Penyebab dan Cara Penanggulangan Kematian Bayi di Bali

Penyebab dan Cara
Penanggulangan
Kematian Bayi di Bali
Oleh: I Komang Candra Wiguna

Daftar Isi
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan
Manfaat
BAB II
PEMBAHASAN
Penyebab Kematian Bayi
Cara Penanggulangan Kematian Bayi
Pelatihan Tenaga Kesehatan
Pemberian ASI eksklusif
Program KIA
Posyandu
Program Keluarga Berencana

BAB III
PENUTUP
Simpulan
Saran

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir
sampai bayi belum berusia tepat satu tahun. Banyak faktor yang dikaitkan dengan
kematian bayi. Secara garis besar, dari sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua
macam yaitu endogen dan eksogen. Kematian bayi endogen atau yang umum
disebut dengan kematian neonatal; adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan
pertama setelah dilahirkan, dan umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang
dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau
didapat selama kehamilan. Kematian bayi eksogen atau kematian postneo-natal,
adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia
satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh
lingkungan luar.
Beberapa penyebab kematian bayi dikarenakan berat badan lahir rendah,

asfiksia, tetanus, infeksi dan masalah pemberian minuman. Dalam Millenium
Development Goals (MDGs), Indonesia menargetkan pada tahun 2015 AKB
menurun menjadi 17 bayi per 1000 kelahiran. Sedangkan Akaba ditargetkan
menjadi 23 per 1000 balita."Untuk menghadapi tantangan dan target MDGs
tersebut maka perlu adanya program kesehatan anak yang mampu menurunkan
angka kesakitan dan kematian pada anak," kata Chandra. Bali merupakan wilayah
di Indonesia yang memiliki angka kematian bayi di bawah rata-rata nasional.
Angka kesehatan bayi dan jangkauan tenaga kesehatannya pun tinggi.
Angka kematian bayi merupakan salah satu indikator yang digunakan
untuk mengetahui tingkat kemajuan suatu negara dan juga derajat kesehatan suatu
daerah atau wilayah dalam suatu negara. Maka dari itu sangat perlu bagaimana
cara menanggulangi kematian bayi dan penyebab – penyebab kematian tersebut.
Untuk membahas secara detail permasalahan di atas maka perlu dibahas dalam

pembuatan paper ini.

Rumusan Masalah
1. Apakah penyebab kematian bayi Bali?
2. Bagaimana menurunkan angka kematian bayi di Bali?


Tujuan
1. Untuk mengetahui penyebab kematian bayi di Bali.
2. Untuk mengetahui upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk menurunkan angka
kematian bayi di Bali.

Manfaat
1. Dapat mengetahui penyebab kematian bayi di Bali
2. Dapat mengetahui upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk menurunkan angka
kematian bayi di Bali.

BAB II
PEMBAHASAN
Penyebab Kematian Bayi
Berdasarkan data Survei Kesehatan Rumah Tangga 2001, penyebab utama
kematian bayi adalah lahir prematur maupun berat badan lahir rendah/BBLR (29
persen), asfiksia atau kesulitan bernapas (27 persen), sisanya akibat infeksi dan
sebab lain. Selain itu, ada faktor yang melatarbelakangi tingginya angka kematian
bayi, antara lain pengetahuan masyarakat, budaya, norma masyarakat, akses
terhadap pelayanan kesehatan, faktor sosial-ekonomi.
Beberapa faktor penyebab angka kematian bayi di Bali diantaranya:

