sisi vagina membentuk cedera segitiga tidak beraturan.

  3. Derajat ketiga : meluas melalui kulit, membran mukosa, dan korpus perineum dan mengenai sfighter anus.

  4. Derajat keempat ; meluas melalui mukosa rectum sehingga lumen rectum terpajan. Robekan di daerah uretra yang mungkin menyebabkan perdarahan hebat juga kemungkinan besar terjadi pada jenis laserasi ini.

D. Luka Episiotomy a. Definisi

  Pelebaran lubang vagina dengan insisi perineum pada kala II persalinan atau kelahiran dimulai sekitar 250 tahun yang lalu melalui proses yang selanjutnya disebut “episiotomi”. Episiotomy adalah suatu tindakan operatif berupa sayatan pada perineum yang meliputi selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada

  septum rektovaginal , otot dan fasia perineum, serta kulit depan peinium. Episiotomy

  juga didefinisikan sebagai sayatan bedah di perineum, yaitu area antara vagina dan anus. episiotomy dilakukan selama kala II persalinan tujuannya untuk memperluas pembukaan vagina guna mencegah area perineum robek selama kelahiran (Pratami, 2016).

  b. Jenis-jenis pada episiotomy daiantaranya adalah sebagai berikut.

  1. Episiotomy medialis

  Sayatan episiotomy medialis dimulai pada garis tengah komisura posterior dengan arah lurus kebawah, tetapi tidak mengenai serabut sfingter ani. Manfaat dari episiotomy ini adalah perdarahan akibat episiotomy lebih sedikit karena sayatan dilakukan pada area yang mengandung sedikit pembuluh darah.

  Sedangkan kerugian dari epis ini adalah resiko perineum III inkomplet, yaitu laserasi meluas ke sfingter ani atau rupture perineum komplet, yaitu laserasi menjangkau dinding rectum.

  2. Episiotomy mediolateris

  Sayatan episiotomy dimulai dari bagian belakang introitus vagina menuju kebelakang dan samping. Arah sayatan dapat dilakukan ke arah kanan atau kiri bergantung pada kebiasaan individu yang melakukan.panjang sayatan episiotomy ini biasanya sekitar 4cm. Penjahitan dilakukan sedemikian rupa sehingga hasil yang diperoleh harus simetris.

  3. Episiotomy lateraris

  Sayatan episiotomy lateralis dilakukan lateral dengan arah jam tiga atau jam Sembilan sesuai arah jarum jam. Episiotomy lateraris kini tidak dilakukan lagi karena banyak menimbulkan komplikasi. Luka sayatan dapat melebar ke area yang memiliki pembuluh darah pundedal internal sehingga mengakibatkan perdarahan masif.

  4. Episiotomy schuchardt Episiotomy jenis ini merupakan variasi dari episiotomy mediolateralis,

  tetapi dengan sayatan yang melengkung kearah bawah lateral, melingkari rectum, dan sayatan lebih lebar.

  c. Manfaat dan resiko episiotomi

  Episiotomi memiliki manfaat dan resiko yang tidak proporsional. Episiotomi dilakukan dengan alasan memperluas pembukaan perineal untuk memudahkan bayi lahir lebih cepat ketika terdapat penyulit dan mencegah robekan perineum. Akan tetapi, episiotomi sering kali mengakibatkan inkontinensia urine karena sayatan yang dilakukan memotong jaringan otot dan kulit. Episiotomi juga berkaitan dengan timbulnya trauma pada perineum robek, episiotomi sering dilakukan untuk kenyamanan pemberi asuhan. Ibu yang megalami tindakan episiotomi memerlukan penjahitan untuk menutup sayatan dan waktu yang lebih lama untuk pulih. Sayatan episiotomi juga memberikan juga memberi ketidaknyamanan pada ibu. Anestesi lokal yang diberikan sebelum episiotomi menyebabkan edema, penurunan fleksibelitas dan peningkatan robekan area perineum. Pemulihan area perineum yang robek secara alami menunjukan hasil yang lebih baik dibandingkan episiotomi buatan (Pratami, 2016).

  d. Praktik episiotomi yang direkomendasikan adalah sebagai berikut : 1. Episiotomi atas indikasi janin dibatasi untuk pelahiran pervaginam.

  2. Episiotomi elektif pada robekan derajat tiga merupakan kontra indikasi dan seharusnya tidak dilanjutkan.

  3. Tangan diatas atau teknik tangan siap seharusnya merupakan pilihan bagi ibu dan penerapannya tidak boleh melemahkan ibu untuk melahirkan bayinya.

