no 12th viiidesember 2014
Daftar Isi
EDISI NO.12/TH.VIII/DESEMBER 2014
10 BERITA UTAMA
Penegakkan Prinsip-Prinsip HAM
Hak Asasi Manusia (HAM)
di Indonesia masih dibebani
kasus pelanggaran HAM
berat pada masa lalu yang
belum tuntas hingga
sekarang. Rekonsiliasi
merupakan jalan terbaik
untuk menyelesaikan
berbagai kasus pelanggaran
HAM tersebut.
18 Nasional
64 Sosialisasi
Ketua MPR: Sistem Presidensiil Masih Kurang Efektif
‘MPR Goes To Campus’ Universitas Sriwijaya,Palembang
Editorial
....................................................
Suara Rakyat
Opini
...................................................
06
.................................................................
07
Wawancara
......................................................
Mata Pengamat
35
Berita Khusus
LCC MPR RI Tahun 2014
80 Figur
Tasya Kamila
04
Ragam
16
.............................................
62
................................................................
78
S
Momentum Menegakkan Prinsip-Prinsip HAM
ETIAP 10 Desember, seluruh negaranegara di dunia, termasuk Indonesia,
memperingati hari Hak Asasi Manusia
(HAM) Internasional. Hari HAM dinyatakan
sebagai hari resmi perayaan HAM
Internasional setelah diumumkan oleh International Humanist and Ethical Union (IHEU).
Tanggal itu dipilih untuk menghormati Majelis
Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa yang
mengadopsi dan memproklamirkan Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia, sebuah
pernyataan global tentang HAM pada 10
Desember 1948.
Peringatan hari HAM itu sendiri sudah
dimulai sejak 1950 ketika Majelis Umum
mengundang semua negara dan organisasi
yang peduli untuk merayakan HAM. Ada
enam jenis HAM, yaitu: hak asasi sosial,
ekonomi, politik, budaya, hak untuk mendapat
perlakukan yang sama dalam tata cara
peradilan, dan hak untuk mendapat
persamaan dalam hukum dan pemerintahan.
Sebenarnya, sebelum munculnya
Deklarasi Universal tentang HAM, Indonesia
sudah mengakui dan mencantumkan HAM
dalam konstitusi (UUD NRI Tahun 1945).
Pengakuan atas HAM itu ada dalam
Pembukaan UUD 1945. Lebih rinci, HAM
terdapat dalam UUD NRI Tahun 1945 Bab X
Pasal 28 A sampai dengan Pasal 28 j. Dengan
adanya dasar hukum tersebut maka rakyat
Indonesia berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil
serta perlakuan yang sama di hadapan
hukum.
Kemudian lahir UU No. 39 Tahun 1999
4
tentang Hak Asasi Manusia yang mengakui
bahwa HAM adalah hak dasar yang secara
kodrati melekat pada diri manusia, bersifat
universal dan langgeng, oleh karena itu harus
dilindungi, dihormati, dipertahankan dan tidak
boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh
siapa pun. Secara harfiah, hak asasi manusia
diartikan sebagai hak dasar dimiliki manusia
sejak lahir secara kodrat sebagai anugerah
Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam UU No. 39 Tahun 1999 disebutkan
bahwa hak asasi manusia adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakikat
dan keberadaan manusia sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah yang wajib dihormati, dijunjung
tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum,
pemerintah dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat
martabat manusia.
Namun, tidak dapat dipungkiri, pada masa
lalu terutama masa Orde Baru, Indonesia
memiliki catatan buruk terkait perlindungan
dan penegakan HAM. Hingga kini pun,
sesungguhnya kita melihat belum banyak
perubahan dalam penegakan dan
perlindungan HAM, baik dalam hak asasi
sosial, ekonomi, politik, sosial, budaya, hak
untuk mendapat persamaan dalam hukum
dan pemerintahan. Ini terlihat dari
pelanggaran HAM masih marak dari tahun
ke tahun.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban
Kekerasan (KontraS) mencatat, sepanjang
Januari – November 2013 telah terjadi 709
kasus dugaan pelanggaran HAM yang
dilakukan aparatur kepolisian. Jumlah itu
meningkat dari tahun sebelumnya yang
berjumlah 448 kasus. Sementara pada 2011,
angka pelanggaran HAM sebanyak 112
kasus. Tahun 2013, tercatat 4.569 warga
sipil yang menjadi korban, di antaranya
ratusan meninggal dunia.
Ada tiga jenis pelanggaran HAM yang
menonjol sepanjang 2013, yaitu pelanggaran
HAM karena konflik eksploitasi sumber daya
alam, pelanggaran atas kebebasan
beragama dan berkeyakinan, dan
penyalahgunaan wewenang yang dilakukan
aparatur kepolisian hingga TNI.
Data pelanggaran HAM dari Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)
lebih besar lagi. Sepanjang 2014, Komnas
HAM telah menerima sekitar 6.000 kasus
pelanggaran HAM. Dari seluruh kasus, 40%
di antaranya ternyata dilakukan oleh
aparatur kepolisian. Pelanggaran seringkali
terjadi pada proses pembuatan Berita Acara
Pemeriksaan (BAP) terhadap tersangka,
seperti pemukulan.
Di luar kasus pelanggaran HAM itu, seperti
ditulis dalam laporan utama Majelis, ada
tujuh kasus pelanggaran HAM berat yang
penyelesaiannya masih menjadi utang
pemerintah. Ketujuh kasus pelanggaran HAM
berat itu adalah pembunuhan massal pasca
G-30-S, pembunuhan misterius (Petrus),
kasus Talangsari (Lampung), penghilangan
paksa aktivis, Trisakti, kerusuhan Mei 1998,
Semanggi I, dan Semanggi II.
Pada era reformasi, pelanggaran HAM
tetap terjadi seperti pembunuhan terhadap
EDISI NO.12/TH.VIII/DESEMBER 2014
aktivis HAM Munir pada 2004. Juga
pelanggaran HAM, terutama di bidang
kebebasan beragama seperti dialami
jemaah Ahmadiyah Indonesia, jemaat GKI
Yasmin, jemaat HKBP Filadelfia, jemaah
Syiah Indonesia, dan beberapa kasus
pelanggaran HAM lainnya. Di masa orde
reformasi, HAM belum ditegakkan
sepenuhnya di Indonesia.
Melihat dari banyaknya kasus
pelanggaran HAM, ternyata keberadaan
Komisi Nasional (Komnas) HAM belum
mampu memperbaiki kondisi HAM di Indonesia. Seharusnya Komnas HAM bisa
berperan lebih jauh dalam melaksanakan
perlindungan, pemantauan, investigasi,
maupun mediasi dalam persoalan HAM.
Namun, tampaknya Komnas HAM tidak
terlalu dianggap penting. Bahkan, terkesan
kadang-kadang Komnas HAM pun
diabaikan.
Selain itu, sebuah survei juga
menunjukkan komitmen pemerintah
(khususnya pemerintahan Susilo Bambang
Yudhoyono 2004 – 2009 dan 2009 –
2014), terhadap HAM masih rendah. Dari
survei itu, sebanyak 52,4% responden
menilai komitmen pemerintah rendah,
38,1% menilai pemerintah tidak memiliki
komitmen terhadap pemajuan, perlindungan,
dan pemenuhan HAM, 55% responden
menilai selama kepemimpinan SBY,
kemajuan, perlindungan, dan pemenuhan
akan HAM cenderung stagnan, bahkan 36%
menyatakan terjadi kemunduran.
Untuk itu, dalam peringatan hari HAM di
Gedung Senisono Istana Kepresidenan
Jogjakarta, Selasa 9 Desember 2014,
Presiden Joko Widodo menyatakan
komitmen untuk menyelesaikan berbagai
kasus pelanggaran HAM berat.
Penyelesaian itu beralaskan konstitusi atau
UUD NRI Tahun 1945. Konstitusi sebagai
pedoman aturan kehidupan berbangsa dan
COVER
Edisi No.12/TH.VIII/Desember 2014
Desain: Jonni Yasrul
Foto: Istimewa
bernegara telah menjunjung penghargaan
terhadap HAM.
Untuk kasus penuntasan kasus pelanggaran
HAM
berat,
pemerintah
akan
mempertimbangkan dua jalan. Pertama, melalui
pembentukan komisi kebenaran dan rekonsiliasi
secara menyeluruh. Kedua, melalui pengadilan
HAM adhoc. Pelaksanaan HAM tidak sekadar
penegakan hukum tetapi juga mewujudkan hakhak ekonomi, sosial, dan budaya, termasuk hak
mendapatkan pelayana kesehatan, kebebasan
beragama dan beribadah.
Momentum peringatan hari HAM internasional
10 Desember ini bisa dijadikan sebagai awal
dari penegakan terhadap prinsip-prinsip HAM
yang mencakup toleransi, perlindungan hakhak konstitusional warga negara Indonesia dan
berperan aktif menjalankan UUD NRI Tahun 1945
dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia.
Karena itu, Komnas HAM harus terus
didorong agar bisa melaksanakan perannya
secara maksimal. Penegakan HAM sendiri tidak
hanya bergantung pada Komnas HAM, tetapi
membutuhkan partisipasi seluruh masyarakat,
termasuk komitmen kuat dari pemerintah. Tanpa
semua itu, peringatan hari HAM hanya menjadi
formalitas belaka dan pelanggaran HAM masih
terus terjadi. ❏
PENASEHAT Pimpinan MPR-RI PENANGGUNG JAWAB Eddie Siregar, Selfi Zaini PEMIMPIN REDAKSI Yana Indrawan DEWAN REDAKSI
M. Rizal, Aip Suherman, Suryani, Ma’ruf Cahyono, Tugiyana, Siti Fauziah REDAKTUR PELAKSANA Agus Subagyo KOORDINATOR
REPORTASE Rharas Esthining Palupi REDAKTUR FOTO Rades Rahardian, Budi Muliawan REPORTER Fatmawati, Assyifa Fadilla,
Prananda Rizky, Y. Hendrasto Setiawan FOTOGRAFER Ari Soeprapto, Teddy Agusman Sugeng, Wira, A. Ariyana, Agus Darto
PENANGGUNG JAWAB DISTRIBUSI Elly Triani KOORDINATOR DISTRIBUSI Elin Marlina STAF DISTRIBUSI Hadi Anwar Sani, Suparmin,
Asep Ismail, Ramos Siregar, Dony Melano, Prananda Rizky SEKRETARIS REDAKSI Wasinton Saragih TIM AHLI Syahril Chili, Jonni Yasrul,
Ardi Winangun, Budi Sucahyo, Derry Irawan, M. Budiono ALAMAT REDAKSI Bagian Pemberitaan & Hubungan Antarlembaga, Biro
Hubungan Masyarakat, Sekretariat Jenderal MPR-RI Gedung Nusantara III, Lt. 5 Jl. Jend. Gatot Subroto No. 6, Jakarta Telp. (021) 57895237,
57895238 Fax.: (021) 57895237 Email: humas@setjen.mpr.go.id
EDISI NO.12/TH.VIII/DESEMBER 2014
5
Bagaimana nasib LCC 4 Pilar Setelah
Putusan MK?
Yth. Pimpinan MPR RI
Dengan hormat,
Saya Fauzan dari SMA Negeri 2 Painan
(Sumbar) ingin bertanya: Apakah LCC 4 Pilar seleksi tingkat provinsi, khususnya
Sumatera Barat, tahun 2014 ini masih tetap
dilaksanakan sesuai rancangan jadwal atau
tidak? Jawaban Bapak sangat kami perlukan
untuk kepastian persiapan tim sekolah kami.
Wassalam &terima kasih.
Fauzan Erman
Painan, Kab. Pesisir Selatan, Sumbar.
Jawaban Redaksi,
Lomba Cerdas Cermat dalam rangka
sosialisasi nilai-nilai Pancasila, UUD NRI
Tahun 1945,NKRI,dan nilai-nilai Bhinneka
Tunggal Ika tetap dilaksanakan sesuai
jadwal.
Hari lahir Ki Hajar Dewantara
Yth. Majelis,
Selamat HUT Bapak Pendidikan Nasional .
Semoga Pendidikan Nasional kita semakin
maju dan berkualitas. Dan, semakin banyak
tenaga pendidik yang berkualitas.
Wassalam.
Tangrivolsa
Jl. Tempirai 6 No. 212 Blok 7
Perumnas Griya Martubung Labuhan Medan
Penetapan Upah Minimun Guru Honorer
Yayasan
Zaini Emeel asli dari Sumenep, merantau ke
Malang Jawa Timur dengan harapan ingin
mengubah nasib keluarga. Semua pekerjaan
sudah saya lakukan, walaupun fisik saya
cacat. Daya juang dan semangat saya tidak
kalah dari mereka yang normal, dan pantang
bagi saya mengemis-ngemis di jalanan
(seperti yang dilakukan orang normal atau
berpura-pura cacat di lampu merah). Saya
memulai usaha loundry di Malang, sudah
jalan hampir 2 tahun. Saat ini saya butuh
tambahan modal untuk biaya kontrak dan beli
mesin baru. Saya sudah mengajukan
pinjaman KUR hampir 10 x ditolak, dan
pinjaman KTA di berbagai bank, hasilnya juga
ditolak oleh 7 bank. Alasan pihak bank, saya
tidak punya rumah sendiri, punya dua anak
yang masih kecil-kecil. Padahal yang saya
pikirkan nasib mereka ke depan. Pada 30
April 2014 ini kontrakan saya habis, sudah
tidak ada pilihan kecuali menutup usaha
saya. Mohon perhatian. Terima kasih.
A. Zaini Emeel
Jl. Tlogo Indah No.7a Tlogomas,
Lowokwaru, Malang
Tetap sosialisasikan Nilai - Nilai
Kebangsaan
Salam sejahtera!
Mau tanya, istilah 4 Pilar sudah resmi
dihapuskan oleh MK. Tapi saya berharap,
sosialisasi nilai-nilai kebangsaan tetap
dilaksanakan. Karena itu perlu, bahkan
sangat diperlukan oleh generasi muda. Tidak
mesti dengan nama 4 Pilar, karena sosialisasi
niali-nilai kebangsaan tidak perlu terhenti
hanya karena nama 4 Pilar. Terima kasih.
Sayadi Fahreza
Polewali, Sulawesi Barat.
Tunjangan Remunerasi Polri Agar
Dinaikkan
Hasil evaluasi Lembaga Kontrol Independen
Nasional (LKIN) terhadap jumlah nilai remunerasi
yang diberikan kepada aparatur kepolisian
sudah sangat tidak layak dalam mendukung
tingkat kesejahteraan dalam menjalankan tugas
sebagai pengayom dan pelindung masyarakat.
Oleh karena itu, pihak MPR RI diminta agar
menggagas serta memberikan suatu solusi
yang bijak demi peningkatan kesejahteraan
seluruh anggota institusi tersebut. Mengingat ,
tingkat kebutuhan ekonomi, baik pribadi terlebih
lagi aparatur yang telah memiliki keluarga, sudah
sangat tidak sebanding dengan jumlah yang
diberikan untuk mencapai tingkat kesejahteraan
dalam meniti kehidupan setiap bulannya.
LKIN
(Lembaga Kontrol Independen Nasional)
Jl. Veteran Utara Lr. 41 No.6
Makassar
Karikatur
Assalamu’alaikum.Wr.Wb.
Sudah sebelas tahun saya menjadi guru
honorer di Madrasah Yayasan Naungan
Kementerian Agama. Sudah berkali-kali
merasakan pergantian pimpinan dari Kepala
Madrasah, Pengawas Pendais, Mapenda,
Kandepag, Kanwil, Mentri, bahkan Persiden.
