Perda Nomor 3 Tahun 2012
BUPATI BIMA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA
NOMOR 3 TAHUN 2012
TENTANG
PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI BIMA,
Menimbang : a.
b.
c.
d.
Mengingat
: 1.
2.
bahwa berdasarkan Pasal 3 Undangundang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggungjawab;
bahwa dalam rangka mewujudkan fungsi sistem pendidikan
sebagaimana dimaksud huruf a, visi pendidikan Kabupaten Bima
diarahkan untuk terwujudnya masyarakat yang memiliki kualitas
iman dan taqwa, berbudi pekerti luhur, menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi, berwawasan masa depan, serta
mewarisi nilainilai luhur masyarakat Kabupaten Bima;
bahwa berdasarkan Undangundang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana diubah, terakhir
dengan Undangundang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua Atas Undangundang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah junto Peraturan Pemerintah Nomor 38
Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota, Pemerintah daerah berwenang
menetapkan kebijakan pengelolaan dan penyelenggaraan
pendidikan usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah,
dan pendidikan non formal;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf
a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah
tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan;
Undangundang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan
Daerahdaerah Tingkat II Dalam Wilayah Daerahdaerah Tingkat I
Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran
Negara Tahun 1958 tentang Nomor 122, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 1655);
Undangundang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839);
Undangundang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas
Undangundang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokokpokok
Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890);
Undangundang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor
109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4235);
Undangundang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4301);
Undangundang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang
undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan kedua atas
Undangundang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4844);
Undangundang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
Undangundang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundangundangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5234);
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2005 Nomor, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor.....);
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan
Agama dan Pendidikan Keagamaan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4769);
Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan
Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4864);
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 194,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4941);
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan
dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5105);
Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan
16.
17.
18.
19.
20.
21.
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang
Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 112, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5157);
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 Tahun 2009
tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.07/2009 tentang
Alokasi Anggaran Belanja Fungsi Pendidikan Dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.
Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor … Tahun 2005 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)
Kabupaten Bima Tahun 20052025 (Lembaran Daerah Kabupaten
Bima Tahun 2005 Nomor ......, Tambahan Lembaran Daerah
Kabupaten Bima Nomor .......);
Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 2 Tahun 2008 tentang
Urusan Pemerintahan Daerah Kabupaten Bima (Lembaran Daerah
Kabupaten Bima Tahun 2008 Nomor 2, Tambahan Lembaran
Daerah Kabupaten Bima Nomor 25);
Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 5 Tahun 2010 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Kabupaten Bima Tahun 20102015 (Lembaran Daerah Kabupaten
Bima Tahun 2010 Nomor 5, Tambahan Lembaran Daerah
Kabupaten Bima Nomor 35);
Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 7 Tahun 2010 tentang
Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 3
Tahun 2008 tentang Pembentukan, Susunan, Kedudukan, Tugas
Pokok dan Fungsi Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Bima
(Lembaran Daerah Kabupaten Bima Tahun 2010 Nomor 7,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Bima Nomor 37);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BIMA
Dan
BUPATI BIMA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan
: PERATURAN DAERAH TENTANG
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN.
PENGELOLAAN
DAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Bima.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
3. Bupati adalah Bupati Bima.
4. Dinas adalah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bima.
5. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara, yang diselenggarakan di
Kabupaten Bima.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
Pendidikan karakter adalah pendidikan nilai, pendidikan budi
pekerti, pendidikan moral, dan pendidikan wataq yang bertujuan
mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan
keputusan baik buruk, memelihara apa yang baik dan
mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan seharihari dengan
sepenuh hati.
Pengelolaan pendidikan adalah pengaturan kewenangan dalam
penyelenggaraan sistem pendidikan nasional oleh pemerintah,
pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, penyelenggara
pendidikan yang didirikan masyarakat, dan satuan pendidikan
agar proses pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional.
Penyelenggaraan pendidikan adalah kegiatan pelaksanaan
komponen sistem pendidikan pada satuan atau program
pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan agar proses
pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan pendidikan
nasional.
Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk
mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang
sesuai dengan tujuan pendidikan.
Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan
berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang
akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.
Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada
kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan.
Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan
informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang
ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun
yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani
agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih
lanjut.
Taman kanakkanak selanjutnya disebut TK adalah salah satu
bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan
formal yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak usia
4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun.
Raudhatul Athfal selanjutnya disebut RA adalah salah satu bentuk
satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal
yang menyelenggarakan program pendidikan agama Islam bagi
anak usia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun.
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan
berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi.
Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan
formal yang melandasi jenjang pendidikan menengah, yang
diselenggarakan pada satuan pendidikan berbentuk Sekolah Dasar
dan Madrasah Ibtidaiyah atau bentuk lain yang sederajat serta
menjadi satu kesatuan kelanjutan pendidikan pada satuan
pendidikan yang berbentuk Sekolah Menengah Pertama dan
Madrasah Tsanawiyah, atau bentuk lain yang sederajat.
Sekolah Dasar yang selanjutnya disebut SD adalah salah satu
bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan
pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasar.
19. Madrasah Ibtidaiyah yang selanjutnya disebut MI adalah salah
satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan
pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang
pendidikan dasar di dalam binaan Kementerian Agama.
20. Sekolah Menengah Pertama yang selanjutnya disebut SMP adalah
salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang
menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan
dasar sebagai lanjutan dari SD, MI atau bentuk lain yang sederajat.
21. Madrasah Tsanawiyah yang selanjutnya disebut MTs adalah salah
satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan
pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang
pendidikan dasar sebagai lanjutan dari SD, MI atau bentuk lain
yang sederajat.
22. Pendidikan menengah adalah jenjang pendidikan lanjutan pada
jalur pendidikan formal yang merupakan lanjutan pendidikan
dasar, berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah
(MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah
Kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang sederajat.
23. Sekolah Menengah Atas yang selanjutnya disebut SMA adalah
salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang
menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan
menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang
sederajat.
24. Madrasah Aliyah yang selanjutnya disebut MA adalah salah satu
bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan
pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang
pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau
bentuk lain yang sederajat di dalam binaan Kementerian Agama.
25. Sekolah Menengah Kejuruan yang selanjutnya disebut SMK adalah
salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang
menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan
menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang
sederajat.
26. Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang
sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
27. Standar pelayanan minimal adalah kriteria minimal berupa nilai
kumulatif pemenuhan Standar Nasional Pendidikan yang harus
dipenuhi oleh setiap satuan pendidikan.
28. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan.
29. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan
formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
30. Kelompok belajar adalah satuan pendidikan nonformal yang terdiri
atas sekumpulan warga masyarakat yang saling membelajarkan
pengalaman dan kemampuan dalam rangka meningkatkan mutu
dan taraf kehidupannya.
31. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat selanjutnya disingkat PKBM
adalah satuan pendidikan nonformal yang menyelenggarakan
berbagai kegiatan belajar sesuai dengan kebutuhan masyarakat
atas dasar prakarsa dari, oleh, dan untuk masyarakat.
32. Pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan
pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan
keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya,
yang dilaksanakan sekurangkurangnya melalui mata
pelajaran/kuliah pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
33. Pendidikan keagamaan adalah pendidikan yang mempersiapkan
peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut
penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan/atau menjadi
ahli ilmu agama dan mengamalkan ajaran agamanya.
34. Pendidikan diniyah adalah pendidikan keagamaan Islam yang
diselenggarakan pada semua jalur dan jenjang pendidikan.
35. Pesantren atau pondok pesantren adalah lembaga pendidikan
keagamaan Islam berbasis masyarakat yang menyelenggarakan
pendidikan diniyah atau secara terpadu dengan jenis pendidikan
lainnya.
36. Pendidikan berbasis keunggulan lokal adalah pendidikan yang
diselenggarakan setelah memenuhi Standar Nasional Pendidikan
dan diperkaya dengan keunggulan kompetitif dan/atau komparatif
daerah.