a) Keluarga dengan anak banyak, maksudnya adalah keluarga yang memiliki
lebih dari dua orang anak. Ini berakibat akan ada kompetisi gizi di
keluarga, ini berarti semakin banyak anak, semakin banyak juga jenis
makanan yang harus di beri pada masing-masing anggota keluarga,
terutama pada anak khususnya bayi yang harus memerlukan banyak gizi.
Dampak kekurangan gizi seperti berat bayi lahir rendah (BBLR),
malnutrisi, dan tumbuh lambat. Banyak anggota keluarga berarti memiliki
kemungkinan risiko infeksi penularan yang cukup tinggi. Banyak anak
berarti banyak biaya yang harus di keluarkan dalam upaya kesehatan,
kebanyakan keluarga miskin yang memiliki banyak anak maka tidak
begitu mampu dalam hal kesehatan.
b) Pilihan dan akses terhadap kontrasepsi rendah, maksudnya pilihan jenis
kontrasepsi yang disediakan jumlahnya sangat terbatas sehingga
menyebabkan

adanya

kecenderungan

sebuah


keluarga

menolak

penggunaan alat kontrasepsi karena tidak cocok dengan kondisi tubuh atau
nilai dalam masyarakat.
c) Banyak Kelahiran ditolong petugas non-medis, terutama di daerah
terpencil dan pedesaan, yang kurang terjangkau oleh petugas medis dan
kebanyakan ditolong oleh tetangganya, suaminya bahkan oleh dukun

beranak yang kurang memenuhi pelayanan kesehatan yang berkualitas dan
sangat berisiko bagi kesehatan ibu dan bayinya.
d) Komplikasi serius kehamilan dan persalinan yang menyebabkan tingginya
IMR. Komplikasi kehamilan serta persalinan tersebut terjadi akibat
beberapa faktor:
i.
80% akibat langsung :
● Perdarahan


pasca

melahirkan

(anemia, kekurangan gizi, malaria)
● Infeksi
pasca
persalinan

(25%)
(15%)

ii.

(kurang higienis, penyakit seksual selama kehamilan)
● Unsafeabortion (13%) (Sepsis, perdarahan, trauma)
● Hipertensi (12%) (eklampsis, keracunan kehamilan)
● Lain-lain: emboli, komplikasi kandungan di luar
Infeksi neonatal (33%) seperti, tetanus neonatonem, sepsis,


iii.

meningitis, pneumonia, syphilis kongenital.
Trauma dan asfeksia pasca melahirkan (28%) (menyebabkan

iv.

kecacatan, ketidakmampuan)
Kelahiran prematur dan

v.

ketidakmampuan bayi yang hidup)
Cacat bawaan (10%)

BBLR

(24%)

(menyebabkan


Cara Penanggulangan Kematian Bayi
Pelatihan Tenaga Kesehatan
Sebagai upaya menurunkan angka kematian bayi, sejak beberapa tahun
lalu Perkumpulan Perinatologi Indonesia (Perinasia) melakukan pelatihan bagi
bidan di desa mengenai penatalaksanaan asfiksia pada bayi baru lahir, serta
mengenalkan metode kanguru untuk perawatan bayi prematur maupun bayi
BBLR (kurang dari 2.500 gram). Metode kanguru menjaga bayi dari hipotermia
(penurunan suhu badan di bawah 36,5 derajat celsius). Metode yang telah diujicobakan di sejumlah daerah ini bisa diterima masyarakat dan mampu
meningkatkan fungsi fisiologi (suhu tubuh, detak jantung, dan pernapasan)
sehingga menurunkan jumlah kematian bayi.
Suhu tubuh ibu merupakan sumber panas yang efisien dan murah karena
mampu menyesuaikan dengan kebutuhan bayi. Di Cirebon, bidan di desa juga
dilatih untuk mengenali dan menangani asfiksia dengan alat resusitasi (pemulihan)

pernapasan baik yang tipe tube-mask maupun bag-mask. Hasil awal
menunjukkan, terjadi penurunan kematian akibat asfiksia sebesar 40 persen pada
bayi baru lahir. Sebaliknya, Jepang merupakan negara dengan angka kematian
bayi terendah di dunia. Menurut Tomiko Hokama dari Graduate School of Health
Science, University of The Ryukyus, Okinawa, upaya Jepang menurunkan angka

kematian bayi dilandasi UU Kesejahteraan Anak (1947) dan UU Kesehatan Ibu
dan Anak (1965). Sejumlah pelayanan disediakan untuk memelihara kesehatan ibu
dan anak, antara lain pemeriksaan berkala ibu hamil dan bayi, serta penyuluhan
gizi.