Tetapi belum ada yang pernah menetapkan
upah minimum agar kami guru honor yang
ada di Yayasan bisa hidup layak.
Kami juga punya kebutuhan keluarga yang
harus dipenuhi. Buruh saja yang hanya
memperkaya Inspektor atau Pengusahapengusaha asing diperhatikan dengan
penuh UMR/UMK oleh pemerintah. Padahal
kami, guru honor meski di yayasan juga ikut
mencerdaskan anak bangsa.
Tantowi: Ds. Karangkendal, Cirebon
Mana Perhatian Pemerintah
untuk Rakyat Miskin?
Salam sejahtera Bapak-bapak yang
terhormat!
Salam kenal sebelumnya, saya Ahmad
6
ILUSTRASI: SUSTHANTO
Kami dengan senang hati menerima tulisan baik berupa ide, pendapat, saran
maupun kritik serta foto dari siapa saja dengan menyertai fotocopi identitas Anda.
EDISI NO.12/TH.VIII/DESEMBER 2014
ISTIMEWA
Menolak Ormas dan Tindakan Anarkis
D
IRASA sudah kesekian kalinya
sehingga ketika ormas itu hari ini dibubarkan,
dan penonton lainnya. Pemindahan tempat
melakukan tindakan anarkis, baik
malamnya atau esoknya akan muncul ormas
final menyebabkan kerugian yang tidak
kata dan perbuatan, seorang pejabat
baru dengan pengurus dan anggota dari
sedikit, baik waktu dan uang.
di daerah merekomendasikan ormas itu
ormas yang dibubarkan.
Kalau kita cermati, akar dari kekerasan
kepada Menteri Dalam Negeri serta Menteri
Anarkis dan kekerasan sekarang bukan
yang dilakukan oleh salah satu pihak kepada
Hukum dan Hak Asasi Manusia agar
menjadi monopoli salah satu kelompok. Entah
pihak yang lain, selain diakibatkan oleh
dibubarkan.
karena kebebasan yang kebablasan atau
besarnya ego juga dikarenakan tidak adanya
Langkah pejabat daerah itu langsung
karena stress akibat tekanan ekonomi,
komunikasi yang terbuka dari kedua belah
mendapat respon, ada yang mendukung,
politik, dan masalah lain, membuat individu
pihak. Ada pihak-pihak yang menutup diri dari
ada pula yang menolak. Mendukung dari
atau kelompok masyarakat mudah melakukan
komunikasi. Bila tidak terjadi komunikasi maka
langkah itu karena ormas yang membawa-
tindakan yang sifatnya menyakiti orang lain.
tidak ada informasi yang didapat, akibatnya
bawa nama agama itu, polah tingkahnya
Lihat saja, salah satu pendukung klub
masing-masing terkungkung dalam dunianya
dirasa sudah kelewatan, sering membuat
sepakbola di Kota B menjadi musuh
masing-masing. Keterkungkungan ini
keributan sehingga kehadirannya membuat
bebuyutan pendukung klub sepakbola dari
membuat dirinya merasa yang paling benar.
orang cemas bila berada di sekitarnya. Polah
Kota J. Bila mereka bertemu, tidak hanya
Untuk itu, pentingnya di sini membuka
tingkah ormas yang demikian dirasa oleh
saling mengumpat namun saling melakukan
komunikasi kedua belah pihak. Komunikasi
banyak orang telah mencoreng agama yang
tindakan anarkis dan kekerasan. Bus yang
inilah yang akan meredakan ego,
disematkan di nama organisasi itu.
ditumpangi oleh pemain dan pendukung klub
ketegangan, dan membuka saling
Lain yang mendukung, lain pula pendapat
dari Kota B selalu diserang dengan benda
pengertian. Kedua pihak yang saling
yang menolak pembubaran. Dikatakan oleh
keras dan berbahaya oleh pendukung klub
melakukan tindakan anarkis, biasanya
orang yang menolak pembubaran ormas, tak
sepakbola dari Kota J bila melintas di
mereka menjauhi atau enggan membuka dia-
selamanya mereka melakukan tindakan
wilayahnya.
log. Untuk itulah perlunya dibuka dialog dan
yang disebut anarkis. Ormas itu diakui juga
Rivalitas anarkis kedua klub itu bukan
sering melakukan tindakan nyata kepada
menjadi isu lokal namun sudah menjadi isu
Membubarkan kelompok atau komunitas
masyarakat, seperti ikut membantu
nasional sehingga ketika final liga sepakbola,
itu bisa-bisa saja namun itu tidak
masyarakat Aceh saat terjadi tsunami tahun
tempat pertandingan dipindah karena
menyelesaikan masalah. Menteri terkait,
2004. Ditambahkan oleh yang lain,
dikhawatirkan bila final dilangsungkan di Kota
Menteri Dalam Negeri serta Menteri Hukum
pembubaran ormas itu tidak akan
J, akan terjadi ‘perang mahabharata’ antar
dan HAM, pun sangat hati-hati dan terkesan
menyelesaikan masalah sebab di era
kedua pendukung klub itu.
menghindar dalam masalah pembubaran
komunikasi bagi siapa saja.
kebebasan berpendapat seperti yang saat
Pemindahan tempat final, akibat tindakan
ini kita alami, membuat ormas itu gampang
saling anarkis, tentu merugikan banyak
membubarkan ormas merupakan sensitif
sekali seperti membalikkan telapak tangan
pihak, sponsor, pengelola klub sepakbola,
dalam berdemokrasi. ❏
ormas.
Mereka
hati-hati
sebab
AW
EDISI NO.12/TH.VIII/DESEMBER 2014
7
ISTIMEWA
BBM Naik, Bagaimana Kesejahteraan?
S
ELEPAS pukul 21.00 WIB, 17 Novem
sehari hanya Rp10.000, kebijakan dari
subsidi merupakan sebuah langkah yang
ber 2014, Presiden didampingi wakil
pemerintah yang baru saja dilantik itu menjadi
tepat. Subsidi yang selama ini disebut tak
dan menteri terkait melakukan
sebuah kiamat kecil. Betapa tidak, dalam
tepat sasaran bila dialihkan ke sektor yang
pengumuman kenaikan BBM yang dimulai
keseharian mereka sudah susah maka
produktif, kelak akan menunjang
pukul 00.00 WIB, 18 November 2014.
kenaikan BBM itu akan membuatnya
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan.
Pengumuman itu sontak menimbulkan
bertambah susah.
Namun ketika pemerintah menempuh
keriuhan di media sosial, ada yang setuju,
Pemerintahan sekarang disebut
cara seperti ini, maka pembangunan yang
ada pula yang tidak. Pro dan kontra kenaikan
mempunyai banyak program pembangunan
dilakukan harus segera bisa dinikmati oleh
BBM yang tertumpah di media sosial tak perlu
dan janji untuk memberikan jaminan
masyarakat.
dituangkan di sini sebab ada kata-kata kasar
kesejahteraan. Namun keinginan itu terbentur
menjargonkan revolusi mental, maka juga
yang dilontarkan oleh kedua belah pihak.
biaya yang ada. Pemerintah pun clingak-
harus
Tak lama setelah pengumuman itu, di
clinguk dari mana dana itu diambil. Pilihan
pembangunan. Ini penting sebab biar
televisi di-live-kan bagaimana situasi sebuah
itu akhirnya ada pada dana subsidi. Dana
masyarakat paham dan mengerti bahwa
SPBU di Surabaya, Jawa Timur, terjadi antrian
subsidi dipilih menutupi kekurangan anggaran
pengalihan subsidi BBM ke sektor yang
panjang orang membeli bensin. Antrian
pembangunan sebab besarnya subsidi bisa
produktif benar dan tepat adanya. Jangan
panjang itu bisa jadi karena pengendara
membelalakan mata kita, Rp276 triliun.
sampai masyarakat hanya dibuai dengan
motor berebut harga yang belum naik, masih
Bandingkan dengan anggaran Kementerian
janji manfaat pengalihan subsidi ke sektor
murah dibanding harga sesudahnya, bisa
Pekerjaan Umum di tahun 2015 yang
yang lebih produktif.
pula antrian yang demikian sudah biasa
besarnya Rp81,338 triliun. Bandingkan pula
Jangan sampai pula pengalihan subsidi
terjadi meski harga normal.
anggaran Kementerian Pertahanan sekitar
BBM dialihkan ke program lain yang sifatnya
Rp84-an triliun.
juga mensubsidi. Pemerintah saat ini gencar
Yang pasti dari adanya kenaikan harga
Bila
pemerintah
merealisasikan
revolusi
BBM, cepat atau lambat, akan mendongkrak
Bila seumpama subsidi BBM itu diguyurkan
sekali melakukan program yang sifatnya
harga yang lain juga ikut naik. Harga sepiring
ke kedua kementerian tersebut maka bangsa
mensubsidi. Nilainya tentu tidak kecil. Bila ini
nasi di warteg yang biasanya Rp10.000,
ini akan memiliki infrastruktur jalan, jembatan,
dibiarkan dan menjadi kebiasaan maka kelak
akan membengkak menjadi Rp12.000. Harga
bendungan, saluran irigasi, yang memadai
akan menjadi beban pada pemerintahan
sepotong pepaya dari pedagang buah yang
dan bagus. Demikian pula TNI akan memiliki
selanjutnya. Sama seperti subsidi BBM yang
biasa mangkal di pinggir jalan yang biasanya
alutsista dan alpanhankam pada tahap
awalnya kecil-kecilan namun karena menjadi
dijajakan seharga Rp2.500, akan melompat
wajar, bisa pula sudah pada tingkat ideal.
kebiasaan, akhirnya menjadi beban dan sulit
menjadi Rp3.500.
Bagi orang miskin yang penghasilannya
8
Niat pemerintah untuk menggenjot
untuk dihindarkan. ❏
pembangunan dengan menggunakan dana
AW
EDISI NO.12/TH.VIII/DESEMBER 2014
ISTIMEWA
Kartu Sejahtera Untuk Semua
S
AAT debat calon presiden, Jokowi
berada di Kalimantan Timur itu sudah memiliki
jadi saat Jokowi menjadi Walikota Solo, ia
memaparkan program mensejahtera-
Jaminan Kesehatan Daerah. Ditegaskan
mengeluarkan kartu jaminan itu.
kan rakyat dengan berjanji akan
bahwa sekarang adalah otonomi daerah
Bila Jokowi ingin mendorong KIS, KIP, dan
meluncurkan jaminan pengobatan,
sehingga masalah kesehatan juga urusan
KKS menjadi program nasional maka harus
pendidikan, dan biaya hidup lainnya. Untuk
kepala daerah. Kartu-kartu lain dari Jokowi
ada aturan hukum yang membuat seluruh
menyakinkan, ia mengeluarkan sebuah kartu
pun juga diemohi oleh anak mantan Bupati
kepala daerah patuh. Aturan hukum itu
di mana dengan menunjukan benda yang
Syaukani itu. Apa yang dilakukan Rita juga
tentunya harus di atas perda. Bisa jadi tiga
berbentuk segi empat dan terbuat dari mika
diamini oleh Bupati Kutai Timur, Isran Noor.
kartu yang dikeluarkan oleh Jokowi itu saat
itu, seseorang dan keluarganya bisa bebas
Menurut Isran, kartu jaminan dalam
ini belum memiliki payung hukum yang jelas,
dari biaya pengobatan di rumah sakit,
kesehatan dan pendidikan itu sudah ada dan
sehingga selain menjadi perdebatan juga
mendapat biaya sekolah, dan tunjangan
beredar di daerahnya.
mendapat penolakan dari para kepala
hidup lainnya.
Dalam soal kartu, Walikota Surabaya, Tri
daerah. Para kepala daerah berani menolak
Janji itu dibuktikan saat dirinya
Rismaharini, bisa dikatakan lebih ekstrim.
sebab mereka tahu ketiga kartu itu belum
mengunjungi korban letusan Gunung
Dalam soal pemberian layanan jaminan
memiliki payung hukum.
Sinabung, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.
kesehatan di kota pahlawan, masyarakat
Program ini adalah pengalihan dari
Berada di tengah para korban awan panas,
cukup dengan menggunakan sidik jari, dengan
sebagaian subsidi BBM. Program ini
mantan Gubernur Jakarta itu membagikan
menggunakan e-health atau fasilitas e-
bertujuan mulia, memberi jaminan hidup,
Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indone-
governence. Semua data masyarakat sudah
pendidikan, dan kesejahteraan kepada
sia Pintar (KIP), dan Kartu Keluarga Sejahtera
tercatat dalam fasilitas di informasi teknologi
rakyat yang tidak mampu. Untuk itulah
(KKS). Dengan kartu itulah para korban bisa
itu. Bagi Risma bila menggunakan kartu, akan
perlunya kerja sama semua pihak agar
memperoleh bantuan dari pemerintah secara
memakan biaya untuk ongkos cetak.
masalah yang ada segera diselesaikan, baik
cuma-cuma alias gratis.
Adanya penolakan dari banyak kepala
aturan hukum, anggaran, cara berlaku, dan
Kartu itu kelak akan dibagikan kepada
daerah itu menunjukan tidak adanya
nama. Perlunya untuk melepas ego sektoral
seluruh rakyat Indonesia, tentunya dengan
koordinasi dan pemahaman yang sama
sebab program ini dan program kepala
syarat ia tergolong dari kaum tidak mampu.
antara pemerintah pusat dengan pemerintah
daerah yang sudah berjalan semua untuk
Namun program dari sang presiden itu
daerah. Seperti dikatakan oleh Rita dan Isran
tujuan mulia seperti dalam amanat
mendapat penolakan dari beberapa kepala
bahwa program jaminan kesehatan dan
Pembukaan UUD NRI Tahun 1945. Untuk itu
daerah. Bupati Kutai Kartanegara, Rita
pendidikan itu sudah ada di daerahnya. Model
semua harus kompak dalam soal
Widyasari, dengan terus terang menolak KIS.
jaminan seperti itu memang sudah menjadi
kesejahteraan. ❏
Dirinya menolak sebab daerahnya yang
trend kepala daerah. Dengan demikian bisa
EDISI NO.12/TH.VIII/DESEMBER 2014
AW
9
B
BERITA UTAMA
ERITA UTAMA
Peringatan Hari HAM Internasional
Menegakkan Prinsip-Prinsip
HAM
Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia masih dibebani kasus pelanggaran HAM berat pada masa
lalu yang belum tuntas hingga sekarang. Rekonsiliasi merupakan jalan terbaik untuk menyelesaikan
berbagai kasus pelanggaran HAM tersebut.
S
UMARSIH tidak pernah lelah memperjuangkan keadilan bagi
anaknya yang menjadi korban pelanggaran Hak Asasi Manusia
(HAM). Bertahun-tahun sejak anaknya menjadi korban tragedi
Semanggi I tahun 1999, ia terus mempertanyakan tentang siapa
yang bertanggungjawab atas pelanggaran HAM terhadap anaknya.
Menjelang peringatan hari HAM yang jatuh pada 10 Desember 2014,
Sumarsih tak bosan mendatangi kantor Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia (Komnas HAM) di Menteng, Jakarta Pusat.
“Kalau memang benar mau menyelesaikan kasus HAM, Presiden
Jokowi harus buktikan secara konkret. Dia harus bentuk pengadilan
ad hoc untuk kasus HAM,” kata Sumarsih di kantor HAM, Kamis 4
Desember 2014. Tidak hanya Sumarsih, para korban dan keluarga
korban lainnya dalam kasus pelanggaran HAM berat juga menuntut
hal yang sama. Mereka mendesak Presiden menyelesaikan kasuskasus HAM berat pada masa lalu yang belum tuntas.