  4. Ibu harus diberi tahu tentang manfaat pijat perineum antenatal.

  5. Ibu harus dianjurkan untuk melakukan latihan kegel selama masa kehamilan dan postpartum.

  6. Ibu memiliki pilihan untuk tidak menjahit luka perineum derajat dua.

  7. Ibu memiliki pilihan untuk tidak menjahit robekan perineum yang kecil.

  8. Teknik jahitan subkutikular dilakukan oleh bidan saat menjahit perineum.

  9. Penggunaan bahan jahitan sinetik dapat mengganti catgut untuk menjahit perineum

  10. Bantalan gel obat anti inflamasi non steroid merupakan penanganan pilihan untuk trauma dan nyeri perineum.

E. Manajemen nyeri a. Definisi

  Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang actual atau potensial (smeltzer, 2001). Nyeri adalah persepsi dalm kondisi sadar yang dihasilkan dari stres lingkungan. Nosiseptor sering juga disebut sebagai reseptor nyeri, merupakan ujung saraf bebas yang diaktifasi oleh stimulus yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Transmisi neuronal dari nosiseptor berlebih dan diatur hanya sebagian kecil yang tersaring sebelum mencapai

  korteks somatosensory (Joyke, 2012).

  a. Klasifikasi nyeri ada dua :

  1. Nyeri akut Nyeri akut disebabkan oleh aktivasi nosiseptor, biasanya berlangsung dalam waktu yang singkat (kurang dari 6 bulan), dan memiliki onset yang tiba- tiba, seperti nyeri insisi setelah operasi.

  2. Nyeri kronis Nyeri kronis biasanya dianggap sebagai nyeri yang berlangsung lebih dari 6 bulan dan tidak diketahui kapan akan berakhir kecuali jika terjadi penyembuhan yang lambat.

  b. Klasifikasi nyeri berdasarkan asal 1.

   Nyeri somatic Nyeri somatic berawal dari ligament, tendon, tulang, pembuluh darah, dan saraf.

  Nyeri ini di deteksi oleh nosiseptor somatic, namun reseptor ini bersifat langka, sehingga nyeri terasa tumpul dan sulit dialokasi.

  2. Nyeri neuropatik Nyeri neuropatik disebabkan oleh kerusakan atau cedera pada saraf perifer atau cedera .

  c. Klarifikasi nyeri berdasarkan lokasi

  Klasifikasi nyeri berdasarkan lokasi dibedakan sebagai berikut : 1.

   Kutaneus

  Nyeri kutaneus adalah nyeri yang disebabkan stimulasi kulit. Karakteristik dari nyeri berlangsung nyeri dan terlokalisasi. Nyeri biasanya terasa sebagai sensasi yang tajam.

  2. Visceral dalam Nyeri visceral adalah nyeri yang terjadi akibat stimulasi organ-organ internal.

  Karakteristik nyeri bersifat difus dan dapat menyebar ke beberapa arah. Durasinya bervariasi tetapi berlangsung lebih lam daripada sperfical. Pada nyeri ini juga menimbulkan rasa tidak menyenangkan dan berkaitan dengan mual.

  3. Nyeri radiasi Nyeri radiasi merupakan sensasi nyeri yang meluas dari tempat awal cidera ke bagian tubuh yang lalin. Karakteristiknya nyeri terasa seakan menyebar ke bagian tubuh bawah. Nyeri dapat menjadi intermiten atau konstan.

  4. Nyeri persalinan Nyeri persalinan merupakan pengalaman subjektif tentang sensasi fisik yang terkait dengan kontraksi uterus, dilatasi dan penipisan serviks, serta penurunan janin selama persalinan. Respon fisiologis terhadap nyeri meliputi peningkatan tekanan darah, denyut nadi, pernafasan,keringat, diameter pupil, dan ketegangan otot (Novita, 2011).

  5. Nyeri persalinan tanpa komplikasi Nyeri persalinan biasanya dikaitkan dengan regangan, tekanan, dan robekan struktur-struktur local. Walaupun karakteristik yang berbeda dikaitkan dengan nyeri pada kala persalinan yang berbeda.

  6. Nyeri pada persalinan dengan komplikasi Pada persalinan yang dimulai tanpa komplikasi, ibu yang dapat menghadapi nyeri derajat lain. Nyeri tambahan mungkin dengan tanda dan gejala lain, dapat menunjukan komplikasi yang mengancam kesejahteraan bayi, ibu atau keduanya.

d. Respon fisiologi terhadap nyeri

  Perubahan atau respon fisiologi dianggap sebagai indicator nyeri yang lebih akurat dibandingkan laporan variabel pasien. Respon fisiologi harus digunakan sebagai pengganti untuk laporan verbal dari nyeri pada pasien tidak sadar dan jangan digunakan untuk memvalidasi laporan verbal dan nyeri individu.