37. Pendidikan bertaraf internasional adalah pendidikan yang
diselenggarakan dengan menggunakan standar pendidikan
nasional yang diperkaya dengan standar pendidikan negara maju.
38. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan/atau sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
39. Pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan
pendidikan berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi,
dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh,
dan untuk masyarakat.
40. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan
lingkungan.
41. Organisasi profesi adalah kumpulan anggota masyarakat yang
memiliki keahlian tertentu yang berbadan hukum dan bersifat
nonkomersial.
42. Dewan Pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan
berbagai unsur masyarakat yang peduli pendidikan.
43. Komite Sekolah/Madrasah adalah lembaga mandiri yang
beranggotakan orangtua/wali peserta didik, komunitas sekolah
atau madrasah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan.
44. Warga masyarakat adalah penduduk Kabupaten Bima, penduduk
luar Kabupaten Bima, dan warga negara asing yang tinggal di
Kabupaten Bima.
45. Masyarakat adalah kelompok warga masyarakat non pemerintah
yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
46. Budaya membaca adalah kebiasaan warga masyarakat yang
menggunakan sebagian waktunya seharihari secara tepat guna
untuk membaca buku atau bacaan lain yang bermanfaat bagi
kehidupan.
47. Budaya menulis adalah kebiasaan warga masyarakat yang
menggunakan sebagian waktunya seharihari secara tepat guna
untuk menulis yang bermanfaat bagi kehidupan.
48. Budaya kreatif adalah kemampuan warga masyarakat untuk
melakukan inovasi dan kreasi, melakukan terobosan dan
menemukan halhal baru, untuk meningkatkan kompetensi
dirinya maupun orang lain yang bermanfaat bagi kehidupan.
49. Budaya belajar adalah kebiasaan warga masyarakat yang
menggunakan sebagian waktunya seharihari secara tepat guna
untuk belajar guna meningkatkan pengetahuan.
50. Budaya belajar di luar jam sekolah adalah kebiasaan warga belajar
menggunakan sebagian waktunya seharihari pada hari efektif
sekolah secara tepat guna untuk belajar di luar jam sekolah.
51. Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan
kegiatan usaha yang bersifat tetap, berkelanjutan, didirikan,
bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Republik Indonesia,
untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba.
BAB II
DASAR, VISI DAN MISI
Pasal 2
Pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan berdasarkan Pancasila
dan Undangundang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 3
Visi pendidikan adalah terwujudnya masyarakat yang berkualitas yaitu
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi, sehat, kreatif, berdaya saing, dan
berkarakter serta mewarisi nilainilai luhur budaya masyarakat.
Pasal 4
Misi pendidikan adalah:
a. membentuk peserta didik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa;
b. membentuk peserta didik yang cerdas, terampil, kreatif, cakap,
kritis, sehat, dan inovatif;
c. menyiapkan dan menerapkan pendidikan karakter dan budaya
bangsa pada semua satuan pendidikan;
d. meningkatkan ketersediaan, keterjangkauan, kualitas/mutu dan
relevansi layanan pendidikan;
e. meningkatkan kesetaraan, kepastian/keterjaminan dalam
memperoleh layanan pendidikan;
f. meningkatkan akuntabilitas dan transparansi penyelenggaraan
pendidikan;
g. mengembangkan keunggulan lokal;
h. meningkatkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan; dan
i. melaksanakan wajib belajar 12 tahun.
BAB III
PRINSIP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
Pasal 5
Prinsip penyelengaraan pendidikan :
a. pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan
serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan
bangsa, serta bebas dari kepentingan politik praktis;
b. pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik
dengan sistem terbuka dan multi makna;
c. pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan
dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang
hayat;
d. pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan,
membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta
didik dalam proses pembelajaran;
e.
pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya
membaca, menulis, berhitung dan budaya kreatif bagi segenap
warga masyarakat;
f. pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua
komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan
dan pengendalian mutu layanan pendidikan;
g. pendidikan diselenggarakan berdasarkan prinsip nirlaba; dan
h. pendidikan diselenggarakan dengan senantiasa memperhatikan
kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
BAB IV
PENGELOLAAN PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 6
Pengelolaan pendidikan dilakukan oleh :
a. pemerintah daerah;
b. penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat; dan
c. satuan atau program pendidikan.
Pasal 7
Pengelolaan pendidikan ditujukan untuk menjamin:
a. akses masyarakat atas pelayanan pendidikan yang mencukupi,
merata, dan terjangkau;
b. mutu dan daya saing pendidikan serta relevansinya dengan
kebutuhan dan/atau kondisi masyarakat;
c. efektifitas, efisiensi, dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan; dan
d. proses pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional.
Bagian kedua
Pengelolaan Oleh Pemerintah Daerah
Pasal 8
Bupati bertanggung jawab mengelola sistem pendidikan nasional di
daerah dan merumuskan serta menetapkan kebijakan daerah bidang
pendidikan sesuai kewenangannya.
Pasal 9
(1) Kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 merupakan penjabaran dari kebijakan pendidikan nasional,
serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(2) Kebijakan bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dituangkan dalam :
a. rencana pembangunan jangka panjang daerah (RPJPD);
b. rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD);
c. rencana strategis pendidikan daerah;
d. rencana kerja pemerintah daerah;
e. rencana kerja dan anggaran tahunan daerah;
f. peraturan daerah di bidang pendidikan; dan
g. peraturan bupati di bidang pendidikan.
(3) Kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) merupakan pedoman bagi:
a. semua jajaran pemerintah daerah;
b. penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat;
c. satuan atau program pendidikan;
d. dewan pendidikan;
e. komite sekolah;
f. peserta didik;
g. orang tua/wali peserta didik;
h. pendidik dan tenaga kependidikan;
i. masyarakat; dan
j. pihak lain yang terkait dengan pendidikan di daerah.
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Pasal 10
Pemerintah daerah wajib menuntaskan program wajib belajar
pendidikan dasar 9 (sembilan) tahun.
Pemerintah daerah menyiapkan dan menyelenggarakan program
wajib belajar 12 (dua belas) tahun.
Setiap orang tua/wali peserta didik wajib melaksanakan program
wajib belajar pendidikan dasar 9 (sembilan) tahun dan berusaha
melaksanakan program wajib belajar 12 (dua belas) tahun.
Dalam pelaksanaan program wajib belajar sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) lebih dioptimalkan pada pelaksanaan program
pendidikan setara SMA/SMK/MA/atau program Paket C.
Pelaksanaan program wajib belajar 12 (dua belas) tahun
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
peraturan bupati.
Pasal 11
Pemerintah daerah wajib mengalokasikan anggaran pendidikan
nasional di daerah.
Anggaran pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dialokasikan minimal 20% (dua puluh persen) dari jumlah
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada setiap tahun
anggaran.
Pemerintah daerah mengalokasikan anggaran untuk bantuan
operasional sekolah baik negeri maupun swasta yang bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada setiap tahun
anggaran.
Pemerintah daerah mengalokasikan anggaran untuk program
peningkatan kualitas pendidik, tenaga kependidikan, dan sumber
belajar masyarakat maksimal 10 % (sepuluh) persen dari anggaran
dinas.
Realisasi anggaran pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4) dilaksanakan secara bertahap.
Pasal 12
(1) Pemerintah daerah mengarahkan, membimbing, menyupervisi,
mengawasi, mengoordinasikan, memantau, mengevaluasi, dan
mengendalikan penyelenggara satuan, jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan sesuai dengan kebijakan nasional bidang pendidikan
dan kebijakan daerah bidang pendidikan dalam kerangka
pengelolaan sistem pendidikan nasional.
(2) Pemerintah daerah dapat bekerjasama dengan pihak dunia usaha
untuk mengembangkan mekanisme pendidikan link dan match,
serta meningkatkan kapasitas peserta didik pada jenjang sekolah
menengah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai arahan, bimbingan, supervisi,
pengawasan, koordinasi, pemantauan, evaluasi, dan pengendalian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan
bupati.
Pasal 13
(1) Bupati menetapkan target tingkat partisipasi pendidikan pada
semua jenjang dan jenis pendidikan yang harus dicapai di daerah.