Tuntutan itu wajar. Sebab, dalam visi misi ketika kampanye
pemilihan presiden dan wakil presiden 2014, pasangan Joko Widodo
– Jusuf Kalla menuangkan program dalam Nawa Cita. Salah satu
komitmen capres dan cawapres yang diusung Koalisi Indonesia
Hebat itu adalah penyelesaian kasus-kasus HAM melalui reformasi
10
sistem dan penegakan hukum. “Kami berharap hari HAM jangan
dijadikan sekadar perayaan saja,” ujar Sumarsih.
Negara memang masih berutang dalam soal penyelesaian kasus
pelanggaran HAM berat pada masa lalu. Komnas HAM mencatat
ada tujuh kasus pelanggaran HAM berat yang belum tuntas (lihat
bagian kedua “Tujuh Kasus Pelanggaran HAM yang belum Tuntas”).
Tujuh kasus itu merupakan rekomendasi dari Tim Penyelesaian
Pelanggaran HAM berat di Indonesia yang dibentuk Komnas HAM
sejak Desember 2012. Ketujuh kasus itu adalah kasus pembantaian
massal pasca G-30-S, kasus Talangsari, penembakan misterius
(Petrus), penghilangan orang secara paksa, kasus Trisakti,
kerusuhan Mei 1998, kasus Semanggi I dan Semanggi II.
Kasus pelanggaran HAM berat yang belum tuntas hanyalah
sekadar contoh masih terjadinya pelanggaran HAM di Indonesia.
Padahal, Indonesia sangat menjunjung tinggi HAM. Ini terlihat dari
pembukaan UUD 1945. Jauh sebelum Deklarasi Universal tentang
HAM, para founding father Indonesia sudah mengakui dan
mencantumkan HAM dalam konstitusi. Lebih rinci, HAM terdapat
dalam UUD NRI Tahun 1945 Bab X pasal 28 A sampai dengan pasal
28 J.
EDISI NO.12/TH.VIII/DESEMBER 2014
FOTO-FOTO: ISTIMEWA
Lalu, juga ada UU No. 39 Tahun 1999
tentang HAM. Dalam UU itu disebutkan
bahwa hak asasi manusia adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakikat
dan keberadaan manusia sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah yang wajib dihormati, dijunjung
tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum,
pemerintah, dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat
martabat manusia.
Namun, memang tidak bisa dipungkiri, Indonesia memiliki catatan buruk terkait
perlindungan dan penegakan HAM. Ini terlihat
dari pelanggaran HAM yang masih marak
dari tahun ke tahun. Komisi untuk Orang
Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS),
misalnya, mencatat sepanjang Januari –
November 2013 telah terjadi 709 kasus
dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan
EDISI NO.12/TH.VIII/DESEMBER 2014
aparatur kepolisian. Jumlah ini meningkat dari
tahun sebelumnya yang berjumlah 448
kasus.
Data lain dari Komnas HAM menyebutkan,
sepanjang 2014 telah menerima sekitar
6.000 kasus pelanggaran HAM. Dari seluruh
kasus itu, 40% di antaranya ternyata
dilakukan oleh aparatur kepolisian.
Ketua Fraksi Partai Golkar, Rambe
Kamarulzaman, mengakui bahwa
pelanggaran HAM tentu saja masih terjadi.
“Pelanggaran HAM tentu saja masih ada
karena kita tidak bisa memberikan
perlindungan dan menegakan HAM
sesempurna seperti kita harapkan.Tapi,
jangan dilupakan kemajuan dalam
pelaksanaan HAM juga ada,” katanya
kepada Majelis.
Pengakuan serupa juga disampaikan
anggota Komnas HAM Prof. Hafid Abbas.
“Saya optimistis bahwa kita memang belum
sepenuhnya sampai pada titik yang ideal
dalam pelaksanaan HAM, tetapi pelaksanaan
HAM kita senantiasa cenderung membaik,”
ujarnya kepada Majelis. Hafid memberi
catatan bahwa persoalan HAM yang sering
dihadapi adalah isu minoritas, kekerasan, dan
lainnya. Namun, proses (terjadinya
pelanggaran HAM) memang harus dilewati
menuju perlindungan HAM yang ideal.
Sementara itu, Ketua Fraksi Partai
Keadilan Sejahtera (PKS) MPR RI,
Soenmanjaya, menjelaskan lebih jauh bahwa
secara konstitusional sudah tidak ada lagi
celah dalam pelaksanaan HAM. Sebab,
dalam UUD NRI Tahun 1945 sudah
dicantumkan pasal-pasal HAM yang sangat
komprehensif, yaitu Pasal 28 A sampai J.
Begitu pula sudah ada UU yang
mengimplementasikan amanat konstitusi
11
BERITA UTAMA
Rambe Kamarulzaman
tersebut (UU No. 39 Tahun 1999). Secara
kelembagaan juga sudah ada Komnas HAM.
“Kita memang perlu bersyukur telah
banyak kemajuan dalam pelaksanaan HAM.
Tetapi di sana sini memang masih terjadi
pelanggaran yang membuat kita prihatin,”
ujarnya kepada Majelis. Soenmanjaya
mencontohkan beberapa kasus pelanggaran
HAM yang terjadi belakangan ini, seperti
kasus penyerbuan TNI ke markas kepolisian
di Batam, tewasnya seorang demonstran
dalam unjukrasa menolak kenaikan BBM di
Makassar, atau kasus penganiayaan
terhadap pembantu rumah tangga di Medan.
Berbagai kasus itu antara lain karena belum
tersosialisasikannya nilai-nilai asasi dari
HAM tersebut.
Penilaian serupa juga disebutkan Wakil
Ketua MPR Oesman Sapta Odang.
“Pelaksanaan HAM di Indonesia masih
terbilang bagus,” katanya kepada Majelis.
Salah satu inti dari HAM adalah nurani. Hak
asasi adalah nurani. Namun, Oesman
mengingatkan agar dalam pelaksanaan HAM,
Indonesia tidak perlu terpengaruh dan ikutikutan dengan HAM negara lain. Pasalnya,
setiap negara mempunyai perbedaan dalam
parameter pelaksanaan HAM.
Oesman juga menjelaskan bentuk
pelanggaran HAM bisa beragam rupa.
Namun, semuanya memiliki kesamaan, yaitu
kekerasan. “Nah, penyebab dari itu semua
(pelanggaran HAM) adalah karena potensi
konflik dan terjadinya konflik. Konflik
menghasilkan pelanggaran HAM, baik
pelanggaran HAM kecil, sedang, sampai
pelanggaran HAM berat. Untuk mengurangi
dan mengeliminir pelanggaran HAM,
penyebab konflik itu harus diselesaikan.
Harus ada manajemen konflik yang bagus,”
paparnya.
Pelanggaran HAM masa lalu : Rekonsiliasi
Meski harus diakui sudah ada kemajuan
dalam pelaksanaan (perlindungan dan
penegakkan) HAM, namun HAM di Indonesia masih dibebani dengan kasus-kasus
pelanggaran HAM berat pada masa lalu
yang belum tuntas hingga sekarang.
Komisioner Komnas HAM Hafid Abbas juga
merasakan persoalan HAM berat di masa
lalu seolah-olah membelenggu bangsa Indonesia untuk melangkah ke depan. “Tapi
memang kita juga tidak bisa mengabaikan
masa lampau dengan memfokuskan
perhatian pada masa kini. Masa lampau,
masa kini, dan masa depan itu saling
bertautan secara linier,” ujarnya.
Soenmanjaya juga berpendapat sama. Dia
menyebutkan kasus pelanggaran HAM berat
pada masa lalu tidak bisa dibiarkan begitu
saja. “Ini bisa menjadi bom waktu, karena itu
persoalan HAM masa lalu harus
diselesaikan. Memang perlu dibatasi kurun
waktu pelanggaran HAM berat itu terjadi.
Apakah pada masa kemerdekaan, pada
masa Orde Baru, atau pada masa reformasi
saja,” katanya.
Lalu bagaimana jalan keluarnya?
Soenmanjaya menegaskan bahwa prinsip
hukum adalah retroaktif, artinya tidak berlaku
surut. Jadi, memang perlu ada pembatasan
kapan pelanggaran HAM masa lalu yang
ingin diselesaikan. “Selain itu, kita juga perlu
mengangkat kembali tentang Komisi
Kebenaran dan Rekonsiliasi Nasional meski
UU tentang Komisi Kebenaran dan
Rekonsiliasi Nasional (UU No. 27 tahun 2004)
telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK),”
katanya.
Menurut Soenmanjaya, penyelesaian
pelanggaran HAM berat pada masa lalu bisa
dilakukan secara hukum dan rekonsiliasi.
“Melalui rekonsiliasi memang cukup mulia,
tetapi kasusnya harus diselesaikan dulu
secara hukum. Pada saat terjadi rekonsiliasi
harus sudah tidak ada masalah lagi. Aspek
hukum bisa juga diselesaikan dalam
rekonsiliasi. Jika ada pihak yang masih tidak
puas bisa melakukan jalur hukum karena
negara kita negara hukum. Yang pasti,
pelanggaran HAM berat masa lalu jangan
menjadi bom waktu,” jelasnya.
Rambe Kamarulzaman juga mengakui,
FOTO-FOTO: ISTIMEWA
12
EDISI NO.12/TH.VIII/DESEMBER 2014
Soenmanjaya
masih adanya masalah yang mengganjal
dalam HAM. “Meskipun kita sudah bergerak
melangkah, tapi memang ada soal HAM yang
belum tersentuh sama sekali, yaitu
pelanggaran HAM berat masa lalu. Sangat
disayangkan, penyelesaian melalui UU
Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi dibatalkan MK. Sampai sekarang UU- rekonsiliasi
itu belum terbentuk lagi,” katanya.
Ketua Komisi II DPR RI itu juga melihat
masyarakat ingin agar kasus pelanggaran
HAM berat masa lalu bisa segera
dituntaskan. Namun, karena UU yang
menyangkut penyelesaian kasus itu
dibatalkan MK, akhirnya kasusnya
menggantung. “Padahal harus ada dasar
hukum dalam penyelesaian kasus
pelanggaran HAM berat masa lalu.
Seharusnya Komisi Kebenaran dan
Rekonsiliasi terbentuk kembali. Pemerintah
tidak bisa menyelesaikan persoalan HAM itu.
Kalau pelanggaran HAM berat masa lalu ingin
dihapuskan atau diputihkan maka harus ada
badan yang ditentukan UU untuk
mengeluarkan keputusan soal itu,” urainya.
Hafid Abbas juga sepakat bahwa
rekonsiliasi merupakan jalan terbaik untuk
menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran
HAM berat pada masa lalu. “Misalnya saja
kasus 1965, masa kita ngotot membawa ke
meja hijau padahal orang-orangnya sudah
sepuh, berusia 90 sampai 100 tahun?
Sebaiknya dalam persoalan ini kita bawa
saja pada proses rekonsiliasi sehingga
mereka bisa menikmati hari tuanya. Banyak
jalan yang bisa kita tempuh untuk
menyelesaikan pelanggaran HAM berat
masa lampau itu,” katanya.
Hafid Abbas mengungkapkan, ada tiga
jalan tol untuk mengatasi semua persoalan
HAM. Pertama, pelanggaran HAM yang
terjadi sebelum 2000, seperti peristiwa
Westerling dan lainnya, bisa kita bawa ke
pengadilan ad hoc. Lalu, bisa diadopsi
bagaimana Dewan Keamanan PBB
menghadapi kejahatan di Yugoslavia atau
Ruwanda. Selanjutnya, DPR bisa menyetujui
jalan keluar itu dan presiden pun bisa
menetapkan penyelesaian kasus itu.
Kedua, kalau pelanggaran HAM terjadi
setelah 2000 maka bisa dibawa ke
pengadilan HAM yang sudah ada, yaitu di
Surabaya, Makassar, Medan, dan Jakarta.
“Kalau kedua hal itu tidak bisa diselesaikan
masih ada jalan ketiga, yaitu diselesaikan
melalui rekonsiliasi. Jadi, siapa pun yang
melakukan pelanggaran HAM tidak mungkin
tanpa solusi, apalagi negara kita adalah
negara hukum. Memang upaya ini belum
optimal, tentu saja karena kita baru memulai
proses ini,” katanya.
Hafid Abbas memberi pesan bahwa HAM
adalah esensi dalam menciptakan rasa aman
dan menjalankan pembangunan. “Rasa
aman dan pembangunan tidak mungkin
terwujud kalau tidak ada HAM. Ham adalah
ruhnya. Saya kira tidak akan ada tempat bagi
pelanggar HAM selama esensi HAM itu
terpelihara, seperti keadilan, pemerataan,
tidak ada diskriminasi,” katanya.
Maka, menurut Soenmanjaya, menjadi
penting menyosialisasikan Pancasila, UUD
NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka
Tunggal IKa seperti dilakukan Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR). Dalam
sosialisasi itu terkandung nilai-nilai dan
prinsip-prinsip HAM. Bahkan, bila perlu
pemerintah memasukkan HAM dalam
kurikulum sekolah yang disertai implementasi
dan contoh.
“Perlu juga sosialisasi (pemahaman HAM)
kepada ke berbagai lapisan masyarakat
secara masif, terutama TNI dan Polri. Para
pembentuk UU, yaitu pemerintah dan DPR,
juga perlu mendalami masalah HAM, agar
jangan sampai terjadi kekosongan hukum
berkaitan dengan HAM,” pungkasnya. ❏
Derry Irawan/M. Budiono/Budi Sucahyo
Hafid Abbas
EDISI NO.12/TH.VIII/DESEMBER 2014
13
BERITA UTAMA
Tujuh Kasus Pelanggaran HAM
yang Belum Tuntas
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mencatat masih ada tujuh
kasus pelanggaran HAM yang perlu segera diselesaikan. Jika tidak
dituntaskan, kasus pelanggaran HAM itu akan terus menjadi beban
sejarah.
Inilah sekilas tujuh kasus pelanggaran
HAM berat yang pernah terjadi di Indonesia.
Pembunuhan massal pasca G-30-S
Pembunuhan massal di Indonesia dalam
kurun waktu 1965 – 1966 adalah peristiwa
pembantaian terhadap orang-orang yang
dituduh komunis di Indonesia pada masa
setelah terjadinya Gerakan 30 September.
Dalam pembunuhan massal itu diperkirakan
lebih dari setengah juta orang dibantai dan
lebih dari satu juta orang dipenjara.
Pembersihan ini merupakan peristiwa
penting dalam transisi ke Orde Baru.
Pembunuhan dimulai Oktober 1965 dan
mulai mereda pada awal 1966. Pembunuhan
dan penangkapan anggota yang diduga
aktivis Partai Komunis dimulai dari ibukota
Jakarta, kemudian melebar ke Jawa Tengah
dan Jawa Timur, lalu Bali. Ribuan vigilante
(orang yang menegakkan hukum dengan
caranya sendiri) dan tentara Angkatan Darat
menangkap dan membunuh orang-orang
yang dituduh anggota PKI.
Penembakan Misterius (Petrus)
FOTO-FOTO: ISTIMEWA
N
EGARA ternyata masih punya “utang’
dalam penyelesaian kasus hukum
pelanggaran hak asasi manusi (HAM)
berat. Beban tersebut ternyata sudah
berlangsung sejak lama dan diemban dua
presiden terakhir, yaitu Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) dan Joko Widodo. Apalagi
presiden periode 2014 – 2019—karena SBY
sudah terlepas dari beban itu—harus
memikul beban penyelesaian kasus
pelanggaran HAM berat ini.
