T1 712010040 Full text

Makna Ritual Bakar Batu Bagi Masyarakat Kristen Suku Dani di Kota Semarang ditinjau
dari Perspektif Sosio-Antropologi

Oleh,
VENSCHA MARIA LESIPUTTY
712010040

TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Program Studi: Teologi, Fakultas: Teologi
guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi
(S.Si-Teol)

Fakultas Teologi
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
2015

Motto

Diberkati untuk Memberkati


“orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai. Orang yang
berjalan maju dengan menangis sambil menabur benih, pasti pulang dengan sorak-sorai sambil membawa
berkas-berkasnya.
(Mazmur 126:5-6)
Ku tak cemas kan jalan yang naik turun lewat lembah dan gurun yang terjal, sebab Engkau berjalanlah
bersamaku, membimbingku ke negeri baka.

Tulisan ini saya persembahkan kepada Tuhan Yesus Kristus sang
Penopang dalam hidup saya.
Bapak dan Mama, serta semua orang yang selalu mendukung penulis dan mengandalkan Tuhan di dalam
hidupnya.

v

UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyadari bahwa hanya karena kasih dan kemurahan Tuhan Yesus maka
penulisan tugas akhir ini dapat dikerjakan dan diselesaikan dengan baik. Lelah, capek dan
kadang-kadang hampir putus asa, itulah yang penulis alami tetapi Tuhan tetap memberikan
semangat dan kekuatan, sehingga penulis tetap semangat dan berusaha semaksimal mungkin
mengerjakan tugas akhir ini. Untuk pencapaian ini, penulis hendak mengucapkan terima kasih

kepada beberapa pihak yang telah membimbing dan memungkinkan penulis berproses di
Fakultas Teologi UKSW.
1. Papa dan Mama. Terimakasih untuk cinta, kasih sayang dan dukungan yang diberikan
kepada Penulis, selama proses penulisan Tugas Akhir ini. Terimakasih untuk nasihat dan
juga lutut yang tidak pernah lelah untuk terus mendoakan penulis yang ada di tanah
rantauan, serta yang penulis butuhkan selama perkuliahan. Kiranya Tuhan Yesus yang
dapat membalas jerih payah papa dan mama.
2. Untuk K’Edo, Jerry, Edwin, Ucup, Yanti, Billy, Vero, Maria, K’Bety, Kezya dan semua
di rumah. Trima kasih untuk keceriaan dan kasih persaudaraan yang selalu ku rindukan di
tanah rantau ini. walau ada berjuta kebahagiaan yang di tawarkan di tempat lain
tetapi saya akan memilih menghabiskan masa-masa indah bersama kalian. I am
coming home. I Love u all 

3. Pdt. Dr. Retnowati, M.Si, selaku pembimbing 1. Terimakasih banyak ibu untuk
bimbingannya selama ini, terimakasih sudah membuat saya sibuk demi mengejar date
line hanya untuk wisuda, terimakasih untuk proses pembelajaran dan nasehat selama
masa bimbingan. Kiranya Tuhan Yesus Kristus yang akan membalas segala kebaikan
bapa, juga untuk pembimbing 2, Pdt. Dr. Ebenheazer. terimakasih sudah membimbing
penulis, memberikan revisi dan masukan-masukan yang baik sehingga menyadarkan
penulis untuk terus belajar dan mengembangkan ilmu yang ada. Trima kasih bapa karena

tidak pernah bosan lihat beta ketuk pintu kantor. Penulis juga mohon maaf apabila sering
membuat kesal. Kiranya segala jerih payah yang telah diberikan Tuhan Yesus Kristus
yang akan membalasnya. Tuhan Yesus Memberkati
vi

