files57333LKj PKK 2016
I
f
J
."*lil
Fi
'.\
x
F:t
PUSAT KRISIS KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN
TAHUN 2016
IKHTISAR EKSEKUTIF
Tugas pokok Pusat Krisis Kesehatan adalah melaksanakan penyusunan kebijakan teknis,
pelaksanaan, dan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang penanggulangan krisis kesehatan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam Rencana Strategis Kementerian
Kesehatan Tahun 2015-2019, kegiatan penanggulangan krisis kesehatan merupakan bagian dari
program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Kementerian Kesehatan,
dengan outcome pengurangan risiko krisis kesehatan. lndikator yang ditetapkan berupa : Jumlah
Provinsi dan Kabupaten/Kota yang mendapatkan dukungan untuk melaksanakan upaya pengurangan
risiko krisis kesehatan dengan 69 lokasi sebagai target kinerjanya. Pencapaian target kinerja pada
tahun 2016 adalah sebanyak 69 lokasi atau mencapai 100%.
Kegiatan penanggulangan krisis kesehatan telah dilaksanakan sesuai dengan rencana kerja
anggaran yang tertuang dalam RKA-K/L Pusat Krisis Kesehatan tahun anggaran 2016, dengan alokasi
anggaran sejumlah Rp 63.965.411.000,- dan mengalami revisi hingga alokasi akhirnya menjadi Rp
55.795.030.000,-. Berdasarkan lnstruksi Presiden Nomor 4 tahun 2016 tentang Langkah-langkah
Penghematan dan Pemotongan Belanja Kementerian/Lembaga dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2016, maka Pusat Krisis Kesehatan melakukan
blokir anggaran secara mandiri lself blockingl sehingga dari alokasi anggaran tersebut yang benarbenar dapat digunakan adalah sebesar
Rp
41.402.037.O00,-. sebesar 55,aa% dati alokasi anggaran
atau sebesar Rp 36.756.700.534,- berhasil diserap. Sedangkan target fisik yang berhasil dicapai
adalah sebesar 100%.
Alokasi anggaran
di Pusat Krisis Kesehatan dikelompokkan untuk empat output
kegiatan.
Kegiatan-kegiatan utama yang dilakukan untuk mencapai target lndikator Kinerja Kegiatan Pusat
Krisis Kesehatan tahun 2016 terdapat pada output Pengurangan Risiko Krisis Kesehatan. Perincian
output kegiatan penanggulangan krisis kesehatan adalah sebagai berikut:
1. Output Pengurangan Risiko Krisis Kesehatan, capaian realisasi anggaran sebesar 80,23% dan
pencapaian target fisik sebesar 100%. Sebesar Rp 2.401.981.000,- (9,7 %), diblokir secara
mandiri (self b locki n gl;
2. output Penanggulangan
3.
4.
Krisis Kesehatan, capaian realisasi anggaran sebesar 36,82% dan
pencapaian target fisik sebesar 100%. Sebesar Rp 11.271.802.000,- (55,32%) diblokir.secara
mandiri (s e If b I o c ki n ql ;
Output Dukungan Layanan Manajemen, capaian realisasi anggaran sebesar 83,55% dan
pencapaian target fisik sebesar 100%. Sebesar Rp 382.710.000,- (1o,o5%l diblokir secara mandiri
(self blockingl;
Output Layanan Perkantoran, capaian realisasi anggaran sebesar 90,59% dan pencapaian target
fisik sebesar 100%. Sebesar Rp 336.500.000,- (4,91 %) diblokir secara mandiri lself blockingl.
Demikian gambaran umum dari laporan ini, semoga dapat bermanfaat dalam penentuan
kebijakan dan perencanaan penanggulangan krisis kesehatan.
Kepala Pusat Krisis Kesehatan
dr. Achmad Yurianto
NIP 196203112014101001
-
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkah dan
karunia dari-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Akuntabilitas Kiner.ia Pusat Krisis
Kesehatan Tahun 2015. Laporan ini merupakan wulud pelaksanaan amanat dari Peraturan Presiden
Nomor 29 tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja lnstansi Pemerintah dan berisi uraian
pertanggungjawaban atas keberhasilan, kegagalan dan hambatan yang dialami Pusat Krisis
Kesehatan dalam mencapai tujuan dan sasaran strategisnya selama tahun 2015.
Paradigma terkini dari penanggulangan bencana mengharuskan pemerintah aktif
menetapkan kebijakan-kebijakan penurunan risiko bencana di seluruh tingkatan. Kebijakan inilah
yang menjadi dasar penetapan sasaran kegiatan penanggulangan krisis kesehatan yang dilakukan
oleh Pusat Krisis Kesehatan yaitu pengurangan risiko krisis kesehatan. Sasaran ini tertuang di dalam
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2075-2079 dan akan dicapai secara bertahap dalam
kurun waktu 5 (limaltahun melalui rencana kerja tahunan yang diperjanjikan
baik bencana alam, non alam
maupun sosial. Kejadian bencana sepanjang tahun 2016 tersebut menimbulkan banyak
Sepanjang tahun 2015, telah terjadi 694 kejadian bencana,
permasalahan kesehatan yang menyebabkan program pembangunan kesehatan menjadi terganggu
bahkan terhenti. Pada kondisi seperti ini, diperlukan upaya pengurangan risiko krisis kesehatan agar
program pembangunan kesehatan dapat kembali berjalan seoptimal mungkin dengan kualitas yang
lebih baik.
Keberhasilan dalam pencapaian target lndikator Kinerja Kegiatan di Pusat Krisis Kesehatan
tidak terlepas dari hasil kerja keras seluruh pegawai, unit-unit lintas program dan lintas sektor
terkait.
Demikian, kami sampaikan ucapan terima kasih. Semoga Laporan Akuntabilitas Kinerja Pusat
Krisis Kesehatan ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan, baik sebagai
informasi maupun evaluasi kiner.ia.
lakarta,
)anuari 2017
Kepala Pusat Krisis Kesehatan
?rlt
dr. Achmad Yurianto
NtP 195203112014101001
DAFTAR ISI
IKHTISAR EKSEKUTIF
I
KATA PENGANTAR
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
BA8
BAB
BAB
I
II
III
PENDAHULUAN
1
A.
TATAR BELAKANG
t
B.
C.
D.
MAKSUD DAN TUJUAN
2
TUGAS DAN FUNGSI
z
SISTEMATIKA PENULISAN
3
PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA
4
A.
PERENCANAAN KINERjA
4
B.
PERJANJIAN KINERJA
6
AKUNTABILITAS KINERJA
7
A.
PEN6UKURAN DAN ANALISIS PENCAPAIAN KINERJA
7
1. Kegiatan Utama
9
2. Kegiatan Penunjang
16
B.
BAB
IV
SUMBER DAYA
22
1. Sumber Daya Manusia
23
2. Sumber Daya Keuangan
25
3. sumber Daya sarana dan Prasarana
26
PENUTUP
28
A. KESIMPUTAN
B. SARAN
28
28
29
LAMPIRAN
It
DAFTAR TABET
Tabel
2.1.
Kegiatan, Sasaran, lndikator Kinerja Kegiatan dan Target Kinerja
5
Pusat Krisis Kesehatan tahun 2ot5-2019
Tabel
2.2.
Sasaran, lndikator Kineria Kegiatan dan Target Kinerja
6
Pusat Krisis Kesehatan tahun 2016
Tabel 3.1.
Kegiatan Utama Pusat Krisis Kesehatan tahun 2016
7
Tabel 3.2.
Capaian lndikator Kinerja Kegiatan tahun 2016
8
Tabel 3.3.
Perbandingan capaian lndikator Kinerja Kegiatan
8
Tabel 3.4.
Pencapaian Kegiatan Utama tahun 20L6
1-0
Tabel 3.5.
Pencapaian Kegiatan Utama tahun 2016
11
Tabel 3.6.
Pencapaian Kegiatan Utama tahun 2016
t2
Tabel 3.7.
Pencapaian Kegiatan Utama tahun 2016
13
Tabel 3.8.
Pencapaian Kegiatan Utama tahun 2016
L4
Tabel 3.9.
Pencapaian Kegiatan Utama tahun 2016
15
Tabel 3.10. Pencapaian Kegiatan Utama tahun 2016
16
Tabel 3.11. Output Kegiatan Pusat Krisis Kesehatan tahun 2016
!7
Tabel 3.L2. Pencapaian Pokja WHO CC tahun 2016
18
Tabel 3.13. Upaya Tanggap Darurat Penanggulangan Krisis Kesehatan tahun 2016
72
Tabel 3.14. Distribusi Pegawai Pusat Krisis Kesehatan tahun 2015
73
Tabel 3.15. Peningkatan Kapasitas lnternasional Pegawai Pusat Krisis Kesehatan
24
tahun 2016
Tabel 3.17. Alokasi dan Realisasi Anggaran serta Blokir Mandiri per Output Tahun 2016
26
Tabel 3.18. Rincian Sumber Daya Sarana dan Prasarana Tahun 2016
27
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1.
Struktur Organisasi Pusat Krisis Kesehatan Tahun 2016
Gambar 3.15. Perbandingan Alokasi dan Realisasi Anggaran tahun 2015 dan 2016
2
25
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Perjanjian Kinerja Tahun 2016
79
Lampiran 2
Surat Keputusan Kepala Pusat Krisis Kesehatan tentang
31
Penetapan Target lndikator Kineria Kegiatan Tahun 2015
Lampiran 3.
Capaian lndikator Kinerja Kegiatan Pusat Krisis Kesehatan tahun 2016
35
Lampiran 4.
Penetapan Kembali Pusat Krisis Kesehatan Sebagai WHO
36
Collaborating Centre
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
TATAR BELAKANG
Undang-Undang Republik lndonesia Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana menyebutkan dalam pasal 5 bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah meniadi
penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Kemudian, pada pasal 48
dan pasal 53 disebutkan bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap
darurat salah satunya meliputi pemenuhan kebutuhan dasar dimana penyediaan pelayanan
kesehatan menjadi salah satu bagiannya. Selanjutnya, Undang-Undang Republik lndonesia
Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, pada Pasal 82 ayat 1 disebutkan bahwa pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya,
fasilitas, dan pelaksanaan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan pada
bencana. Kedua undang-undang di atas secara tertulis mengamanatkan kepada pemerintah
pusat, dalam hal
ini
diturunkan kepada Kementerian Kesehatan, untuk mengupayakan
terselenggaranya pelayanan kesehatan yang paripurna pada kondisi bencana.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2075-2019
disebutkan bahwa untuk mengantisipasi risiko bencana yang sudah ada dan yang berpotensi
terjadi di masa yang akan datang, bila tidak dikelola/diminimalisasi, akan dapat mengakibatkan
terjadinya kemunduran dari pembangunan yang sudah dilakukan. Sehubungan dengan hal
tersebut, maka arah kebiiakan dalam penanggulangan bencana adalah (1) mengurangi risiko
bencana; dan (2) meningkatkan ketangguhan menghadapi bencana.
Sejalan dengan arah kebijakan dalam penanggulangan bencana, Kementerian Kesehatan
menyusun Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 yang di
dalamnya mencakup kegiatan penanggulangan krisis kesehatan. Sasaran kegiatan ini adalah
meningkatnya upaya pengurangan risiko krisis kesehatan. Krisis kesehatan didefinisikan sebagai
peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam kesehatan individu atau masyarakat yang
disebabkan oleh bencana dan/atau berpotensi bencana.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik lndonesia Nomor 64 tahun 2015
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, satuan kerja Pusat Krisis Kesehatan
berada di bawah dan bertanggungiawab kepada Menteri melalui Sekretaris Jenderal. Pusat Krisis
Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyusunan kebijakan teknis, pelaksanaan, dan
pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang penanggulangan krisis kesehatan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelaksanaan tugas dan fungsi di bidang penanggulangan krisis kesehatan yang
diamanatkan kepada Pusat Krisis Kesehatan, wajib dipertanggungjawabkan berdasarkan suatu
sistem akuntabilitas yang memadai. Sistem tersebut dikenal dengan nama Sistem Akuntabilitas
Kinerja lnstansi Pemerintah sebagaimana yang dijabarkan dalam Peraturan Presiden Nomor 29
tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja lnstansi Pemerintah. Sistem ini merupakan
rangkaian sistematik dari berbagai aktivitas, alat, dan prosedur yang dirancang untuk tujuan
penetapan dan pengukuran, pengumpulan data, pengklasifikasian, pengikhtisaran, dan
pelaporan kinerja pada instansi pemerintah, dalam rangka pertanggungjawaban dan
peningkatan kinerja instansi pemerintah.
1
Sebagai wujud pelaksanaan amanat dari Peraturan Presiden tersebut, maka Pusat Krisis
Kesehatan menyusun dan menyajikan Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAK) atas prestasi kerja
yang d;capai berdasarkan kinerja yang diperjanjikan dan berdasarkan penggunaan anggaran
yang telah dialokasikan pada DIPA Pusat Krisis Kesehatan tahun anggaran 2016.
B.
MAKSUD DAN TUJUAN
Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAK) Pusat Krisis Kesehatan tahun 2016 merupakan bentuk
akuntabilitas dari pelaksanaan tugas dan fungsi yang dipercayakan kepada Pusat Krisis
Kesehatan atas penggunaan anggaran tahun 2016.
Penyusunan dan penyajian LAK Pusat Krisis Kesehatan bertujuan untuk memberikan
informasi kinerja yang terukur kepada Sekretaris Jenderal selaku pemberi mandat atas kinerja
yang telah dan seharusnya dicapai sekaligus sebagai upaya perbaikan berkesinambungan bagi
Pusat Krisis Kesehatan untuk meningkatkan kinerjanya di masa mendatang.
C.
TUGAS DAN FUNGSI
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik lndonesia Nomor 64 tahun 2015
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Pusat Krisis Kesehatan mempunyai
tugas melaksanakan penyusunan kebijakan teknis, pelaksanaan, dan pemantauan, evaluasi, dan
pelaporan di bidang penanggulangan krisis kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Dalam melaksanakan tugasnya tersebut, Pusat Krisis Kesehatan
menyelenggarakan fungsi sebagai berikut
:
1. penyusunan kebijakan teknis di bidang pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaan, fasilitasi
penanggulangan krisis kesehatan, serta evaluasi dan informasi krisis kesehatan;
2. pelaksanaan di bidang pencegahan, mitigasi, dan
kesiapsaagaan, fasilitasi penanggulangan
krisis kesehatan, serta evaluasi dan informasi krisis kesehatan;
3. pemantauan, pengelolaan informasi, evaluasi, dan pelaporan di bidang pencegahan, mitigasi,
dan kesiapsiagaan, serta fasilitasi penanggulangan krisis kesehatan; dan
4. pelaksanaan administrasi
Pusat.