Dari catatan Komnas HAM, ada tujuh
kasus pelanggaran HAM berat yang belum
tuntas. Tujuh kasus itu merupakan
rekomendasi dari Tim Penyelesaian
Pelanggaran HAM berat di Indonesia yang
dibentuk Komnas HAM sejak Desember
2012. Saat itu, sebenarnya ada 10 kasus
yang direkomendasikan Komnas HAM agar
diselesaikan secara hukum oleh negara.
Namun, tiga di antaranya sudah memasuki
proses persidangan, yaitu kasus kekerasan
di Abepura, kasus Timor Timur, dan Tanjung
Priok.
Sementara tujuh kasus pelanggaran HAM
berat lainnya sudah berada di Kejaksaan
Agung. Namun, lembaga negara itu belum
14
melakukan peningkatan status ketujuh kasus
tersebut. Ketujuh kasus pelanggaran HAM
berat tersebut adalah kasus (kekerasan) di
Trisaksi, kasus Semanggi I, dan Semanggi II,
kasus Talangsari, penghilangan orang
secara paksa, penembakan misterius
(Petrus), pembantaian massal pasca G-30S, dan kerusuhan Mei 1998.
Kejaksaan Agung mengembalikan tujuh
berkas perkara itu ke Komnas HAM karena
petunjuk yang diinginkan kejaksaan belum
terpenuhi. Sejumlah berkas pelanggaran
HAM berat hasil penyelidikan pro justisia
dilakukan Komnas HAM antara lain peristiwa
Trisaksi, Semanggi I (1998) dan Semanggi II
(1999). Berkas kasus itu sudah diserahkan
ke Kejaksaan Agung pada April 2002, namun
proses penyidikan tidak berjalan.
Kemudian berkas peristiwa Mei 1998
yang diserahkan ke Kejaksaan Agung pada
September 2003, penghilangan orang
secara paksa periode 1997 – 1998
diserahkan November 2006, peristiwa
Talangsari Lampung 1989 diserahkan
Oktober 2008 dan peristiwa WasiorMamena Papua 2001 dan 2003 diserahkan
September 2004.
Penembakan misterius atau sering
disingkat Petrus (operasi clurit) adalah suatu
operasi rahasia dari pemerintah Soeharto
pada 1980-an untuk menanggulangi tingkat
kejahatan begitu tinggi saat itu. Operasi ini
secara umum adalah operasi penangkapan
dan pembunuhan terhadap orang-orang
yang dianggap mengganggu keamanan dan
ketenteraman masyarakat, khususnya di
Jakarta dan Jawa Tengah. Pelakunya tak
jelas dan tak pernah tertangkap karena itu
muncul istilah “Petrus” (penembak misterius).
Pada 1983 tercatat 532 orang tewas, 367
orang di antaranya tewas akibat luka
tembakan. Pada 1984 ada 107 orang tewas,
51di antaranya tewas ditembak. Tahun 1985
tercatat 74 orang tewas, 28 di antaranya
tewas ditembak. Para korban Petrus saat
ditemukan masyarakat dalam kondisi tangan
dan lehernya terikat. Kebanyakan korban
juga dimasukkan ke dalam karung yang
ditinggal di pinggir jalan, di depan rumah,
dibuang ke sungai, laut, hutan dan kebun.
Peristiwa Talangsari, Lampung 1989
Peristiwa Talangsari 1989 adalah insiden
yang terjadi di antara kelompok Warsidi dengan
aparatur keamanan di Dusun Talangsari III, Desa
EDISI NO.12/TH.VIII/DESEMBER 2014
Rajabasa Lama, Kecamatan Way Jepara,
Kabupaten Lampung Timur (sebelumnya
masuk Kabupaten Lampung Tengah).
Peristiwa ini terjadi pada 7 Februari 1989.
Peristiwa Talangsari tak lepas dari peran
seorang tokoh bernama Warsidi. Di
Talangsari, Lampung, Warsidi dijadikan Imam
oleh Nurhidayat dan kawan-kawan.
Nurhidayat, dalam catatan, pernah
bergabung ke dalam gerakan DI-TII (Darul
Islam – Tentara Islam Indonesia) Sekarmadji
Maridjan Kartosoewirjo. Nurhidayat dan
kawan-kawan merencanakan sebuah
gerakan. Namun, gerakan itu tercium
aparatur keamanan. Pada 7 Februari terjadi
penyerbuan ke Talangsari oleh aparatur
keamanan. Sebanyak 27 orang tewas di
pihak kelompok Warsidi. Kemudian kejadian
itu terkenal dengan peristiwa Talangsari,
Lampung.
Penghilangan orang secara paksa
Penculikan aktivis 1997/1998 adalah
peristiwa penghilangan orang secara paksa
terhadap aktivis pro-demokrasi yang terjadi
menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum
(Pemilu) 1997 dan Sidang Umum Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) 1998.
Selama periode 1997/1998 Kontras (Komisi
untuk Orang Hilang dan Korban Tindak
Kekerasan) mencatat 23 orang telah
dihilangkan oleh alat-alat negara. Dari jumlah
itu, satu orang ditemukan meninggal
(Leonardus Gilang), 9 orang dilepaskan
penculiknya, dan 13 lainnya belum ditemukan
hingga hari ini.
Sembilan aktivis yang dilepaskan adalah
Desmond J. Mahesa, Haryanto Taslam, Pius
Lustrilanang, Faisol Reza, Rahardjo Walujo
Djati, Nezar Patria, Aan Rusdianto, Mugianto,
Andi Arief. Sedangkan 13 aktivis yang belum
dtemukan berasal dari berbagai organisasi
seperti Partai Rakyat Demokratik, PDI Pro
Mega, Mega Bintang, dan Mahasiswa.
Mereka adalah Petrus Bima Anugerah,
Herman Hendrawan, Suyat, Wiji Thukul, Yani
Afri, Sonny, Dedi Hamdun, Noval Al Katiri,
Ismail, Ucok Mundandar Siahaan, Hendra
Hambali, Yadin Muhidin, Abdun Nasser.
Peristiwa Trisaksi
Tragedi Trisakti adalah peristiwa
penembakan pada 12 Mei 1998 terhadap
mahasiswa pada saat demonstrasi
EDISI NO.12/TH.VIII/DESEMBER 2014
menuntut Soeharto turun dari jabatannya.
Kejadian ini menewaskan empat mahasiswa
Universitas Trisakti serta puluhan lainnya
luka. Mereka yang tewas adalah Elang Mulia
Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan, dan
Hendriawan Sie. Mereka tewas tertembak
di dalam kampus terkena peluru tajam di
tempat vital seperti kepala, tenggorokan, dan
dada.
Diawali dengan demonstrasi damai oleh
civitas akademika Universitas Trisakti.
Namun, kemudian berubah menjadi anarki
setelah tindakan provokatif aparatur kepada
mahasiswa yang menyebabkan beberapa
mahasiswa terpancing emosinya.
Bersamaan dengan itu aparatur secara
membabi buta menyerang mahasiswa
dengan tembakan dan gas air mata. Aparatur
tetap mengejar mahasiswa dan melakukan
tindakan kekerasan (memukul, menginjak,
dipopor senjata). Mahasiswa yang telah
berada dalam kampus pun tak luput dari
sasaran tembak beberapa sniper.
Kerusuhan Mei 1998
Kerusuhan Mei 1998 adalah kerusuhan
yang terjadi di Indonesia pada 13 Mei – 15
Mei 1998, khususnya di ibukota Jakarta,
namun juga terjadi di beberapa daerah lain.
Kerusuhan diawali krisis keuangan Asia dan
dipicu oleh tragedi Trisakti yang
menewaskan empat mahasiswa Trisakti.
Pada kerusuhan ini banyak toko dan
perusahaan dihancurkan oleh amuk massa,
terutama milik warga Indonesia keturunan
Tionghoa (Tiongkok).
Konsentrasi kerusuhan terbesar terjadi
di Jakarta, Medan, dan Surakarta. Terdapat
ratusan wanita keturunan Tiongkok
diperkosa dan mengalami pelecehan
seksual dalam kerusuhan tersebut.
Sebagian bahkan diperkosa beramai-ramai,
dianiaya secara sadis kemudian dibunuh.
Dalam kerusuhan tersebut, banyak warga
Indonesia keturunan Tiongkok yang
meninggalkan Indonesia. Tidak lama setelah
kejadian berakhir, dibentuklah Tim Gabungan
Pencari Fakta (TGPF) untuk menyelelidiki
kerusuhan ini. TGPF mengeluarkan sebuah
laporan yang dikenal dengan “Laporan
TGPF”.
Semanggi I dan Semanggi II
Tragedi Semanggi menunjuk kepada dua
kejadian protes masyarakat terhadap
pelaksanaan dan agenda Sidang Istimewa
yang mengakibatkan tewasnya warga sipil.
Kejadian pertama dikenal Tragedi Semanggi
I pada 11 – 13 November 1998 pada masa
pemerintahan transisi Indonesia. Pada
peristiwa ini,17 warga sipil tewas. Kala itu,
masyarakat dan mahasiswa menolak Sidang
Istimewa MPR 1998 dan juga menentang dwi
fungsi ABRI/TNI. Sepanjang diadakan Sidang
Istimewa, masyarakat bergabung dengan
mahasiswa melakukan demonstrasi ke jalanjalan di Jakarta.
Kejadian kedua dikenal dengan Tragedi
Semanggi II pada 24 September 1999 yang
menyebabkan tewasnya seorang
mahasiswa dan 11 orang lainnya di seluruh
Jakarta serta menyebabkan 217 korban
luka-luka. Untuk kesekian kalinya tentara
melakukan tindak kekerasan terhadap aksi
mahasiswa. Kala itu ada desakan untuk
mengeluarkan
Undang-Undang
Penanggulangan Keadaan Bahaya (UU
PKB). Mahasiswa bergerak dalam jumlah
besar untuk bersama-sama menentang
diberlakukannya UU PKB. Dalam aksi itu,
mahasiswa dari Universitas Indonesia, Yun
Hap, meninggal dengan luka tembak di depan
Universitas Atma Jaya.
BS
15
BERITA
WAWANCARA
UTAMA
Oesman Sapta Odang, Wakil Ketua MPR RI
Pelaksanaan HAM Sudah Bagus
S
ETIAP 10 Desember, seluruh negara
di dunia, termasuk Indonesia,
memperingati hari Hak Asasi Manusia
(HAM) Internasional. Tanggal itu dipilih
untuk menghormati Majelis Umum
Perserikatan Bangsa-Bangsa yang
mengadopsi dan memproklamirkan
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia,
sebuah pernyataan global tentang HAM,
pada 10 Desember 1948.
Bangsa Indonesia pun menjunjung tinggi
hak asasi manusia. Ini tercermin dalam
Pembukaan UUD NRI Tahun 1945.
Beberapa pasal dalam konstitusi Indonesia
pun sangat menekankan pentingnya hak
asasi manusia. Namun, bagaimana
penerapan dan pelaksanaan HAM di
Indonesia? Mengapa pelanggaran HAM
masih saja terjadi? Untuk menjawab
pertanyaan ini, Majelis mewawancarai
Wakil Ketua MPR Oesman Sapta Odang.
Berikut perbincangan Deri Irawan dari
Majelis dengan Oesman Sapta Odang
beberapa waktu lalu. Petikannya.
Bagaimana
Bapak
melihat
pelaksanaan dan perlindungan HAM di
Tanah Air saat ini? Apakah sudah
sesuai konstitusi dan UU tentang HAM?
Atau, masih jauh dari harapan?
Pelaksanaan Hak Asasi Manusia di
16
Indonesia masih terbilang bagus. Tapi yang
perlu ditegaskan adalah Hak Asasi Manusia
adalah nurani kita semua. Hal itu yang perlu
ditegaskan. Namun, dalam pelaksanaanya
di Indonesia harus dipikirkan kembali. Karena
penerapan HAM di Indonesia jangan sekalikali ikut-ikutan HAM internasional.
Apakah masih terjadi pelanggaranpelanggaran HAM?
Pelanggaran HAM terjadi akibat adanya
suatu konflik. Beberapa penyebab terjadinya
konflik di Indonesia antara lain: Pertama,
karena kebijakan pembangunan. Kebijakan
pembagunan yang sentralistik dan tidak
merata selama puluhan tahun sebelumnya
telah menyebabkan ketidakpuasan rakyat di
beberapa daerah. Kondisi ini sering sekali
menyebabkan konflik vertikal ( pusat-daerah)
dan horizontal (lokal-pendatang).
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah
kebijakan pemerintah yang terkadang
cenderung lebih menguntungkan kelompok
pendatang juga menambah potensi konflik
sosial yang melibatkan emosionalitas dalam
aspek komunal.
Kedua, belum adanya kedewasaan politik
para politisi. Perubahan sistem politik yang
tidak disertai dengan kedewasaan para
politisi telah ikut menyumbang terjadinya
konflik. Beberapa kasus kekerasan komunal
yang terjadi pada saat kontestasi politik
(Pemilukada dan Pileg) adalah contoh akibat
dari mobilisasi dan provokasi yang dilakukan
oleh para politisi yang belum memiliki
kedewasaan politik.
Ketiga, isu agama. Secara mendasar,
pemahaman dan ajaran agama di Indonesia
tetap mengajarkan nilai-nilai kebaikan dan
kesejahteraan. Namun, pada kesehariannya, ajaran keagamaan mendapatkan
EDISI NO.12/TH.VIII/DESEMBER 2014
konteks penafsiran yang luas dan tergantung pada ideologi kelompok sosialkeagamaan tertentu.
Pemeluk agama yang memakai isu-isu
agama yang tidak toleran berpotensi
menimbulkan konflik-konflik sosial dengan
pemeluk agama lain, pemeluk agama yang
sama, dan pemeluk kepercayaan yang
dianggap tidak beragama. Hal ini akan
berubah menjadi kekerasan bila ajaran
agama yang intoleran tersebut berkelompok
dalam organisasi yang radikal, militan dan
melanggar kewarganegaraan di ruang
publik. Keempat, pertentangan elit dan ego
sektoral lembaga negara.
Lalu, kelima, melemahnya mekanisme
tradisional dan memudarnya identitas
budaya asli. Dan, keenam, adanya intervensi
asing.
Pemerintah yang kurang
mendapatkan dukungan dari rakyatnya,
menurunnya pendapatan ekonomi
masyarakat, dan kurangnya lapangan
pekerjaan membuat pihak luar negeri (asing)
mudah masuk ke lokasi rawan konflik.
Konflik-konflik etnis atau pemeluk agama
yang berawal dari penguasaan sumber daya
alam sangat mudah mengundang masuknya
intervensi asing.
Karena itu perlu adanya manajemen
konflik yang baik, yang harus diketahui,
dipelajari dan diterapkan oleh pemerintah dan
lembaga-lembaga negara lainnya. Jadi, kalau
manajemen konflik bagus, konflik tidak ada
maka tidak ada pelanggaran HAM. Saya rasa
itu yang harus diperhatikan.
Apa saja bentuk pelanggaran HAM?
Bisa bermacam-macam. Intinya adalah
kekerasan. Nah penyebab dari itu semua
adalah adanya potensi konflik dan terjadinya
konflik, seperti yang sudah saya jelaskan.
Intinya adalah kita harus melakukan
manajemen konflik yang baik.
Menurut Bapak, bagaimana mengurangi atau mengeliminir pelangggaran
HAM?