4. Pdt. Izak Lattu dan Bapak David Samiono yang sudah mereview Tugas Akhir dari
penulis. Terimakasih sudah meluangkan waktu demi membaca Tugas Akhir dari penulis.
Tuhan Yesus memberkati selalu.
5. Seluruh dosen Fakultas Teologi UKSW. Terimakasih banyak bapak dan ibu dosen untuk
kebersamaannya selama ini, terimakasih untuk ilmu-ilmu yang telah diberikan kepada
penulis yang terkadang menguras pikiran dan tenaga, mebuat penulis bersungut-sungut
dan kadang mengumpat dalam hati, tetapi penulis sangat yakin bahwa apa yang sudah
bapak dan ibu dosen berikan suatu saat nanti akan berguna. Bapak Thobias terimakasih
untuk nasehat yang di berikan, sangat peduli bahkan sudah menjadi orang tua bagi
penulis dan teman-teman Kiranya Tuhan Yesus Kristus yang akan membalas segala
kebaikan bapak. Untuk Pak Yusak, terimakasih ibu sudah menjadi wali studi, menjadi
motivator terhebat selama penulis berada di Fakultas Teologi. Tuhan Yesus Kristus
memberkati bapak dan ibu bersama keluarga.
6. Pegawai TU. Bu Budi, Mbak Liana dan mas Eko makasih banyak untuk keakraban dan
bantuannya selama ini. Terutama bu Budi, terimakasih ibu untuk bantuan dan kesabaran

dalam menghadapi penulis. Kiranya Tuhan Yesus memberkati selalu
7. Majelis Jemaat GKO Solideo Waena dan seluruh komisi. Terimkasih telah menjadi
bagian terpenting dalam proses perkuliahan penulis. Tempat di mana penulis belajar dan
bekerja selama kurang lebih 4 bulan. Terimakasih untuk Bapak Pdt. Jalahan. Sianturi
bersama mami Pdt. Ni Wayan. Terimakasih banyak untuk kasih sayang yang diberikan
kepada penulis,
8. Masyarakat Suku Dani di kota Semarang, Persekutuan Pondok Daud dan HIPMAPAS
Terimakasih telah memberikan waktu dan kesempatan untuk melakukan penelitian.
Kiranya tulisan ini berguna.
9. Mejelis Jemaat GKI Salatiga yang sudah menjadi tempat di mana penulis melakukan
pelayanan, terimakasih banyak karena sudah menerima kehadiran penulis layaknya
keluarga. Kiranya keakraban ini tetap terjalin sampai kapan pun. Tuhan Yesus Kristus
memberkati selalu.
10. Teologi

2010

UKSW.

Terimakasih


banyak

teman-teman

tersayang

untuk

kebersamaannya selama ini, mengenal kalian adalah sejarah indah dalam hidup saya.
Dimanapun kalian berada cerita dan kenangan kita akan selalu terukir indah dalam hati

kita masing-masing. Tetap ingat motto kita, “one heart, one dream and one vision ”
teologi 2010 tetap di hati. Tuhan Yesus Memberkati kita selalu.
11. Sahabat sekaligus saudara terbaik Janeman Jorgie Pieter dan Lionita Itta. terimakasih
sudah mengisi hari-hari indah selama di salatiga, menjadi teman duduk yang tak
tergantikan, teman translate tugas yang abadi. Masih teringat jelas omelan dan sindiran
yang memacu penulis untuk menyelesaikan penulisan tugas akhir ini. Tuhan Yesus
berkati kalian berdua dalam pelayanan. Semoga masa vicarnya sukses. 


