BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - NISRINA HANIFITRI BAB I
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia, bahkan bahasa selalu
digunakan oleh manusia dalam segala kegiatan, sehingga dapat dikatakan interaksi tidak mungkin terjadi tanpa adanya media bahasa. Apapun yang dilakukan oleh manusia seperti berkumpul, bermain dan menyampaikan pesan semuanya menggunakan media bahasa. Bahasa digunakan oleh setiap manusia dalam kehidupannya mulai dari bangun tidur, melakukan aktivitas, hingga akan tidur lagi. Manusia menggunakan bahasa untuk mengungkapkan gagasan, pikiran, perasaan, pendapat, termasuk berinteraksi antarsesama. Dengan demikian, dapat diartikan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi manusia.
Sebagai alat komunikasi bahasa menjadikan manusia untuk dapat saling berbagi pengalaman, saling belajar dari yang lain, ataupun meningkatkan kemampuan intelektual. Di dalam komunikasi, dapat diasumsikan bahwa seorang penutur mengartikulasi tuturan dengan maksud untuk menginformasikan sesuatu kepada mitra tuturnya, dan mengharap mitra tuturnya atau pendengar dapat memahami apa yang hendak dikomunikasikan. Untuk itu penutur harus selalu berusaha agar tuturannya dapat memperhatikan prinsip kerja sama, kesantunan, etika, maupun estetika.
Keunikan manusia sebenarnya terletak pada kemampuan berpikir. Kemampuan berpikir dapat dikatakan kemampuan berbahasa juga. Manusia dalam proses berpikir akan menghasilkan suatu tingkah laku atau perilaku sebagai perantara terhadap apa yang telah dipikirkannya dan kemudian mewujudkan itu semua melalui
1 bahasa. Dapat disimpulkan bahasa merupakan cermin dari apa yang seseorang pikirkan. Perwujudan dari apa yang telah dipikirkannya ialah bahasa.
Tuturan merupakan sebuah implementasi atau wujud dari apa yang kita pikirkan dan diungkapkan. Dengan adanya tuturan maka apa yang ingin disampaikan akan dimengerti. Tindak tutur juga dapat digunakan sebagai alat ukur bagi seseorang. Jika kita bertutur kata buruk dan kasar maka secara langsung orang akan menganggap bahwa kita adalah orang yang tidak memiliki sopan santun. Tuturan juga seringkali dikaitkan dengan situasi. Situasi yang tepat juga akan mempengaruhi suatu maksud yang dituju. Apabila kita mengatakan suatu hal tetapi keadaan tidak tepat maka apa yang akan disampaikan akan percuma. Sebaliknya, jika kita mengatakan dalam situasi yang tepat maka apa yang disampaikan akan tepat kepada sasaran yang dituju.
Peran tuturan sangat penting demi terjalinnya komunikasi, jika tidak ada tuturan maka tidak ada pula komunikasi yang terjalin. Tuturan merupakan sebuah wujud dari pikiran. Dengan adanya tuturan maka apa yang ingin kita sampaikan akan dimengerti. Tuturan merupakan gejala individu yang bersifat psikologis dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu (Chaer dan Leonie Agustina, 2004: 50).
Tuturan tidak hanya wujud penggunaan bahasa, tetapi juga wujud dari suatu tindakan. Oleh karena itu, aktivitas bertutur atau berbahasa disebut pula tindak tutur.
Istilah tindak tutur digunakan karena pada dasarnya seseorang dalam mengucapkan ekspresi tidak hanya berekspresi saja tetapi dia juga menyampaikan maksud tertentu.
Artinya, tuturan itu bukan hanya alat mengucapkan perkataan, namun memiliki pesan untuk mitra tutur sehingga pesan yang disampaikan akan dimengerti. Seseorang dalam usaha mengungkapkan diri mereka, tidak hanya menghasilkan tuturan yang mengandung kata-kata atau struktur gramatikal saja, tetapi mereka juga memperlihatkan tindakan- tindakan melalui tuturan- tuturan tersebut.
Kajian pragmatik secara garis besar memang banyak yang mengkaji mengenai ragam lisan dibandingkan dengan ragam tulisan. Tetapi bukan tidak boleh ragam bahasa tulis dikaji secara pragmatik. Pernyataan ini diperkuat dengan pendapat dari Henry Guntur Tarigan dalam bukunya yang berjudul Pengajaran Pragmatik. Menurut Tarigan (2009: 31) pragmatik ialah telaah umum mengenai bagaimana caranya konteks mempengaruhi cara kita menafsirkan kalimat. Kata ―kalimat‖ menandakan bahwa yang kita tafsirkan bukan hanya sekedar ucapan, tetapi juga dapat berupa tulisan. Jelas dapat disimpulkan bahwa wacana tulis dapat dijadikan objek dalam kajian pragmatik.