Tabel 1.1. Respon fisiologis terhadap nyeri

  Respon Penyebab atau efek Stimulasi simpatik Dilatasi respon dan peningkatan frekuensi pernafasan

  Menyebabkan peningkatan asupan oksigen Peningkatan frekuensi denyut jantung

  Menyebabkan transport oksigen Perifer (pucat,peningkatan tekanan darah)

  Meningkatkan tekanan darah disertai perpindahan suplai darah dari perifer dan visera ke otot-otot skeletal dan otak

  Peningkatan kadar glukosa darah Menghasilkan energy tambahan

  Diaphoresis Mengontrol temperature tubuh

  selama stress Peningkatan ketegangan otot Mempersiapkan otot untuk melakukan aksi Dilatasi pupil Memungkinkan penglihatan yang lebih baik Penurunan motilitas saluran cerna Membebaskan energy untuk melakukan aktivitas dengan lebih cepat

  Stimulus parasimpatik Pucat Menyebabkan suplai darah berpindah ke perifer Ketegangan otot Akibat keletihan Penurunan denyut jajntung dan tekanan darah

  Akibat stimulasi vagal Pernafasan yang cepat dan tidak teratur

  Menyebabkan pertahanan tubuh gagal akibat stress nyeri yang terlalu lama

  Mual muntah Mengembangkan saluran cerna Kelemahan atau kelelahan Akibat pengeluaran energy fisik

  1. Respon perilaku Respon perilaku yang dilakukan oleh pasien dapat menjadi indikasi pertama bahwa ada sesuatu yang tidak beres, respon perilaku seharusnya tidak boleh digunakan sebagai pengganti untuk mengukur nyeri kecuali dalam situasi yang tidak lazim dimana pengukuran tidak memungkinkan.

  Respon perilaku nyeri pada klien dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

Tabel 1.2. Respon dan perilaku nyeri

  Perilaku saat nyeri Vokalisasi

  1.Mengaduh

  2. Menangis

  3. Sesak nafas 4. mendekur

  Ekspresi wajah 5. meringis 6. menggelutukan gigi 7. mengeryitkan dahi 8. menuutup mata atau mulut dengan lebar 9. menggigit bibir

  Gerakan tubuh 10. gelisah 11. imobilisai 12. ketegangan otot 13. peningkatan gerakan jari dan tangan

  Interaksi sosial 14. menghindari percakapan 15. focus hanya pada aktivitas 16. menghindari kontak sosial 17. penurunan rentan perhatian e.

   Faktor- faktor yang mempengaruhi nyeri

  Nyeri merupakan hal yang kompleks, banyak faktor yang mempengaruhi pengalaman seseorang terhadap nyeri. Seorang perawat harus memepertimbangkan faktor-faktor tersebut dalam menghadapi klien yang mengalami nyeri. Hal ini sangat penting dalam pengkajian nyeri yang akurat dan memilih terapi nyeri yang baik. Adapun faktor nyeri diantaranya adalah :

  a. Usia Usia adalah variabel penting yang mempengaruhi nyeri terutama pada anak dan orang dewasa. Perbedaan perkembangan yang ditemukan antara kedua kelompok umur ini dapat mempengaruhi bagaimana anak dan orang dewasa bereaksi terhadap nyeri. Anak-anak cenderung kesulitan dalam mengekspresikan nyeri dan beranggapan kalau apa yang dilakukan perawat dapat menyebabkan nyeri. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi (Potter & Perry, 2006).

  b. Budaya Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri.

  Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri.

  Mengenali nilai-nilai budaya yang memiliki seseorang dan memaham mengapa nilai-nilai ini berbeda dari nilai-nilai kebudayaan lainnya membantu untuk menghindari, mengevaluasi perilaku pasien berdasarkan harapan dan nilai budaya seseorang. Perawat yang mengetahui perbedaan budaya akan mempunyai pemahaman yang lebih besar tentang nyeri pasien dan respon-respon perilaku terhadap nyeri juga efektif dalam menghilangkan nyeri pasien (Smeltzer & Bare, 2001). c. Ansietas Meskipun pada umumnya diyakini bahwa ansietas akan menngkatkan nyeri, mungkin tidak seluruhnya benar dalam semua keadaan. Riset tidak memperlihatkan suatu hubungan yang konsisten antara ansietas dan nyeri juga tidak memperlihatkan bahwa pelatihan pengurangan stres praoperatif menurunkan nyeri saat pascaoperatif. Namun, ansietas yang relevan atau berhubungan demean nyeri dapat meningkatkan persepsi terhadap nyeri (Smeltzer & Bare, 2001).