Tugas dan fungsi-fungsi di atas dilaksanakan oleh 4 (empat) unit eselon tiga di Pusat Krisis
Kesehatan dengan struktur organisasi selengkapnya seperti gambar di bawah ini
:
Gambar 1.1. Struktur Organisas! Pusat Krisis Kesehatan Tahun 2016
TiRISIS I'ESEI TATAI{
BIDtrN(j
IiRIrtIS X]ESEITATAN
DAN KErtIAIJSI,I\GAAN
SUBBIDAI'G
FASILITi.SI PEMU'ITiA:N
E
2
EVALUASI DAN INFORMASI
D.
SISTEMATIKA PENULISAN
LAK Pusat Krisis Kesehatan tahun 2016
ini menguraikan pencapaian kinerja Pusat Krisis
Kesehatan selama tahun 20!6. Capaian kinerja tersebut dibandingkan dengan Perjanjian Kinerja
tahun 2016 dan capaian kinerja tahun sebelumnya untuk mengukur keberhasilan/kegagalan
kinerja Pusat Krisis Kesehatan.
Adapun sistematika penya.iian LAK Pusat Krisis Kesehatan tahun 2016 adalah sebagai
berikut:
1. lkhtisar Eksekutif: berisi rangkuman dari LAK Pusat Krisis Kesehatan tahun 2016.
2. Bab I Pendahuluan : menjelaskan secara ringkas latar belakang, maksud dan tujuan penulisan
laporan, tugas pokok dan fungsi Pusat Krisis Kesehatan, serta sistimatika penyajian laporan.
3. Bab ll Perencanaan dan Per.janjian Kinerja : menyajikan gambaran singkat men8enai rencana
strategis organisasi, mulai dari visi, misi, tujuan, strategi dan sasaran serta menyajikan
perjanjian kinerja tahun 2016 antara Kepala Pusat Krisis Kesehatan dengan Sekretaris
Jenderal.
4. Bab lll Akuntabilitas Kinerja : menyajikan uraian hasil pengukuran kinerja, evaluasi, dan
analisis akuntabilitas kinerja, termasuk di dalamnya menguraikan secara sistematis
keberhasilan/kegagalan, hambatan/kendala dan permasalahan yang dihadapi serta langkahlangkah antisipatif yang akan diambil.
5.8ab lV Penutup:
menjelaskan kesimpulan secara menyeluruh dari Laporan Akuntabilitas
Kinerja Pusat Krisis Kesehatan tahun 2016.
3
BAB II
PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA
A.
PERENCANAAN XINERJA
Perencanaan kinerja adalah perencanaan keluaran atau hasil dari kegiatan atau program
yang telah atau hendak dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan
kualitas yang terukur. Perencanaan kinerja dibuat untuk jangka waktu panjang (20 tahunan),
menengah (5 tahunan) maupun tahunan.
Perencanaan kinerja penanggulangan krisis kesehatan tahun 2016 merupakan penjabaran
dari perencanaan kinerja 5 tahunan dari Pusat Krisis Kesehatan (Rencana Aksi Kegiatan/RAK
Penanggulangan Krisis Kesehatan tahun 2015-2019). RAK Pusat Krisis Kesehatan tahun 20152019 merupakan penjabaran dari Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan tahun
2015-2019. Renstra Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 merupakan penjabaran dari
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019.
Perencanaan kinerja penanggulangan krisis kesehatan merupakan perpaduan yang tidak
terpisahkan dari Kerangka Penanggulangan Bencana dan Kerangka Pembangunan Kesehatan.
Terdapat 10 (sepuluh) agenda pembangunan nasional pada RPJMN 2015-2019 yang disusun
sebagai penjabaran operasional dari Nawa Cita. Agenda pembangunan nasional yang berkaitan
dengan penanggulangan bencana terdapat pada agenda nomor 7 (tujuh) yaitu "Mewujudkan
Kemandirian Ekonomi dengan Menggerakkan Sektor-Sektor Strategis Ekonomi Domestik", sub
agenda nomor 4 (empat) yaitu "Melestarikan sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup dan
Pengelolaan Bencana". Sedangkan agenda pembangunan nasional yang berkaitan dengan
pembangunan kesehatan terdapat pada agenda nomor 5 (lima) yaitu "Meningkatkan Kualitas
Hidup Manusia dan Masyarakat lndonesia", sub agenda nomor 3 (tiga) yaitu "Pembangunan
sehaf.
yang
sasaran
ingin dicapai dalam Program lndonesia Sehat pada RPJMN 2015-2019
Kesehatan: Pelaksanaan Program lndonesia
adalah meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan
pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemerataan
pelayanan kesehatan dengan sasaran pokok sebagai berikut: (1) meningkatnya status kesehatan
dan gizi ibu dan anak; (Z) meningkatnya pengendalian penyakit; (3) meningkatnya akses dan
mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal dan
perbatasan; (4) meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal melalui Kartu lndonesia
Sehat dan kualitas pengelolaan SJSN Kesehatan; (5) terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan,
obat dan vaksin; serta (6) meningkatkan responsivitas sistem kesehatan.
Sedangkan sasaran yang ingin dicapai dari Program Penanggulangan Bencana dan
Pengurangan Risiko Bencana adalah menurunnya indeks risiko bencana pada pusat-Pusat
pertumbuhan yang berisiko tinggi. Arah kebijakan penanggulangan bencana dalam RPJMN 20152019 adalah untuk mengurangi risiko bencana dan meningkatkan ketangguhan pemerintah,
pemerintah daerah dan masyarakat dalam menghadapi bencana. Strategi yang dilakukan adalah:
(1) lnternalisasi pengurangan risiko bencana dalam kerangka pembangunan berkelanjutan di
pusat dan daerah; (2) Penurunan tingkat kerentanan terhadap bencana; serta (3) Peningkatan
kapasitas pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam penanggulangan bencana.
Keberhasilan dalam mencapai sasaran pembangunan nasional di bidang penanggulangan
bencana akan sangat mempengaruhi keberhasilan pencapaian sasaran program lndonesia Sehat.
4
Data yang bersumber dari Sistem lnformasi Penanggulangan Krisis Kesehatan menunjukkan
bahwa bencana berdampak di berbagai sektor kehidupan masyarakat maupun pemerintahan
termasuk di sektor kesehatan. Sepanjang tahun 2016, telah terjadi 694 kejadian bencana
maupun potensi bencana yang menimbulkan krisis kesehatan. Kejadian krisis kesehatan
sepanjang tahun 2016 tersebut menyebabkan korban meninggal sebanyak 855 orang, korban
hilang sebanyak 108 orang, korban luka berat/dirawat inap sebanyak 4-149 orcng, korban luka
ringan/dirawat jalan sebanyak 43.601 orang, dan pengungsi sebanyak 29O.762 orcng. Beberapa
fasilitas pelayanan kesehatan maupun perkantoran dan bangunan penunjang pelayanan
kesehatan lainnya menjadi rusak dan/atau tidak berfungsi. Dalam kondisi rusak dan/atau tidak
berfungsi, suatu fasilitas pelayanan kesehatan akan terganggu bahkan terhenti dalam
menjalankan program-program kesehatan.
Dengan berlandaskan kepada Visi, Misi, dan Nawacita Presiden yang terdapat pada
RPJMN 2015-2019, termasuk sasaran yang ingin dicapai dari Program Penanggulangan Bencana
dan Pengurangan Risiko Bencana serta Program lndonesia Sehat dalam RPJMN 2015-2019, maka
Kementerian Kesehatan menyusun Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019
di dalamnya mencakup target kinerja dan kerangka pendanaan program-program
yang
kesehatan tahun 2015-2019. Termasuk dalam target kinerja tersebut adalah perencanaan
kinerja dari kegiatan Penanggulangan Krisis Kesehatan.
Adapun sasaran kegiatan Penanggulangan Krisis Kesehatan sebagaimana yang terdapat
dalam Renstra Kementerian Kesehatan dan Rencana Aksi Kegiatan Penanggulangan Krisis
Kesehatan tahun 2015-2019 adalah pengurangan risiko krisis kesehatan. Sedangkan indikator
pencapaian dari sasaran tersebut adalah Jumlah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang
mendapatkan dukungan untuk melaksanakan upaya pengurangan risiko krisis kesehatan. Berikut
ini adalah sasaran, indikator kinerja dan target pencapaian kinerja dari kegiatan penanggulangan
krisis kesehatan seperti yang tercantum di dalam RAK Penanggulangan Krisis Kesehatan tahun
70L5-20t9
:
(egiatan
Tabel2.1. Kegiatan, sasaran, lndikator Kinerja Kegiatan
dan Target (inerja Pusat Krisis Kesehatan tahun 2015-2019
lndikator Kineria
Sdsaran
1(egiatan
Penanggulangan
Krlsis Kesehatan
Pengurangan
risiko krisis
kesehatan
lumlah Provinsi dan
Kabupaten/Kota yang
mendapatkan
dukungan untuk
m15
2076
2017
2A1A
4t
69
84
a4
83
lokasi
lokasi
lokasi
lokasi
lokasi
2019
melaksanakan upaya
pengurangan risiko
krisis kesehatan
Kabupaten/kota target lndikator Kinerja Kegiatan tahun 2015-2019 dipilih berdasarkan
tingginya indeks risiko bencana yang dimiliki sesuai data lndeks Rawan Bencana lndonesia (lRBl)
tahun 2013 yang dibuat oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), berdasarkan
karakteristik sosio ekonomi dan geografisnya (diprioritaskan kabupaten/kota yang merupakan
daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan) dan berdasarkan profil kesehatan daerahnya
(diprioritaskan kabupaten/kota yang merupakan daerah bermasalah kesehatan).
Semua provinsi
di lndonesia menjadi target lndikator Kinerja Kegiatan tahun 2015-2019
dimana urutan prioritas pelaksanaan tiap tahunnya dibuat berdasarkan skoring setiap provinsi.
5
Skoring tersebut dibuat berdasarkan persentase kabupaten/kota yang ada di provinsi tersebut
yang masuk dalam lRBl Tinggi, persentase kabupaten/kota yang menjadi Prioritas Pembangunan
Nasional, persentase kabupaten/kota yang menjadi Prioritas Kota Sehat, persentase
kabupaten/kota yang masuk dalam kriteria Daerah Bermasalah Kesehatan (DBK), Daerah
Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK). Semakin tinggi persentase di atas, maka akan
semakin tinggi skor yang diperoleh. Kabupaten/Kota yang sudah pernah menjadi target kinerja
Pusat Krisis Kesehatan tahun 2010-2014 akan menjadi pengurang skor. Langkah selanjutnya
adalah membuat urutan provinsi mulai dari skor tertinggi sampai terendah. Provinsi-provinsi
dengan skor tinggi menjadi target prioritas pelaksanaan di awal-awal periode renstra 2015-2019.
B.
PERJANJIAN KINER.,A
Perjanjian kinerja Pusat Krisis Kesehatan tahun 2016 adalah lembar/dokumen yang
berisikan penugasan dari Sekretaris Jenderal kepada Kepala Pusat Krisis Kesehatan untuk
melaksanakan kegiatan Penanggulangan Krisis Kesehatan yang disertai dengan lndikator Kinerja
Kegiatan. Melalui Perjanjian Kinerja, terwujudlah komitmen Kepala Pusat Krisis Kesehatan dan
kesepakatan antara Kepala Pusat Krisis Kesehatan dan Sekretaris Jenderal atas kinerja terukur
tertentu berdasarkan tugas, fungsi dan wewenang serta sumber daya yang tersedia. Kinerja yang
disepakati tidak dibatasi pada kinerja yang dihasilkan atas kegiatan tahun bersangkutan, tetapi
termasuk kinerja (outcomel yang seharusnya terwujud akibat kegiatan tahun-tahun sebelumnya.
Dengan demikian, target kinerja yang diperjanjikan juga mencakup outcome yang dihasilkan dari
kegiatan tahun-tahun sebelumnya, sehingga terwujud kesinambungan kinerja setiap tahunnya.
Untuk tahun anggaran 2016, telah ditetapkan tarBet capaian lndikator Kinerja Kegiatan
Pusat Krisis Kesehatan dengan alokasi awal sebesar Rp 63.965.411.000,- (enam puluh tiga milyar
sembilan ratus enam puluh lima.iuta empat ratus sebelas ribu rupiah) yang kemudian direvisi
sehingga alokasi akhirnya menjadi Rp 55.795.030.000,- (lima puluh lima milyar tujuh ratus
sembilan puluh lima juta tiga puluh ribu rupiah). Adapun lndikator Kinerja Kegiatan dan target
pencapaiannya pada tahun 2016 sebagaimana yang tertuliskan dalam Perjanjian Kinerja, adalah
sebagai berikut:
Tabel 2,2. Sasaran, lndikator Kinerja Kegiatan
dan Target Kineria Pusat Krisis Kesehatan tahun 2015
lndikator Kineria (egiatan
Target Kineria
Tahun 2016
Jumlah Provinsi dan Kabupaten^ota yang mendapatkan
dukunSan untuk rnelaksanakan upaya pengurangan risiko krisis
69 lokasi
Sasaran
Pengurangan
rlsiko krlsls
kesehatan
kesehatan
6
BAB III
AKUNTABIUTAS KINERJA
A.
PEN6UKURAN DAN ANALISIS PENCAPAIAN KINERJA
Salah satu fondasi utama dalam menerapkan manajemen kinerja adalah pengukuran
kinerja dalam rangka meniamin adanya peningkatan akuntabilitas dengan melakukan klarifikasi
output dan outcome yang akan dan seharusnya dicapai untuk memudahkan terwujudnya
organisasi yang akuntabel. Pengukuran kinerja merupakan proses membandingkan kinerja yang
dihasilkan dengan kinerja yang diharapkan atau yang diperjanjikan. Pengukuran kinerja
dilakukan secara berkala baik bulanan, triwulanan dan tahunan. Sampai dengan saat ini,
pengukuran kinerja yang dilakukan masih terbatas pada kinerja Pusat Krisis Kesehatan dalam
mencapai lndikator Kinerja Kegiatan yang diperjanjikan yang merupakan klarifikasi terhadap
output yang sudah dicapai. Sedangkan pengukuran kinerja kegiatan penanggulangan krisis
kesehatan yang mengarah kepada outcome belum dilakukan karena memerlukan suatu metode
khusus seperti survei atau penelitian dan outcome dari kegiatan penanggulangan krisis
kesehatan diperkirakan mulai terlihat 4-5 tahun setelah kegiatan dilaksanakan.