(2) Target tingkat partisipasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dipenuhi melalui jalur pendidikan formal dan non formal.
(3) Dalam memenuhi target tingkat partisipasi pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah daerah
mengutamakan perluasan dan pemerataan akses pendidikan
melalui jalur pendidikan formal.
Pasal 14
(1) Bupati menetapkan target tingkat pemerataan partisipasi
pendidikan di tingkat daerah yang meliputi :
a. antar kecamatan;
b. antar desa;dan
c. antara lakilaki dan perempuan.
(2) Bupati menetapkan kebijakan untuk menjamin peserta didik
memperoleh akses pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang
orang tua/walinya tidak mampu membiayai pendidikan, peserta
didik pendidikan khusus, dan/atau peserta didik pendidikan
layanan khusus.
Pasal 15
(1) Bupati melaksanakan dan mengoordinasikan pelaksanaan standar
pelayanan minimal bidang pendidikan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai koordinasi dan pelaksanaan
standar pelayanan minimal diatur dengan peraturan bupati dengan
berpedoman pada ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 16
(1) Pemerintah daerah melakukan dan/atau memfasilitasi penjaminan
mutu pendidikan di daerah dengan berpedoman pada kebijakan
nasional pendidikan, kebijakan provinsi bidang pendidikan, dan
Standar Nasional Pendidikan.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), pemerintah daerah berkoordinasi dengan Unit Pelaksana
Teknis Pemerintah yang melaksanakan tugas penjaminan mutu
pendidikan.
(3) Dalam rangka penjaminan mutu pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pemerintah daerah memfasilitasi:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
akreditasi program pendidikan;
akreditasi satuan pendidikan;
sertifikasi kompetensi peserta didik;
sertifikasi kompetensi pendidik;
sertifikasi kompetensi tenaga kependidikan; dan/atau
pengembangan kurikulum satuan pendidikan.
Pasal 17
Pemerintah daerah mengakui, memfasilitasi, membina, dan
melindungi program dan/atau satuan pendidikan bertaraf
internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan.
Pemerintah daerah melaksanakan dan/atau memfasilitasi
perintisan program dan/atau satuan pendidikan yang sudah atau
hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan untuk
dikembangkan menjadi program dan/atau satuan pendidikan
bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal.
Pemerintah daerah memfasilitasi akreditasi internasional program
dan/atau satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2).
Pemerintah daerah memfasilitasi sertifikasi internasional pada
program dan/atau satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2).
Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitasi dan pembinaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
diatur dengan peraturan bupati dengan berpedoman pada
ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 18
(1) Pemerintah daerah melakukan pembinaan berkelanjutan kepada
peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat
istimewa untuk mencapai prestasi puncak dibidang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga pada tingkat
satuan pendidikan, kecamatan, kabupaten, provinsi, nasional, dan
internasional.
(2) Untuk menumbuhkan iklim kompetitif yang kondusif bagi
pencapaian prestasi puncak sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pemerintah daerah menyelenggarakan dan/atau memfasilitasi
secara teratur dan berjenjang kompetisi di bidang :
a. ilmu pengetahuan umum dan ilmu pengetahuan keagamaan;
b. teknologi;
c. seni; dan/atau
d. olahraga.
(3) Pemerintah daerah memberikan penghargaan kepada peserta didik
yang meraih prestasi puncak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang
undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pembinaan
berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta
penyelenggaraan dan fasilitasi kompetisi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dengan peraturan bupati.
Pasal 19
Bupati menetapkan kebijakan tata kelola pendidikan untuk menjamin
efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan yang
merupakan pedoman bagi :
a. semua jajaran pemerintah daerah;
b. penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat;
c. satuan atau program pendidikan;
d. dewan pendidikan;
e. komite sekolah;
f. peserta didik;
g. orang tua/wali peserta didik;
h. pendidik dan tenaga kependidikan;
i. masyarakat;dan
j. pihak lain yang terkait dengan pendidikan.
Pasal 20
(1) Dalam menyelenggarakan dan mengelola sistem pendidikan
nasional di daerah, pemerintah daerah mengembangkan dan
melaksanakan sistem informasi pendidikan daerah berbasis
teknologi informasi dan komunikasi.
(2) Sistem informasi pendidikan daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan subsistem dari sistem informasi pendidikan
nasional.
(3) Sistem informasi pendidikan daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) memberikan akses informasi administrasi
pendidikan dan akses sumber pembelajaran kepada satuan
pendidikan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sesuai
kewenangan pemerintah daerah.
Bagian Kedua
Pengelolaan Oleh Penyelenggara Satuan Pendidikan
Yang Didirikan Masyarakat
Pasal 21
Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat
bertanggung jawab mengelola sistem pendidikan nasional di daerah
serta merumuskan dan menetapkan kebijakan pendidikan pada tingkat
penyelenggara satuan.
Pasal 22
(1) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
merupakan penjabaran dari kebijakan pendidikan nasional,
provinsi, kabupaten serta sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
(2) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dituangkan dalam peraturan penyelenggara satuan pendidikan
yang didirikan masyarakat.
(3) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) merupakan pedoman bagi :
a. penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat yang
bersangkutan;
b. satuan atau program pendidikan yang terkait;
c. lembaga representasi pemangku kepentingan satuan atau
program pendidikan yang terkait;
d. peserta didik di satuan atau program pendidikan yang
terkait;dan
e. orang tua/wali peserta didik di satuan atau program
pendidikan yang terkait;
f. pendidik dan tenaga kependidikan di satuan atau program
pendidikan yang terkait; dan
g. pihak lain yang terikat dengan satuan atau program pendidikan
yang terkait.
(4) Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat
mengalokasikan anggaran pendidikan agar sistem pendidikan
nasional pada tingkat satuan atau program pendidikan yang terkait
dapat dilaksanakan secara efektif, efisien, dan akuntabel.
Pasal 23
Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat
melaksanakan program wajib belajar 12 (dua belas) tahun dengan
berpedoman pada ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 24
Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat mengelola
pendidikan sesuai dengan kebijakan pendidikan yang ditetapkan oleh
pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 25
Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat
menetapkan kebijakan untuk menjamin peserta didik memperoleh
akses pelayanan pendidikan, bagi peserta didik yang orang tua/walinya
tidak mampu membiayai pendidikan, peserta didik pendidikan khusus,
atau peserta didik di daerah khusus.
Pasal 26
Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat menjamin
pelaksanaan standar pelayanan minimal pendidikan pada satuan atau
program pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang
undangan.
Pasal 27
(1) Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat
melakukan dan/atau memfasilitasi penjaminan mutu pendidikan
di satuan atau program pendidikan dengan berpedoman pada
kebijakan pendidikan yang terkait sesuai dengan kebijakan
pendidikan yang ditetapkan oleh pemerintah, pemerintah provinsi,
pemerintah kabupaten dan oleh penyelenggara satuan pendidikan,
serta Standar Nasional Pendidikan.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat
menyelenggarakan satuan dan/atau program pendidikan anak usia
dini, pendidikan dasar dan/atau pendidikan menengah bekerja
sama dengan unit pelaksana teknis daerah bidang pendidikan.
(3) Dalam rangka penjaminan mutu pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), penyelenggara satuan pendidikan yang
didirikan masyarakat memfasilitasi :
a. akreditasi program pendidikan;
b. akreditasi satuan pendidikan;
c. sertifikasi kompetensi peserta didik;
d. sertifikasi kompetensi pendidik;
e. sertifikasi kompetensi tenaga kependidikan; dan/atau
f. Pengembangan kurikulum satuan pendidikan.
Pasal 28
(1) Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat
memfasilitasi, membina, dan melindungi satuan atau program
pendidikan yang bertaraf internasional dan/atau berbasis
keunggulan lokal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang
undangan.
(2) Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat
melaksanakan dan/atau memfasilitasi perintisan satuan atau
program pendidikan yang sudah atau hampir memenuhi Standar
Nasional Pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan atau
program pendidikan bertaraf internasional dan/atau berbasis
keunggulan lokal.