Pelanggaran HAM terjadi disebabkan
ad
EDISI NO.12/TH.VIII/DESEMBER 2014
10 BERITA UTAMA
Penegakkan Prinsip-Prinsip HAM
Hak Asasi Manusia (HAM)
di Indonesia masih dibebani
kasus pelanggaran HAM
berat pada masa lalu yang
belum tuntas hingga
sekarang. Rekonsiliasi
merupakan jalan terbaik
untuk menyelesaikan
berbagai kasus pelanggaran
HAM tersebut.
18 Nasional
64 Sosialisasi
Ketua MPR: Sistem Presidensiil Masih Kurang Efektif
‘MPR Goes To Campus’ Universitas Sriwijaya,Palembang
Editorial
....................................................
Suara Rakyat
Opini
...................................................
06
.................................................................
07
Wawancara
......................................................
Mata Pengamat
35
Berita Khusus
LCC MPR RI Tahun 2014
80 Figur
Tasya Kamila
04
Ragam
16
.............................................
62
................................................................
78
S
Momentum Menegakkan Prinsip-Prinsip HAM
ETIAP 10 Desember, seluruh negaranegara di dunia, termasuk Indonesia,
memperingati hari Hak Asasi Manusia
(HAM) Internasional. Hari HAM dinyatakan
sebagai hari resmi perayaan HAM
Internasional setelah diumumkan oleh International Humanist and Ethical Union (IHEU).
Tanggal itu dipilih untuk menghormati Majelis
Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa yang
mengadopsi dan memproklamirkan Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia, sebuah
pernyataan global tentang HAM pada 10
Desember 1948.
Peringatan hari HAM itu sendiri sudah
dimulai sejak 1950 ketika Majelis Umum
mengundang semua negara dan organisasi
yang peduli untuk merayakan HAM. Ada
enam jenis HAM, yaitu: hak asasi sosial,
ekonomi, politik, budaya, hak untuk mendapat
perlakukan yang sama dalam tata cara
peradilan, dan hak untuk mendapat
persamaan dalam hukum dan pemerintahan.
Sebenarnya, sebelum munculnya
Deklarasi Universal tentang HAM, Indonesia
sudah mengakui dan mencantumkan HAM
dalam konstitusi (UUD NRI Tahun 1945).
Pengakuan atas HAM itu ada dalam
Pembukaan UUD 1945. Lebih rinci, HAM
terdapat dalam UUD NRI Tahun 1945 Bab X
Pasal 28 A sampai dengan Pasal 28 j. Dengan
adanya dasar hukum tersebut maka rakyat
Indonesia berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil
serta perlakuan yang sama di hadapan
hukum.
Kemudian lahir UU No. 39 Tahun 1999
4
tentang Hak Asasi Manusia yang mengakui
bahwa HAM adalah hak dasar yang secara
kodrati melekat pada diri manusia, bersifat
universal dan langgeng, oleh karena itu harus
dilindungi, dihormati, dipertahankan dan tidak
boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh
siapa pun. Secara harfiah, hak asasi manusia
diartikan sebagai hak dasar dimiliki manusia
sejak lahir secara kodrat sebagai anugerah
Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam UU No. 39 Tahun 1999 disebutkan
bahwa hak asasi manusia adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakikat
dan keberadaan manusia sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah yang wajib dihormati, dijunjung
tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum,
pemerintah dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat
martabat manusia.
Namun, tidak dapat dipungkiri, pada masa
lalu terutama masa Orde Baru, Indonesia
memiliki catatan buruk terkait perlindungan
dan penegakan HAM. Hingga kini pun,
sesungguhnya kita melihat belum banyak
perubahan dalam penegakan dan
perlindungan HAM, baik dalam hak asasi
sosial, ekonomi, politik, sosial, budaya, hak
untuk mendapat persamaan dalam hukum
dan pemerintahan. Ini terlihat dari
pelanggaran HAM masih marak dari tahun
ke tahun.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban
Kekerasan (KontraS) mencatat, sepanjang
Januari – November 2013 telah terjadi 709
kasus dugaan pelanggaran HAM yang
dilakukan aparatur kepolisian. Jumlah itu
meningkat dari tahun sebelumnya yang
berjumlah 448 kasus. Sementara pada 2011,
angka pelanggaran HAM sebanyak 112
kasus. Tahun 2013, tercatat 4.569 warga
sipil yang menjadi korban, di antaranya
ratusan meninggal dunia.
Ada tiga jenis pelanggaran HAM yang
menonjol sepanjang 2013, yaitu pelanggaran
HAM karena konflik eksploitasi sumber daya
alam, pelanggaran atas kebebasan
beragama dan berkeyakinan, dan
penyalahgunaan wewenang yang dilakukan
aparatur kepolisian hingga TNI.
Data pelanggaran HAM dari Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)
lebih besar lagi. Sepanjang 2014, Komnas
HAM telah menerima sekitar 6.000 kasus
pelanggaran HAM. Dari seluruh kasus, 40%
di antaranya ternyata dilakukan oleh
aparatur kepolisian. Pelanggaran seringkali
terjadi pada proses pembuatan Berita Acara
Pemeriksaan (BAP) terhadap tersangka,
seperti pemukulan.
Di luar kasus pelanggaran HAM itu, seperti
ditulis dalam laporan utama Majelis, ada
tujuh kasus pelanggaran HAM berat yang
penyelesaiannya masih menjadi utang
pemerintah. Ketujuh kasus pelanggaran HAM
berat itu adalah pembunuhan massal pasca
G-30-S, pembunuhan misterius (Petrus),
kasus Talangsari (Lampung), penghilangan
paksa aktivis, Trisakti, kerusuhan Mei 1998,
Semanggi I, dan Semanggi II.
Pada era reformasi, pelanggaran HAM
tetap terjadi seperti pembunuhan terhadap
EDISI NO.12/TH.VIII/DESEMBER 2014
aktivis HAM Munir pada 2004. Juga
pelanggaran HAM, terutama di bidang
kebebasan beragama seperti dialami
jemaah Ahmadiyah Indonesia, jemaat GKI
Yasmin, jemaat HKBP Filadelfia, jemaah
Syiah Indonesia, dan beberapa kasus
pelanggaran HAM lainnya. Di masa orde
reformasi, HAM belum ditegakkan
sepenuhnya di Indonesia.
Melihat dari banyaknya kasus
pelanggaran HAM, ternyata keberadaan
Komisi Nasional (Komnas) HAM belum
mampu memperbaiki kondisi HAM di Indonesia. Seharusnya Komnas HAM bisa
berperan lebih jauh dalam melaksanakan
perlindungan, pemantauan, investigasi,
maupun mediasi dalam persoalan HAM.
Namun, tampaknya Komnas HAM tidak
terlalu dianggap penting. Bahkan, terkesan
kadang-kadang Komnas HAM pun
diabaikan.
Selain itu, sebuah survei juga
menunjukkan komitmen pemerintah
(khususnya pemerintahan Susilo Bambang
Yudhoyono 2004 – 2009 dan 2009 –
2014), terhadap HAM masih rendah. Dari
survei itu, sebanyak 52,4% responden
menilai komitmen pemerintah rendah,
38,1% menilai pemerintah tidak memiliki
komitmen terhadap pemajuan, perlindungan,
dan pemenuhan HAM, 55% responden
menilai selama kepemimpinan SBY,
kemajuan, perlindungan, dan pemenuhan
akan HAM cenderung stagnan, bahkan 36%
menyatakan terjadi kemunduran.
Untuk itu, dalam peringatan hari HAM di
Gedung Senisono Istana Kepresidenan
Jogjakarta, Selasa 9 Desember 2014,
Presiden Joko Widodo menyatakan
komitmen untuk menyelesaikan berbagai
kasus pelanggaran HAM berat.
Penyelesaian itu beralaskan konstitusi atau
UUD NRI Tahun 1945. Konstitusi sebagai
pedoman aturan kehidupan berbangsa dan
COVER
Edisi No.12/TH.VIII/Desember 2014
Desain: Jonni Yasrul
Foto: Istimewa
bernegara telah menjunjung penghargaan
terhadap HAM.
Untuk kasus penuntasan kasus pelanggaran
HAM
berat,
pemerintah
akan
mempertimbangkan dua jalan. Pertama, melalui
pembentukan komisi kebenaran dan rekonsiliasi
secara menyeluruh. Kedua, melalui pengadilan
HAM adhoc. Pelaksanaan HAM tidak sekadar
penegakan hukum tetapi juga mewujudkan hakhak ekonomi, sosial, dan budaya, termasuk hak
mendapatkan pelayana kesehatan, kebebasan
beragama dan beribadah.
Momentum peringatan hari HAM internasional
10 Desember ini bisa dijadikan sebagai awal
dari penegakan terhadap prinsip-prinsip HAM
yang mencakup toleransi, perlindungan hakhak konstitusional warga negara Indonesia dan
berperan aktif menjalankan UUD NRI Tahun 1945
dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia.
Karena itu, Komnas HAM harus terus
didorong agar bisa melaksanakan perannya
secara maksimal. Penegakan HAM sendiri tidak
hanya bergantung pada Komnas HAM, tetapi
membutuhkan partisipasi seluruh masyarakat,
termasuk komitmen kuat dari pemerintah. Tanpa
semua itu, peringatan hari HAM hanya menjadi
formalitas belaka dan pelanggaran HAM masih
terus terjadi. ❏
PENASEHAT Pimpinan MPR-RI PENANGGUNG JAWAB Eddie Siregar, Selfi Zaini PEMIMPIN REDAKSI Yana Indrawan DEWAN REDAKSI
M. Rizal, Aip Suherman, Suryani, Ma’ruf Cahyono, Tugiyana, Siti Fauziah REDAKTUR PELAKSANA Agus Subagyo KOORDINATOR
REPORTASE Rharas Esthining Palupi REDAKTUR FOTO Rades Rahardian, Budi Muliawan REPORTER Fatmawati, Assyifa Fadilla,
Prananda Rizky, Y. Hendrasto Setiawan FOTOGRAFER Ari Soeprapto, Teddy Agusman Sugeng, Wira, A. Ariyana, Agus Darto
PENANGGUNG JAWAB DISTRIBUSI Elly Triani KOORDINATOR DISTRIBUSI Elin Marlina STAF DISTRIBUSI Hadi Anwar Sani, Suparmin,
Asep Ismail, Ramos Siregar, Dony Melano, Prananda Rizky SEKRETARIS REDAKSI Wasinton Saragih TIM AHLI Syahril Chili, Jonni Yasrul,
Ardi Winangun, Budi Sucahyo, Derry Irawan, M. Budiono ALAMAT REDAKSI Bagian Pemberitaan & Hubungan Antarlembaga, Biro
Hubungan Masyarakat, Sekretariat Jenderal MPR-RI Gedung Nusantara III, Lt. 5 Jl. Jend. Gatot Subroto No. 6, Jakarta Telp. (021) 57895237,
57895238 Fax.: (021) 57895237 Email: humas@setjen.mpr.go.id
EDISI NO.12/TH.VIII/DESEMBER 2014
5
Bagaimana nasib LCC 4 Pilar Setelah
Putusan MK?
Yth. Pimpinan MPR RI
Dengan hormat,
Saya Fauzan dari SMA Negeri 2 Painan
(Sumbar) ingin bertanya: Apakah LCC 4 Pilar seleksi tingkat provinsi, khususnya
Sumatera Barat, tahun 2014 ini masih tetap
dilaksanakan sesuai rancangan jadwal atau
tidak? Jawaban Bapak sangat kami perlukan
untuk kepastian persiapan tim sekolah kami.
Wassalam &terima kasih.
Fauzan Erman
Painan, Kab. Pesisir Selatan, Sumbar.
Jawaban Redaksi,
Lomba Cerdas Cermat dalam rangka
sosialisasi nilai-nilai Pancasila, UUD NRI
Tahun 1945,NKRI,dan nilai-nilai Bhinneka
Tunggal Ika tetap dilaksanakan sesuai
jadwal.
Hari lahir Ki Hajar Dewantara
Yth. Majelis,
Selamat HUT Bapak Pendidikan Nasional .
Semoga Pendidikan Nasional kita semakin
maju dan berkualitas. Dan, semakin banyak
tenaga pendidik yang berkualitas.
Wassalam.
Tangrivolsa
Jl. Tempirai 6 No. 212 Blok 7
Perumnas Griya Martubung Labuhan Medan
Penetapan Upah Minimun Guru Honorer
Yayasan
Zaini Emeel asli dari Sumenep, merantau ke
Malang Jawa Timur dengan harapan ingin
mengubah nasib keluarga. Semua pekerjaan
sudah saya lakukan, walaupun fisik saya
cacat. Daya juang dan semangat saya tidak
kalah dari mereka yang normal, dan pantang
bagi saya mengemis-ngemis di jalanan
(seperti yang dilakukan orang normal atau
berpura-pura cacat di lampu merah). Saya
memulai usaha loundry di Malang, sudah
jalan hampir 2 tahun. Saat ini saya butuh
tambahan modal untuk biaya kontrak dan beli
mesin baru. Saya sudah mengajukan
pinjaman KUR hampir 10 x ditolak, dan
pinjaman KTA di berbagai bank, hasilnya juga
ditolak oleh 7 bank. Alasan pihak bank, saya
tidak punya rumah sendiri, punya dua anak
yang masih kecil-kecil. Padahal yang saya
pikirkan nasib mereka ke depan. Pada 30
April 2014 ini kontrakan saya habis, sudah
tidak ada pilihan kecuali menutup usaha
saya. Mohon perhatian. Terima kasih.
A. Zaini Emeel
Jl. Tlogo Indah No.7a Tlogomas,
Lowokwaru, Malang
Tetap sosialisasikan Nilai - Nilai
Kebangsaan
Salam sejahtera!
Mau tanya, istilah 4 Pilar sudah resmi
dihapuskan oleh MK. Tapi saya berharap,
sosialisasi nilai-nilai kebangsaan tetap
dilaksanakan. Karena itu perlu, bahkan
sangat diperlukan oleh generasi muda. Tidak
mesti dengan nama 4 Pilar, karena sosialisasi
niali-nilai kebangsaan tidak perlu terhenti
hanya karena nama 4 Pilar. Terima kasih.
Sayadi Fahreza
Polewali, Sulawesi Barat.
Tunjangan Remunerasi Polri Agar
Dinaikkan
Hasil evaluasi Lembaga Kontrol Independen
Nasional (LKIN) terhadap jumlah nilai remunerasi
yang diberikan kepada aparatur kepolisian
sudah sangat tidak layak dalam mendukung
tingkat kesejahteraan dalam menjalankan tugas
sebagai pengayom dan pelindung masyarakat.
Oleh karena itu, pihak MPR RI diminta agar
menggagas serta memberikan suatu solusi
yang bijak demi peningkatan kesejahteraan
seluruh anggota institusi tersebut. Mengingat ,
tingkat kebutuhan ekonomi, baik pribadi terlebih
lagi aparatur yang telah memiliki keluarga, sudah
sangat tidak sebanding dengan jumlah yang
diberikan untuk mencapai tingkat kesejahteraan
dalam meniti kehidupan setiap bulannya.
LKIN
(Lembaga Kontrol Independen Nasional)
Jl. Veteran Utara Lr. 41 No.6
Makassar
Karikatur
Assalamu’alaikum.Wr.Wb.
Sudah sebelas tahun saya menjadi guru
honorer di Madrasah Yayasan Naungan
Kementerian Agama. Sudah berkali-kali
merasakan pergantian pimpinan dari Kepala
Madrasah, Pengawas Pendais, Mapenda,
Kandepag, Kanwil, Mentri, bahkan Persiden.