Pencapaian kinerja merupakan hasil dari pengukuran kinerja. Berdasarkan pengukuran
kinerja tersebut, dapat diperoleh informasi mengenai keberhasilan pencapaian indikator
sehingga dapat ditindaklanjuti dalam perbaikan perencanaan pelaksanaan kegiatan di masa yang
akan datang. Untuk mengetahui capaian kinerja yang telah dilaksanakan, dilakukan penilaian
kinerja melalui perbandingan tingkat kinerja yang dicapai dengan standar atau target dalam
penetapan kiner.ia yang telah ditetapkan.
Target kinerja Pusat Krisis Kesehatan tahun 2016 yaitu jumlah Provinsi
dan
Kabupaten/Kota yang mendapatkan dukungan untuk melaksanakan upaya pengurangan risiko
krisis kesehatan dengan target kinerja 69 lokasi. Kegiatan-kegiatan utama yang dilakukan untuk
mencapai target lndikator Kinerja Kegiatan Pusat Krisis Kesehatan tahun 2016 adalah sebagai
berikut:
Tabel 3.1. Kegiatan Utama Pusat Krisis Kesehatan tahun 2015
No
1.-
2.3.-
Tarset Kineria
Nama Kepiatan
Assesment Kapasitas Daerah dalam Penerapan Manaiemen
Penanggulangan Krisis Kesehatan.
Peningkatan Kapasitas Petugas dalam Penyusunan Peta Respon.
Peningkatan Kapasitas Petugas Kabupaten/Kota dalam Pengelolaan
sistem lnformasi dan Komunikasi untuk Penanggulangan (risis
(esehatan.
Peningkatan Kapasitas Petugas dalam Penyusunan Rencana Kontiniensi
Table Top Exercise Penerapan Manajemen Penanggulangan Krisis
34 lokasi
(Kabupaten/Kota)
28 lokasi
(Kabupaten/Kota)
Kesehatan
T lokasi (Provinsi)
TOT Pendampingan Penyusunan Rencana Kontinjensi Bidang
Kesehatan
TOT Penyusunan Peta Respon
59lokasi
TOTAL
Kegiatan-kegiatan tersebut di atas dilaksanakan dalam rangka mencapai target kinerja
yang diper.ianjikan dalam dokumen Perjanjian Kinerja tahun 2016. Adapun pencapaian kinerja
Pusat Krisis Kesehatan tahun 2015 terdapat pada tabel berikut ini
7
:
Tabel3.2. capaian lndikator Kineria Kegiatan tehun 2016
Reali$asi
Tariet
lndikator Kineria KeAiata{r
Jumlah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang
mendapatkan dukungan untuk
melakanakan upaya penguIangan risiko
krisis kesehatan
69 lokasi
69 lokasi
Capaian
70o%
Sebelum akhir tahun 2016, Pusat Krisis Kesehatan telah berhasil mencapai target kinerja
kegiatan sebagaimana yang diperjanjikan dalam dokumen Perjanjian Kinerja dengan capaian
kinerja sebesar 7oo%. Jika dibandingkan dengan pencapaian lndikator Kinerja Kegiatan tahun
2015, maka pencapaian tahun 20L6 mengalami kenaikan. Dari 41 lokasi yang menjadi target
lndikator Kinerja Kegiatan tahun 2015, hanya 40 lokasi yang mencapai keberhasilan atau
capaiannya hanya 97,56%. Terdapat L (satu) macam kegiatan untuk mencapai target lndikator
Kinerja Kegiatan tahun 2015 yang dibebankan pelaksanaannya kepada Dinas Kesehatan Provinsi
dengan menggunakan dana dekonsentrasi. Dari tujuh dinas kesehatan provinsi target lndikator
Kinerja Kegiatan tahun 2015, hanya satu yang tidak menjalankan kegiatan yang dibiayai dana
dekonsentrasi ini yaitu Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Utara. Pelaksanaan kegiatan yang
dibiayai dana dekonsentrasi di Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Utara terkendala karena
tenaga kesehatan di daerah juga terbebani melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dibiayai APBD.
Agar hal yang sama tidak terulang, maka diputuskan bahwa kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan untuk mencapai target Indikator Kinerja Kegiatan tidak lagi dibebankan
pelaksanaannya kepada pihak lain. Karena keberhasilan maupun kegagalannya tidak
mencerminkan kinerja Pusat Krisis Kesehatan. Tabel berikut ini membandingkan target dan
capaian lndikator Kinerja Kegiatan Pusat Krisis Kesehatan tahun 2015 dengan tahun 2016:
Tabel 3.3. Perbandingan Capaian lndikator Kinerja Kegiatan
tahun
,ndikator Kineda (egiatan
Jumlah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang
mendapatkan dukungan untuk melaksanakan
upaya pengurangan risiko krisis kesehatan
41 lokasi
2O15
flEalisasi
40 lokasi
(97,s5%)
K€aJtsasr
69 lokasi
69 lokasi
(10o%)
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 64 tahun 2Ot3 tentang
Penanggulangan Krisis Kesehatan, Krisis Kesehatan adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa
yang mengancam kesehatan individu atau masyarakat yang disebabkan oleh bencana dan/atau
berpotensi bencana. Berdasarkan Undang-undang nomor 24 tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor
alam dan/atau non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban
jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Sedangkan
risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan
kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa
aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.
Pendekatan dalam memahami penanggulangan krisis kesehatan adalah menggunakan konsep
siklus penanggulangan bencana dimana terdapat 3 (tiga) fase penanggulangan bencana yaitu
fase prabencana, fase tanggap darurat dan fase pascabencana. Upaya pengurangan risiko
8
bencana adalah upaya penanggulangan bencana yang dilakukan dalam situasi tidak terjadi
bencana (prabencana).
Tinggi rendahnya risiko bencana di suatu wilayah paling sedikit dipengaruhi oleh 3 (tiga)
faktor yaitu bahaya {hozordl, kerentanan (vulnerobilityl dan kapasitas lcopocityl. Risiko bencana
di suatu wilayah berbanding lurus dengan tingkat bahaya dan kerentanan di wilayah tersebut,
semakin tinggi tingkat bahaya dan kerentanan, semakin tinggi risiko bencananya. sebaliknya,
semakin tinggi kapasitas menanggulangi bencana, akan semakin rendah risiko bencananya.
Maka dari itu, prinsip pengurangan risiko bencana adalah bagaimana menurunkan tingkat
bahaya dan kerentanan serta meningkatkan kapasitas sehingga dampak dari suatu bencana
dapat diminimalisir semaksimal mungkin. Dalam pengurangan risiko krisis kesehatan, faktor
bahaya merupakan faktor yang paling sulit dimodifikasi karena keterbatasan ilmu pengetahuan
dan teknologi manusia. Sebagai contoh, sampai dengan saat ini, kapan terjadinya suatu gempa
bumi masih belum dapat diprediksi. Faktor kerentanan dapat diintervensi namun memerlukan
waktu yang panjang untuk mencapai keberhasilan. Faktor kapasitas merupakan faktor yang
paling mudah diintervensi dan dapat diukur keberhasilannya dalam waktu singkat.
1. Kegiatan Utama
Berdasarkan uraian sebelumnya, pengurangan risiko krisis kesehatan yang merupakan
sasaran kegiatan penanggulangan krisis kesehatan tahun 2015-2019, dicapai melalui
kegiatan-kegiatan peningkatan kapasitas penanggulangan krisis kesehatan tahunan di
wilayah-wilayah yang menjadi target kinerja. Untuk mencapai target lndikator Kinerja
Kegiatan tahun 2016, Pusat Krisis Kesehatan melaksanakan kegiatan-kegiatan utama sebagai
berikut:
a. Assesment Kaoasitas Daerah dalam
Penera pan
Manaiemen Penanesulansan Krisis
Kesehatan
Assesment dalam penerapan manajemen penanggulangan krisis kesehatan
merupakan langkah awal dalam memetakan risiko krisis kesehatan di wilayah/lokasiyang
menjadi target kinerja Pusat Krisis Kesehatan tahun 2016. Hasil assesment tersebut dikaji
untuk selanjutnya disusun menjadi profil krisis kesehatan kabupaten/kota yang
menggambarkan risiko krisis kesehatan di wilayah tersebut.
Paling sedikit, terdapat 4 (empat) tujuan dari kegiatan assesment, selenBkapnya
sebagai berikut
L)
:
Memetakan ancaman (hazard), kerentananan dan kapasitas terkait penanggulangan
krisis kesehatan di 34 kabupaten/kota rawan bencana target tahun 2016;
2)
Mengidentifikasi permasalahan terkait penanggulangan krisis kesehatan
di
34
kabupaten/kota rawan bencana target tahun 2016;
3)
Memberikan usulan/rekomendasi kebijakan-kebijakan yang perlu diambil oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi dan Kementerian Kesehatan
dalam rangka menyelesaikan permasalahan yang ditemui di Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota terkait upaya penanggulangan krisis kesehatan;
4)
Memberi masukan untuk kebijakan nasional terkait penanggulangan krisis kesehatan.
a.1. Hasil yang Dicapai
Pelaksanaan kegiatan ini dikatakan berhasil apabila kegiatan ini dilaksanakan
di 34 Kabupaten/Kota target kinerja. Pada tahun 2016, Pusat Krisis Kesehatan telah
9
melakukan assesment
di 34 Kabupaten/Kota rawan bencana yang menjadi target
kinerja.
Tabel3.4. Pencapaian Kegiatan Utama tahun 2016
Iarget
Nama Kegiatan
Keberhasilan
Assesment Kapasitas Daerah
dalam Pen€rapan Manajemen
Penanggulangan (risis Kesehatan
a.2. Permasalahan
Kegiatan
Dilaksanakan
aa
Pencapaian
di 34
Eerhasil
dilaksanakan di 34
kab./kota
kab./kota
LOO
o/o
ini
menempati urutan pertama dalam pelaksanaan rangkaian
kegiatan yang mendukung pencapaian target kinerja. Kegiatan laniutan lainnya tidak
akan dilaksanakan apabila kegiatan ini belum dilaksanakan. Assesment dilakukan
melalui metode wawancara dengan pejabat struktural dan staf pengelola program
penanggulangan krisis kesehatan di Dinas Kesehatan kabupaten/kota, kemudian
dilakukan pengamatan lapangan serta studi kepustakaan terhadap dokumendokumen yang dikumpulkan pada saat wawancara seperti dokumen peta risiko
bencana, rencana kontinjensi dan dokumen lainnya. Wawancara dilakukan
berdasarkan kuesioner yang telah disusun. Data-data yang didapat kemudian diolah
dengan menggunakan teknologi informasi berupa decision support system untuk
menilai kesenjangan berdasarkan suatu standar. Hasil kajian ini disampaikan pada
kabupaten/kota dan provinsi target kineria serta lintas program, lintas sektor serta
organisasi terkait dalam pertemuan evaluasi kapasitas untuk ditindaklanjuti.
Salah satu hambatan dalam pelaksanaan kegiatan ini adalah sulitnya
menyesuaikan jadwal pelaksanaan kegiatan dengan kesanggupan narasumber yang
akan diwawancarai mengingat narasumber pun memiliki agenda kerja sendiri di
daerah. Selain itu, permasalahan lainnya adalah data yang diberikan oleh narasumber
tidaklah lengkap dan terbaru. Beberapa data yang diminta dalam kuesioner dimiliki
oleh program atau SKPD lain di daerah, sehingga dalam melengkapinya memerlukan
waktu yang lama.
Tahun 2016 merupakan tahun pertama dalam pemanfaatan teknologi
informasi untuk mengolah data-data hasil assesment sehingga masih terdapat triol
dan error serta tidak semua staf mahir dalam menggunakan teknologi informasi
untuk mengolah data-data yang didapat. Selain itu, terdapat keterbatasan dalam
mengkaji secara lebih komprehensif dan mendalam terkait kesenjangan-kesenjangan
yang telah ditemukan, dikarenakan keterbatasan referensi dan data-data serta
keterbatasan iumlah staf yang dapat fokus untuk melakukan kaiian dengan lebih
mendalam.
a.3. Upaya dalam Menyikapi Permasalahan
1) Menginformasikan jadwal pelaksanaan kegiatan kepada responden 1 (satu) bulan
sebelum kegiatan dilaksanakan;
2)
Kuesioner dikirimkan sebelum
tim
pelaksana mewawancarai responden agar
dapat dipersiapkan data-data yang diminta;
3)
Jawaban dari kuesioner sebaiknya dikirimkan sebelum wawancara agar ketika
wawancara, dapat diajukan pertanyaan untuk mengklarifikasi jawaban sehingga
wawancara dilakukan lebih mendalam;
10
4)
Mengembangkan teknologi informasi untuk penginputan dan pengolahan data
sehingga lebih mudah digunakan (tanpa perlu pelatihan khusus) dan lebih cepat
dalam menghasilkan informasi yang dibutuhkan;
5)
Bekerja sama dengan perguruan tinggi untuk melakukan kajian/penelitian di
daerah untuk memperbanyak referensi-referensi terkait penanggulangan krisis
kesehatan;
6)
b.
Melibatkan tenaga ahli untuk mengkaji lebih mendalam sehingga saran dan
rekomendasi yang dihasilkan dapat lebih tajam, komprehensif dan aplikatif bagi
kabupaten/kota maupun provinsi yang menjadi target kinerja.
Peningkatan Kapasitas Petugas dalam Penyusunan Peta Respon
Peta Respon dapat didefinisikan sebagai alat bantu berupa peta
yang
dikembangkan untuk memudahkan upaya penanggulangan suatu bencana. Tujuan dari
pelaksanaan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan kapasitas petugas kesehatan dan
terkait lainnya di Kabupaten/Kota dalam menyusun suatu peta respon sebagai bagian dari
upaya kesiapsiagaan menghadapi potensi krisis kesehatan akibat bencana.
Dalam satu peta respon, tergambarkan wilayah yang terancam atau terdampak
suatu bahaya (hozord), sebaran penduduk dan kelompok rentan di wilayah yang terancam
atau terdampak serta sebaran sumber daya atau kapasitas yang ada di wilayah tersebut
yang dapat digunakan untuk penanganan dampak bencana. Peta tersebut dibuat bersama-
sama oleh semua stakeholders yang terlibat dan berperan dalam penanggulangan krisis
kesehatan, termasuk instansi pemerintah, perusahaan daerah, sektor swasta, organisasi
non-pemerintah/LsM, lembaga internasional dan masyarakat, serta pihak terkait lainnya.
b.1. Hasil yang Dicapai
Pelaksanaan kegiatan ini dikatakan berhasil apabila kegiatan ini dilaksanakan
di 34 Kabupaten/Kota target kinerja. Pada tahun 20L6, Pusat Krisis Kesehatan telah
melaksanakan kegiatan ini di 34 Kabupaten/Kota rawan bencana yang menjadi target
kinerja.