Pemberian ASI eksklusif
Faktanya pemberian ASI secara eksklusif pada bayi meningkatkan sekitar
20% daya tahan anak terhadap penyakit. 'Tidak hanya kesehatan, dari segi
kesejahteraan tentunya akan meningkat. Karena pemberian ASI eksklusif tidak
memerlukan susu formula yang berarti tidak ada anggaran yang dikeluarkan untuk
membeli susu formula. Berdasarkan hitung-hitungan kasar, dalam enam bulan
pertama jika tidak memberikan ASI eksklusif orangtua akan mengeluarkan sekitar
3,6 juta untuk membeli susu formula dengan harga perkiraan satu kaleng susu
formula Rp 60.000. 'Semua unsur kebaikan ada di ASI terutama untuk daya tahan
tubuh. Anak yang tidak mendapatkan ASI eksklusif akan lebih gampang sakit
yang tentunya menambah biaya pengeluaran dari keluarga tersebut.
Untuk lebih meningkatkan cakupan ASI eksklusif di Bali, IDAI Bali
berusaha dengan meningkatkan peran dokter anak. 'Jadi ke depannya IDAI akan
memberikan pelatihan inisiasi dini dan ASI eksklusif pada dokter anak sehingga
mereka bisa menjadi motivator laktasi kepada ibu baik di tempat praktek swasta

maupun negeri tempat dokter anak tersebut bertugas,' jelas Bikin. Dengan
pelatihan tersebut diharapkan semua dokter anak bisa menyerukan satu suara
kepada para ibu untuk meningkatkan cakupan ASI eksklusif di Bali. Dengan
meningkatnya cakupan ASI eksklusif di Bali, menurut Bikin, tentu saja angka
kematian bayi di Bali dapat terus ditekan. Begitu juga angka kesehatan dan
kesejahteraan anak bisa terus ditingkatkan. 'Jika kita sudah melampaui nasional

diharapkan dengan meluasnya cakupan ASI di Bali bisa menyamai angka di luar
negeri baik itu untuk angka kematian bayi maupun kesehatan dan kesejahteraan
anak.

Program KIA
Departemen Kesehatan bekerja sama dengan Program for Appropriate
Technology in Health (PATH) meluncurkan kegiatan ASUH (Awal Sehat untuk
Hidup Sehat/Healthy Start for Child Survival) di sejumlah kabupaten. Kegiatan
ini menggunakan hibah dari Pemerintah Amerika Serikat (USAID). Proyek yang
memanfaatkan bidan di desa sebagai ujung tombak meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan ibu dan bayi (KIA), khususnya pada minggu pertama setelah
kelahiran tersebut diuji coba di empat kabupaten.
Untuk menunjang kegiatan ASUH, juga dilakukan dua penelitian, yakni

Survei Data Dasar dan Penelitian Pembiayaan Bidan di Desa yang masing-masing
dilaksanakan Pusat Penelitian Keluarga Sejahtera (Puska) Universitas Indonesia
(UI) November 2001 dan Pusat Penelitian Kesehatan (Puslitkes) UI bulan Juni
2002 lalu. Hasil penelitian disosialisasikan untuk mendapat masukan dalam
seminar yang dihadiri jajaran kesehatan, perwakilan lembaga internasional
(WHO, USAID, ADB, Bank Dunia), universitas, lembaga swadaya masyarakat
(LSM), Senin (26/8).
Latar belakang proyek ASUH, menurut Direktur Jenderal Bina Kesehatan
Masyarakat (Binkesmas) Departemen Kesehatan (Depkes) Prof Dr dr Azrul
Azwar MPH, adalah tingginya angka kematian bayi (AKB) Indonesia yang
mencapai 48 per 1.000 kelahiran hidup, dengan fenomena 2/3 (dua pertiga).
"Yaitu 2/3 kematian bayi terjadi pada satu bulan pertama (neonatal), 2/3 kematian
neonatal terjadi pada minggu pertama, selanjutnya 2/3 kematian bayi pada minggu
pertama terjadi pada hari pertama. Intervensi pada minggu pertama akan
menurunkan 4/9 kasus atau mencegah 50 persen kematian bayi,"