12. Sylvia, Javier, Bill, Frida, Tommy, Ogel, K’Dontes, Insos, K’Gaby, Usi Nina, Pepy,
Amelia, Henny , Oyen, dan semua teman-teman yang selalu memberikan semangat dan
mendukung penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Tuhan Yesus berkati
13. Trima kasih untuk Keluarga Faot. Bapa, mama, dan semua ade-ade yang selalu
mendoakan dan memberikan semangat kepada penulis. Tuhan Yesus memberkati
14. Trima kasih untuk Bapak Albert Kayame dan Ibu Diana, k’Juan, ade Grace, Kakak Ishak
Ronsumbre, istri dan semua ade-ade, Bapak Atenius Murib dan Mama Ida. Trima kasih
untuk doa dan dukungan selama ini. trima kasih karena menganggap penulis bagian dari
keluarga kalian. penulis senang mengenal semua keluarga ini. Tuhan Yesus memberkati
15. untuk yang terkasih, Julio O. Avner . Faot. S.Th. Trima kasih untuk doa, nasehat, dan
semangat yang selalu diberikan disaat penulis sedih dan menetaskan air mata dalam
proses penyelesaian tugas akhir ini. trima kasih karena selalu meyakinkan penulis untuk
meyelesaikan dengan baik penulisan ini. Tuhan Yesus memberkati mu.
Akhirnya untuk semua pihak yang terlibat, bapak-mama, om-tante, oma-opa bahkan
beberapa pihak yang tidak saya sebutkan satu per satu yang mendukung dan mendoakan
terimakasih banyak. Kiranya tulisan yang jauh daripada sempurna dapat berguna bagi kita
semua. Tuhan Yesus Kristus yang akan membalas segala kebaikan hati yang diberikan kepada
penulis. Tuhan Yesus memberkati kita selalu.
Salatiga, 1 Juli 2015


Viii

Venscha Maria Lesiputty

Abstrak
Tradisi bakar batu merupakan sebuah ritus yang sangat bermakna dalam kehidupan
masyarakat suku Dani. Dalam tindakan ritual terkandung seluruh nilai-nilai kehidupan yang
dianut oleh masyarakat tersebut. Ritual-ritual yang dilakukan tidak terpisahkan dari bentuk
kepercayaan, norma dan nilai-nilai luhur yang terdapat dalam masyarakat. Ritual bakar batu
merupakan ritual yang dilakukan dalam kehidupan masyarakat suku Dani. Ada dua makna
umum ritual bakar batu dalam kehidupan masyarakat suku Dani yaitu: sebagai bentuk pemujaan,
dan sarana mediasi. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, ritual bakar batu yang dilakukan
oleh masyarakat Kristen suku Dani di kota Semarang mangalami penambahan makna. Makna
baru tersebut berkaitan dengan kehidupan mereka yang menyadang gelar baru sebagai
perantauan. Ritual bakar batu yang dilakukan merupakan bentuk pelestarian budaya leluhur,
penjaga identitas sosial, sebagai salah satu sarana pewarisan budaya kepada generasi penerus,
dan memperkenalkan budaya suku Dani kepada Masyarakat kota Semarang. Teori yang dipakai
sebagai alat analisa adalah identitas sosial, simbol dan ritual. Dalam penilitian ini metode yang
digunakan ialah deskriptif dengan pendekatan kualitatif.


Kata kunci: Identitas sosial, Simbol, Ritual dan Masyarakat suku Dani

ix

DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ..............................................................................................

i

LEMBAR PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ...............................................................

ii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES ....................................................

iii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................................

iv


MOTTO ..............................................................................................................................

v

KATA PENGANTAR ......................................................................................................

vi

ABSTRAK .........................................................................................................................

ix

DAFTAR ISI ......................................................................................................................

x

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah............. ..................................................................................


1

1.2 Rumusan Masalah ……. ...............................................................................................

4

1.3 Tujuan . .........................................................................................................................

4

1.4 Signifikansi atau Manfaat Penelitian ............................................................................

4

1.5 Metode Penelitian ........................................................................................................

5

1.6 Sistematika Penulisan ..................................................................................................


6

2. LANDASAN TEORI IDENTITAS SOSIAL, SIMBOL DAN RITUAL
2.1 Identitas Sosial. .............................................................................................................

7

2.2 Simbol . .........................................................................................................................

12

2.3 Ritual . ...........................................................................................................................

15

2.4 Ritual Bakar Batu. .........................................................................................................

17

3. GAMBARAN UMUM SUKU DANI
3.1 Sistem Kehidupan Orang Dani . ...................................................................................

19

3.2 Ritual Bakat Batu di Daerah Asal Suku Dani ..............................................................

22

3.3 Masyarakat Suku Dani yang tinggal di kota Semarang ...............................................

24

3.4 Ritual Bakar Batu di kota Semarang . ...........................................................................

25

4. ANALISA MAKNA BAKAR BATU BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT
KRISTEN SUKU DANI DI KOTA SEMARANG DITINJAU DARI PRESPEKTIF
SOSIO-ANTROPOLOGI . ...............................................................................................