Tindak tutur juga terdapat dalam novel. Jarang ditemukan suatu cerita tanpa tindak tutur. Cerita dalam novel selalu berisikan tindak tutur, yang terlihat pada percakapan. Dalam percakapan tersebut terlihat adanya aksi dan reaksi antar penutur. Aksi-reaksi tersebut muncul dengan tujuan untuk menyampaikan pendapat atau pun informasi. Pendapat ataupun informasi yang ingin disampaikan dapat dilihat dari konteksnya. Aksi-reaksi yang terjadi antara penutur maupun mitra tutur dapat dilihat pada contoh sebagai berikut:
(5) ―Delisa bangun, sayang. . . Shubuh!‖ Konteks: Kak Fatimah, sulung berumur lima belas tahun memohon kepada Delisa dengan membelai lembut pipi Delisa. Tersenyum berbisik membangunkan adiknya karena sudah shubuh.
Aksi-reaksi antara penutur (Kak Fatimah) dengan mitratutur (Delisa) yakni aksi mitratutur yang tidak mau bangun untuk shalat menyebabkan reaksi penutur untuk membangunkan Delisa dengan lembut belaian pada pipi Delisa. Aksi-reaksi yang terjadi antara penutur dengan mitratutur bertujuan agar dapat menyampaikan informasi ataupun pendapat. Pendapat yang ingin disampaikan penutur dengan reaksi mitratutur yang seperti itu yakni bangunlah dengan segera untuk melaksanakan shalat subuh.
Sehubungan dengan masalah penggunaan tindak tutur dalam suatu peristiwa komunikasi, peneliti menemukan adanya fenomena tindak tutur direktif dalam novel Hafalan Shalat Delisa. Fenomena ini bermula ketika peneliti mulai membaca novel tersebut. Peneliti menemukan dan mulai mengamati setiap bentuk dari tindak tutur direktif. Dalam proses mengamati tersebut, peneliti mulai tertarik dengan tuturan yang terdapat di dalam novel. Ketertarikan peneliti untuk membaca novel bermula saat peneliti menonton filmnya terlebih dahulu. Karena peneliti tertarik dengan filmnya itulah peneliti juga tertarik untuk membaca novel tersebut. Sebagai perbandingan, peneliti juga telah membaca novel dengan judul Tembang Lara karya Pipiet Senja. Setelah peneliti membacanya hingga selesai, novel tersebut ternyata mengandung tindak tutur direktif yang tidak sedominan dibandingkan dengan novel Hafalan Shalat Delisa. Atas dasar itulah peneliti memilih dan menggunakan novel tersebut sebagai bahan kajian di dalam skripsi.
Ketika peneliti membaca novel tersebut, peneliti menemukan tuturan yang diucapkan oleh Aisyah kepada Kak Fatimah yang terdapat pada halaman 3, yakni sebagai berikut:
(1) ―Ya Kak . . . . gelitikin saja, Kak!‖ (HSD:3) Konteks tuturan: Tuturan tersebut diucapkan oleh Aisyah yang akan membangunkan sangat bersemangat sekali ketika Kak Fatimah akan menggelitikin adiknya untuk bangun.
Dalam tuturan (1) peneliti menganggap bahwa tuturan tersebut merupakan tindak tutur requestives jenis meminta. Tindak tutur requestives merupakan tindak tutur yang menimbulkan ekspresi keinginan, harapan dan juga maksud dari penutur kepada mitra tutur yang dituju. Tuturan (1) dituturkan oleh Aisyah yang mendukung kakaknya untuk membangunkan Delisa. Tujuannya tidak lain yakni untuk melaksanakan shalat shubuh berjamaah.
Pada kesempatan lain peneliti juga menemukan tuturan di dalam novel pada halaman 4. Kutipannya adalah sebagai berikut: (2)
―Eh kenapa pada belum siap- siap?‖ (HSD:4) Konteks tuturan: Tuturan tersebut diucapkan oleh Ummi karena melihat anak- anaknya belum siap juga untuk melaksanakan shalat shubuh. Ketidaksiapan anak- anak untuk melaksanakan shalat dikarenakan mereka sibuk untuk membangunkan Delisa yang susah sekali bangun untuk melaksanakan shalat.
Dalam tuturan (2) peneliti memperkirakan bahwa tuturan tersebut merupakan tindak tutur questions jenis bertanya. Ummi memberikan suatu informasi kepada mitra tutur yang tidak lain yakni kepada anak- anaknya. Informasi tersebut, yaitu Ummi sudah mengambil air wudhu dan sudah siap, mengapa kalian belum ambir air wudhu juga?.