Tetapi belum ada yang pernah menetapkan
upah minimum agar kami guru honor yang
ada di Yayasan bisa hidup layak.
Kami juga punya kebutuhan keluarga yang
harus dipenuhi. Buruh saja yang hanya
memperkaya Inspektor atau Pengusahapengusaha asing diperhatikan dengan
penuh UMR/UMK oleh pemerintah. Padahal
kami, guru honor meski di yayasan juga ikut
mencerdaskan anak bangsa.
Tantowi: Ds. Karangkendal, Cirebon
Mana Perhatian Pemerintah
untuk Rakyat Miskin?
Salam sejahtera Bapak-bapak yang
terhormat!
Salam kenal sebelumnya, saya Ahmad
6
ILUSTRASI: SUSTHANTO
Kami dengan senang hati menerima tulisan baik berupa ide, pendapat, saran
maupun kritik serta foto dari siapa saja dengan menyertai fotocopi identitas Anda.
EDISI NO.12/TH.VIII/DESEMBER 2014
ISTIMEWA
Menolak Ormas dan Tindakan Anarkis
D
IRASA sudah kesekian kalinya
sehingga ketika ormas itu hari ini dibubarkan,
dan penonton lainnya. Pemindahan tempat
melakukan tindakan anarkis, baik
malamnya atau esoknya akan muncul ormas
final menyebabkan kerugian yang tidak
kata dan perbuatan, seorang pejabat
baru dengan pengurus dan anggota dari
sedikit, baik waktu dan uang.
di daerah merekomendasikan ormas itu
ormas yang dibubarkan.
Kalau kita cermati, akar dari kekerasan
kepada Menteri Dalam Negeri serta Menteri
Anarkis dan kekerasan sekarang bukan
yang dilakukan oleh salah satu pihak kepada
Hukum dan Hak Asasi Manusia agar
menjadi monopoli salah satu kelompok. Entah
pihak yang lain, selain diakibatkan oleh
dibubarkan.
karena kebebasan yang kebablasan atau
besarnya ego juga dikarenakan tidak adanya
Langkah pejabat daerah itu langsung
karena stress akibat tekanan ekonomi,
komunikasi yang terbuka dari kedua belah
mendapat respon, ada yang mendukung,
politik, dan masalah lain, membuat individu
pihak. Ada pihak-pihak yang menutup diri dari
ada pula yang menolak. Mendukung dari
atau kelompok masyarakat mudah melakukan
komunikasi. Bila tidak terjadi komunikasi maka
langkah itu karena ormas yang membawa-
tindakan yang sifatnya menyakiti orang lain.
tidak ada informasi yang didapat, akibatnya
bawa nama agama itu, polah tingkahnya
Lihat saja, salah satu pendukung klub
masing-masing terkungkung dalam dunianya
dirasa sudah kelewatan, sering membuat
sepakbola di Kota B menjadi musuh
masing-masing. Keterkungkungan ini
keributan sehingga kehadirannya membuat
bebuyutan pendukung klub sepakbola dari
membuat dirinya merasa yang paling benar.
orang cemas bila berada di sekitarnya. Polah
Kota J. Bila mereka bertemu, tidak hanya
Untuk itu, pentingnya di sini membuka
tingkah ormas yang demikian dirasa oleh
saling mengumpat namun saling melakukan
komunikasi kedua belah pihak. Komunikasi
banyak orang telah mencoreng agama yang
tindakan anarkis dan kekerasan. Bus yang
inilah yang akan meredakan ego,
disematkan di nama organisasi itu.
ditumpangi oleh pemain dan pendukung klub
ketegangan, dan membuka saling
Lain yang mendukung, lain pula pendapat
dari Kota B selalu diserang dengan benda
pengertian. Kedua pihak yang saling
yang menolak pembubaran. Dikatakan oleh
keras dan berbahaya oleh pendukung klub
melakukan tindakan anarkis, biasanya
orang yang menolak pembubaran ormas, tak
sepakbola dari Kota J bila melintas di
mereka menjauhi atau enggan membuka dia-
selamanya mereka melakukan tindakan
wilayahnya.
log. Untuk itulah perlunya dibuka dialog dan
yang disebut anarkis. Ormas itu diakui juga
Rivalitas anarkis kedua klub itu bukan
sering melakukan tindakan nyata kepada
menjadi isu lokal namun sudah menjadi isu
Membubarkan kelompok atau komunitas
masyarakat, seperti ikut membantu
nasional sehingga ketika final liga sepakbola,
itu bisa-bisa saja namun itu tidak
masyarakat Aceh saat terjadi tsunami tahun
tempat pertandingan dipindah karena
menyelesaikan masalah. Menteri terkait,
2004. Ditambahkan oleh yang lain,
dikhawatirkan bila final dilangsungkan di Kota
Menteri Dalam Negeri serta Menteri Hukum
pembubaran ormas itu tidak akan
J, akan terjadi ‘perang mahabharata’ antar
dan HAM, pun sangat hati-hati dan terkesan
menyelesaikan masalah sebab di era
kedua pendukung klub itu.
menghindar dalam masalah pembubaran
komunikasi bagi siapa saja.
kebebasan berpendapat seperti yang saat
Pemindahan tempat final, akibat tindakan
ini kita alami, membuat ormas itu gampang
saling anarkis, tentu merugikan banyak
membubarkan ormas merupakan sensitif
sekali seperti membalikkan telapak tangan
pihak, sponsor, pengelola klub sepakbola,
dalam berdemokrasi. ❏
ormas.
Mereka
hati-hati
sebab
AW
EDISI NO.12/TH.VIII/DESEMBER 2014
7
ISTIMEWA
BBM Naik, Bagaimana Kesejahteraan?
S
ELEPAS pukul 21.00 WIB, 17 Novem
sehari hanya Rp10.000, kebijakan dari
subsidi merupakan sebuah langkah yang
ber 2014, Presiden didampingi wakil
pemerintah yang baru saja dilantik itu menjadi
tepat. Subsidi yang selama ini disebut tak
dan menteri terkait melakukan
sebuah kiamat kecil. Betapa tidak, dalam
tepat sasaran bila dialihkan ke sektor yang
pengumuman kenaikan BBM yang dimulai
keseharian mereka sudah susah maka
produktif, kelak akan menunjang
pukul 00.00 WIB, 18 November 2014.
kenaikan BBM itu akan membuatnya
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan.
Pengumuman itu sontak menimbulkan
bertambah susah.
Namun ketika pemerintah menempuh
keriuhan di media sosial, ada yang setuju,
Pemerintahan sekarang disebut
cara seperti ini, maka pembangunan yang
ada pula yang tidak. Pro dan kontra kenaikan
mempunyai banyak program pembangunan
dilakukan harus segera bisa dinikmati oleh
BBM yang tertumpah di media sosial tak perlu
dan janji untuk memberikan jaminan
masyarakat.
dituangkan di sini sebab ada kata-kata kasar
kesejahteraan. Namun keinginan itu terbentur
menjargonkan revolusi mental, maka juga
yang dilontarkan oleh kedua belah pihak.
biaya yang ada. Pemerintah pun clingak-
harus
Tak lama setelah pengumuman itu, di
clinguk dari mana dana itu diambil. Pilihan
pembangunan. Ini penting sebab biar
televisi di-live-kan bagaimana situasi sebuah
itu akhirnya ada pada dana subsidi. Dana
masyarakat paham dan mengerti bahwa
SPBU di Surabaya, Jawa Timur, terjadi antrian
subsidi dipilih menutupi kekurangan anggaran
pengalihan subsidi BBM ke sektor yang
panjang orang membeli bensin. Antrian
pembangunan sebab besarnya subsidi bisa
produktif benar dan tepat adanya. Jangan
panjang itu bisa jadi karena pengendara
membelalakan mata kita, Rp276 triliun.
sampai masyarakat hanya dibuai dengan
motor berebut harga yang belum naik, masih
Bandingkan dengan anggaran Kementerian
janji manfaat pengalihan subsidi ke sektor
murah dibanding harga sesudahnya, bisa
Pekerjaan Umum di tahun 2015 yang
yang lebih produktif.
pula antrian yang demikian sudah biasa
besarnya Rp81,338 triliun. Bandingkan pula
Jangan sampai pula pengalihan subsidi
terjadi meski harga normal.
anggaran Kementerian Pertahanan sekitar
BBM dialihkan ke program lain yang sifatnya
Rp84-an triliun.
juga mensubsidi. Pemerintah saat ini gencar
Yang pasti dari adanya kenaikan harga
Bila
pemerintah
merealisasikan
revolusi
BBM, cepat atau lambat, akan mendongkrak
Bila seumpama subsidi BBM itu diguyurkan
sekali melakukan program yang sifatnya
harga yang lain juga ikut naik. Harga sepiring
ke kedua kementerian tersebut maka bangsa
mensubsidi. Nilainya tentu tidak kecil. Bila ini
nasi di warteg yang biasanya Rp10.000,
ini akan memiliki infrastruktur jalan, jembatan,
dibiarkan dan menjadi kebiasaan maka kelak
akan membengkak menjadi Rp12.000. Harga
bendungan, saluran irigasi, yang memadai
akan menjadi beban pada pemerintahan
sepotong pepaya dari pedagang buah yang
dan bagus. Demikian pula TNI akan memiliki
selanjutnya. Sama seperti subsidi BBM yang
biasa mangkal di pinggir jalan yang biasanya
alutsista dan alpanhankam pada tahap
awalnya kecil-kecilan namun karena menjadi
dijajakan seharga Rp2.500, akan melompat
wajar, bisa pula sudah pada tingkat ideal.
kebiasaan, akhirnya menjadi beban dan sulit
menjadi Rp3.500.
Bagi orang miskin yang penghasilannya
8
Niat pemerintah untuk menggenjot
untuk dihindarkan. ❏
pembangunan dengan menggunakan dana
AW
EDISI NO.12/TH.VIII/DESEMBER 2014
ISTIMEWA
Kartu Sejahtera Untuk Semua
S
AAT debat calon presiden, Jokowi
berada di Kalimantan Timur itu sudah memiliki
jadi saat Jokowi menjadi Walikota Solo, ia
memaparkan program mensejahtera-
Jaminan Kesehatan Daerah. Ditegaskan
mengeluarkan kartu jaminan itu.
kan rakyat dengan berjanji akan
bahwa sekarang adalah otonomi daerah
Bila Jokowi ingin mendorong KIS, KIP, dan
meluncurkan jaminan pengobatan,
sehingga masalah kesehatan juga urusan
KKS menjadi program nasional maka harus
pendidikan, dan biaya hidup lainnya. Untuk
kepala daerah. Kartu-kartu lain dari Jokowi
ada aturan hukum yang membuat seluruh
menyakinkan, ia mengeluarkan sebuah kartu
pun juga diemohi oleh anak mantan Bupati
kepala daerah patuh. Aturan hukum itu
di mana dengan menunjukan benda yang
Syaukani itu. Apa yang dilakukan Rita juga
tentunya harus di atas perda. Bisa jadi tiga
berbentuk segi empat dan terbuat dari mika
diamini oleh Bupati Kutai Timur, Isran Noor.
kartu yang dikeluarkan oleh Jokowi itu saat
itu, seseorang dan keluarganya bisa bebas
Menurut Isran, kartu jaminan dalam
ini belum memiliki payung hukum yang jelas,
dari biaya pengobatan di rumah sakit,
kesehatan dan pendidikan itu sudah ada dan
sehingga selain menjadi perdebatan juga
mendapat biaya sekolah, dan tunjangan
beredar di daerahnya.
mendapat penolakan dari para kepala
hidup lainnya.
Dalam soal kartu, Walikota Surabaya, Tri
daerah. Para kepala daerah berani menolak
Janji itu dibuktikan saat dirinya
Rismaharini, bisa dikatakan lebih ekstrim.
sebab mereka tahu ketiga kartu itu belum
mengunjungi korban letusan Gunung
Dalam soal pemberian layanan jaminan
memiliki payung hukum.
Sinabung, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.
kesehatan di kota pahlawan, masyarakat
Program ini adalah pengalihan dari
Berada di tengah para korban awan panas,
cukup dengan menggunakan sidik jari, dengan
sebagaian subsidi BBM. Program ini
mantan Gubernur Jakarta itu membagikan
menggunakan e-health atau fasilitas e-
bertujuan mulia, memberi jaminan hidup,
Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indone-
governence. Semua data masyarakat sudah
pendidikan, dan kesejahteraan kepada
sia Pintar (KIP), dan Kartu Keluarga Sejahtera
tercatat dalam fasilitas di informasi teknologi
rakyat yang tidak mampu. Untuk itulah
(KKS). Dengan kartu itulah para korban bisa
itu. Bagi Risma bila menggunakan kartu, akan
perlunya kerja sama semua pihak agar
memperoleh bantuan dari pemerintah secara
memakan biaya untuk ongkos cetak.
masalah yang ada segera diselesaikan, baik
cuma-cuma alias gratis.
Adanya penolakan dari banyak kepala
aturan hukum, anggaran, cara berlaku, dan
Kartu itu kelak akan dibagikan kepada
daerah itu menunjukan tidak adanya
nama. Perlunya untuk melepas ego sektoral
seluruh rakyat Indonesia, tentunya dengan
koordinasi dan pemahaman yang sama
sebab program ini dan program kepala
syarat ia tergolong dari kaum tidak mampu.
antara pemerintah pusat dengan pemerintah
daerah yang sudah berjalan semua untuk
Namun program dari sang presiden itu
daerah. Seperti dikatakan oleh Rita dan Isran
tujuan mulia seperti dalam amanat
mendapat penolakan dari beberapa kepala
bahwa program jaminan kesehatan dan
Pembukaan UUD NRI Tahun 1945. Untuk itu
daerah. Bupati Kutai Kartanegara, Rita
pendidikan itu sudah ada di daerahnya. Model
semua harus kompak dalam soal
Widyasari, dengan terus terang menolak KIS.
jaminan seperti itu memang sudah menjadi
kesejahteraan. ❏
Dirinya menolak sebab daerahnya yang
trend kepala daerah. Dengan demikian bisa
EDISI NO.12/TH.VIII/DESEMBER 2014
AW
9
B
BERITA UTAMA
ERITA UTAMA
Peringatan Hari HAM Internasional
Menegakkan Prinsip-Prinsip
HAM
Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia masih dibebani kasus pelanggaran HAM berat pada masa
lalu yang belum tuntas hingga sekarang. Rekonsiliasi merupakan jalan terbaik untuk menyelesaikan
berbagai kasus pelanggaran HAM tersebut.
S
UMARSIH tidak pernah lelah memperjuangkan keadilan bagi
anaknya yang menjadi korban pelanggaran Hak Asasi Manusia
(HAM). Bertahun-tahun sejak anaknya menjadi korban tragedi
Semanggi I tahun 1999, ia terus mempertanyakan tentang siapa
yang bertanggungjawab atas pelanggaran HAM terhadap anaknya.
Menjelang peringatan hari HAM yang jatuh pada 10 Desember 2014,
Sumarsih tak bosan mendatangi kantor Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia (Komnas HAM) di Menteng, Jakarta Pusat.
“Kalau memang benar mau menyelesaikan kasus HAM, Presiden
Jokowi harus buktikan secara konkret. Dia harus bentuk pengadilan
ad hoc untuk kasus HAM,” kata Sumarsih di kantor HAM, Kamis 4
Desember 2014. Tidak hanya Sumarsih, para korban dan keluarga
korban lainnya dalam kasus pelanggaran HAM berat juga menuntut
hal yang sama. Mereka mendesak Presiden menyelesaikan kasuskasus HAM berat pada masa lalu yang belum tuntas.