29

5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI . .....................................................................

33

DAFTAR PUSTAKA . ..................................................................................................

36

xi

MAKNA RITUAL BAKAR BATU BAGI MASYARAKAT KRISTEN
SUKU DANI DI KOTA SEMARANG DI TINJAU DARI PERSPEKTIF
SOSIO – ANTROPOLOGI
I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara kepulauan dengan beraneka ragam suku, adat-istiadat
dan budaya, daerah satu dengan yang lain memiliki kebudayaan yang berbeda.
Hal ini yang membuat Negara Indonesia disebut negara majemuk karena setiap
suku memiliki keunikan. Perbedaan-perbedaan tersebut bukan membuat
perpecahan tetapi dari perbedaan tersebut menunjukan bahwa Indonesia adalah
negara yang kaya akan keberagaman budaya dan agama. Kebudayaan setiap
kelompok memiliki ciri-ciri khusus.
Menurut Kamus Besar

Bahasa

Indonesia , kebudayaan adalah hasil dan

penciptaan batin atau akal budi manusia seperti kepercayaan, keseniaan, dan adat
istiadat.1Kebudayaan juga merupakan hasil prestasi manusia dan bagian dari
warisan manusia di setiap tempat atau waktu yang sudah diberikan pada manusia
secara teratur.2 Istilah lain untuk memahami pengertian culture yaitu bahwa
manusia di dalam kebudayaan tidak berdiri sendiri. Manusia hidup dalam suatu
lingkungan kebudayaan dan di situ mereka mengenal cara hidup tertentu.3
Kebudayaan mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya
bertindak, berbuat dan menentukan sikapnya kalau mereka berhubungan dengan
orang lain.4 Oleh sebab itu sebuah komunitas atau masyarakat sangat penting bagi
setiap induvidu, karena di dalam masyarakat tersebut, kebudayaan mengalami
pertumbuhan dan perkembangan.5 Dalam Setiap kebudayaan terdapat tradisi,
ritual (upacara) dan juga norma yang mengatur setiap masyarakat. Ritual atau
upacara ini dilakukan sebagai alat kontrol sosial yang bermaksud mengontrol
1

DepartemenPendidikandanKebudayaan,KamusBesarBahasa Indonesia (Jakarta:
BalaiPustaka, 1991), 149.
2
H. Richard Niebuhr, Kristusdan Kebudayaan (Jakarta: Petra Jaya, 1956).38
3
Verkuyl, Etika Kristen dan Kebudayan (Bogor: Percetakan Bogor, 1966).13
4
Tri Widiarto, Pengantar Antropologi. (Salatiga: Widya Sari Press,2007) 38
5
Tri Widiarto, Pengantar Antropologi……., 11
1

perilaku dan kesejahteraan induvidu demi dirinya sendiri sebagai individu.6 Ada
begitu banyak upacara yang dilakukan oleh masyarakat di Indonesia misalnya
prosesi upacara adat Kebo-keboan yang dilaksanakan setiap tahun oleh warga
desa Alas Malang awalnya upacara adat ini dilaksanakan untuk memohon
turunnya hujan saat kemarau panjang selanjutnya upacara Rambu Solo atau
upacara kedukaan /kematian. Adat istiadat yang telah diwarisi oleh masyarakat
Toraja secara turun temurun.7.
Berkaitan dengan upacara adat yang dimiliki oleh masyarakat, masyarakat
Papua juga memiliki ritual (upacara) yang sering dilakukan dalam rangka
merayakan pesta adat, pesta panen, kematian dan peristiwa-peristiwa yang
dipandang penting bagi orang Papua.Ritual

bakar batu yang dilakukan oleh

masyarakat Papua merupakan sebuah tradisi yang diturunkan dari para leluhur.
Ritual bakar batu pada zaman dahulu dilakukan dalam rangka mempersembahkan
persembahan dan juga wujud ekspresi kegembiraan dan kesedihan kepada pada
leluhur dalam setiap peristiwa yang mereka alami.Ritual ini juga diadakan karena
mampu