Tabel 3.5, Pen[apaian Kegiatan Utama tahun 2015
Target
P?ncrpalan
Narna. l(egiatarl
(eberhasilan
Peningkatan Kapasitas
Petugas dalam Penyusunan
Dilaksanakan di
34 kab./kota
Berhasildilaksanakan
di 34 kab,/kota
100
0/.
Peta Respon
b.2. Permasalahan
suatu peta respon dikatakan lengkap apabila peta tersebut
dapat
menggambarkan semua potensi yang dimiliki oleh tiap stakeholder yang terlibat dan
berperan dalam penanggulangan krisis kesehatan. Pada kegiatan ini peta respon yang
dihasilkan tidaklah menggambarkan seluruh potensi yang dimiliki oleh daerah karena
keterbatasan data dan informasi.
b.3. Upaya dalam Menyikapi Permasalahan
1) Mendorong kebijakan diseminasi data dan informasi penanggulangan bencana
satu pintu, sehingga data dan informasi mudah diperoleh;
2)
Mengembangkan teknologi informasi untuk pembuatan peta respon.
t7
c.
Peninskatan Kapasitas Petugas Kabupaten/Ko ta d alam Penselolaan Sistem lnformasi dan
Komunikasi untuk Penang
U lanean
Krisis Kesehatan
Upaya penanggulangan krisis kesehatan perlu didukung oleh penyampaian
informasi yang cepat, tepat dan akurat, yang disampaikan mulai dari lokasi bencana,
kabupaten/kota, provinsi hingga ke tingkat pusat. Mendapatkan informasi yang memadai
pada saat kejadian bencana merupakan tantangan tersendiri karena infrastruktur
pendukung pelayanan masyarakat mengalami kerusakan sehingga menyebabkan kesulitan
dalam berkomunikasi dan kemampuan petugas yang kurang memadai dalam
hal
pengelolaan data, informasi dan ketrampilan berkomunikasi dalam situasi bencana serta
belum adanya pemahaman yang sama dalam penggunaan sistem informasi
dan
komunikasi dalam penanggulangan krisis kesehatan.
Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan kegiatan peningkatan kapasitas petugas
Kabupaten/Kota dalam pengelolaan sistem informasi
dan komunikasi
penanggulangan krisis kesehatan sehingga diharapkan petugas kesehatan mampu
1)
2)
untuk
:
Memperoleh data ke.iadian bencana secara tepat dan akurat;
Menggunakan alat komunikasi alternatif, contohnya radio komunikasi, dalam
penyampaian kejadian bencana apabila alat komunikasi lain tidak mampu berfungsi
dengan baik di situsi bencana;
3)
Mengolah data menjadi informasi penanggulangan krisis kesehatan yang mudah
dipahami;
4)
Menyampaikan informasi penanggulangan krisis kesehatan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan secara cepat.
c.1.
Hasil yang Dicapai
ini dikatakan berhasil apabila kegiatan ini diikuti oleh
peserta dari 34 Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota target kinerja. Pada tahun 2016,
Pelaksanaan kegiatan
Pusat Krisis Kesehatan telah melaksanakan kegiatan ini dengan peserta yanB berasal
dari 34 Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota rawan bencana yang menjadi target kinerja.
Tabel3.6. Pencapaian Kegiatan Utama tahun 2016
Target
Nama Kegiatan
Peningkatan Kapasitas Petugas
Kabupaten/xota dalam pengelolaan sistem
lnformasi dan Komunikasi untuk
Penanggulangan Krisis Kesehatan
Pdncapaian
Dihadiri 34
Dihadirioleh
Dinkes
34 Dinkes
kab./kota
kab./kota
n
LOO "/o
c.1. Permasalahan
Peserta yang diharapkan mengikuti kegiatan
ini adalah petugas di
Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota yang tugas sehari-harinya sebagai pengelola data dan
informasi penanggulangan krisis kesehatan. Permasalahan yang dihadapi adalah
sebagian peserta yang mengikuti kegiatan ini tidak berasal dari unit pengelola data
dan informasi penanggulangan krisis kesehatan.
Permasalahan lainnya adalah kebijakan mutasi pegawai pemerintah daerah.
Petugas yang sudah mengikuti kegiatan ini ternyata dimutasikan ke posisi lain yang
tugasnya tidak berkaitan sama sekali dengan penanggulangan krisis kesehatan. Kedua
L2
permasalahan tersebut menyebabkan pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh
dari kegiatan ini tidak dimanfaatkan secara optimal.
c.2. Upaya dalam Menyikapi Permasalahan
1)
Menyeleksi calon peserta agar yang mengikuti kegiatan ini adalah petugas di
Dinas Kesehatan yang dalam waktu 3 (tiga) tahun ke depan tidak direncanakan
akan dimutasikan, didukung dengan surat pernyataan dari Kepala
Dinas
Kesehatan;
2)
d.
Mengembangkan aplikasi Sistem lnformasi Penanggulangan Krisis Kesehatan
yang mudah digunakan luser Jriendlyl.
Peningkatan Kapasitas Petug as dalam Penvusunan Rencana Kontiniensi
Rencana kontinjensi merupakan rencana penanggulangan bencana untuk satu jenis
ancaman lsingle hozordl yang dibuat pada situasi terdapat potensi bencana (fase
kesiapsiagaan). Apabila bencana benar-benar terjadi, maka Rencana Kontinjensi menjadi
dasar dalam menyusun Rencana Operasi Tanggap Darurat atau Rencana Operasi
lOperotionol P/on) setelah terlebih dahulu disesuaikan melalui suatu kaji cepat kondisi di
lapangan lropi d o ssessm e ntl.
Rencana kontinjensi harus dibuat secara bersama-sama oleh semua pihak
(stakeholders) dan multi-sektor yang terlibat dan berperan dalam penanggulangan
bencana, termasuk di dalamnya adalah pemerintah (sektor-sektor yang terkait),
perusahaan daerah, sektor swasta, organisasi non-pemerintah/LsM, lembaga
internasional dan masyarakat, serta pihak-pihak lain yang terkait/relevan dengan jenis
bencananya.
secara umum, tujuan kegiatan ini adalah untuk memfasilitasi sektor kesehatan
yang diwakili oleh Dinas Kesehatan, Rumah Sakit Umum Daerah, Puskesmas rawan
bencana, unsur kesehatan TNI dan POLRI di Kabupaten/Kota dalam menyusun rencana
kontinjensi kesehatan sebagai bagian dari upaya kesiapsiagaan Kabupaten/Kota rawan
bencana dalam menghadapi potensi krisis kesehatan di wilayahnya. Selain sektor
kesehatan, dilibatkan pula lintas sektor terkait seperti Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) dan Bappeda Kabupaten/Kota.
d.1.
Hasil yang Dicapai
Pelaksanaan kegiatan ini dikatakan berhasil apabila kegiatan ini dilaksanakan
di 28 kabupaten/kota target kinerja. Pada tahun 2016, Pusat Krisis Kesehatan telah
melaksanakan kegiatan ini di 28 kabupaten/kota rawan bencana yang menjadi target
kinerja.
Tabel 3,7. Pencapaian Kegiatan Utama tahun 2015
Target
(eberhasilan
Nal?ta Kegiatan
Peningkatan Kapasitas Petugas
dalam Penyusunan Rencana
Dilaksanakan di
28 kab./kota
l(ontinjensi
rA
Pencapaian
Berhasil
dilaksanakan di
28 kab./kota
].OO'/o
d.2. Permasalahan
Fasilitator yang ditugaskan mendampingi peserta dalam menyusun rencana
kontinjensi berasal dari Pusat Krisis Kesehatan, lintas program di Kementerian
13
Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi dan RSUD Provinsi yang sebelumnya sudah
mengikuti
IOf
{Troining of Troiner\ Penyusunan Rencana Kontiniensi. Permasalahan
yang dihadapi adalah sebagian fasilitator tidak dapat memfasilitasi kegiatan ini sesuai
dengan jadwal yang sudah ditetapkan dikarenakan fasilitator memiliki agenda kerja
lainnya atau merasa belum memiliki kompetensi yang diperlukan untuk memfasilitasi.
d.3. Upaya dalam Menyikapi Permasalahan
1) Jadwal pelaksanaan dibuat kegiatan sebaik mungkin sehingga mengakomodir
beragam agenda kerja dari para fasilitator;
2)
e.
Memberikan pembekalan kembali (knowledge refreshmentl kepada fasilitator
sehingga nantinya dapat memfasilitasi kegiatan ini secara optimal.
Toble fop Exeraise Peneraoan Manaiemen Pena nggulangan Krisis Kesehatan
Geladi adalah salah satu bentuk latihan untuk memberikan pengetahuan dan
meningkatkan keterampilan melakukan suatu kegiatan yang telah dipelajari atau dilakukan
sebelumnya. Selain itu, geladi juga berfungsi sebagai sarana untuk menguji rencana
kontinjensi bidang kesehatan yang telah dibuat sebelumnya. Dalam rencana kontinjensi
bidang kesehatan, telah dibuat skenario kejadian bencana yang disesuaikan dengan risiko
bencana yang mungkin terjadi di suatu daerah. Sehingga kejadian bencana yang akan
digeladikan harus disesuaikan dengan skenario di dalam rencana kontinjensi.
Toble top exercise atau geladi posko dilaksanakan untuk mencapai peningkatan
kemampuan fungsi komando, koordinasi dan komunikasi dari koordinator klaster
kesehatan maupun sub-subklaster di bawahnya. Pada geladi posko, peserta diberikan
serangkaian keadaan dan kejadian tanggap darurat bencana yang sambung-menyambung
dan mengandung persoalan yang harus dipecahkan dan dibuatkan keputusan, rencana,
perintah dan tindakan dari peserta yang berperan sebagai koordinator klaster/subklaster
kesehatan. Peserta dari toble top exercise ini adalah
:
1) Koordinator klaster kesehatan;
2) Koordinatorsub-subklaster kesehatan;
3) Anggotasub-subklasterkesehatan.
e.1. Hasil yang Dicapai
Pelaksanaan kegiatan ini dikatakan berhasil apabila kegiatan ini dilaksanakan
di 28 kabupaten/kota target kinerja. Pada tahun 2016, Pusat Krisis Kesehatan telah
melaksanakan kegiatan ini di 28 kabupaten/kota rawan bencana yang menjadi target
kinerja.
Tabel3.8. Pencapaian Kegiatan Utama tahun 2016
Target
Nama Kegiatan
Keberhasilan
Tobte Top Exercise Penerapan
Mana.iemen Penanggulangan Krisis
di 28
Kesehatan
kab.lkota
Dilaksanakan
Pencapaian
Berhasil
dilaksanakan di
28 kab./kota
%
Pencapaian
1@%
e.2. Permasalahan
Mengingat bahwa tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mencapai peningkatan
kemampuan fungsi komando, koordinasi dan komunikasi dari koordinator klaster
kesehatan maupun sub-subklaster
1,4
di
bawahnya, maka sebaiknya peserta yang
mengikuti kegiatan ini adalah pejabat yang benar-benar men.iadi koordinator klaster
dan sub-subklaster di bawahnya bukan perwakilannya. Permasalahnnya, di beberapa
kabupaten/kota, peserta kegiatan ini bukanlah koordinator klaster dan sub-subklaster
klaster seperti yang diharapkan, melainkan staf perwakilannya.
e.3. Upaya dalam Menyikapi Permasalahan
1)
Menekankan kepada Dinas Kesehatan kabupaten/kota agar yang menjadi peserta
adalah pejabat yang benar-benar menjadi koordinator klaster dan sub-subklaster
di bawahnya;
2)
f.
Apabila terpaksa diwakilkan, dipilih pejabat struktural atau staf di bawahnya
dengan tugas sehari-hari yang berkaitan langsunB den8an tugas atasannya.
cana Kontiniensi Bidane Kesehatan
TOT Pendamoinsan Penvusunan
Kegiatan
ini dilaksanakan guna mencetak lebih banyak fasilitator-fasilitator untuk
mendampingi penyusunan rencana kontinjensi bidang kesehatan. Peserta yang diundang
di 7 provinsi target kinerja, lintas program di
Kementerian Kesehatan, Kesehatan Daerah Militer (Kesdam) dan Balai Pelatihan
berasal dari Dinas Kesehatan dan RSUD
Kesehatan (Bapelkes) di 7 provinsi target kinerja.
f.1.
Hasil yang Dicapai
Pelaksanaan kegiatan
ini dikatakan berhasil apabila kegiatan ini diikuti oleh
peserta dari 7 provinsi target kinerja. Pada tahun 2016, Pusat Krisis Kesehatan telah
melaksanakan kegiatan ini dengan peserta yang berasal dari 7 provinsi yang menjadi
target kinerja.
Tabel 3.9. Pencapaian Kegiatan Utama tahun 2016
Target
Nama Kegiatan
(ebe.hrsilan
Dihadiri peserta
dari 7 provinsi
TOT Pendampingan Penyusunan
Rencana Kontiniensi Bidang
l},'ro
Peflcapaian
Dihadiripeserta
Pencapaian
100 %
dari 7 provinsi
Kesehatan
f.2.
Permasalahan
Peserta yang diharapkan mengikuti kegiatan ini adalah petugas kesehatan
yang memiliki tugas sehari-hari terkait penanggulangan krisis kesehatan di instansi
masing-masing. Permasalahannya, peserta yang yang mengikuti kegiatan ini
sebagiannya bukanlah penanggungjawab atau pelaksana program penanggulangan
krisis kesehatan.
Permasalahan lainnya adalah kebijakan mutasi pegawai pemerintah daerah.
Petugas yang sudah mengikuti kegiatan ini ternyata dimutasikan ke posisi lain yang
tugasnya tidak berkaitan sama sekali dengan penanggulangan krisis kesehatan. Kedua
permasalahan tersebut menyebabkan pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh
dari kegiatan ini tidak dimanfaatkan secara optimal.
f.3.