  d. Pengalaman masalalu dengan nyeri Seringkali individu yang lebih berpengalaman dengan nyeri yang dialaminya makin takut individu tersebut terhadap peristiwa menyakitkan yang akan diakibatkan. Individu ini mungkin akan lebih sedikit mentoleransi nyeri, akibatnya ia ingin nyerinya segera reda sebelum nyeri tersebut menjadi. Reaksi ini hampir pasti terjadi jika individu tersebut mengetahui ketakutan dapat meningkatkan nyeri dan pengobatan yang tidak adekuat. Cara seorang berespon terhadap nyeri adalah akibat dari banyak kejadian nyeri selama rentang kehidupannya.

  e. Keluarga dan support sosial Faktor lain yang juga mempengaruhi respon terhadap nyeri adalah kehadiran dari orang terdekat. Orang-orang yang sedang dalam keadaan nyeri sering bergantung pada keluarga untuk mensuport, membantu atau melindungi. Ketidakhadiran keluarga atau teman terdekat mungkin akan membuat nyeri semakin betambah. Kehadiran orang tua merupakan hal khusus yang penting untuk anak-anak dalam menghadapi nyeri ( Potter & Perry, 2006).

  f. Tindakan farmakologi

  Menangani nyeri yang dialami pasien melalui intervensi farmakologis dilakukan dalam kolaborasi dengan dokter atau pemberian perawatan utama lainnya dan pasien.

  Obat-obatan tertentu untuk penatalaksanaan nyeri mungkin di resepkan atau kateter epidural dipasang untuk memberikan dosis awal, namun demikian, adalah perawat yang mempertahakan analgesia.

  g. Tindakan non farmakologi

  1. Stimulasi dan masase kutaneus Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum, masase dapat membuat pasien lebih nyaman karena masase dapat membuat relaksasi otot.

  2. Terapi es Terapi es (dingin) dapat menjadi strategi pereda nyeri yang efektif pada beberapa keadaan, namun begitu ketidak efektifannya dan mekanisme kerjanya memerlukan studi lebih lanjut. Terapi es bekerja dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (non-farmakologi) dalam bidang reseptor yang sama seperti cidera.

  3. kompres dingin kompres dingin terutama berguna untuk nyeri muskoloskeletal atau sendi.

  Kompres dingin dapat mengurangi ketegangan otot (lebih lama dibandingkan dengan kompres panas). Kompres dingin akan membuat baal daerah yang terkena dengan memperlambat transmisi nyeri dan impuls-impuls lainnya melalui neuron-neuron sensorik (yang dapat membantu menjelaskan rasa kebal sebagai efek dari dingin). Kompres dingin juga megurangi pembengkakan dan menyejukan bagi kulit.

h. Cara kompres dingin yaitu :

  1. masukan es kedalam plastic kurang lebih setengah bagian dari kantong plastic tersebut dan tambahkan 2 sendok makan garam, lalu tali sampai kencang.

  2. Periksa adakah kebocoran plastic atau tidak.

  3. Buka area yang akan dikompres

  4. Letakan plastic yang sudah dibungkus handuk/waslap pada bagian yang memerlukan kompres selama 10- 20 menit.

  5. Angkat pengompres jika sudah selesai.

i. Indikasi dan kontra indikasi kompres dingin

  1. Indikasi kompres dingin yaitu : i. Pasien dengan luka episiotomy. j. Pasien post partum dengan usia 17- 45 tahun. k. Pasien yang periniumnya di hacting.

  2. Tidak dianjurkan kompres dingin apabila : a. Apabila pasien tidak mampu dengan keadaan dingin.

  b. Bagi pasien yang berasal dari suatu budaya dengan penggunaan kompres dingin adalah suatu ancaman terhadap kesejahteraan pasien selama persalinan.

  j.Kerangka teori

  Perubahan fisiologi pada ibu post Post partum partum:

  Perubahan sistem reproduksi Involusi uterus Involusi tempat plasenta

  Nyeri (Luka Perubahan ligament perineum) Perubahan pada serviks Lochea

  Pemberian Kompres Dingin

  Ada penurunan yang signifikan dalam mengurangi intensitas nyeri Sumber : modifikasi dari Notoatmodjo, 2010.