Tuntutan itu wajar. Sebab, dalam visi misi ketika kampanye
pemilihan presiden dan wakil presiden 2014, pasangan Joko Widodo
– Jusuf Kalla menuangkan program dalam Nawa Cita. Salah satu
komitmen capres dan cawapres yang diusung Koalisi Indonesia
Hebat itu adalah penyelesaian kasus-kasus HAM melalui reformasi
10
sistem dan penegakan hukum. “Kami berharap hari HAM jangan
dijadikan sekadar perayaan saja,” ujar Sumarsih.
Negara memang masih berutang dalam soal penyelesaian kasus
pelanggaran HAM berat pada masa lalu. Komnas HAM mencatat
ada tujuh kasus pelanggaran HAM berat yang belum tuntas (lihat
bagian kedua “Tujuh Kasus Pelanggaran HAM yang belum Tuntas”).
Tujuh kasus itu merupakan rekomendasi dari Tim Penyelesaian
Pelanggaran HAM berat di Indonesia yang dibentuk Komnas HAM
sejak Desember 2012. Ketujuh kasus itu adalah kasus pembantaian
massal pasca G-30-S, kasus Talangsari, penembakan misterius
(Petrus), penghilangan orang secara paksa, kasus Trisakti,
kerusuhan Mei 1998, kasus Semanggi I dan Semanggi II.
Kasus pelanggaran HAM berat yang belum tuntas hanyalah
sekadar contoh masih terjadinya pelanggaran HAM di Indonesia.
Padahal, Indonesia sangat menjunjung tinggi HAM. Ini terlihat dari
pembukaan UUD 1945. Jauh sebelum Deklarasi Universal tentang
HAM, para founding father Indonesia sudah mengakui dan
mencantumkan HAM dalam konstitusi. Lebih rinci, HAM terdapat
dalam UUD NRI Tahun 1945 Bab X pasal 28 A sampai dengan pasal
28 J.
EDISI NO.12/TH.VIII/DESEMBER 2014
FOTO-FOTO: ISTIMEWA
Lalu, juga ada UU No. 39 Tahun 1999
tentang HAM. Dalam UU itu disebutkan
bahwa hak asasi manusia adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakikat
dan keberadaan manusia sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah yang wajib dihormati, dijunjung
tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum,
pemerintah, dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat
martabat manusia.
Namun, memang tidak bisa dipungkiri, Indonesia memiliki catatan buruk terkait
perlindungan dan penegakan HAM. Ini terlihat
dari pelanggaran HAM yang masih marak
dari tahun ke tahun. Komisi untuk Orang
Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS),
misalnya, mencatat sepanjang Januari –
November 2013 telah terjadi 709 kasus
dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan
EDISI NO.12/TH.VIII/DESEMBER 2014
aparatur kepolisian. Jumlah ini meningkat dari
tahun sebelumnya yang berjumlah 448
kasus.
Data lain dari Komnas HAM menyebutkan,
sepanjang 2014 telah menerima sekitar
6.000 kasus pelanggaran HAM. Dari seluruh
kasus itu, 40% di antaranya ternyata
dilakukan oleh aparatur kepolisian.
Ketua Fraksi Partai Golkar, Rambe
Kamarulzaman, mengakui bahwa
pelanggaran HAM tentu saja masih terjadi.
“Pelanggaran HAM tentu saja masih ada
karena kita tidak bisa memberikan
perlindungan dan menegakan HAM
sesempurna seperti kita harapkan.Tapi,
jangan dilupakan kemajuan dalam
pelaksanaan HAM juga ada,” katanya
kepada Majelis.
Pengakuan serupa juga disampaikan
anggota Komnas HAM Prof. Hafid Abbas.
“Saya optimistis bahwa kita memang belum
sepenuhnya sampai pada titik yang ideal
dalam pelaksanaan HAM, tetapi pelaksanaan
HAM kita senantiasa cenderung membaik,”
ujarnya kepada Majelis. Hafid memberi
catatan bahwa persoalan HAM yang sering
dihadapi adalah isu minoritas, kekerasan, dan
lainnya. Namun, proses (terjadinya
pelanggaran HAM) memang harus dilewati
menuju perlindungan HAM yang ideal.
Sementara itu, Ketua Fraksi Partai
Keadilan Sejahtera (PKS) MPR RI,
Soenmanjaya, menjelaskan lebih jauh bahwa
secara konstitusional sudah tidak ada lagi
celah dalam pelaksanaan HAM. Sebab,
dalam UUD NRI Tahun 1945 sudah
dicantumkan pasal-pasal HAM yang sangat
komprehensif, yaitu Pasal 28 A sampai J.
Begitu pula sudah ada UU yang
mengimplementasikan amanat konstitusi
11
BERITA UTAMA
Rambe Kamarulzaman
tersebut (UU No. 39 Tahun 1999). Secara
kelembagaan juga sudah ada Komnas HAM.
“Kita memang perlu bersyukur telah
banyak kemajuan dalam pelaksanaan HAM.
Tetapi di sana sini memang masih terjadi
pelanggaran yang membuat kita prihatin,”
ujarnya kepada Majelis. Soenmanjaya
mencontohkan beberapa kasus pelanggaran
HAM yang terjadi belakangan ini, seperti
kasus penyerbuan TNI ke markas kepolisian
di Batam, tewasnya seorang demonstran
dalam unjukrasa menolak kenaikan BBM di
Makassar, atau kasus penganiayaan
terhadap pembantu rumah tangga di Medan.
Berbagai kasus itu antara lain karena belum
tersosialisasikannya nilai-nilai asasi dari
HAM tersebut.
Penilaian serupa juga disebutkan Wakil
Ketua MPR Oesman Sapta Odang.
“Pelaksanaan HAM di Indonesia masih
terbilang bagus,” katanya kepada Majelis.
Salah satu inti dari HAM adalah nurani. Hak
asasi adalah nurani. Namun, Oesman
mengingatkan agar dalam pelaksanaan HAM,
Indonesia tidak perlu terpengaruh dan ikutikutan dengan HAM negara lain. Pasalnya,
setiap negara mempunyai perbedaan dalam
parameter pelaksanaan HAM.
Oesman juga menjelaskan bentuk
pelanggaran HAM bisa beragam rupa.
Namun, semuanya memiliki kesamaan, yaitu
kekerasan. “Nah, penyebab dari itu semua
(pelanggaran HAM) adalah karena potensi
konflik dan terjadinya konflik. Konflik
menghasilkan pelanggaran HAM, baik
pelanggaran HAM kecil, sedang, sampai
pelanggaran HAM berat. Untuk mengurangi
dan mengeliminir pelanggaran HAM,
penyebab konflik itu harus diselesaikan.
Harus ada manajemen konflik yang bagus,”
paparnya.
Pelanggaran HAM masa lalu : Rekonsiliasi
Meski harus diakui sudah ada kemajuan
dalam pelaksanaan (perlindungan dan
penegakkan) HAM, namun HAM di Indonesia masih dibebani dengan kasus-kasus
pelanggaran HAM berat pada masa lalu
yang belum tuntas hingga sekarang.
Komisioner Komnas HAM Hafid Abbas juga
merasakan persoalan HAM berat di masa
lalu seolah-olah membelenggu bangsa Indonesia untuk melangkah ke depan. “Tapi
memang kita juga tidak bisa mengabaikan
masa lampau dengan memfokuskan
perhatian pada masa kini. Masa lampau,
masa kini, dan masa depan itu saling
bertautan secara linier,” ujarnya.
Soenmanjaya juga berpendapat sama. Dia
menyebutkan kasus pelanggaran HAM berat
pada masa lalu tidak bisa dibiarkan begitu
saja. “Ini bisa menjadi bom waktu, karena itu
persoalan HAM masa lalu harus
diselesaikan. Memang perlu dibatasi kurun
waktu pelanggaran HAM berat itu terjadi.
Apakah pada masa kemerdekaan, pada
masa Orde Baru, atau pada masa reformasi
saja,” katanya.
Lalu bagaimana jalan keluarnya?
Soenmanjaya menegaskan bahwa prinsip
hukum adalah retroaktif, artinya tidak berlaku
surut. Jadi, memang perlu ada pembatasan
kapan pelanggaran HAM masa lalu yang
ingin diselesaikan. “Selain itu, kita juga perlu
mengangkat kembali tentang Komisi
Kebenaran dan Rekonsiliasi Nasional meski
UU tentang Komisi Kebenaran dan
Rekonsiliasi Nasional (UU No. 27 tahun 2004)
telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK),”
katanya.
Menurut Soenmanjaya, penyelesaian
pelanggaran HAM berat pada masa lalu bisa
dilakukan secara hukum dan rekonsiliasi.
“Melalui rekonsiliasi memang cukup mulia,
tetapi kasusnya harus diselesaikan dulu
secara hukum. Pada saat terjadi rekonsiliasi
harus sudah tidak ada masalah lagi. Aspek
hukum bisa juga diselesaikan dalam
rekonsiliasi. Jika ada pihak yang masih tidak
puas bisa melakukan jalur hukum karena
negara kita negara hukum. Yang pasti,
pelanggaran HAM berat masa lalu jangan
menjadi bom waktu,” jelasnya.
Rambe Kamarulzaman juga mengakui,
FOTO-FOTO: ISTIMEWA
12
EDISI NO.12/TH.VIII/DESEMBER 2014
Soenmanjaya
masih adanya masalah yang mengganjal
dalam HAM. “Meskipun kita sudah bergerak
melangkah, tapi memang ada soal HAM yang
belum tersentuh sama sekali, yaitu
pelanggaran HAM berat masa lalu. Sangat
disayangkan, penyelesaian melalui UU
Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi dibatalkan MK. Sampai sekarang UU- rekonsiliasi
itu belum terbentuk lagi,” katanya.
Ketua Komisi II DPR RI itu juga melihat
masyarakat ingin agar kasus pelanggaran
HAM berat masa lalu bisa segera
dituntaskan. Namun, karena UU yang
menyangkut penyelesaian kasus itu
dibatalkan MK, akhirnya kasusnya
menggantung. “Padahal harus ada dasar
hukum dalam penyelesaian kasus
pelanggaran HAM berat masa lalu.
Seharusnya Komisi Kebenaran dan
Rekonsiliasi terbentuk kembali. Pemerintah
tidak bisa menyelesaikan persoalan HAM itu.
Kalau pelanggaran HAM berat masa lalu ingin
dihapuskan atau diputihkan maka harus ada
badan yang ditentukan UU untuk
mengeluarkan keputusan soal itu,” urainya.
Hafid Abbas juga sepakat bahwa
rekonsiliasi merupakan jalan terbaik untuk
menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran
HAM berat pada masa lalu. “Misalnya saja
kasus 1965, masa kita ngotot membawa ke
meja hijau padahal orang-orangnya sudah
sepuh, berusia 90 sampai 100 tahun?
Sebaiknya dalam persoalan ini kita bawa
saja pada proses rekonsiliasi sehingga
mereka bisa menikmati hari tuanya. Banyak
jalan yang bisa kita tempuh untuk
menyelesaikan pelanggaran HAM berat
masa lampau itu,” katanya.
Hafid Abbas mengungkapkan, ada tiga
jalan tol untuk mengatasi semua persoalan
HAM. Pertama, pelanggaran HAM yang
terjadi sebelum 2000, seperti peristiwa
Westerling dan lainnya, bisa kita bawa ke
pengadilan ad hoc. Lalu, bisa diadopsi
bagaimana Dewan Keamanan PBB
menghadapi kejahatan di Yugoslavia atau
Ruwanda. Selanjutnya, DPR bisa menyetujui
jalan keluar itu dan presiden pun bisa
menetapkan penyelesaian kasus itu.
Kedua, kalau pelanggaran HAM terjadi
setelah 2000 maka bisa dibawa ke
pengadilan HAM yang sudah ada, yaitu di
Surabaya, Makassar, Medan, dan Jakarta.
“Kalau kedua hal itu tidak bisa diselesaikan
masih ada jalan ketiga, yaitu diselesaikan
melalui rekonsiliasi. Jadi, siapa pun yang
melakukan pelanggaran HAM tidak mungkin
tanpa solusi, apalagi negara kita adalah
negara hukum. Memang upaya ini belum
optimal, tentu saja karena kita baru memulai
proses ini,” katanya.
Hafid Abbas memberi pesan bahwa HAM
adalah esensi dalam menciptakan rasa aman
dan menjalankan pembangunan. “Rasa
aman dan pembangunan tidak mungkin
terwujud kalau tidak ada HAM. Ham adalah
ruhnya. Saya kira tidak akan ada tempat bagi
pelanggar HAM selama esensi HAM itu
terpelihara, seperti keadilan, pemerataan,
tidak ada diskriminasi,” katanya.
Maka, menurut Soenmanjaya, menjadi
penting menyosialisasikan Pancasila, UUD
NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka
Tunggal IKa seperti dilakukan Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR). Dalam
sosialisasi itu terkandung nilai-nilai dan
prinsip-prinsip HAM. Bahkan, bila perlu
pemerintah memasukkan HAM dalam
kurikulum sekolah yang disertai implementasi
dan contoh.
“Perlu juga sosialisasi (pemahaman HAM)
kepada ke berbagai lapisan masyarakat
secara masif, terutama TNI dan Polri. Para
pembentuk UU, yaitu pemerintah dan DPR,
juga perlu mendalami masalah HAM, agar
jangan sampai terjadi kekosongan hukum
berkaitan dengan HAM,” pungkasnya. ❏
Derry Irawan/M. Budiono/Budi Sucahyo
Hafid Abbas
EDISI NO.12/TH.VIII/DESEMBER 2014
13
BERITA UTAMA
Tujuh Kasus Pelanggaran HAM
yang Belum Tuntas
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mencatat masih ada tujuh
kasus pelanggaran HAM yang perlu segera diselesaikan. Jika tidak
dituntaskan, kasus pelanggaran HAM itu akan terus menjadi beban
sejarah.
Inilah sekilas tujuh kasus pelanggaran
HAM berat yang pernah terjadi di Indonesia.
Pembunuhan massal pasca G-30-S
Pembunuhan massal di Indonesia dalam
kurun waktu 1965 – 1966 adalah peristiwa
pembantaian terhadap orang-orang yang
dituduh komunis di Indonesia pada masa
setelah terjadinya Gerakan 30 September.
Dalam pembunuhan massal itu diperkirakan
lebih dari setengah juta orang dibantai dan
lebih dari satu juta orang dipenjara.
Pembersihan ini merupakan peristiwa
penting dalam transisi ke Orde Baru.
Pembunuhan dimulai Oktober 1965 dan
mulai mereda pada awal 1966. Pembunuhan
dan penangkapan anggota yang diduga
aktivis Partai Komunis dimulai dari ibukota
Jakarta, kemudian melebar ke Jawa Tengah
dan Jawa Timur, lalu Bali. Ribuan vigilante
(orang yang menegakkan hukum dengan
caranya sendiri) dan tentara Angkatan Darat
menangkap dan membunuh orang-orang
yang dituduh anggota PKI.
Penembakan Misterius (Petrus)
FOTO-FOTO: ISTIMEWA
N
EGARA ternyata masih punya “utang’
dalam penyelesaian kasus hukum
pelanggaran hak asasi manusi (HAM)
berat. Beban tersebut ternyata sudah
berlangsung sejak lama dan diemban dua
presiden terakhir, yaitu Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) dan Joko Widodo. Apalagi
presiden periode 2014 – 2019—karena SBY
sudah terlepas dari beban itu—harus
memikul beban penyelesaian kasus
pelanggaran HAM berat ini.