Upaya dalam Menyikapi Permasalahan
Menyeleksi calon peserta agar yang mengikuti kegiatan ini adalah petugas di
Dinas Kesehatan yang dalam waktu 3 (tiga) tahun ke depan tidak direncanakan akan
dimutasikan, didukung den
f
J
."*lil
Fi
'.\
x
F:t
PUSAT KRISIS KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN
TAHUN 2016
IKHTISAR EKSEKUTIF
Tugas pokok Pusat Krisis Kesehatan adalah melaksanakan penyusunan kebijakan teknis,
pelaksanaan, dan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang penanggulangan krisis kesehatan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam Rencana Strategis Kementerian
Kesehatan Tahun 2015-2019, kegiatan penanggulangan krisis kesehatan merupakan bagian dari
program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Kementerian Kesehatan,
dengan outcome pengurangan risiko krisis kesehatan. lndikator yang ditetapkan berupa : Jumlah
Provinsi dan Kabupaten/Kota yang mendapatkan dukungan untuk melaksanakan upaya pengurangan
risiko krisis kesehatan dengan 69 lokasi sebagai target kinerjanya. Pencapaian target kinerja pada
tahun 2016 adalah sebanyak 69 lokasi atau mencapai 100%.
Kegiatan penanggulangan krisis kesehatan telah dilaksanakan sesuai dengan rencana kerja
anggaran yang tertuang dalam RKA-K/L Pusat Krisis Kesehatan tahun anggaran 2016, dengan alokasi
anggaran sejumlah Rp 63.965.411.000,- dan mengalami revisi hingga alokasi akhirnya menjadi Rp
55.795.030.000,-. Berdasarkan lnstruksi Presiden Nomor 4 tahun 2016 tentang Langkah-langkah
Penghematan dan Pemotongan Belanja Kementerian/Lembaga dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2016, maka Pusat Krisis Kesehatan melakukan
blokir anggaran secara mandiri lself blockingl sehingga dari alokasi anggaran tersebut yang benarbenar dapat digunakan adalah sebesar
Rp
41.402.037.O00,-. sebesar 55,aa% dati alokasi anggaran
atau sebesar Rp 36.756.700.534,- berhasil diserap. Sedangkan target fisik yang berhasil dicapai
adalah sebesar 100%.
Alokasi anggaran
di Pusat Krisis Kesehatan dikelompokkan untuk empat output
kegiatan.
Kegiatan-kegiatan utama yang dilakukan untuk mencapai target lndikator Kinerja Kegiatan Pusat
Krisis Kesehatan tahun 2016 terdapat pada output Pengurangan Risiko Krisis Kesehatan. Perincian
output kegiatan penanggulangan krisis kesehatan adalah sebagai berikut:
1. Output Pengurangan Risiko Krisis Kesehatan, capaian realisasi anggaran sebesar 80,23% dan
pencapaian target fisik sebesar 100%. Sebesar Rp 2.401.981.000,- (9,7 %), diblokir secara
mandiri (self b locki n gl;
2. output Penanggulangan
3.
4.
Krisis Kesehatan, capaian realisasi anggaran sebesar 36,82% dan
pencapaian target fisik sebesar 100%. Sebesar Rp 11.271.802.000,- (55,32%) diblokir.secara
mandiri (s e If b I o c ki n ql ;
Output Dukungan Layanan Manajemen, capaian realisasi anggaran sebesar 83,55% dan
pencapaian target fisik sebesar 100%. Sebesar Rp 382.710.000,- (1o,o5%l diblokir secara mandiri
(self blockingl;
Output Layanan Perkantoran, capaian realisasi anggaran sebesar 90,59% dan pencapaian target
fisik sebesar 100%. Sebesar Rp 336.500.000,- (4,91 %) diblokir secara mandiri lself blockingl.
Demikian gambaran umum dari laporan ini, semoga dapat bermanfaat dalam penentuan
kebijakan dan perencanaan penanggulangan krisis kesehatan.
Kepala Pusat Krisis Kesehatan
dr. Achmad Yurianto
NIP 196203112014101001
-
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkah dan
karunia dari-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Akuntabilitas Kiner.ia Pusat Krisis
Kesehatan Tahun 2015. Laporan ini merupakan wulud pelaksanaan amanat dari Peraturan Presiden
Nomor 29 tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja lnstansi Pemerintah dan berisi uraian
pertanggungjawaban atas keberhasilan, kegagalan dan hambatan yang dialami Pusat Krisis
Kesehatan dalam mencapai tujuan dan sasaran strategisnya selama tahun 2015.
Paradigma terkini dari penanggulangan bencana mengharuskan pemerintah aktif
menetapkan kebijakan-kebijakan penurunan risiko bencana di seluruh tingkatan. Kebijakan inilah
yang menjadi dasar penetapan sasaran kegiatan penanggulangan krisis kesehatan yang dilakukan
oleh Pusat Krisis Kesehatan yaitu pengurangan risiko krisis kesehatan. Sasaran ini tertuang di dalam
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2075-2079 dan akan dicapai secara bertahap dalam
kurun waktu 5 (limaltahun melalui rencana kerja tahunan yang diperjanjikan
baik bencana alam, non alam
maupun sosial. Kejadian bencana sepanjang tahun 2016 tersebut menimbulkan banyak
Sepanjang tahun 2015, telah terjadi 694 kejadian bencana,
permasalahan kesehatan yang menyebabkan program pembangunan kesehatan menjadi terganggu
bahkan terhenti. Pada kondisi seperti ini, diperlukan upaya pengurangan risiko krisis kesehatan agar
program pembangunan kesehatan dapat kembali berjalan seoptimal mungkin dengan kualitas yang
lebih baik.
Keberhasilan dalam pencapaian target lndikator Kinerja Kegiatan di Pusat Krisis Kesehatan
tidak terlepas dari hasil kerja keras seluruh pegawai, unit-unit lintas program dan lintas sektor
terkait.
Demikian, kami sampaikan ucapan terima kasih. Semoga Laporan Akuntabilitas Kinerja Pusat
Krisis Kesehatan ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan, baik sebagai
informasi maupun evaluasi kiner.ia.
lakarta,
)anuari 2017
Kepala Pusat Krisis Kesehatan
?rlt
dr. Achmad Yurianto
NtP 195203112014101001
DAFTAR ISI
IKHTISAR EKSEKUTIF
I
KATA PENGANTAR
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
BA8
BAB
BAB
I
II
III
PENDAHULUAN
1
A.
TATAR BELAKANG
t
B.
C.
D.
MAKSUD DAN TUJUAN
2
TUGAS DAN FUNGSI
z
SISTEMATIKA PENULISAN
3
PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA
4
A.
PERENCANAAN KINERjA
4
B.
PERJANJIAN KINERJA
6
AKUNTABILITAS KINERJA
7
A.
PEN6UKURAN DAN ANALISIS PENCAPAIAN KINERJA
7
1. Kegiatan Utama
9
2. Kegiatan Penunjang
16
B.
BAB
IV
SUMBER DAYA
22
1. Sumber Daya Manusia
23
2. Sumber Daya Keuangan
25
3. sumber Daya sarana dan Prasarana
26
PENUTUP
28
A. KESIMPUTAN
B. SARAN
28
28
29
LAMPIRAN
It
DAFTAR TABET
Tabel
2.1.
Kegiatan, Sasaran, lndikator Kinerja Kegiatan dan Target Kinerja
5
Pusat Krisis Kesehatan tahun 2ot5-2019
Tabel
2.2.
Sasaran, lndikator Kineria Kegiatan dan Target Kinerja
6
Pusat Krisis Kesehatan tahun 2016
Tabel 3.1.
Kegiatan Utama Pusat Krisis Kesehatan tahun 2016
7
Tabel 3.2.
Capaian lndikator Kinerja Kegiatan tahun 2016
8
Tabel 3.3.
Perbandingan capaian lndikator Kinerja Kegiatan
8
Tabel 3.4.
Pencapaian Kegiatan Utama tahun 20L6
1-0
Tabel 3.5.
Pencapaian Kegiatan Utama tahun 2016
11
Tabel 3.6.
Pencapaian Kegiatan Utama tahun 2016
t2
Tabel 3.7.
Pencapaian Kegiatan Utama tahun 2016
13
Tabel 3.8.
Pencapaian Kegiatan Utama tahun 2016
L4
Tabel 3.9.
Pencapaian Kegiatan Utama tahun 2016
15
Tabel 3.10. Pencapaian Kegiatan Utama tahun 2016
16
Tabel 3.11. Output Kegiatan Pusat Krisis Kesehatan tahun 2016
!7
Tabel 3.L2. Pencapaian Pokja WHO CC tahun 2016
18
Tabel 3.13. Upaya Tanggap Darurat Penanggulangan Krisis Kesehatan tahun 2016
72
Tabel 3.14. Distribusi Pegawai Pusat Krisis Kesehatan tahun 2015
73
Tabel 3.15. Peningkatan Kapasitas lnternasional Pegawai Pusat Krisis Kesehatan
24
tahun 2016
Tabel 3.17. Alokasi dan Realisasi Anggaran serta Blokir Mandiri per Output Tahun 2016
26
Tabel 3.18. Rincian Sumber Daya Sarana dan Prasarana Tahun 2016
27
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1.
Struktur Organisasi Pusat Krisis Kesehatan Tahun 2016
Gambar 3.15. Perbandingan Alokasi dan Realisasi Anggaran tahun 2015 dan 2016
2
25
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Perjanjian Kinerja Tahun 2016
79
Lampiran 2
Surat Keputusan Kepala Pusat Krisis Kesehatan tentang
31
Penetapan Target lndikator Kineria Kegiatan Tahun 2015
Lampiran 3.
Capaian lndikator Kinerja Kegiatan Pusat Krisis Kesehatan tahun 2016
35
Lampiran 4.
Penetapan Kembali Pusat Krisis Kesehatan Sebagai WHO
36
Collaborating Centre
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
TATAR BELAKANG
Undang-Undang Republik lndonesia Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana menyebutkan dalam pasal 5 bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah meniadi
penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Kemudian, pada pasal 48
dan pasal 53 disebutkan bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap
darurat salah satunya meliputi pemenuhan kebutuhan dasar dimana penyediaan pelayanan
kesehatan menjadi salah satu bagiannya. Selanjutnya, Undang-Undang Republik lndonesia
Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, pada Pasal 82 ayat 1 disebutkan bahwa pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya,
fasilitas, dan pelaksanaan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan pada
bencana. Kedua undang-undang di atas secara tertulis mengamanatkan kepada pemerintah
pusat, dalam hal
ini
diturunkan kepada Kementerian Kesehatan, untuk mengupayakan
terselenggaranya pelayanan kesehatan yang paripurna pada kondisi bencana.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2075-2019
disebutkan bahwa untuk mengantisipasi risiko bencana yang sudah ada dan yang berpotensi
terjadi di masa yang akan datang, bila tidak dikelola/diminimalisasi, akan dapat mengakibatkan
terjadinya kemunduran dari pembangunan yang sudah dilakukan. Sehubungan dengan hal
tersebut, maka arah kebiiakan dalam penanggulangan bencana adalah (1) mengurangi risiko
bencana; dan (2) meningkatkan ketangguhan menghadapi bencana.
Sejalan dengan arah kebijakan dalam penanggulangan bencana, Kementerian Kesehatan
menyusun Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 yang di
dalamnya mencakup kegiatan penanggulangan krisis kesehatan. Sasaran kegiatan ini adalah
meningkatnya upaya pengurangan risiko krisis kesehatan. Krisis kesehatan didefinisikan sebagai
peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam kesehatan individu atau masyarakat yang
disebabkan oleh bencana dan/atau berpotensi bencana.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik lndonesia Nomor 64 tahun 2015
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, satuan kerja Pusat Krisis Kesehatan
berada di bawah dan bertanggungiawab kepada Menteri melalui Sekretaris Jenderal. Pusat Krisis
Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyusunan kebijakan teknis, pelaksanaan, dan
pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang penanggulangan krisis kesehatan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelaksanaan tugas dan fungsi di bidang penanggulangan krisis kesehatan yang
diamanatkan kepada Pusat Krisis Kesehatan, wajib dipertanggungjawabkan berdasarkan suatu
sistem akuntabilitas yang memadai. Sistem tersebut dikenal dengan nama Sistem Akuntabilitas
Kinerja lnstansi Pemerintah sebagaimana yang dijabarkan dalam Peraturan Presiden Nomor 29
tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja lnstansi Pemerintah. Sistem ini merupakan
rangkaian sistematik dari berbagai aktivitas, alat, dan prosedur yang dirancang untuk tujuan
penetapan dan pengukuran, pengumpulan data, pengklasifikasian, pengikhtisaran, dan
pelaporan kinerja pada instansi pemerintah, dalam rangka pertanggungjawaban dan
peningkatan kinerja instansi pemerintah.
1
Sebagai wujud pelaksanaan amanat dari Peraturan Presiden tersebut, maka Pusat Krisis
Kesehatan menyusun dan menyajikan Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAK) atas prestasi kerja
yang d;capai berdasarkan kinerja yang diperjanjikan dan berdasarkan penggunaan anggaran
yang telah dialokasikan pada DIPA Pusat Krisis Kesehatan tahun anggaran 2016.
B.
MAKSUD DAN TUJUAN
Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAK) Pusat Krisis Kesehatan tahun 2016 merupakan bentuk
akuntabilitas dari pelaksanaan tugas dan fungsi yang dipercayakan kepada Pusat Krisis
Kesehatan atas penggunaan anggaran tahun 2016.
Penyusunan dan penyajian LAK Pusat Krisis Kesehatan bertujuan untuk memberikan
informasi kinerja yang terukur kepada Sekretaris Jenderal selaku pemberi mandat atas kinerja
yang telah dan seharusnya dicapai sekaligus sebagai upaya perbaikan berkesinambungan bagi
Pusat Krisis Kesehatan untuk meningkatkan kinerjanya di masa mendatang.
C.
TUGAS DAN FUNGSI
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik lndonesia Nomor 64 tahun 2015
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Pusat Krisis Kesehatan mempunyai
tugas melaksanakan penyusunan kebijakan teknis, pelaksanaan, dan pemantauan, evaluasi, dan
pelaporan di bidang penanggulangan krisis kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Dalam melaksanakan tugasnya tersebut, Pusat Krisis Kesehatan
menyelenggarakan fungsi sebagai berikut
:
1. penyusunan kebijakan teknis di bidang pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaan, fasilitasi
penanggulangan krisis kesehatan, serta evaluasi dan informasi krisis kesehatan;
2. pelaksanaan di bidang pencegahan, mitigasi, dan
kesiapsaagaan, fasilitasi penanggulangan
krisis kesehatan, serta evaluasi dan informasi krisis kesehatan;
3. pemantauan, pengelolaan informasi, evaluasi, dan pelaporan di bidang pencegahan, mitigasi,
dan kesiapsiagaan, serta fasilitasi penanggulangan krisis kesehatan; dan
4. pelaksanaan administrasi
Pusat.