membangun

satu

kekuatan

jiwa

secara

bersama-sama

untuk

menghadirkan kekuatan supranatural. Jiwa atau roh pelindung Klen akan hadir
dan berfungsi sebagai pengontrol dan membantu jiwa pribadi dalam memenuhi
tanggung jawabnya kepada klen atau masyarakat.8Ritual bakar batu juga bertujuan
untuk membagikan makanan kepada orang-orang yang belum mempunyai
makanan, seperti ubi,jagung dan sayur-sayur seperti yang ada di dalam ritual
bakar batu.9Makanan-makanan tersebut dapat dimakan bersama-sama setelah
ritual ini berakhir.

6

Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama ,(Yogyakarta: Penerbit
Kanisius,1995) 180
7
“upacara-adat-di-berbagai-macam-daerah-indonesia”. dalam alamat link
http://ensiklonesia.blogdetik.com/2012/05/28/Diunduhpadatanggal: 18 November 2014
8
Ibrahim Gwijangge, “Bakar Batu Babi Sakral Bagi Masayarakat Pegunungan
sebuah perspektif sosialogi agama emile Durkheim” dalam link
http://majalahselangkah.com/content/bakar-batu-babi-sakral-bagi-masyarakatpegunungan-sebuah-perspektif-sosiologi-agama-emile-durkheim Diunduh pada tangal 17
November 2014
9
Dumma Socratez, Kita Meminum Air dari Sumur Kita Sendiri,(Jayapura:
Cendrawasih Press, 2010).113
2

Seiring berjalannya waktu perkembangan terjadi di berbagai bidang.Berbagai
alat teknologi turut mengambil bagian dalam perubahan-perubahan lingkungan
serta mempengaruhi kehidupan masyarakat. Peralatan-peralatan memasak yang
berteknologi tinggi sudah tersedia diberbagai tempat dan memudahkan proses
memamasak, Hal tersebut mempengaruhi tradisi atau ritual yang sering dilakukan
oleh Masyarakat Papua yaitu ritual bakar batu. Sebagian besar masyarakat Papua
yang berada di daerah perkotaan jarang melakukan tradisi bakar batu, Akan tetapi
hal ini berbeda dengan masyarakat suku Dani baik yang tinggal di perkampung
maupun di perkotaan

masih melakukan ritual bakar batu disetiap peristiwa-

peristiwa yang mereka anggap penting.
Masyarakat suku Dani merupakan suku di Lembah Baliem, Papua.10 Suku ini
identik dengan sebutan suku-suku di daerah pegunungan Papua. Sebelum
datangnya pekabar injil dari dunia barat, Masyarakat suku Dani masih mempunyai
ritual-ritual yang mereka jalankan dalam kehidupan ritus mereka,

Dengan

hadirnya para pekabar Injil yang datang ke daerah pegunungan dan
mengkristenkan masyarakat suku Dani, maka sampai hari ini sebagian besar
penduduk suku Dani beragama Kristen.Masyarakat suku Dani yang beragama
Kristen kini melakukan peribadatan dan

ikut serta merayakan hari-hari raya

Kristiani, seperti natal, paskah, serta memperingati masuknya Injil di daerah
mereka. Keikutsertaan masyarakat suku Dani dalam hari raya gerejawi tidak
membuat masyarakat Dani meninggalkan ritual mereka. Ritual bakar batu tetap
mereka lakukan dalam acara adat dan juga hari raya Kristiani.
Kini masyarakat Papua terkhusus suku Dani tersebar hampir di seluruh
pulau di Indonesia seperti Jakarta, Semarang, Yogyakarta, Bandung, Surabaya,
Malang dan beberapa kota lainnya. Masyarakat suku Dani yang merantau di kota
Semarang berjumlah 220 orang yang berasal dari berbagai kampung antara lain
Tolikara, Wamena, Puncak Papua, Nduga, Lanny Jaya dan Intan Jaya.11
“Suku Dani Kebudayaan-Sistem Kepercayaan, bangsa dan kekerabatan dalam
link http://perpustakaancyber.blogspot.com/2013/02/suku-dani-kebudayaan-sistemkepercayaan-bangsa-kekerabatan.html . Diunduh pada tanggal 17 November 2014
11
LT (inisial) ketua persekutuan publatduwa atau persekutuan yang
menghimpunkan masyarakat-masyarakat daerah pegunungan. wawancara, (Semarang,
26-02-2015, Pukul 16.00 WIB)
10