Dari catatan Komnas HAM, ada tujuh
kasus pelanggaran HAM berat yang belum
tuntas. Tujuh kasus itu merupakan
rekomendasi dari Tim Penyelesaian
Pelanggaran HAM berat di Indonesia yang
dibentuk Komnas HAM sejak Desember
2012. Saat itu, sebenarnya ada 10 kasus
yang direkomendasikan Komnas HAM agar
diselesaikan secara hukum oleh negara.
Namun, tiga di antaranya sudah memasuki
proses persidangan, yaitu kasus kekerasan
di Abepura, kasus Timor Timur, dan Tanjung
Priok.
Sementara tujuh kasus pelanggaran HAM
berat lainnya sudah berada di Kejaksaan
Agung. Namun, lembaga negara itu belum
14
melakukan peningkatan status ketujuh kasus
tersebut. Ketujuh kasus pelanggaran HAM
berat tersebut adalah kasus (kekerasan) di
Trisaksi, kasus Semanggi I, dan Semanggi II,
kasus Talangsari, penghilangan orang
secara paksa, penembakan misterius
(Petrus), pembantaian massal pasca G-30S, dan kerusuhan Mei 1998.
Kejaksaan Agung mengembalikan tujuh
berkas perkara itu ke Komnas HAM karena
petunjuk yang diinginkan kejaksaan belum
terpenuhi. Sejumlah berkas pelanggaran
HAM berat hasil penyelidikan pro justisia
dilakukan Komnas HAM antara lain peristiwa
Trisaksi, Semanggi I (1998) dan Semanggi II
(1999). Berkas kasus itu sudah diserahkan
ke Kejaksaan Agung pada April 2002, namun
proses penyidikan tidak berjalan.
Kemudian berkas peristiwa Mei 1998
yang diserahkan ke Kejaksaan Agung pada
September 2003, penghilangan orang
secara paksa periode 1997 – 1998
diserahkan November 2006, peristiwa
Talangsari Lampung 1989 diserahkan
Oktober 2008 dan peristiwa WasiorMamena Papua 2001 dan 2003 diserahkan
September 2004.
Penembakan misterius atau sering
disingkat Petrus (operasi clurit) adalah suatu
operasi rahasia dari pemerintah Soeharto
pada 1980-an untuk menanggulangi tingkat
kejahatan begitu tinggi saat itu. Operasi ini
secara umum adalah operasi penangkapan
dan pembunuhan terhadap orang-orang
yang dianggap mengganggu keamanan dan
ketenteraman masyarakat, khususnya di
Jakarta dan Jawa Tengah. Pelakunya tak
jelas dan tak pernah tertangkap karena itu
muncul istilah “Petrus” (penembak misterius).
Pada 1983 tercatat 532 orang tewas, 367
orang di antaranya tewas akibat luka
tembakan. Pada 1984 ada 107 orang tewas,
51di antaranya tewas ditembak. Tahun 1985
tercatat 74 orang tewas, 28 di antaranya
tewas ditembak. Para korban Petrus saat
ditemukan masyarakat dalam kondisi tangan
dan lehernya terikat. Kebanyakan korban
juga dimasukkan ke dalam karung yang
ditinggal di pinggir jalan, di depan rumah,
dibuang ke sungai, laut, hutan dan kebun.
Peristiwa Talangsari, Lampung 1989
Peristiwa Talangsari 1989 adalah insiden
yang terjadi di antara kelompok Warsidi dengan
aparatur keamanan di Dusun Talangsari III, Desa
EDISI NO.12/TH.VIII/DESEMBER 2014
Rajabasa Lama, Kecamatan Way Jepara,
Kabupaten Lampung Timur (sebelumnya
masuk Kabupaten Lampung Tengah).
Peristiwa ini terjadi pada 7 Februari 1989.
Peristiwa Talangsari tak lepas dari peran
seorang tokoh bernama Warsidi. Di
Talangsari, Lampung, Warsidi dijadikan Imam
oleh Nurhidayat dan kawan-kawan.
Nurhidayat, dalam catatan, pernah
bergabung ke dalam gerakan DI-TII (Darul
Islam – Tentara Islam Indonesia) Sekarmadji
Maridjan Kartosoewirjo. Nurhidayat dan
kawan-kawan merencanakan sebuah
gerakan. Namun, gerakan itu tercium
aparatur keamanan. Pada 7 Februari terjadi
penyerbuan ke Talangsari oleh aparatur
keamanan. Sebanyak 27 orang tewas di
pihak kelompok Warsidi. Kemudian kejadian
itu terkenal dengan peristiwa Talangsari,
Lampung.
Penghilangan orang secara paksa
Penculikan aktivis 1997/1998 adalah
peristiwa penghilangan orang secara paksa
terhadap aktivis pro-demokrasi yang terjadi
menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum
(Pemilu) 1997 dan Sidang Umum Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) 1998.
Selama periode 1997/1998 Kontras (Komisi
untuk Orang Hilang dan Korban Tindak
Kekerasan) mencatat 23 orang telah
dihilangkan oleh alat-alat negara. Dari jumlah
itu, satu orang ditemukan meninggal
(Leonardus Gilang), 9 orang dilepaskan
penculiknya, dan 13 lainnya belum ditemukan
hingga hari ini.
Sembilan aktivis yang dilepaskan adalah
Desmond J. Mahesa, Haryanto Taslam, Pius
Lustrilanang, Faisol Reza, Rahardjo Walujo
Djati, Nezar Patria, Aan Rusdianto, Mugianto,
Andi Arief. Sedangkan 13 aktivis yang belum
dtemukan berasal dari berbagai organisasi
seperti Partai Rakyat Demokratik, PDI Pro
Mega, Mega Bintang, dan Mahasiswa.
Mereka adalah Petrus Bima Anugerah,
Herman Hendrawan, Suyat, Wiji Thukul, Yani
Afri, Sonny, Dedi Hamdun, Noval Al Katiri,
Ismail, Ucok Mundandar Siahaan, Hendra
Hambali, Yadin Muhidin, Abdun Nasser.
Peristiwa Trisaksi
Tragedi Trisakti adalah peristiwa
penembakan pada 12 Mei 1998 terhadap
mahasiswa pada saat demonstrasi
EDISI NO.12/TH.VIII/DESEMBER 2014
menuntut Soeharto turun dari jabatannya.
Kejadian ini menewaskan empat mahasiswa
Universitas Trisakti serta puluhan lainnya
luka. Mereka yang tewas adalah Elang Mulia
Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan, dan
Hendriawan Sie. Mereka tewas tertembak
di dalam kampus terkena peluru tajam di
tempat vital seperti kepala, tenggorokan, dan
dada.
Diawali dengan demonstrasi damai oleh
civitas akademika Universitas Trisakti.
Namun, kemudian berubah menjadi anarki
setelah tindakan provokatif aparatur kepada
mahasiswa yang menyebabkan beberapa
mahasiswa terpancing emosinya.
Bersamaan dengan itu aparatur secara
membabi buta menyerang mahasiswa
dengan tembakan dan gas air mata. Aparatur
tetap mengejar mahasiswa dan melakukan
tindakan kekerasan (memukul, menginjak,
dipopor senjata). Mahasiswa yang telah
berada dalam kampus pun tak luput dari
sasaran tembak beberapa sniper.
Kerusuhan Mei 1998
Kerusuhan Mei 1998 adalah kerusuhan
yang terjadi di Indonesia pada 13 Mei – 15
Mei 1998, khususnya di ibukota Jakarta,
namun juga terjadi di beberapa daerah lain.
Kerusuhan diawali krisis keuangan Asia dan
dipicu oleh tragedi Trisakti yang
menewaskan empat mahasiswa Trisakti.
Pada kerusuhan ini banyak toko dan
perusahaan dihancurkan oleh amuk massa,
terutama milik warga Indonesia keturunan
Tionghoa (Tiongkok).
Konsentrasi kerusuhan terbesar terjadi
di Jakarta, Medan, dan Surakarta. Terdapat
ratusan wanita keturunan Tiongkok
diperkosa dan mengalami pelecehan
seksual dalam kerusuhan tersebut.
Sebagian bahkan diperkosa beramai-ramai,
dianiaya secara sadis kemudian dibunuh.
Dalam kerusuhan tersebut, banyak warga
Indonesia keturunan Tiongkok yang
meninggalkan Indonesia. Tidak lama setelah
kejadian berakhir, dibentuklah Tim Gabungan
Pencari Fakta (TGPF) untuk menyelelidiki
kerusuhan ini. TGPF mengeluarkan sebuah
laporan yang dikenal dengan “Laporan
TGPF”.
Semanggi I dan Semanggi II
Tragedi Semanggi menunjuk kepada dua
kejadian protes masyarakat terhadap
pelaksanaan dan agenda Sidang Istimewa
yang mengakibatkan tewasnya warga sipil.
Kejadian pertama dikenal Tragedi Semanggi
I pada 11 – 13 November 1998 pada masa
pemerintahan transisi Indonesia. Pada
peristiwa ini,17 warga sipil tewas. Kala itu,
masyarakat dan mahasiswa menolak Sidang
Istimewa MPR 1998 dan juga menentang dwi
fungsi ABRI/TNI. Sepanjang diadakan Sidang
Istimewa, masyarakat bergabung dengan
mahasiswa melakukan demonstrasi ke jalanjalan di Jakarta.
Kejadian kedua dikenal dengan Tragedi
Semanggi II pada 24 September 1999 yang
menyebabkan tewasnya seorang
mahasiswa dan 11 orang lainnya di seluruh
Jakarta serta menyebabkan 217 korban
luka-luka. Untuk kesekian kalinya tentara
melakukan tindak kekerasan terhadap aksi
mahasiswa. Kala itu ada desakan untuk
mengeluarkan
Undang-Undang
Penanggulangan Keadaan Bahaya (UU
PKB). Mahasiswa bergerak dalam jumlah
besar untuk bersama-sama menentang
diberlakukannya UU PKB. Dalam aksi itu,
mahasiswa dari Universitas Indonesia, Yun
Hap, meninggal dengan luka tembak di depan
Universitas Atma Jaya.
BS
15
BERITA
WAWANCARA
UTAMA
Oesman Sapta Odang, Wakil Ketua MPR RI
Pelaksanaan HAM Sudah Bagus
S
ETIAP 10 Desember, seluruh negara
di dunia, termasuk Indonesia,
memperingati hari Hak Asasi Manusia
(HAM) Internasional. Tanggal itu dipilih
untuk menghormati Majelis Umum
Perserikatan Bangsa-Bangsa yang
mengadopsi dan memproklamirkan
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia,
sebuah pernyataan global tentang HAM,
pada 10 Desember 1948.
Bangsa Indonesia pun menjunjung tinggi
hak asasi manusia. Ini tercermin dalam
Pembukaan UUD NRI Tahun 1945.
Beberapa pasal dalam konstitusi Indonesia
pun sangat menekankan pentingnya hak
asasi manusia. Namun, bagaimana
penerapan dan pelaksanaan HAM di
Indonesia? Mengapa pelanggaran HAM
masih saja terjadi? Untuk menjawab
pertanyaan ini, Majelis mewawancarai
Wakil Ketua MPR Oesman Sapta Odang.
Berikut perbincangan Deri Irawan dari
Majelis dengan Oesman Sapta Odang
beberapa waktu lalu. Petikannya.
Bagaimana
Bapak
melihat
pelaksanaan dan perlindungan HAM di
Tanah Air saat ini? Apakah sudah
sesuai konstitusi dan UU tentang HAM?
Atau, masih jauh dari harapan?
Pelaksanaan Hak Asasi Manusia di
16
Indonesia masih terbilang bagus. Tapi yang
perlu ditegaskan adalah Hak Asasi Manusia
adalah nurani kita semua. Hal itu yang perlu
ditegaskan. Namun, dalam pelaksanaanya
di Indonesia harus dipikirkan kembali. Karena
penerapan HAM di Indonesia jangan sekalikali ikut-ikutan HAM internasional.
Apakah masih terjadi pelanggaranpelanggaran HAM?
Pelanggaran HAM terjadi akibat adanya
suatu konflik. Beberapa penyebab terjadinya
konflik di Indonesia antara lain: Pertama,
karena kebijakan pembangunan. Kebijakan
pembagunan yang sentralistik dan tidak
merata selama puluhan tahun sebelumnya
telah menyebabkan ketidakpuasan rakyat di
beberapa daerah. Kondisi ini sering sekali
menyebabkan konflik vertikal ( pusat-daerah)
dan horizontal (lokal-pendatang).
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah
kebijakan pemerintah yang terkadang
cenderung lebih menguntungkan kelompok
pendatang juga menambah potensi konflik
sosial yang melibatkan emosionalitas dalam
aspek komunal.
Kedua, belum adanya kedewasaan politik
para politisi. Perubahan sistem politik yang
tidak disertai dengan kedewasaan para
politisi telah ikut menyumbang terjadinya
konflik. Beberapa kasus kekerasan komunal
yang terjadi pada saat kontestasi politik
(Pemilukada dan Pileg) adalah contoh akibat
dari mobilisasi dan provokasi yang dilakukan
oleh para politisi yang belum memiliki
kedewasaan politik.
Ketiga, isu agama. Secara mendasar,
pemahaman dan ajaran agama di Indonesia
tetap mengajarkan nilai-nilai kebaikan dan
kesejahteraan. Namun, pada kesehariannya, ajaran keagamaan mendapatkan
EDISI NO.12/TH.VIII/DESEMBER 2014
konteks penafsiran yang luas dan tergantung pada ideologi kelompok sosialkeagamaan tertentu.
Pemeluk agama yang memakai isu-isu
agama yang tidak toleran berpotensi
menimbulkan konflik-konflik sosial dengan
pemeluk agama lain, pemeluk agama yang
sama, dan pemeluk kepercayaan yang
dianggap tidak beragama. Hal ini akan
berubah menjadi kekerasan bila ajaran
agama yang intoleran tersebut berkelompok
dalam organisasi yang radikal, militan dan
melanggar kewarganegaraan di ruang
publik. Keempat, pertentangan elit dan ego
sektoral lembaga negara.
Lalu, kelima, melemahnya mekanisme
tradisional dan memudarnya identitas
budaya asli. Dan, keenam, adanya intervensi
asing.
Pemerintah yang kurang
mendapatkan dukungan dari rakyatnya,
menurunnya pendapatan ekonomi
masyarakat, dan kurangnya lapangan
pekerjaan membuat pihak luar negeri (asing)
mudah masuk ke lokasi rawan konflik.
Konflik-konflik etnis atau pemeluk agama
yang berawal dari penguasaan sumber daya
alam sangat mudah mengundang masuknya
intervensi asing.
Karena itu perlu adanya manajemen
konflik yang baik, yang harus diketahui,
dipelajari dan diterapkan oleh pemerintah dan
lembaga-lembaga negara lainnya. Jadi, kalau
manajemen konflik bagus, konflik tidak ada
maka tidak ada pelanggaran HAM. Saya rasa
itu yang harus diperhatikan.
Apa saja bentuk pelanggaran HAM?
Bisa bermacam-macam. Intinya adalah
kekerasan. Nah penyebab dari itu semua
adalah adanya potensi konflik dan terjadinya
konflik, seperti yang sudah saya jelaskan.
Intinya adalah kita harus melakukan
manajemen konflik yang baik.
Menurut Bapak, bagaimana mengurangi atau mengeliminir pelangggaran
HAM?
Pelanggaran HAM terjadi disebabkan
ad