(3) Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat
memfasilitasi akreditasi internasional satuan atau program
pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(4) Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat
memfasilitasi sertifikasi internasional pada satuan atau program
pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitasi, pembinaan,
perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat
(3), dan ayat (4) diatur dengan peraturan bupati.
Pasal 29
(1) Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat
memfasilitasi pembinaan berkelanjutan kepada peserta didik yang
memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk
mencapai prestasi puncak di bidang ilmu pengetahuan, teknologi,
seni, dan/atau olahraga pada tingkat satuan pendidikan,
kecamatan, kabupaten, provinsi, nasional, dan internasional.
(2) Untuk menumbuhkan iklim kompetitif yang kondusif bagi
pencapaian prestasi puncak sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat
menyelenggarakan dan/atau memfasilitasi secara teratur kompetisi
di satuan atau program pendidikan dalam bidang:
a. ilmu pengetahuan umum dan keagamaan;
b. teknologi;
c. seni; dan/atau
d. olahraga.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pembinaan
berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta
penyelenggaraan dan fasilitasi kompetisi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dengan peraturan penyelenggara satuan
pendidikan yang didirikan masyarakat.
Pasal 30
Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat harus
dikelola dengan menetapkan kebijakan untuk menjamin efisiensi,
efektivitas, dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan yang merupakan
pedoman bagi:
a. penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat yang
bersangkutan;
b.
c.
d.
e.
f.
satuan dan/atau program pendidikan;
peserta didik satuan dan/atau program pendidikan;
orang tua/wali peserta didik di satuan dan/atau program
pendidikan;
pendidik dan tenaga kependidikan di satuan dan/atau program
pendidikan; dan
pihak lain yang terikat dengan satuan atau program pendidikan.
Pasal 31
(1) Dalam menyelenggarakan dan mengelola sistem pendidikan
nasional di satuan atau program pendidikan, penyelenggara satuan
pendidikan yang didirikan masyarakat harus dikembangkan dan
dilaksanakan berdasarkan
sistem informasi pendidikan
penyelenggara atau satuan pendidikan berbasis teknologi informasi
dan komunikasi.
(2) Sistem informasi pendidikan penyelenggara atau satuan
pendidikan yang didirikan masyarakat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan subsistem dari sistem informasi
pendidikan nasional.
(3) Sistem informasi pendidikan penyelenggara satuan pendidikan
yang didirikan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) memberikan akses informasi administrasi pendidikan
dan akses sumber pembelajaran kepada satuan dan/atau program
pendidikan.
Bagian Ketiga
Pengelolaan Oleh Satuan atau Program Pendidikan
Pasal 32
(1) Pengelolaan satuan atau program pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan
berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip
manajemen berbasis sekolah/madrasah.
(2) Standar pelayanan minimal pengelolaan satuan atau program
pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
peraturan bupati berpedoman pada ketentuan peraturan
perundangundangan.
Pasal 33
Satuan atau program pendidikan wajib mengelola sistem pendidikan
nasional di daerah pada satuan atau program pendidikannya serta
merumuskan dan menetapkan kebijakan pendidikan sesuai dengan
kewenangannya.
Pasal 34
(1) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33
merupakan penjabaran dari kebijakan pendidikan nasional,
provinsi, kabupaten, dan penyelenggara satuan pendidikan serta
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(2) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh
satuan pendidikan anak usia dini, satuan pendidikan dasar, dan
satuan pendidikan menengah dituangkan dalam :
a. rencana kerja tahunan satuan pendidikan;
b. anggaran pendapatan dan belanja tahunan satuan pendidikan;
dan
c. peraturan satuan atau program pendidikan.
(3) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) mengikat bagi:
a. satuan atau program pendidikan yang bersangkutan;
b. lembaga representasi pemangku kepentingan satuan atau
program pendidikan yang bersangkutan;
c. peserta didik di satuan atau program pendidikan yang
bersangkutan;
d. orang tua/wali peserta didik di satuan atau program
pendidikan yang bersangkutan;
e. pendidik dan tenaga kependidikan di satuan atau program
pendidikan yang bersangkutan;dan
f. pihak lain yang terikat dengan satuan atau program
pendidikan yang bersangkutan.
(4) Kebijakan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
merupakan penjabaran dan selaras dengan:
a. kebijakan pemerintah;
b. kebijakan pemerintah provinsi;
c. kebijakan pemerintah kabupaten; dan
d. kebijakan penyelenggara pendidikan yang didirikan
masyarakat.
(5) Satuan atau program pendidikan mengalokasikan anggaran
pendidikan agar sistem pendidikan nasional di daerah pada satuan
dan/atau program pendidikan yang bersangkutan dapat
dilaksanakan secara efektif, efisien, dan akuntabel.
Pasal 35
Satuan atau program pendidikan melakukan pengelolaan pendidikan
sesuai dengan kebijakan pendidikan nasional, provinsi, kabupaten, dan
penyelenggara satuan pendidikan dengan berpedoman pada ketentuan
peraturan perundangundangan.
Pasal 36
Satuan atau program pendidikan wajib menetapkan kebijakan untuk
menjamin peserta didik memperoleh akses pelayanan pendidikan bagi
peserta didik yang orang tua/walinya tidak mampu membiayai
pendidikan, peserta didik pendidikan khusus, dan/atau peserta didik
di daerah khusus sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 37
Satuan atau program pendidikan wajib menjamin terpenuhinya standar
pelayanan minimal bidang pendidikan.
Pasal 38
(1) Satuan atau program pendidikan wajib melakukan penjaminan
mutu pendidikan dengan berpedoman pada kebijakan pendidikan
nasional, provinsi, kabupaten, dan penyelenggara satuan
pendidikan serta Standar Nasional Pendidikan.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), satuan atau program pendidikan anak usia dini, pendidikan
dasar, atau pendidikan menengah bekerja sama dengan unit
pelaksana teknis pemerintah dan/atau pemerintah daerah yang
melaksanakan tugas penjaminan mutu pendidikan.
(3) Dalam rangka penjaminan mutu pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), satuan atau program pendidikan,
mengikuti:
a. akreditasi program pendidikan;
b. akreditasi satuan pendidikan;
c. sertifikasi kompetensi peserta didik;
d. sertifikasi kompetensi pendidik; dan/atau
e. sertifikasi kompetensi tenaga kependidikan.
Pasal 39
(1) Satuan atau program pendidikan yang telah atau hampir
memenuhi Standar Nasional Pendidikan dapat merintis dirinya
untuk dikembangkan menjadi satuan atau program pendidikan
bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal.
(2) Satuan atau program pendidikan yang telah atau hampir
memenuhi Standar Nasional Pendidikan dapat mengikuti akreditasi
dan/atau sertifikasi internasional satuan atau program pendidikan.
Pasal 40
(1) Satuan atau program pendidikan wajib melakukan pembinaan
berkelanjutan kepada peserta didik yang memiliki potensi
kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mencapai prestasi
puncak di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau
olahraga pada tingkat satuan pendidikan, kecamatan, kabupaten,
provinsi, nasional, dan internasional.
(2) Untuk menumbuhkan iklim kompetitif yang kondusif bagi
pencapaian prestasi puncak sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
satuan dan/atau program pendidikan melakukan kompetisi pada
satuan atau program pendidikan dalam bidang:
a. ilmu pengetahuan;
b. teknologi;
c. seni; dan/atau
d. olahraga.
(3) Satuan atau program pendidikan memberikan penghargaan kepada
peserta didik yang meraih prestasi puncak dengan berpedoman
pada ketentuan peraturan perundangundangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan
peraturan bupati.
Pasal 41
Satuan atau program pendidikan wajib menetapkan kebijakan tata
kelola pendidikan untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan
akuntabilitas pengelolaan pendidikan yang mengikat :
a. satuan atau program pendidikan yang bersangkutan;
b. lembaga representasi pemangku kepentingan pendidikan pada
satuan atau program pendidikan yang bersangkutan;
c. peserta didik satuan atau program pendidikan yang bersangkutan;
d. orang tua/wa
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA
NOMOR 3 TAHUN 2012
TENTANG
PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI BIMA,
Menimbang : a.
b.
c.
d.