Tugas dan fungsi-fungsi di atas dilaksanakan oleh 4 (empat) unit eselon tiga di Pusat Krisis
Kesehatan dengan struktur organisasi selengkapnya seperti gambar di bawah ini
:
Gambar 1.1. Struktur Organisas! Pusat Krisis Kesehatan Tahun 2016
TiRISIS I'ESEI TATAI{
BIDtrN(j
IiRIrtIS X]ESEITATAN
DAN KErtIAIJSI,I\GAAN
SUBBIDAI'G
FASILITi.SI PEMU'ITiA:N
E
2
EVALUASI DAN INFORMASI
D.
SISTEMATIKA PENULISAN
LAK Pusat Krisis Kesehatan tahun 2016
ini menguraikan pencapaian kinerja Pusat Krisis
Kesehatan selama tahun 20!6. Capaian kinerja tersebut dibandingkan dengan Perjanjian Kinerja
tahun 2016 dan capaian kinerja tahun sebelumnya untuk mengukur keberhasilan/kegagalan
kinerja Pusat Krisis Kesehatan.
Adapun sistematika penya.iian LAK Pusat Krisis Kesehatan tahun 2016 adalah sebagai
berikut:
1. lkhtisar Eksekutif: berisi rangkuman dari LAK Pusat Krisis Kesehatan tahun 2016.
2. Bab I Pendahuluan : menjelaskan secara ringkas latar belakang, maksud dan tujuan penulisan
laporan, tugas pokok dan fungsi Pusat Krisis Kesehatan, serta sistimatika penyajian laporan.
3. Bab ll Perencanaan dan Per.janjian Kinerja : menyajikan gambaran singkat men8enai rencana
strategis organisasi, mulai dari visi, misi, tujuan, strategi dan sasaran serta menyajikan
perjanjian kinerja tahun 2016 antara Kepala Pusat Krisis Kesehatan dengan Sekretaris
Jenderal.
4. Bab lll Akuntabilitas Kinerja : menyajikan uraian hasil pengukuran kinerja, evaluasi, dan
analisis akuntabilitas kinerja, termasuk di dalamnya menguraikan secara sistematis
keberhasilan/kegagalan, hambatan/kendala dan permasalahan yang dihadapi serta langkahlangkah antisipatif yang akan diambil.
5.8ab lV Penutup:
menjelaskan kesimpulan secara menyeluruh dari Laporan Akuntabilitas
Kinerja Pusat Krisis Kesehatan tahun 2016.
3
BAB II
PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA
A.
PERENCANAAN XINERJA
Perencanaan kinerja adalah perencanaan keluaran atau hasil dari kegiatan atau program
yang telah atau hendak dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan
kualitas yang terukur. Perencanaan kinerja dibuat untuk jangka waktu panjang (20 tahunan),
menengah (5 tahunan) maupun tahunan.
Perencanaan kinerja penanggulangan krisis kesehatan tahun 2016 merupakan penjabaran
dari perencanaan kinerja 5 tahunan dari Pusat Krisis Kesehatan (Rencana Aksi Kegiatan/RAK
Penanggulangan Krisis Kesehatan tahun 2015-2019). RAK Pusat Krisis Kesehatan tahun 20152019 merupakan penjabaran dari Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan tahun
2015-2019. Renstra Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 merupakan penjabaran dari
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019.
Perencanaan kinerja penanggulangan krisis kesehatan merupakan perpaduan yang tidak
terpisahkan dari Kerangka Penanggulangan Bencana dan Kerangka Pembangunan Kesehatan.
Terdapat 10 (sepuluh) agenda pembangunan nasional pada RPJMN 2015-2019 yang disusun
sebagai penjabaran operasional dari Nawa Cita. Agenda pembangunan nasional yang berkaitan
dengan penanggulangan bencana terdapat pada agenda nomor 7 (tujuh) yaitu "Mewujudkan
Kemandirian Ekonomi dengan Menggerakkan Sektor-Sektor Strategis Ekonomi Domestik", sub
agenda nomor 4 (empat) yaitu "Melestarikan sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup dan
Pengelolaan Bencana". Sedangkan agenda pembangunan nasional yang berkaitan dengan
pembangunan kesehatan terdapat pada agenda nomor 5 (lima) yaitu "Meningkatkan Kualitas
Hidup Manusia dan Masyarakat lndonesia", sub agenda nomor 3 (tiga) yaitu "Pembangunan
sehaf.
yang
sasaran
ingin dicapai dalam Program lndonesia Sehat pada RPJMN 2015-2019
Kesehatan: Pelaksanaan Program lndonesia
adalah meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan
pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemerataan
pelayanan kesehatan dengan sasaran pokok sebagai berikut: (1) meningkatnya status kesehatan
dan gizi ibu dan anak; (Z) meningkatnya pengendalian penyakit; (3) meningkatnya akses dan
mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal dan
perbatasan; (4) meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal melalui Kartu lndonesia
Sehat dan kualitas pengelolaan SJSN Kesehatan; (5) terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan,
obat dan vaksin; serta (6) meningkatkan responsivitas sistem kesehatan.
Sedangkan sasaran yang ingin dicapai dari Program Penanggulangan Bencana dan
Pengurangan Risiko Bencana adalah menurunnya indeks risiko bencana pada pusat-Pusat
pertumbuhan yang berisiko tinggi. Arah kebijakan penanggulangan bencana dalam RPJMN 20152019 adalah untuk mengurangi risiko bencana dan meningkatkan ketangguhan pemerintah,
pemerintah daerah dan masyarakat dalam menghadapi bencana. Strategi yang dilakukan adalah:
(1) lnternalisasi pengurangan risiko bencana dalam kerangka pembangunan berkelanjutan di
pusat dan daerah; (2) Penurunan tingkat kerentanan terhadap bencana; serta (3) Peningkatan
kapasitas pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam penanggulangan bencana.
Keberhasilan dalam mencapai sasaran pembangunan nasional di bidang penanggulangan
bencana akan sangat mempengaruhi keberhasilan pencapaian sasaran program lndonesia Sehat.
4
Data yang bersumber dari Sistem lnformasi Penanggulangan Krisis Kesehatan menunjukkan
bahwa bencana berdampak di berbagai sektor kehidupan masyarakat maupun pemerintahan
termasuk di sektor kesehatan. Sepanjang tahun 2016, telah terjadi 694 kejadian bencana
maupun potensi bencana yang menimbulkan krisis kesehatan. Kejadian krisis kesehatan
sepanjang tahun 2016 tersebut menyebabkan korban meninggal sebanyak 855 orang, korban
hilang sebanyak 108 orang, korban luka berat/dirawat inap sebanyak 4-149 orcng, korban luka
ringan/dirawat jalan sebanyak 43.601 orang, dan pengungsi sebanyak 29O.762 orcng. Beberapa
fasilitas pelayanan kesehatan maupun perkantoran dan bangunan penunjang pelayanan
kesehatan lainnya menjadi rusak dan/atau tidak berfungsi. Dalam kondisi rusak dan/atau tidak
berfungsi, suatu fasilitas pelayanan kesehatan akan terganggu bahkan terhenti dalam
menjalankan program-program kesehatan.
Dengan berlandaskan kepada Visi, Misi, dan Nawacita Presiden yang terdapat pada
RPJMN 2015-2019, termasuk sasaran yang ingin dicapai dari Program Penanggulangan Bencana
dan Pengurangan Risiko Bencana serta Program lndonesia Sehat dalam RPJMN 2015-2019, maka
Kementerian Kesehatan menyusun Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019
di dalamnya mencakup target kinerja dan kerangka pendanaan program-program
yang
kesehatan tahun 2015-2019. Termasuk dalam target kinerja tersebut adalah perencanaan
kinerja dari kegiatan Penanggulangan Krisis Kesehatan.
Adapun sasaran kegiatan Penanggulangan Krisis Kesehatan sebagaimana yang terdapat
dalam Renstra Kementerian Kesehatan dan Rencana Aksi Kegiatan Penanggulangan Krisis
Kesehatan tahun 2015-2019 adalah pengurangan risiko krisis kesehatan. Sedangkan indikator
pencapaian dari sasaran tersebut adalah Jumlah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang
mendapatkan dukungan untuk melaksanakan upaya pengurangan risiko krisis kesehatan. Berikut
ini adalah sasaran, indikator kinerja dan target pencapaian kinerja dari kegiatan penanggulangan
krisis kesehatan seperti yang tercantum di dalam RAK Penanggulangan Krisis Kesehatan tahun
70L5-20t9
:
(egiatan
Tabel2.1. Kegiatan, sasaran, lndikator Kinerja Kegiatan
dan Target (inerja Pusat Krisis Kesehatan tahun 2015-2019
lndikator Kineria
Sdsaran
1(egiatan
Penanggulangan
Krlsis Kesehatan
Pengurangan
risiko krisis
kesehatan
lumlah Provinsi dan
Kabupaten/Kota yang
mendapatkan
dukungan untuk
m15
2076
2017
2A1A
4t
69
84
a4
83
lokasi
lokasi
lokasi
lokasi
lokasi
2019
melaksanakan upaya
pengurangan risiko
krisis kesehatan
Kabupaten/kota target lndikator Kinerja Kegiatan tahun 2015-2019 dipilih berdasarkan
tingginya indeks risiko bencana yang dimiliki sesuai data lndeks Rawan Bencana lndonesia (lRBl)
tahun 2013 yang dibuat oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), berdasarkan
karakteristik sosio ekonomi dan geografisnya (diprioritaskan kabupaten/kota yang merupakan
daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan) dan berdasarkan profil kesehatan daerahnya
(diprioritaskan kabupaten/kota yang merupakan daerah bermasalah kesehatan).
Semua provinsi
di lndonesia menjadi target lndikator Kinerja Kegiatan tahun 2015-2019
dimana urutan prioritas pelaksanaan tiap tahunnya dibuat berdasarkan skoring setiap provinsi.
5
Skoring tersebut dibuat berdasarkan persentase kabupaten/kota yang ada di provinsi tersebut
yang masuk dalam lRBl Tinggi, persentase kabupaten/kota yang menjadi Prioritas Pembangunan
Nasional, persentase kabupaten/kota yang menjadi Prioritas Kota Sehat, persentase
kabupaten/kota yang masuk dalam kriteria Daerah Bermasalah Kesehatan (DBK), Daerah
Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK). Semakin tinggi persentase di atas, maka akan
semakin tinggi skor yang diperoleh. Kabupaten/Kota yang sudah pernah menjadi target kinerja
Pusat Krisis Kesehatan tahun 2010-2014 akan menjadi pengurang skor. Langkah selanjutnya
adalah membuat urutan provinsi mulai dari skor tertinggi sampai terendah. Provinsi-provinsi
dengan skor tinggi menjadi target prioritas pelaksanaan di awal-awal periode renstra 2015-2019.
B.
PERJANJIAN KINER.,A
Perjanjian kinerja Pusat Krisis Kesehatan tahun 2016 adalah lembar/dokumen yang
berisikan penugasan dari Sekretaris Jenderal kepada Kepala Pusat Krisis Kesehatan untuk
melaksanakan kegiatan Penanggulangan Krisis Kesehatan yang disertai dengan lndikator Kinerja
Kegiatan. Melalui Perjanjian Kinerja, terwujudlah komitmen Kepala Pusat Krisis Kesehatan dan
kesepakatan antara Kepala Pusat Krisis Kesehatan dan Sekretaris Jenderal atas kinerja terukur
tertentu berdasarkan tugas, fungsi dan wewenang serta sumber daya yang tersedia. Kinerja yang
disepakati tidak dibatasi pada kinerja yang dihasilkan atas kegiatan tahun bersangkutan, tetapi
termasuk kinerja (outcomel yang seharusnya terwujud akibat kegiatan tahun-tahun sebelumnya.
Dengan demikian, target kinerja yang diperjanjikan juga mencakup outcome yang dihasilkan dari
kegiatan tahun-tahun sebelumnya, sehingga terwujud kesinambungan kinerja setiap tahunnya.
Untuk tahun anggaran 2016, telah ditetapkan tarBet capaian lndikator Kinerja Kegiatan
Pusat Krisis Kesehatan dengan alokasi awal sebesar Rp 63.965.411.000,- (enam puluh tiga milyar
sembilan ratus enam puluh lima.iuta empat ratus sebelas ribu rupiah) yang kemudian direvisi
sehingga alokasi akhirnya menjadi Rp 55.795.030.000,- (lima puluh lima milyar tujuh ratus
sembilan puluh lima juta tiga puluh ribu rupiah). Adapun lndikator Kinerja Kegiatan dan target
pencapaiannya pada tahun 2016 sebagaimana yang tertuliskan dalam Perjanjian Kinerja, adalah
sebagai berikut:
Tabel 2,2. Sasaran, lndikator Kinerja Kegiatan
dan Target Kineria Pusat Krisis Kesehatan tahun 2015
lndikator Kineria (egiatan
Target Kineria
Tahun 2016
Jumlah Provinsi dan Kabupaten^ota yang mendapatkan
dukunSan untuk rnelaksanakan upaya pengurangan risiko krisis
69 lokasi
Sasaran
Pengurangan
rlsiko krlsls
kesehatan
kesehatan
6
BAB III
AKUNTABIUTAS KINERJA
A.
PEN6UKURAN DAN ANALISIS PENCAPAIAN KINERJA
Salah satu fondasi utama dalam menerapkan manajemen kinerja adalah pengukuran
kinerja dalam rangka meniamin adanya peningkatan akuntabilitas dengan melakukan klarifikasi
output dan outcome yang akan dan seharusnya dicapai untuk memudahkan terwujudnya
organisasi yang akuntabel. Pengukuran kinerja merupakan proses membandingkan kinerja yang
dihasilkan dengan kinerja yang diharapkan atau yang diperjanjikan. Pengukuran kinerja
dilakukan secara berkala baik bulanan, triwulanan dan tahunan. Sampai dengan saat ini,
pengukuran kinerja yang dilakukan masih terbatas pada kinerja Pusat Krisis Kesehatan dalam
mencapai lndikator Kinerja Kegiatan yang diperjanjikan yang merupakan klarifikasi terhadap
output yang sudah dicapai. Sedangkan pengukuran kinerja kegiatan penanggulangan krisis
kesehatan yang mengarah kepada outcome belum dilakukan karena memerlukan suatu metode
khusus seperti survei atau penelitian dan outcome dari kegiatan penanggulangan krisis
kesehatan diperkirakan mulai terlihat 4-5 tahun setelah kegiatan dilaksanakan.