3

Keberadaan mereka di kota Semarang dengan berbagai tujuan dan kepentingan
individu yaitu kuliah, sekolah dan bekerja. Masyarakat suku dani yang merantau
di kota semarang tidak hanya melakukan aktivitas harian

mereka sebagai

mahasiwa, pelajar dan pekerja tetapi mereka juga menjalakan ritual- ritual yang
mereka miliki. Salah satu ritual yang sering di lakukan oleh masayarakat suku
Dani di kota Semarang adalah ritual bakar batu. Berbeda dengan masyarakat
suku Dani di kota-kota lain yang jarang melakukan ritual bakar batu. Ritual ini
masih tetap dilakukan oleh masyarakat Dani yang berada di kota Semarang.
Walaupun kini mereka hidup sebagai perantau jauh dari lingkungan asal mereka
tetapi

masyarakat Dani yang

tinggal di kota Semarang tidak begitu saja

meninggalkan ritual bakar batu. Kota semarang masih tetap menjadi tempat
dimana mereka menjalankan ritual tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar belakang masalah diatas, maka rumusan penelitian ini
adalah :
1. Mengapa masyarakat Kristen

suku Dani di kota Semarang masih

melakukan upacara bakar batu?
2. Apa makna bakar batu bagi masyarakat Kristen suku Dani

di kota

Semarang
1.3 Tujuan
1. Mengetahui alasan mengapa masyarakat Kristen suku Dani di kota
Semarang masih melakukan upacara bakar batu.
2. Mengetahui makna bakar batu menurut masyarakat suku Dani di
kota Semarang.
1.4

Signifikansi (manfaat) Penelitian
Memberi sumbangsi pemikiran kepada dunia akademis tentang
kebudayaan, secara khusus kebudayaan masyarakat Papua yang berkaitan
dengan ritual bakar batu Serta sumbangsi kepada Masyarakat secara
umum dan Gereja secara khusus tentang makna ritual bakar batu bagi

4

kehidupan masyarakat Papua, serta usaha untuk melestarikan ritual
tersebut.
1.5 Metodologi Penelitian
Metode penelitian adalah suatu pengkajian dalam mempelajari suatu
peraturan-peraturan

yang

ada

dalam

sebuah

penelitian.12Metode

penilitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendektan
kualitatif.Metode deskriptif adalah metode yang diartikan sebagai usaha
mengungkapkan masalah atau keadaan dan memberikan gambaran secara
obyektif tentang keadaan yang sebenaranya dari obyek yang diselidiki.13


Teknik Pengumpulan Data

a. Interview atau wawancara.
Teknik pengumpulan data adalah wawancara, yang memberi
keleluasaan bagi informan kunci untuk memberi pandanganpandangan secara bebas. Sebaliknya, wawancara seperti ini akan
memungkinkan peneliti untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan
secara mendalam untuk

memperoleh data primer yang diperlukan

dalam penelitian ini. Sumber data yang diambil adalah data yang
diperoleh langsung melalui wawancara dengan informan kunci secara
lisan dan tulisan.
b. Studi Kepustakaan
Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan bahan atau data melalui
studi kepustakaan dari berbagai buku dan dokumen lainnya. Selain itu
studi kepustakaan bermanfaat juga untuk menyusun landasan teori yang
akan menjadi tolak ukur dalam menganalisa data penelitian lapangan
guna menjawab persoalan pada rumusan masalah penelitian.