Mengingat
: 1.
2.
bahwa berdasarkan Pasal 3 Undangundang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggungjawab;
bahwa dalam rangka mewujudkan fungsi sistem pendidikan
sebagaimana dimaksud huruf a, visi pendidikan Kabupaten Bima
diarahkan untuk terwujudnya masyarakat yang memiliki kualitas
iman dan taqwa, berbudi pekerti luhur, menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi, berwawasan masa depan, serta
mewarisi nilainilai luhur masyarakat Kabupaten Bima;
bahwa berdasarkan Undangundang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana diubah, terakhir
dengan Undangundang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua Atas Undangundang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah junto Peraturan Pemerintah Nomor 38
Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota, Pemerintah daerah berwenang
menetapkan kebijakan pengelolaan dan penyelenggaraan
pendidikan usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah,
dan pendidikan non formal;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf
a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah
tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan;
Undangundang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan
Daerahdaerah Tingkat II Dalam Wilayah Daerahdaerah Tingkat I
Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran
Negara Tahun 1958 tentang Nomor 122, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 1655);
Undangundang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839);
Undangundang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas
Undangundang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokokpokok
Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890);
Undangundang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor
109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4235);
Undangundang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4301);
Undangundang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang
undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan kedua atas
Undangundang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4844);
Undangundang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
Undangundang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundangundangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5234);
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2005 Nomor, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor.....);
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan
Agama dan Pendidikan Keagamaan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4769);
Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan
Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4864);
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 194,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4941);
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan
dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5105);
Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan
16.
17.
18.
19.
20.
21.
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang
Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 112, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5157);
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 Tahun 2009
tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.07/2009 tentang
Alokasi Anggaran Belanja Fungsi Pendidikan Dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.
Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor … Tahun 2005 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)
Kabupaten Bima Tahun 20052025 (Lembaran Daerah Kabupaten
Bima Tahun 2005 Nomor ......, Tambahan Lembaran Daerah
Kabupaten Bima Nomor .......);
Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 2 Tahun 2008 tentang
Urusan Pemerintahan Daerah Kabupaten Bima (Lembaran Daerah
Kabupaten Bima Tahun 2008 Nomor 2, Tambahan Lembaran
Daerah Kabupaten Bima Nomor 25);
Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 5 Tahun 2010 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Kabupaten Bima Tahun 20102015 (Lembaran Daerah Kabupaten
Bima Tahun 2010 Nomor 5, Tambahan Lembaran Daerah
Kabupaten Bima Nomor 35);
Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 7 Tahun 2010 tentang
Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 3
Tahun 2008 tentang Pembentukan, Susunan, Kedudukan, Tugas
Pokok dan Fungsi Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Bima
(Lembaran Daerah Kabupaten Bima Tahun 2010 Nomor 7,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Bima Nomor 37);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BIMA
Dan
BUPATI BIMA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan
: PERATURAN DAERAH TENTANG
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN.
PENGELOLAAN
DAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Bima.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
3. Bupati adalah Bupati Bima.
4. Dinas adalah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bima.
5. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara, yang diselenggarakan di
Kabupaten Bima.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
Pendidikan karakter adalah pendidikan nilai, pendidikan budi
pekerti, pendidikan moral, dan pendidikan wataq yang bertujuan
mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan
keputusan baik buruk, memelihara apa yang baik dan
mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan seharihari dengan
sepenuh hati.
Pengelolaan pendidikan adalah pengaturan kewenangan dalam
penyelenggaraan sistem pendidikan nasional oleh pemerintah,
pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, penyelenggara
pendidikan yang didirikan masyarakat, dan satuan pendidikan
agar proses pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional.
Penyelenggaraan pendidikan adalah kegiatan pelaksanaan
komponen sistem pendidikan pada satuan atau program
pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan agar proses
pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan pendidikan
nasional.
Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk
mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang
sesuai dengan tujuan pendidikan.
Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan
berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang
akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.
Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada
kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan.
Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan
informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang
ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun
yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani
agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih
lanjut.
Taman kanakkanak selanjutnya disebut TK adalah salah satu
bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan
formal yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak usia
4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun.
Raudhatul Athfal selanjutnya disebut RA adalah salah satu bentuk
satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal
yang menyelenggarakan program pendidikan agama Islam bagi
anak usia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun.
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan
berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi.
Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan
formal yang melandasi jenjang pendidikan menengah, yang
diselenggarakan pada satuan pendidikan berbentuk Sekolah Dasar
dan Madrasah Ibtidaiyah atau bentuk lain yang sederajat serta
menjadi satu kesatuan kelanjutan pendidikan pada satuan
pendidikan yang berbentuk Sekolah Menengah Pertama dan
Madrasah Tsanawiyah, atau bentuk lain yang sederajat.
Sekolah Dasar yang selanjutnya disebut SD adalah salah satu
bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan
pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasar.
19. Madrasah Ibtidaiyah yang selanjutnya disebut MI adalah salah
satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan
pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang
pendidikan dasar di dalam binaan Kementerian Agama.
20. Sekolah Menengah Pertama yang selanjutnya disebut SMP adalah
salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang
menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan
dasar sebagai lanjutan dari SD, MI atau bentuk lain yang sederajat.
21. Madrasah Tsanawiyah yang selanjutnya disebut MTs adalah salah
satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan
pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang
pendidikan dasar sebagai lanjutan dari SD, MI atau bentuk lain
yang sederajat.
22. Pendidikan menengah adalah jenjang pendidikan lanjutan pada
jalur pendidikan formal yang merupakan lanjutan pendidikan
dasar, berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah
(MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah
Kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang sederajat.
23. Sekolah Menengah Atas yang selanjutnya disebut SMA adalah
salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang
menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan
menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang
sederajat.
24. Madrasah Aliyah yang selanjutnya disebut MA adalah salah satu
bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan
pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang
pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau
bentuk lain yang sederajat di dalam binaan Kementerian Agama.
25. Sekolah Menengah Kejuruan yang selanjutnya disebut SMK adalah
salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang
menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan
menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang
sederajat.
26. Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang
sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
27. Standar pelayanan minimal adalah kriteria minimal berupa nilai
kumulatif pemenuhan Standar Nasional Pendidikan yang harus
dipenuhi oleh setiap satuan pendidikan.
28. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan.
29. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan
formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
30. Kelompok belajar adalah satuan pendidikan nonformal yang terdiri
atas sekumpulan warga masyarakat yang saling membelajarkan
pengalaman dan kemampuan dalam rangka meningkatkan mutu
dan taraf kehidupannya.
31. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat selanjutnya disingkat PKBM
adalah satuan pendidikan nonformal yang menyelenggarakan
berbagai kegiatan belajar sesuai dengan kebutuhan masyarakat
atas dasar prakarsa dari, oleh, dan untuk masyarakat.
32. Pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan
pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan
keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya,
yang dilaksanakan sekurangkurangnya melalui mata
pelajaran/kuliah pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
33. Pendidikan keagamaan adalah pendidikan yang mempersiapkan
peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut
penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan/atau menjadi
ahli ilmu agama dan mengamalkan ajaran agamanya.
34. Pendidikan diniyah adalah pendidikan keagamaan Islam yang
diselenggarakan pada semua jalur dan jenjang pendidikan.
35. Pesantren atau pondok pesantren adalah lembaga pendidikan
keagamaan Islam berbasis masyarakat yang menyelenggarakan
pendidikan diniyah atau secara terpadu dengan jenis pendidikan
lainnya.
36. Pendidikan berbasis keunggulan lokal adalah pendidikan yang
diselenggarakan setelah memenuhi Standar Nasional Pendidikan
dan diperkaya dengan keunggulan kompetitif dan/atau komparatif
daerah.
37. Pendidikan bertaraf internasional adalah pendidikan yang
diselenggarakan dengan menggunakan standar pendidikan
nasional yang diperkaya dengan standar pendidikan negara maju.
38. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan/atau sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
39. Pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan
pendidikan berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi,
dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh,
dan untuk masyarakat.
40. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan
lingkungan.
41. Organisasi profesi adalah kumpulan anggota masyarakat yang
memiliki keahlian tertentu yang berbadan hukum dan bersifat
nonkomersial.
42. Dewan Pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan
berbagai unsur masyarakat yang peduli pendidikan.
43. Komite Sekolah/Madrasah adalah lembaga mandiri yang
beranggotakan orangtua/wali peserta didik, komunitas sekolah
atau madrasah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan.
44. Warga masyarakat adalah penduduk Kabupaten Bima, penduduk
luar Kabupaten Bima, dan warga negara asing yang tinggal di
Kabupaten Bima.
45. Masyarakat adalah kelompok warga masyarakat non pemerintah
yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
46. Budaya membaca adalah kebiasaan warga masyarakat yang
menggunakan sebagian waktunya seharihari secara tepat guna
untuk membaca buku atau bacaan lain yang bermanfaat bagi
kehidupan.
47. Budaya menulis adalah kebiasaan warga masyarakat yang
menggunakan sebagian waktunya seharihari secara tepat guna
untuk menulis yang bermanfaat bagi kehidupan.
48. Budaya kreatif adalah kemampuan warga masyarakat untuk
melakukan inovasi dan kreasi, melakukan terobosan dan
menemukan halhal baru, untuk meningkatkan kompetensi
dirinya maupun orang lain yang bermanfaat bagi kehidupan.
49. Budaya belajar adalah kebiasaan warga masyarakat yang
menggunakan sebagian waktunya seharihari secara tepat guna
untuk belajar guna meningkatkan pengetahuan.
50. Budaya belajar di luar jam sekolah adalah kebiasaan warga belajar
menggunakan sebagian waktunya seharihari pada hari efektif
sekolah secara tepat guna untuk belajar di luar jam sekolah.
51. Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan
kegiatan usaha yang bersifat tetap, berkelanjutan, didirikan,
bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Republik Indonesia,
untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba.
BAB II
DASAR, VISI DAN MISI
Pasal 2
Pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan berdasarkan Pancasila
dan Undangundang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 3
Visi pendidikan adalah terwujudnya masyarakat yang berkualitas yaitu
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi, sehat, kreatif, berdaya saing, dan
berkarakter serta mewarisi nilainilai luhur budaya masyarakat.
Pasal 4
Misi pendidikan adalah:
a. membentuk peserta didik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa;
b. membentuk peserta didik yang cerdas, terampil, kreatif, cakap,
kritis, sehat, dan inovatif;
c. menyiapkan dan menerapkan pendidikan karakter dan budaya
bangsa pada semua satuan pendidikan;
d. meningkatkan ketersediaan, keterjangkauan, kualitas/mutu dan
relevansi layanan pendidikan;
e. meningkatkan kesetaraan, kepastian/keterjaminan dalam
memperoleh layanan pendidikan;
f. meningkatkan akuntabilitas dan transparansi penyelenggaraan
pendidikan;
g. mengembangkan keunggulan lokal;
h. meningkatkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan; dan
i. melaksanakan wajib belajar 12 tahun.
BAB III
PRINSIP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
Pasal 5
Prinsip penyelengaraan pendidikan :
a. pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan
serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan
bangsa, serta bebas dari kepentingan politik praktis;
b. pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik
dengan sistem terbuka dan multi makna;
c. pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan
dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang
hayat;
d. pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan,
membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta
didik dalam proses pembelajaran;
e.
pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya
membaca, menulis, berhitung dan budaya kreatif bagi segenap
warga masyarakat;
f. pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua
komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan
dan pengendalian mutu layanan pendidikan;
g. pendidikan diselenggarakan berdasarkan prinsip nirlaba; dan
h. pendidikan diselenggarakan dengan senantiasa memperhatikan
kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
BAB IV
PENGELOLAAN PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 6
Pengelolaan pendidikan dilakukan oleh :
a. pemerintah daerah;
b. penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat; dan
c. satuan atau program pendidikan.
Pasal 7
Pengelolaan pendidikan ditujukan untuk menjamin:
a. akses masyarakat atas pelayanan pendidikan yang mencukupi,
merata, dan terjangkau;
b. mutu dan daya saing pendidikan serta relevansinya dengan
kebutuhan dan/atau kondisi masyarakat;
c. efektifitas, efisiensi, dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan; dan
d. proses pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional.
Bagian kedua
Pengelolaan Oleh Pemerintah Daerah
Pasal 8
Bupati bertanggung jawab mengelola sistem pendidikan nasional di
daerah dan merumuskan serta menetapkan kebijakan daerah bidang
pendidikan sesuai kewenangannya.
Pasal 9
(1) Kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 merupakan penjabaran dari kebijakan pendidikan nasional,
serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(2) Kebijakan bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dituangkan dalam :
a. rencana pembangunan jangka panjang daerah (RPJPD);
b. rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD);
c. rencana strategis pendidikan daerah;
d. rencana kerja pemerintah daerah;
e. rencana kerja dan anggaran tahunan daerah;
f. peraturan daerah di bidang pendidikan; dan
g. peraturan bupati di bidang pendidikan.
(3) Kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) merupakan pedoman bagi:
a. semua jajaran pemerintah daerah;
b. penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat;
c. satuan atau program pendidikan;
d. dewan pendidikan;
e. komite sekolah;
f. peserta didik;
g. orang tua/wali peserta didik;
h. pendidik dan tenaga kependidikan;
i. masyarakat; dan
j. pihak lain yang terkait dengan pendidikan di daerah.
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Pasal 10
Pemerintah daerah wajib menuntaskan program wajib belajar
pendidikan dasar 9 (sembilan) tahun.
Pemerintah daerah menyiapkan dan menyelenggarakan program
wajib belajar 12 (dua belas) tahun.
Setiap orang tua/wali peserta didik wajib melaksanakan program
wajib belajar pendidikan dasar 9 (sembilan) tahun dan berusaha
melaksanakan program wajib belajar 12 (dua belas) tahun.
Dalam pelaksanaan program wajib belajar sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) lebih dioptimalkan pada pelaksanaan program
pendidikan setara SMA/SMK/MA/atau program Paket C.
Pelaksanaan program wajib belajar 12 (dua belas) tahun
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
peraturan bupati.
Pasal 11
Pemerintah daerah wajib mengalokasikan anggaran pendidikan
nasional di daerah.
Anggaran pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dialokasikan minimal 20% (dua puluh persen) dari jumlah
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada setiap tahun
anggaran.
Pemerintah daerah mengalokasikan anggaran untuk bantuan
operasional sekolah baik negeri maupun swasta yang bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada setiap tahun
anggaran.
Pemerintah daerah mengalokasikan anggaran untuk program
peningkatan kualitas pendidik, tenaga kependidikan, dan sumber
belajar masyarakat maksimal 10 % (sepuluh) persen dari anggaran
dinas.
Realisasi anggaran pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4) dilaksanakan secara bertahap.
Pasal 12
(1) Pemerintah daerah mengarahkan, membimbing, menyupervisi,
mengawasi, mengoordinasikan, memantau, mengevaluasi, dan
mengendalikan penyelenggara satuan, jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan sesuai dengan kebijakan nasional bidang pendidikan
dan kebijakan daerah bidang pendidikan dalam kerangka
pengelolaan sistem pendidikan nasional.
(2) Pemerintah daerah dapat bekerjasama dengan pihak dunia usaha
untuk mengembangkan mekanisme pendidikan link dan match,
serta meningkatkan kapasitas peserta didik pada jenjang sekolah
menengah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai arahan, bimbingan, supervisi,
pengawasan, koordinasi, pemantauan, evaluasi, dan pengendalian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan
bupati.
Pasal 13
(1) Bupati menetapkan target tingkat partisipasi pendidikan pada
semua jenjang dan jenis pendidikan yang harus dicapai di daerah.