Pencapaian kinerja merupakan hasil dari pengukuran kinerja. Berdasarkan pengukuran
kinerja tersebut, dapat diperoleh informasi mengenai keberhasilan pencapaian indikator
sehingga dapat ditindaklanjuti dalam perbaikan perencanaan pelaksanaan kegiatan di masa yang
akan datang. Untuk mengetahui capaian kinerja yang telah dilaksanakan, dilakukan penilaian
kinerja melalui perbandingan tingkat kinerja yang dicapai dengan standar atau target dalam
penetapan kiner.ia yang telah ditetapkan.
Target kinerja Pusat Krisis Kesehatan tahun 2016 yaitu jumlah Provinsi
dan
Kabupaten/Kota yang mendapatkan dukungan untuk melaksanakan upaya pengurangan risiko
krisis kesehatan dengan target kinerja 69 lokasi. Kegiatan-kegiatan utama yang dilakukan untuk
mencapai target lndikator Kinerja Kegiatan Pusat Krisis Kesehatan tahun 2016 adalah sebagai
berikut:
Tabel 3.1. Kegiatan Utama Pusat Krisis Kesehatan tahun 2015
No
1.-
2.3.-
Tarset Kineria
Nama Kepiatan
Assesment Kapasitas Daerah dalam Penerapan Manaiemen
Penanggulangan Krisis Kesehatan.
Peningkatan Kapasitas Petugas dalam Penyusunan Peta Respon.
Peningkatan Kapasitas Petugas Kabupaten/Kota dalam Pengelolaan
sistem lnformasi dan Komunikasi untuk Penanggulangan (risis
(esehatan.
Peningkatan Kapasitas Petugas dalam Penyusunan Rencana Kontiniensi
Table Top Exercise Penerapan Manajemen Penanggulangan Krisis
34 lokasi
(Kabupaten/Kota)
28 lokasi
(Kabupaten/Kota)
Kesehatan
T lokasi (Provinsi)
TOT Pendampingan Penyusunan Rencana Kontinjensi Bidang
Kesehatan
TOT Penyusunan Peta Respon
59lokasi
TOTAL
Kegiatan-kegiatan tersebut di atas dilaksanakan dalam rangka mencapai target kinerja
yang diper.ianjikan dalam dokumen Perjanjian Kinerja tahun 2016. Adapun pencapaian kinerja
Pusat Krisis Kesehatan tahun 2015 terdapat pada tabel berikut ini
7
:
Tabel3.2. capaian lndikator Kineria Kegiatan tehun 2016
Reali$asi
Tariet
lndikator Kineria KeAiata{r
Jumlah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang
mendapatkan dukungan untuk
melakanakan upaya penguIangan risiko
krisis kesehatan
69 lokasi
69 lokasi
Capaian
70o%
Sebelum akhir tahun 2016, Pusat Krisis Kesehatan telah berhasil mencapai target kinerja
kegiatan sebagaimana yang diperjanjikan dalam dokumen Perjanjian Kinerja dengan capaian
kinerja sebesar 7oo%. Jika dibandingkan dengan pencapaian lndikator Kinerja Kegiatan tahun
2015, maka pencapaian tahun 20L6 mengalami kenaikan. Dari 41 lokasi yang menjadi target
lndikator Kinerja Kegiatan tahun 2015, hanya 40 lokasi yang mencapai keberhasilan atau
capaiannya hanya 97,56%. Terdapat L (satu) macam kegiatan untuk mencapai target lndikator
Kinerja Kegiatan tahun 2015 yang dibebankan pelaksanaannya kepada Dinas Kesehatan Provinsi
dengan menggunakan dana dekonsentrasi. Dari tujuh dinas kesehatan provinsi target lndikator
Kinerja Kegiatan tahun 2015, hanya satu yang tidak menjalankan kegiatan yang dibiayai dana
dekonsentrasi ini yaitu Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Utara. Pelaksanaan kegiatan yang
dibiayai dana dekonsentrasi di Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Utara terkendala karena
tenaga kesehatan di daerah juga terbebani melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dibiayai APBD.
Agar hal yang sama tidak terulang, maka diputuskan bahwa kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan untuk mencapai target Indikator Kinerja Kegiatan tidak lagi dibebankan
pelaksanaannya kepada pihak lain. Karena keberhasilan maupun kegagalannya tidak
mencerminkan kinerja Pusat Krisis Kesehatan. Tabel berikut ini membandingkan target dan
capaian lndikator Kinerja Kegiatan Pusat Krisis Kesehatan tahun 2015 dengan tahun 2016:
Tabel 3.3. Perbandingan Capaian lndikator Kinerja Kegiatan
tahun
,ndikator Kineda (egiatan
Jumlah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang
mendapatkan dukungan untuk melaksanakan
upaya pengurangan risiko krisis kesehatan
41 lokasi
2O15
flEalisasi
40 lokasi
(97,s5%)
K€aJtsasr
69 lokasi
69 lokasi
(10o%)
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 64 tahun 2Ot3 tentang
Penanggulangan Krisis Kesehatan, Krisis Kesehatan adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa
yang mengancam kesehatan individu atau masyarakat yang disebabkan oleh bencana dan/atau
berpotensi bencana. Berdasarkan Undang-undang nomor 24 tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor
alam dan/atau non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban
jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Sedangkan
risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan
kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa
aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.
Pendekatan dalam memahami penanggulangan krisis kesehatan adalah menggunakan konsep
siklus penanggulangan bencana dimana terdapat 3 (tiga) fase penanggulangan bencana yaitu
fase prabencana, fase tanggap darurat dan fase pascabencana. Upaya pengurangan risiko
8
bencana adalah upaya penanggulangan bencana yang dilakukan dalam situasi tidak terjadi
bencana (prabencana).
Tinggi rendahnya risiko bencana di suatu wilayah paling sedikit dipengaruhi oleh 3 (tiga)
faktor yaitu bahaya {hozordl, kerentanan (vulnerobilityl dan kapasitas lcopocityl. Risiko bencana
di suatu wilayah berbanding lurus dengan tingkat bahaya dan kerentanan di wilayah tersebut,
semakin tinggi tingkat bahaya dan kerentanan, semakin tinggi risiko bencananya. sebaliknya,
semakin tinggi kapasitas menanggulangi bencana, akan semakin rendah risiko bencananya.
Maka dari itu, prinsip pengurangan risiko bencana adalah bagaimana menurunkan tingkat
bahaya dan kerentanan serta meningkatkan kapasitas sehingga dampak dari suatu bencana
dapat diminimalisir semaksimal mungkin. Dalam pengurangan risiko krisis kesehatan, faktor
bahaya merupakan faktor yang paling sulit dimodifikasi karena keterbatasan ilmu pengetahuan
dan teknologi manusia. Sebagai contoh, sampai dengan saat ini, kapan terjadinya suatu gempa
bumi masih belum dapat diprediksi. Faktor kerentanan dapat diintervensi namun memerlukan
waktu yang panjang untuk mencapai keberhasilan. Faktor kapasitas merupakan faktor yang
paling mudah diintervensi dan dapat diukur keberhasilannya dalam waktu singkat.
1. Kegiatan Utama
Berdasarkan uraian sebelumnya, pengurangan risiko krisis kesehatan yang merupakan
sasaran kegiatan penanggulangan krisis kesehatan tahun 2015-2019, dicapai melalui
kegiatan-kegiatan peningkatan kapasitas penanggulangan krisis kesehatan tahunan di
wilayah-wilayah yang menjadi target kinerja. Untuk mencapai target lndikator Kinerja
Kegiatan tahun 2016, Pusat Krisis Kesehatan melaksanakan kegiatan-kegiatan utama sebagai
berikut:
a. Assesment Kaoasitas Daerah dalam
Penera pan
Manaiemen Penanesulansan Krisis
Kesehatan
Assesment dalam penerapan manajemen penanggulangan krisis kesehatan
merupakan langkah awal dalam memetakan risiko krisis kesehatan di wilayah/lokasiyang
menjadi target kinerja Pusat Krisis Kesehatan tahun 2016. Hasil assesment tersebut dikaji
untuk selanjutnya disusun menjadi profil krisis kesehatan kabupaten/kota yang
menggambarkan risiko krisis kesehatan di wilayah tersebut.
Paling sedikit, terdapat 4 (empat) tujuan dari kegiatan assesment, selenBkapnya
sebagai berikut
L)
:
Memetakan ancaman (hazard), kerentananan dan kapasitas terkait penanggulangan
krisis kesehatan di 34 kabupaten/kota rawan bencana target tahun 2016;
2)
Mengidentifikasi permasalahan terkait penanggulangan krisis kesehatan
di
34
kabupaten/kota rawan bencana target tahun 2016;
3)
Memberikan usulan/rekomendasi kebijakan-kebijakan yang perlu diambil oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi dan Kementerian Kesehatan
dalam rangka menyelesaikan permasalahan yang ditemui di Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota terkait upaya penanggulangan krisis kesehatan;
4)
Memberi masukan untuk kebijakan nasional terkait penanggulangan krisis kesehatan.
a.1. Hasil yang Dicapai
Pelaksanaan kegiatan ini dikatakan berhasil apabila kegiatan ini dilaksanakan
di 34 Kabupaten/Kota target kinerja. Pada tahun 2016, Pusat Krisis Kesehatan telah
9
melakukan assesment
di 34 Kabupaten/Kota rawan bencana yang menjadi target
kinerja.
Tabel3.4. Pencapaian Kegiatan Utama tahun 2016
Iarget
Nama Kegiatan
Keberhasilan
Assesment Kapasitas Daerah
dalam Pen€rapan Manajemen
Penanggulangan (risis Kesehatan
a.2. Permasalahan
Kegiatan
Dilaksanakan
aa
Pencapaian
di 34
Eerhasil
dilaksanakan di 34
kab./kota
kab./kota
LOO
o/o
ini
menempati urutan pertama dalam pelaksanaan rangkaian
kegiatan yang mendukung pencapaian target kinerja. Kegiatan laniutan lainnya tidak
akan dilaksanakan apabila kegiatan ini belum dilaksanakan. Assesment dilakukan
melalui metode wawancara dengan pejabat struktural dan staf pengelola program
penanggulangan krisis kesehatan di Dinas Kesehatan kabupaten/kota, kemudian
dilakukan pengamatan lapangan serta studi kepustakaan terhadap dokumendokumen yang dikumpulkan pada saat wawancara seperti dokumen peta risiko
bencana, rencana kontinjensi dan dokumen lainnya. Wawancara dilakukan
berdasarkan kuesioner yang telah disusun. Data-data yang didapat kemudian diolah
dengan menggunakan teknologi informasi berupa decision support system untuk
menilai kesenjangan berdasarkan suatu standar. Hasil kajian ini disampaikan pada
kabupaten/kota dan provinsi target kineria serta lintas program, lintas sektor serta
organisasi terkait dalam pertemuan evaluasi kapasitas untuk ditindaklanjuti.
Salah satu hambatan dalam pelaksanaan kegiatan ini adalah sulitnya
menyesuaikan jadwal pelaksanaan kegiatan dengan kesanggupan narasumber yang
akan diwawancarai mengingat narasumber pun memiliki agenda kerja sendiri di
daerah. Selain itu, permasalahan lainnya adalah data yang diberikan oleh narasumber
tidaklah lengkap dan terbaru. Beberapa data yang diminta dalam kuesioner dimiliki
oleh program atau SKPD lain di daerah, sehingga dalam melengkapinya memerlukan
waktu yang lama.
Tahun 2016 merupakan tahun pertama dalam pemanfaatan teknologi
informasi untuk mengolah data-data hasil assesment sehingga masih terdapat triol
dan error serta tidak semua staf mahir dalam menggunakan teknologi informasi
untuk mengolah data-data yang didapat. Selain itu, terdapat keterbatasan dalam
mengkaji secara lebih komprehensif dan mendalam terkait kesenjangan-kesenjangan
yang telah ditemukan, dikarenakan keterbatasan referensi dan data-data serta
keterbatasan iumlah staf yang dapat fokus untuk melakukan kaiian dengan lebih
mendalam.
a.3. Upaya dalam Menyikapi Permasalahan
1) Menginformasikan jadwal pelaksanaan kegiatan kepada responden 1 (satu) bulan
sebelum kegiatan dilaksanakan;
2)
Kuesioner dikirimkan sebelum
tim
pelaksana mewawancarai responden agar
dapat dipersiapkan data-data yang diminta;
3)
Jawaban dari kuesioner sebaiknya dikirimkan sebelum wawancara agar ketika
wawancara, dapat diajukan pertanyaan untuk mengklarifikasi jawaban sehingga
wawancara dilakukan lebih mendalam;
10
4)
Mengembangkan teknologi informasi untuk penginputan dan pengolahan data
sehingga lebih mudah digunakan (tanpa perlu pelatihan khusus) dan lebih cepat
dalam menghasilkan informasi yang dibutuhkan;
5)
Bekerja sama dengan perguruan tinggi untuk melakukan kajian/penelitian di
daerah untuk memperbanyak referensi-referensi terkait penanggulangan krisis
kesehatan;
6)
b.
Melibatkan tenaga ahli untuk mengkaji lebih mendalam sehingga saran dan
rekomendasi yang dihasilkan dapat lebih tajam, komprehensif dan aplikatif bagi
kabupaten/kota maupun provinsi yang menjadi target kinerja.
Peningkatan Kapasitas Petugas dalam Penyusunan Peta Respon
Peta Respon dapat didefinisikan sebagai alat bantu berupa peta
yang
dikembangkan untuk memudahkan upaya penanggulangan suatu bencana. Tujuan dari
pelaksanaan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan kapasitas petugas kesehatan dan
terkait lainnya di Kabupaten/Kota dalam menyusun suatu peta respon sebagai bagian dari
upaya kesiapsiagaan menghadapi potensi krisis kesehatan akibat bencana.
Dalam satu peta respon, tergambarkan wilayah yang terancam atau terdampak
suatu bahaya (hozord), sebaran penduduk dan kelompok rentan di wilayah yang terancam
atau terdampak serta sebaran sumber daya atau kapasitas yang ada di wilayah tersebut
yang dapat digunakan untuk penanganan dampak bencana. Peta tersebut dibuat bersama-
sama oleh semua stakeholders yang terlibat dan berperan dalam penanggulangan krisis
kesehatan, termasuk instansi pemerintah, perusahaan daerah, sektor swasta, organisasi
non-pemerintah/LsM, lembaga internasional dan masyarakat, serta pihak terkait lainnya.
b.1. Hasil yang Dicapai
Pelaksanaan kegiatan ini dikatakan berhasil apabila kegiatan ini dilaksanakan
di 34 Kabupaten/Kota target kinerja. Pada tahun 20L6, Pusat Krisis Kesehatan telah
melaksanakan kegiatan ini di 34 Kabupaten/Kota rawan bencana yang menjadi target
kinerja.