Ada pula fenomena lain yang peneliti temukan yang terdapat dalam novel
Hafalan Shalat Delisa di halaman 4, yakni sebagai berikut:
(3) ―Aisyah jangan ganggu Delisa… Lagian kamu kenapa pula belum ambil wudhu?‖ (HSD:4) Konteks tuturan: Tuturan tersebut diucapkan oleh Kak Fatimah untuk memerintahkan kepada Aisyah agar tidak menganggu Delisa dan segera untuk mengambil air wudhu. Kak Fatimah terlihat marah karena Aisyah terus menganggu Delisa dan belum segera untuk mengambil air wudhu untuk shalat shubuh.
Dalam tuturan (3) peneliti memprediksikan bahwa tuturan tersebut merupakan tindak tutur requirements jenis memerintah. Tindak tutur perintah seringkali dibuat rancu dengan permohonan. Jenis tindak tutur ini melibatkan ekspresi keinginan penutur supaya mitra tutur melakukan suatu tindakan. Tuturan (3) digunakan Kak Fatimah untuk memerintah Aisyah agar tidak menganggu Delisa dan segera mengambil air wudhu. Karena takut waktu subuh sudah habis, Kak Fatimah menyuruh Aisyah untuk mengambil air wudhu.
Di lain waktu peneliti juga menemukan tuturan direktif di halaman 15, yakni sebagai berikut: (4)
―Yee, Ummi masak nggak tahu. Ungu itu warna janda! Pertanda buruk!‖(HSD:15) Konteks tuturan: Tuturan tersebut diucapkan oleh Kak Fatimah yang melarang Ummi untuk memakai kerudung ungu karena ungu itu warna janda dan pertanda buruk bagi yang memakainya. Oleh sebab itu Fatimah memilih kerudung yang tepat untuk Umminya.
Dalam tuturan (4) peneliti memperkirakan bahwa tuturan tersebut merupakan tindak tutur bentuk prohibitives jenis melarang. Tindak tutur ini seringkali dikaitkan dengan tindak tutur perintah atau suruhan. Dalam tuturan (4) ini Kak Fatimah melarang Ummi memakai kerudung ungu. Melarang di sini sama artinya dengan tidak diperbolehkan untuk melakukan sesuatu. Oleh sebab itu, ada keterkaitan larangan dengan perintah atau suruhan.
Fenomena lain yang peneliti temukan terdapat di halaman 9, yakni: (5)
―Ya sudah… Biar Zahra atau Kak Fatimah sajalah. Aisyah juga malas baca bacaan shalat keras- keras. Nggak khusuk, tahu!‖ (HSD:9)
Konteks tuturan: Tuturan tersebut diucapkan oleh Aisyah kepada Delisa dengan maksud menyetujui keinginan Delisa agar Kak Aisyah tidak lagi menjadi imam untuk Delisa. Hal tersebut disebabkan karena suara Kak Aisyah tidak keras sehingga Delisa tidak mampu mengikuti bacaan shalat yang diucapkan.
Dalam tuturan (5) peneliti menduga bahwa tuturan tersebut merupakan tindak tutur bentuk permissives jenis menyetujui. Tindak tutur ini mengekspresikan kepercayaan dan maksud penutur sehingga mitra tutur percaya bahwa ujaran penutur mengandung alasan yang cukup bagi mitra tutur untuk merasa bebas melakukan tindakan tertentu. Tuturan (5) mengekspresikan persetujuan Aisyah terhadap permintaan Delisa, dan Delisa bebas untuk melakukan suatu tindakan yakni mengganti imam dengan Kak Fatimah atau Kak Zahra.
Selanjutnya, peneliti menemukan fenomena lain yang terdapat pada halaman 36, yakni :
(6) ―Kan, kamu bisa lepas nanti kalau terasa panas!‖ (HSD:36) Konteks tuturan: Tuturan tersebut diucapkan oleh Ummi kepada Delisa yang menyarankan kepadanya agar jika ia merasa kepanasan ia boleh membuka kerudungnya.
Saran Ummi kepada Delisa agar Delisa melepas kerudungnya saja jika merasa kepanasan. Dalam tuturan (6) peneliti menganggap bahwa tuturan tersebut merupakan tindak tutur bentuk advisories jenis menyarankan. Pada tindak tutur jenis ini apa yang diekpresikan penutur bukanlah keinginan kepada mitratutur untuk melakukan suatu tindakan tertentu, tetapi kepercayaan bahwa melakukan sesuatu merupakan hal yang baik. Dalam tuturan (6) ekspresi dari Ummi bukanlah keinginan kepada Delisa untuk melepaskan kerudunganya disaat panas, tetapi kepercayaan Ummi bahwa Delisa akan melakukan suatu tindakan yang baik.