Posyandu
Posyandu ditujukan untuk mengamati status gizi balita selama umur 0-5
tahun. Untuk menjaga asupan gizi pada balita juga diberikan makanan tambahan

seperti bubur kacang hijau dan juga susu. Pada posyandu juga diberikan imunisasi
untuk meningkatkan kekebalan balita terhadap beberapa penyakit yang sering
menyerang balita seperti, tetanus, polio, dan campak. Pada program ini juga ada
program pemberdayaan masyarakat yang berupa pengkaderan posyandu. Para
kader ini akan menjadi tenaga kesehatan yang dapat langsung berinteraksi dan
berada di masyarakat. Selain itu juga digalakan beberapa program yang
berhubungan dengan pemberdayaan masyarakat seperti yang juga disebutkan pada
Rencana Strategis Depkes RI seperti Gerakan Sayang ibu (GSI), Suami Siaga, dan
Desa Siaga.

Program Keluarga Berencana
Program Keluarga Berencana (KB) ditujukan untuk mengatur jarak
kelahiran dan fertilitas anak. Hal ini karena anak yang banyak dan jarak kelahiran
yang terlalu pendek sangat berisiko pada kematian bayi dan status gizi bayi.
Program ini juga untuk menekan jumlah populasi manusia supaya tidak terlalu
tinggi, di mana dengan adanya populasi yang tinggi dikhawatirkan dapat
mengakibatkan menurunnya status kesehatan masyarakat karena kurangnya
pemenuhan gizi akibat perbandingan antara jumlah penduduk dengan kebutuhan
yang tidak seimbang. Dengan adanya program ini diharapkan juga dapat
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pada umumnya dan keluarga pada
khususnya.

BAB III
PENUTUP
Simpulan
Penanggulangan kematian bayi sebenarnya harus dilakukan dari berbagai aspek
dan tingkatan pada masyarakat. Pada tingkatan masyarakat penanggulangan bukan
semata mata dilakukan dari pihak pemerintah atau penyedia pelayanan kesehatan
(meliputi tenaga kesehatan juga) saja tapi juga harus ada peran serta dari masyarakat
sendiri (pemberdayaan masyarakat). Selain untuk dapat mempercepat meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat agar lebih cepat, juga untuk masyarakat dapat menjadi lebih
aktif. Adapun program program yang sudah dilakukan saat ini di masyarakat antara lain
seperti, Program Keluarga Berencana, KIA, Posyandu, Pelatihan Tenaga Kesehatan
(pelatihan dukun dan bidan), dan Pemberian Asi Eksklusif yang bertujuan untuk
menyehatkan bayi dan menjaga imunitas dan juga ada Program Suami Siaga di tingkat
keluarga dan Desa Siaga di tingkat masyarakat.

Saran
Saran bagi pasutri, ibu hamil dan ibu yang sudah mempunyai bayi agar
sedini mungkin untuk memeriksakan diri dan melakukan konseling mengenai
proses proses yang berhubungan dengan kehamilan dan perawatan bayi nantinya.
Bagi pemerintah dan penyedia tenaga kesehatan juga harus lebih proaktif terhadap
masalah kesehatan bayi, atau dapat juga disebut dengan istilah “Jemput Bola”.