(2) Target tingkat partisipasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dipenuhi melalui jalur pendidikan formal dan non formal.
(3) Dalam memenuhi target tingkat partisipasi pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah daerah
mengutamakan perluasan dan pemerataan akses pendidikan
melalui jalur pendidikan formal.
Pasal 14
(1) Bupati menetapkan target tingkat pemerataan partisipasi
pendidikan di tingkat daerah yang meliputi :
a. antar kecamatan;
b. antar desa;dan
c. antara lakilaki dan perempuan.
(2) Bupati menetapkan kebijakan untuk menjamin peserta didik
memperoleh akses pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang
orang tua/walinya tidak mampu membiayai pendidikan, peserta
didik pendidikan khusus, dan/atau peserta didik pendidikan
layanan khusus.
Pasal 15
(1) Bupati melaksanakan dan mengoordinasikan pelaksanaan standar
pelayanan minimal bidang pendidikan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai koordinasi dan pelaksanaan
standar pelayanan minimal diatur dengan peraturan bupati dengan
berpedoman pada ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 16
(1) Pemerintah daerah melakukan dan/atau memfasilitasi penjaminan
mutu pendidikan di daerah dengan berpedoman pada kebijakan
nasional pendidikan, kebijakan provinsi bidang pendidikan, dan
Standar Nasional Pendidikan.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), pemerintah daerah berkoordinasi dengan Unit Pelaksana
Teknis Pemerintah yang melaksanakan tugas penjaminan mutu
pendidikan.
(3) Dalam rangka penjaminan mutu pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pemerintah daerah memfasilitasi:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
akreditasi program pendidikan;
akreditasi satuan pendidikan;
sertifikasi kompetensi peserta didik;
sertifikasi kompetensi pendidik;
sertifikasi kompetensi tenaga kependidikan; dan/atau
pengembangan kurikulum satuan pendidikan.
Pasal 17
Pemerintah daerah mengakui, memfasilitasi, membina, dan
melindungi program dan/atau satuan pendidikan bertaraf
internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan.
Pemerintah daerah melaksanakan dan/atau memfasilitasi
perintisan program dan/atau satuan pendidikan yang sudah atau
hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan untuk
dikembangkan menjadi program dan/atau satuan pendidikan
bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal.
Pemerintah daerah memfasilitasi akreditasi internasional program
dan/atau satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2).
Pemerintah daerah memfasilitasi sertifikasi internasional pada
program dan/atau satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2).
Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitasi dan pembinaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
diatur dengan peraturan bupati dengan berpedoman pada
ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 18
(1) Pemerintah daerah melakukan pembinaan berkelanjutan kepada
peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat
istimewa untuk mencapai prestasi puncak dibidang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga pada tingkat
satuan pendidikan, kecamatan, kabupaten, provinsi, nasional, dan
internasional.
(2) Untuk menumbuhkan iklim kompetitif yang kondusif bagi
pencapaian prestasi puncak sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pemerintah daerah menyelenggarakan dan/atau memfasilitasi
secara teratur dan berjenjang kompetisi di bidang :
a. ilmu pengetahuan umum dan ilmu pengetahuan keagamaan;
b. teknologi;
c. seni; dan/atau
d. olahraga.
(3) Pemerintah daerah memberikan penghargaan kepada peserta didik
yang meraih prestasi puncak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang
undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pembinaan
berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta
penyelenggaraan dan fasilitasi kompetisi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dengan peraturan bupati.
Pasal 19
Bupati menetapkan kebijakan tata kelola pendidikan untuk menjamin
efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan yang
merupakan pedoman bagi :
a. semua jajaran pemerintah daerah;
b. penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat;
c. satuan atau program pendidikan;
d. dewan pendidikan;
e. komite sekolah;
f. peserta didik;
g. orang tua/wali peserta didik;
h. pendidik dan tenaga kependidikan;
i. masyarakat;dan
j. pihak lain yang terkait dengan pendidikan.
Pasal 20
(1) Dalam menyelenggarakan dan mengelola sistem pendidikan
nasional di daerah, pemerintah daerah mengembangkan dan
melaksanakan sistem informasi pendidikan daerah berbasis
teknologi informasi dan komunikasi.
(2) Sistem informasi pendidikan daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan subsistem dari sistem informasi pendidikan
nasional.
(3) Sistem informasi pendidikan daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) memberikan akses informasi administrasi
pendidikan dan akses sumber pembelajaran kepada satuan
pendidikan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sesuai
kewenangan pemerintah daerah.
Bagian Kedua
Pengelolaan Oleh Penyelenggara Satuan Pendidikan
Yang Didirikan Masyarakat
Pasal 21
Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat
bertanggung jawab mengelola sistem pendidikan nasional di daerah
serta merumuskan dan menetapkan kebijakan pendidikan pada tingkat
penyelenggara satuan.
Pasal 22
(1) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
merupakan penjabaran dari kebijakan pendidikan nasional,
provinsi, kabupaten serta sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
(2) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dituangkan dalam peraturan penyelenggara satuan pendidikan
yang didirikan masyarakat.
(3) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) merupakan pedoman bagi :
a. penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat yang
bersangkutan;
b. satuan atau program pendidikan yang terkait;
c. lembaga representasi pemangku kepentingan satuan atau
program pendidikan yang terkait;
d. peserta didik di satuan atau program pendidikan yang
terkait;dan
e. orang tua/wali peserta didik di satuan atau program
pendidikan yang terkait;
f. pendidik dan tenaga kependidikan di satuan atau program
pendidikan yang terkait; dan
g. pihak lain yang terikat dengan satuan atau program pendidikan
yang terkait.
(4) Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat
mengalokasikan anggaran pendidikan agar sistem pendidikan
nasional pada tingkat satuan atau program pendidikan yang terkait
dapat dilaksanakan secara efektif, efisien, dan akuntabel.
Pasal 23
Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat
melaksanakan program wajib belajar 12 (dua belas) tahun dengan
berpedoman pada ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 24
Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat mengelola
pendidikan sesuai dengan kebijakan pendidikan yang ditetapkan oleh
pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 25
Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat
menetapkan kebijakan untuk menjamin peserta didik memperoleh
akses pelayanan pendidikan, bagi peserta didik yang orang tua/walinya
tidak mampu membiayai pendidikan, peserta didik pendidikan khusus,
atau peserta didik di daerah khusus.
Pasal 26
Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat menjamin
pelaksanaan standar pelayanan minimal pendidikan pada satuan atau
program pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang
undangan.
Pasal 27
(1) Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat
melakukan dan/atau memfasilitasi penjaminan mutu pendidikan
di satuan atau program pendidikan dengan berpedoman pada
kebijakan pendidikan yang terkait sesuai dengan kebijakan
pendidikan yang ditetapkan oleh pemerintah, pemerintah provinsi,
pemerintah kabupaten dan oleh penyelenggara satuan pendidikan,
serta Standar Nasional Pendidikan.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat
menyelenggarakan satuan dan/atau program pendidikan anak usia
dini, pendidikan dasar dan/atau pendidikan menengah bekerja
sama dengan unit pelaksana teknis daerah bidang pendidikan.
(3) Dalam rangka penjaminan mutu pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), penyelenggara satuan pendidikan yang
didirikan masyarakat memfasilitasi :
a. akreditasi program pendidikan;
b. akreditasi satuan pendidikan;
c. sertifikasi kompetensi peserta didik;
d. sertifikasi kompetensi pendidik;
e. sertifikasi kompetensi tenaga kependidikan; dan/atau
f. Pengembangan kurikulum satuan pendidikan.
Pasal 28
(1) Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat
memfasilitasi, membina, dan melindungi satuan atau program
pendidikan yang bertaraf internasional dan/atau berbasis
keunggulan lokal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang
undangan.
(2) Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat
melaksanakan dan/atau memfasilitasi perintisan satuan atau
program pendidikan yang sudah atau hampir memenuhi Standar
Nasional Pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan atau
program pendidikan bertaraf internasional dan/atau berbasis
keunggulan lokal.