Dari berbagai fenomena yang telah ditemukan, peneliti berasumsi bahwa novel Hafalan Shalat Delisa memiliki tindak tutur direktif yang memiliki maksud dan fungsi tertentu. Fenomena tersebut dapat dikaji dengan menggunakan kajian pragmatik pada bidang tindak tutur. Untuk mengetahui benar atau tidaknya asumsi tersebut, perlu dilakukan kajian yang sangat mendalam. Oleh karena itu penelitian dengan judul ―Analisis Tindak Tutur dalam Wacana novel Hafalan Shalat Delisa” penting untuk dilakukan.
B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah tersebut dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut: tindak tutur direktif apa sajakah yang terdapat dalam novel Hafalan
Shalat Delisa karya Tere Liye? C.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan jenis dari setiap bentuk tindak tutur direktif yang terdapat dalam novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan khususnya mengenai bentuk tindak tutur direktif dalam wacana novel Hafalan Shalat Delisa.
b. Manfaat lainnya yakni hasil penelitian ini dapat menambah dan menguatkan teori- teori yang sudah ada dalam pragmatik, khususnya dalam bidang tindak tutur direktif.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam menganalisis sebuah novel secara pragmatik.
b. Dapat memberikan sumbangan pengetahuan dan pengajaran bahasa Indonesia.
E. Sistematika Penulisan
Dengan adanya sistematika penulisan yang disusun secara sistematis dan kronologis bertujuan untuk mempermudah pembaca dalam memahami isi skripsi. Sistematika penulisan juga dimaksudkan agar pengidentifikasian dan penganalisisan masalah mudah ditemui dan dimengerti. Sistematika penulisan penelitian dengan judul ―Tindak Tutur Direktif dalam Wacana Novel Hafalan Shalat Delisa Karya Tere Liye‖ secara kesuluruhan terbagi atas lima bab, yaitu:
Bab 1, pada bab ini berisikan mengenai beberapa subbab didalamnya, antara lain terdiri dari: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Latar belakang masalah mengungkapkan alasan- alasan peneliti perlu melakukan penelitian ini. Rumusan masalah adalah perincian terhadap masalah yang akan dibahas. Tujuan penelitian mengungkapkan mengenai tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini. Sedangkan manfaat penelitian mengungkapkan manfaat- manfaat yang diperoleh setelah membaca dan memahami penelitian ini. Adapun sistematika penulisan diperlukan karena untuk mempermudah bagian- bagian yang diungkapkan dalam penelitian ini.
Bab II, bab ini berisi mengenai landasan teori dan penelitian yang relevan. Penelitian yang relevan digunakan sebagai penjelas bahwa penelitian yang peneliti lakukan berbeda dengan penelitian- penelitian sebelumnya. Landasan teori mendeskripsikan teori- teori yang digunakan sebagai acuan dalam menganalisis objek yang dikaji. Adapun landasan teori yang digunakan yakni pengertian dan fungsi bahasa, wacana, konteks tuturan, pragmatik, novel, perbedaan novel, cerpen dengan novelet, tindak tutur dan tindak tutur direktif.
Bab III, pada bab ini berisi tentang metodologi penelitian. Aspek- aspek yang terdapat dalam bab ini yakni: jenis penelitian, data dan sumber data, dan metode penelitian. Metode penelitian terbagi menjadi tiga tahap yakni: tahap penyediaan data, tahap analisis data, dan tahap penyajian hasil analisis data. Metode penelitian dapat diartikan sebagai cara kerja peneliti untuk menyediakan data, menganalisis data dan menyajikan hasil analisis data yang telah dikaji.
Bab IV, berisi hasil penelitian dan pembahasan masalah. Pada bab ini dapat dikatakan pokok dari sebuah skripsi. Penilaian sebuah skripsi dapat dikatakan baik atau tidak dapat dilihat dari bab penelitian dan pembahasan masalah. Dalam bab ini mendeskripsikan jenis- jenis tindak tutur dan fungsi dari setiap tindak tutur direktif dalam novel yang meliputi (1) Requestives (meminta), (2) Questions (pertanyaan), (3) Requirements (perintah), (4) Prohibitives (larangan), (5) Permissives (pemberian izin),
(6) Advisories (nasihat).
Bab V, berisi penutup yang meliputi kesimpulan dan saran. Kesimpulan merupakan ulasan akhir atau rangkuman yang dibuat secara ringkas dari hasil analisis yang lengkap pada bab pembahasan. Tujuan dari kesimpulan itu sendiri agar pembaca dapat mengetahui ulasan akhir penelitian secara keseluruhan. Sedangkan saran merupakan suatu nasihat terhadap penelitian yang telah dilakukan. Saran juga dapat berupa masukan yang mendukung agar penelitian selanjutnya dapat lebih baik lagi.