Tabel 3.5, Pen[apaian Kegiatan Utama tahun 2015
Target
P?ncrpalan
Narna. l(egiatarl
(eberhasilan
Peningkatan Kapasitas
Petugas dalam Penyusunan
Dilaksanakan di
34 kab./kota
Berhasildilaksanakan
di 34 kab,/kota
100
0/.
Peta Respon
b.2. Permasalahan
suatu peta respon dikatakan lengkap apabila peta tersebut
dapat
menggambarkan semua potensi yang dimiliki oleh tiap stakeholder yang terlibat dan
berperan dalam penanggulangan krisis kesehatan. Pada kegiatan ini peta respon yang
dihasilkan tidaklah menggambarkan seluruh potensi yang dimiliki oleh daerah karena
keterbatasan data dan informasi.
b.3. Upaya dalam Menyikapi Permasalahan
1) Mendorong kebijakan diseminasi data dan informasi penanggulangan bencana
satu pintu, sehingga data dan informasi mudah diperoleh;
2)
Mengembangkan teknologi informasi untuk pembuatan peta respon.
t7
c.
Peninskatan Kapasitas Petugas Kabupaten/Ko ta d alam Penselolaan Sistem lnformasi dan
Komunikasi untuk Penang
U lanean
Krisis Kesehatan
Upaya penanggulangan krisis kesehatan perlu didukung oleh penyampaian
informasi yang cepat, tepat dan akurat, yang disampaikan mulai dari lokasi bencana,
kabupaten/kota, provinsi hingga ke tingkat pusat. Mendapatkan informasi yang memadai
pada saat kejadian bencana merupakan tantangan tersendiri karena infrastruktur
pendukung pelayanan masyarakat mengalami kerusakan sehingga menyebabkan kesulitan
dalam berkomunikasi dan kemampuan petugas yang kurang memadai dalam
hal
pengelolaan data, informasi dan ketrampilan berkomunikasi dalam situasi bencana serta
belum adanya pemahaman yang sama dalam penggunaan sistem informasi
dan
komunikasi dalam penanggulangan krisis kesehatan.
Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan kegiatan peningkatan kapasitas petugas
Kabupaten/Kota dalam pengelolaan sistem informasi
dan komunikasi
penanggulangan krisis kesehatan sehingga diharapkan petugas kesehatan mampu
1)
2)
untuk
:
Memperoleh data ke.iadian bencana secara tepat dan akurat;
Menggunakan alat komunikasi alternatif, contohnya radio komunikasi, dalam
penyampaian kejadian bencana apabila alat komunikasi lain tidak mampu berfungsi
dengan baik di situsi bencana;
3)
Mengolah data menjadi informasi penanggulangan krisis kesehatan yang mudah
dipahami;
4)
Menyampaikan informasi penanggulangan krisis kesehatan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan secara cepat.
c.1.
Hasil yang Dicapai
ini dikatakan berhasil apabila kegiatan ini diikuti oleh
peserta dari 34 Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota target kinerja. Pada tahun 2016,
Pelaksanaan kegiatan
Pusat Krisis Kesehatan telah melaksanakan kegiatan ini dengan peserta yanB berasal
dari 34 Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota rawan bencana yang menjadi target kinerja.
Tabel3.6. Pencapaian Kegiatan Utama tahun 2016
Target
Nama Kegiatan
Peningkatan Kapasitas Petugas
Kabupaten/xota dalam pengelolaan sistem
lnformasi dan Komunikasi untuk
Penanggulangan Krisis Kesehatan
Pdncapaian
Dihadiri 34
Dihadirioleh
Dinkes
34 Dinkes
kab./kota
kab./kota
n
LOO "/o
c.1. Permasalahan
Peserta yang diharapkan mengikuti kegiatan
ini adalah petugas di
Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota yang tugas sehari-harinya sebagai pengelola data dan
informasi penanggulangan krisis kesehatan. Permasalahan yang dihadapi adalah
sebagian peserta yang mengikuti kegiatan ini tidak berasal dari unit pengelola data
dan informasi penanggulangan krisis kesehatan.
Permasalahan lainnya adalah kebijakan mutasi pegawai pemerintah daerah.
Petugas yang sudah mengikuti kegiatan ini ternyata dimutasikan ke posisi lain yang
tugasnya tidak berkaitan sama sekali dengan penanggulangan krisis kesehatan. Kedua
L2
permasalahan tersebut menyebabkan pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh
dari kegiatan ini tidak dimanfaatkan secara optimal.
c.2. Upaya dalam Menyikapi Permasalahan
1)
Menyeleksi calon peserta agar yang mengikuti kegiatan ini adalah petugas di
Dinas Kesehatan yang dalam waktu 3 (tiga) tahun ke depan tidak direncanakan
akan dimutasikan, didukung dengan surat pernyataan dari Kepala
Dinas
Kesehatan;
2)
d.
Mengembangkan aplikasi Sistem lnformasi Penanggulangan Krisis Kesehatan
yang mudah digunakan luser Jriendlyl.
Peningkatan Kapasitas Petug as dalam Penvusunan Rencana Kontiniensi
Rencana kontinjensi merupakan rencana penanggulangan bencana untuk satu jenis
ancaman lsingle hozordl yang dibuat pada situasi terdapat potensi bencana (fase
kesiapsiagaan). Apabila bencana benar-benar terjadi, maka Rencana Kontinjensi menjadi
dasar dalam menyusun Rencana Operasi Tanggap Darurat atau Rencana Operasi
lOperotionol P/on) setelah terlebih dahulu disesuaikan melalui suatu kaji cepat kondisi di
lapangan lropi d o ssessm e ntl.
Rencana kontinjensi harus dibuat secara bersama-sama oleh semua pihak
(stakeholders) dan multi-sektor yang terlibat dan berperan dalam penanggulangan
bencana, termasuk di dalamnya adalah pemerintah (sektor-sektor yang terkait),
perusahaan daerah, sektor swasta, organisasi non-pemerintah/LsM, lembaga
internasional dan masyarakat, serta pihak-pihak lain yang terkait/relevan dengan jenis
bencananya.
secara umum, tujuan kegiatan ini adalah untuk memfasilitasi sektor kesehatan
yang diwakili oleh Dinas Kesehatan, Rumah Sakit Umum Daerah, Puskesmas rawan
bencana, unsur kesehatan TNI dan POLRI di Kabupaten/Kota dalam menyusun rencana
kontinjensi kesehatan sebagai bagian dari upaya kesiapsiagaan Kabupaten/Kota rawan
bencana dalam menghadapi potensi krisis kesehatan di wilayahnya. Selain sektor
kesehatan, dilibatkan pula lintas sektor terkait seperti Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) dan Bappeda Kabupaten/Kota.
d.1.
Hasil yang Dicapai
Pelaksanaan kegiatan ini dikatakan berhasil apabila kegiatan ini dilaksanakan
di 28 kabupaten/kota target kinerja. Pada tahun 2016, Pusat Krisis Kesehatan telah
melaksanakan kegiatan ini di 28 kabupaten/kota rawan bencana yang menjadi target
kinerja.
Tabel 3,7. Pencapaian Kegiatan Utama tahun 2015
Target
(eberhasilan
Nal?ta Kegiatan
Peningkatan Kapasitas Petugas
dalam Penyusunan Rencana
Dilaksanakan di
28 kab./kota
l(ontinjensi
rA
Pencapaian
Berhasil
dilaksanakan di
28 kab./kota
].OO'/o
d.2. Permasalahan
Fasilitator yang ditugaskan mendampingi peserta dalam menyusun rencana
kontinjensi berasal dari Pusat Krisis Kesehatan, lintas program di Kementerian
13
Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi dan RSUD Provinsi yang sebelumnya sudah
mengikuti
IOf
{Troining of Troiner\ Penyusunan Rencana Kontiniensi. Permasalahan
yang dihadapi adalah sebagian fasilitator tidak dapat memfasilitasi kegiatan ini sesuai
dengan jadwal yang sudah ditetapkan dikarenakan fasilitator memiliki agenda kerja
lainnya atau merasa belum memiliki kompetensi yang diperlukan untuk memfasilitasi.
d.3. Upaya dalam Menyikapi Permasalahan
1) Jadwal pelaksanaan dibuat kegiatan sebaik mungkin sehingga mengakomodir
beragam agenda kerja dari para fasilitator;
2)
e.
Memberikan pembekalan kembali (knowledge refreshmentl kepada fasilitator
sehingga nantinya dapat memfasilitasi kegiatan ini secara optimal.
Toble fop Exeraise Peneraoan Manaiemen Pena nggulangan Krisis Kesehatan
Geladi adalah salah satu bentuk latihan untuk memberikan pengetahuan dan
meningkatkan keterampilan melakukan suatu kegiatan yang telah dipelajari atau dilakukan
sebelumnya. Selain itu, geladi juga berfungsi sebagai sarana untuk menguji rencana
kontinjensi bidang kesehatan yang telah dibuat sebelumnya. Dalam rencana kontinjensi
bidang kesehatan, telah dibuat skenario kejadian bencana yang disesuaikan dengan risiko
bencana yang mungkin terjadi di suatu daerah. Sehingga kejadian bencana yang akan
digeladikan harus disesuaikan dengan skenario di dalam rencana kontinjensi.
Toble top exercise atau geladi posko dilaksanakan untuk mencapai peningkatan
kemampuan fungsi komando, koordinasi dan komunikasi dari koordinator klaster
kesehatan maupun sub-subklaster di bawahnya. Pada geladi posko, peserta diberikan
serangkaian keadaan dan kejadian tanggap darurat bencana yang sambung-menyambung
dan mengandung persoalan yang harus dipecahkan dan dibuatkan keputusan, rencana,
perintah dan tindakan dari peserta yang berperan sebagai koordinator klaster/subklaster
kesehatan. Peserta dari toble top exercise ini adalah
:
1) Koordinator klaster kesehatan;
2) Koordinatorsub-subklaster kesehatan;
3) Anggotasub-subklasterkesehatan.
e.1. Hasil yang Dicapai
Pelaksanaan kegiatan ini dikatakan berhasil apabila kegiatan ini dilaksanakan
di 28 kabupaten/kota target kinerja. Pada tahun 2016, Pusat Krisis Kesehatan telah
melaksanakan kegiatan ini di 28 kabupaten/kota rawan bencana yang menjadi target
kinerja.
Tabel3.8. Pencapaian Kegiatan Utama tahun 2016
Target
Nama Kegiatan
Keberhasilan
Tobte Top Exercise Penerapan
Mana.iemen Penanggulangan Krisis
di 28
Kesehatan
kab.lkota
Dilaksanakan
Pencapaian
Berhasil
dilaksanakan di
28 kab./kota
%
Pencapaian
1@%
e.2. Permasalahan
Mengingat bahwa tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mencapai peningkatan
kemampuan fungsi komando, koordinasi dan komunikasi dari koordinator klaster
kesehatan maupun sub-subklaster
1,4
di
bawahnya, maka sebaiknya peserta yang
mengikuti kegiatan ini adalah pejabat yang benar-benar men.iadi koordinator klaster
dan sub-subklaster di bawahnya bukan perwakilannya. Permasalahnnya, di beberapa
kabupaten/kota, peserta kegiatan ini bukanlah koordinator klaster dan sub-subklaster
klaster seperti yang diharapkan, melainkan staf perwakilannya.
e.3. Upaya dalam Menyikapi Permasalahan
1)
Menekankan kepada Dinas Kesehatan kabupaten/kota agar yang menjadi peserta
adalah pejabat yang benar-benar menjadi koordinator klaster dan sub-subklaster
di bawahnya;
2)
f.
Apabila terpaksa diwakilkan, dipilih pejabat struktural atau staf di bawahnya
dengan tugas sehari-hari yang berkaitan langsunB den8an tugas atasannya.
cana Kontiniensi Bidane Kesehatan
TOT Pendamoinsan Penvusunan
Kegiatan
ini dilaksanakan guna mencetak lebih banyak fasilitator-fasilitator untuk
mendampingi penyusunan rencana kontinjensi bidang kesehatan. Peserta yang diundang
di 7 provinsi target kinerja, lintas program di
Kementerian Kesehatan, Kesehatan Daerah Militer (Kesdam) dan Balai Pelatihan
berasal dari Dinas Kesehatan dan RSUD
Kesehatan (Bapelkes) di 7 provinsi target kinerja.
f.1.
Hasil yang Dicapai
Pelaksanaan kegiatan
ini dikatakan berhasil apabila kegiatan ini diikuti oleh
peserta dari 7 provinsi target kinerja. Pada tahun 2016, Pusat Krisis Kesehatan telah
melaksanakan kegiatan ini dengan peserta yang berasal dari 7 provinsi yang menjadi
target kinerja.
Tabel 3.9. Pencapaian Kegiatan Utama tahun 2016
Target
Nama Kegiatan
(ebe.hrsilan
Dihadiri peserta
dari 7 provinsi
TOT Pendampingan Penyusunan
Rencana Kontiniensi Bidang
l},'ro
Peflcapaian
Dihadiripeserta
Pencapaian
100 %
dari 7 provinsi
Kesehatan
f.2.
Permasalahan
Peserta yang diharapkan mengikuti kegiatan ini adalah petugas kesehatan
yang memiliki tugas sehari-hari terkait penanggulangan krisis kesehatan di instansi
masing-masing. Permasalahannya, peserta yang yang mengikuti kegiatan ini
sebagiannya bukanlah penanggungjawab atau pelaksana program penanggulangan
krisis kesehatan.
Permasalahan lainnya adalah kebijakan mutasi pegawai pemerintah daerah.
Petugas yang sudah mengikuti kegiatan ini ternyata dimutasikan ke posisi lain yang
tugasnya tidak berkaitan sama sekali dengan penanggulangan krisis kesehatan. Kedua
permasalahan tersebut menyebabkan pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh
dari kegiatan ini tidak dimanfaatkan secara optimal.
f.3.
Upaya dalam Menyikapi Permasalahan
Menyeleksi calon peserta agar yang mengikuti kegiatan ini adalah petugas di
Dinas Kesehatan yang dalam waktu 3 (tiga) tahun ke depan tidak direncanakan akan
dimutasikan, didukung den