(3) Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat
memfasilitasi akreditasi internasional satuan atau program
pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(4) Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat
memfasilitasi sertifikasi internasional pada satuan atau program
pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitasi, pembinaan,
perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat
(3), dan ayat (4) diatur dengan peraturan bupati.
Pasal 29
(1) Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat
memfasilitasi pembinaan berkelanjutan kepada peserta didik yang
memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk
mencapai prestasi puncak di bidang ilmu pengetahuan, teknologi,
seni, dan/atau olahraga pada tingkat satuan pendidikan,
kecamatan, kabupaten, provinsi, nasional, dan internasional.
(2) Untuk menumbuhkan iklim kompetitif yang kondusif bagi
pencapaian prestasi puncak sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat
menyelenggarakan dan/atau memfasilitasi secara teratur kompetisi
di satuan atau program pendidikan dalam bidang:
a. ilmu pengetahuan umum dan keagamaan;
b. teknologi;
c. seni; dan/atau
d. olahraga.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pembinaan
berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta
penyelenggaraan dan fasilitasi kompetisi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dengan peraturan penyelenggara satuan
pendidikan yang didirikan masyarakat.
Pasal 30
Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat harus
dikelola dengan menetapkan kebijakan untuk menjamin efisiensi,
efektivitas, dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan yang merupakan
pedoman bagi:
a. penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat yang
bersangkutan;
b.
c.
d.
e.
f.
satuan dan/atau program pendidikan;
peserta didik satuan dan/atau program pendidikan;
orang tua/wali peserta didik di satuan dan/atau program
pendidikan;
pendidik dan tenaga kependidikan di satuan dan/atau program
pendidikan; dan
pihak lain yang terikat dengan satuan atau program pendidikan.
Pasal 31
(1) Dalam menyelenggarakan dan mengelola sistem pendidikan
nasional di satuan atau program pendidikan, penyelenggara satuan
pendidikan yang didirikan masyarakat harus dikembangkan dan
dilaksanakan berdasarkan
sistem informasi pendidikan
penyelenggara atau satuan pendidikan berbasis teknologi informasi
dan komunikasi.
(2) Sistem informasi pendidikan penyelenggara atau satuan
pendidikan yang didirikan masyarakat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan subsistem dari sistem informasi
pendidikan nasional.
(3) Sistem informasi pendidikan penyelenggara satuan pendidikan
yang didirikan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) memberikan akses informasi administrasi pendidikan
dan akses sumber pembelajaran kepada satuan dan/atau program
pendidikan.
Bagian Ketiga
Pengelolaan Oleh Satuan atau Program Pendidikan
Pasal 32
(1) Pengelolaan satuan atau program pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan
berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip
manajemen berbasis sekolah/madrasah.
(2) Standar pelayanan minimal pengelolaan satuan atau program
pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
peraturan bupati berpedoman pada ketentuan peraturan
perundangundangan.
Pasal 33
Satuan atau program pendidikan wajib mengelola sistem pendidikan
nasional di daerah pada satuan atau program pendidikannya serta
merumuskan dan menetapkan kebijakan pendidikan sesuai dengan
kewenangannya.
Pasal 34
(1) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33
merupakan penjabaran dari kebijakan pendidikan nasional,
provinsi, kabupaten, dan penyelenggara satuan pendidikan serta
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(2) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh
satuan pendidikan anak usia dini, satuan pendidikan dasar, dan
satuan pendidikan menengah dituangkan dalam :
a. rencana kerja tahunan satuan pendidikan;
b. anggaran pendapatan dan belanja tahunan satuan pendidikan;
dan
c. peraturan satuan atau program pendidikan.
(3) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) mengikat bagi:
a. satuan atau program pendidikan yang bersangkutan;
b. lembaga representasi pemangku kepentingan satuan atau
program pendidikan yang bersangkutan;
c. peserta didik di satuan atau program pendidikan yang
bersangkutan;
d. orang tua/wali peserta didik di satuan atau program
pendidikan yang bersangkutan;
e. pendidik dan tenaga kependidikan di satuan atau program
pendidikan yang bersangkutan;dan
f. pihak lain yang terikat dengan satuan atau program
pendidikan yang bersangkutan.
(4) Kebijakan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
merupakan penjabaran dan selaras dengan:
a. kebijakan pemerintah;
b. kebijakan pemerintah provinsi;
c. kebijakan pemerintah kabupaten; dan
d. kebijakan penyelenggara pendidikan yang didirikan
masyarakat.
(5) Satuan atau program pendidikan mengalokasikan anggaran
pendidikan agar sistem pendidikan nasional di daerah pada satuan
dan/atau program pendidikan yang bersangkutan dapat
dilaksanakan secara efektif, efisien, dan akuntabel.
Pasal 35
Satuan atau program pendidikan melakukan pengelolaan pendidikan
sesuai dengan kebijakan pendidikan nasional, provinsi, kabupaten, dan
penyelenggara satuan pendidikan dengan berpedoman pada ketentuan
peraturan perundangundangan.
Pasal 36
Satuan atau program pendidikan wajib menetapkan kebijakan untuk
menjamin peserta didik memperoleh akses pelayanan pendidikan bagi
peserta didik yang orang tua/walinya tidak mampu membiayai
pendidikan, peserta didik pendidikan khusus, dan/atau peserta didik
di daerah khusus sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 37
Satuan atau program pendidikan wajib menjamin terpenuhinya standar
pelayanan minimal bidang pendidikan.
Pasal 38
(1) Satuan atau program pendidikan wajib melakukan penjaminan
mutu pendidikan dengan berpedoman pada kebijakan pendidikan
nasional, provinsi, kabupaten, dan penyelenggara satuan
pendidikan serta Standar Nasional Pendidikan.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), satuan atau program pendidikan anak usia dini, pendidikan
dasar, atau pendidikan menengah bekerja sama dengan unit
pelaksana teknis pemerintah dan/atau pemerintah daerah yang
melaksanakan tugas penjaminan mutu pendidikan.
(3) Dalam rangka penjaminan mutu pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), satuan atau program pendidikan,
mengikuti:
a. akreditasi program pendidikan;
b. akreditasi satuan pendidikan;
c. sertifikasi kompetensi peserta didik;
d. sertifikasi kompetensi pendidik; dan/atau
e. sertifikasi kompetensi tenaga kependidikan.
Pasal 39
(1) Satuan atau program pendidikan yang telah atau hampir
memenuhi Standar Nasional Pendidikan dapat merintis dirinya
untuk dikembangkan menjadi satuan atau program pendidikan
bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal.
(2) Satuan atau program pendidikan yang telah atau hampir
memenuhi Standar Nasional Pendidikan dapat mengikuti akreditasi
dan/atau sertifikasi internasional satuan atau program pendidikan.
Pasal 40
(1) Satuan atau program pendidikan wajib melakukan pembinaan
berkelanjutan kepada peserta didik yang memiliki potensi
kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mencapai prestasi
puncak di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau
olahraga pada tingkat satuan pendidikan, kecamatan, kabupaten,
provinsi, nasional, dan internasional.
(2) Untuk menumbuhkan iklim kompetitif yang kondusif bagi
pencapaian prestasi puncak sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
satuan dan/atau program pendidikan melakukan kompetisi pada
satuan atau program pendidikan dalam bidang:
a. ilmu pengetahuan;
b. teknologi;
c. seni; dan/atau
d. olahraga.
(3) Satuan atau program pendidikan memberikan penghargaan kepada
peserta didik yang meraih prestasi puncak dengan berpedoman
pada ketentuan peraturan perundangundangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan
peraturan bupati.
Pasal 41
Satuan atau program pendidikan wajib menetapkan kebijakan tata
kelola pendidikan untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan
akuntabilitas pengelolaan pendidikan yang mengikat :
a. satuan atau program pendidikan yang bersangkutan;
b. lembaga representasi pemangku kepentingan pendidikan pada
satuan atau program pendidikan yang bersangkutan;
c. peserta didik satuan atau program pendidikan yang bersangkutan;
d. orang tua/wa