David Samiyono, “Diktat Metode Penelitian Sosial”’ (Salatiga: Universitas
Kristen Satya Wacana, 2004), 25
13
H. Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial( Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, 1990), 131.
12

5

1.6 SistematikaPenulisan
Pada bagianpertama memuat uraian yang menggambarkan permasalahan
Tugas Akhir yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian serta metodologi penelitian. Pada bagian kedua penulis
akan memaparkan mengenai teori-teori yang berkaitan dengan Ritual dan
Simbol. Padaketiga berisi tentang selayak pandang mengenai Masyarakat
Suku Dani serta budaya bakar batu, serta data-data lapangan mengenai
makna bakar batu yang dilakukan oleh masyarakat suku Dani di kota
Semarang. bagian keempatberisi analisis atau tinjauan kritis terhadap data
lapangan dengan menggunakan teori-teori yang ada. Bagian kelima berisi
kesimpulan.

6

2. LANDASAN TEORI MENGENAI IDENTITAS SOSIAL, SIMBOL,
DAN RITUAL
2.1 Identitas Sosial
Identitas merupakan hal yang sangat penting dalam interaksi antara
manusia yang satu dengan manusia yang lainnya. Menurut Sherman, setiap orang
berusaha membangun sebuah identitas sosial (social identity), sebuah representasi
diri yang akan membantu mengkonseptualisasikan dan mengevaluasi siapa diri
(self) kita dan dan siapa yang lain (Others).14 Francis M Deng mengatakan bahwa
Identitas menggambarkan cara individu dan kelompok mengidentifikasikan diri
dengan orang lain atas dasar ras, etnis, agama, bahasa, dan budaya. 15 Richard
Jenkis berpendapat bahwa identitas adalah pemahaman kita akan siapa kita, dan
siapa orang lain, serta secara resiprokal, pemahaman orang lain akan diri mereka
sendiri dan orang lain.16Identitas sosial sangat diperlukan oleh setiap induvidu
agar dia mengetahui siapa dirinya dan siapa orang lain serta apa yang menjadi ciri
khas serta membendakan kelompok sosialnya dengan kelompok lain.
Menurut Hogg dan Abrams Identitas sosial juga merupakan konsep diri
seseorang sebagai anggota kelompok.17Henry Tajfel mendefenisikan identitas
sosial sebagai: “bagian dari konsep diri induvidu yang berasal dari keanggotaan
mereka pada suatu kelompok (kelompok-kelompok) sosial bersama-ama dengan
nilai dan emosi yang signifikan dari keanggotaan tersebut.18 Identitas sosial
terbentuk lewat tiga proses yang dijelaskan oleh Henry Tajfel yaitu kategorisasi
sosial, kategorisasi diri atau identifikasi diri dan perbandingan sosial.

14

Robert A. Baron & Don Bayner.Psikologi Social Jilid I. (Jakarta: Erlangga,
2003),162-163.
15
Deng, Francis M. War of Visions: Conict Of Identities in the Sudan (
Washington, DC: Brookings,1995),1.
16
Jenkins, Richard. Social Identity.(London: Routledge,1996),5.
17

Michael A. Hogg, Dominic Abrams, Social Identification. ( London and New
York: Routledge, 1988),7.
18

He ry Tajfel “ Social Psychology of i tergroup relatio . Dala
http://www.unpeit/facolta/psychologia/avvisi/tajfel 1982.Pdf. Di unduh pada tanggal 11 april
2015

7

1. Kategorisasi sosial (social-categorization)
Kategorisasi

sosial

merupakan

cara

manusia

di

dalam

mengklasifikasikan diri mereka dan orang lain kedalam kategori-kategori
atau kelompok-kelompok sosial yang bermakna .19lewat kategorisasi sosial
berbagai objek atau peristiwa sosial didalam kelompok disesuaikan dengan
tindakan, maksud, sikap dan sistem keyakinan yang ada di dalam
kelompok.20 Ketegorisasi sosial membantu induvidu untuk menentukan
dan

menilai

dimana

dirinya

dan

dimana

orang

lain.

Dari

pengkategorisasian ini maka akan muncul kelompok kita (in –Group) dan
kelompok mereka (Out-group). Kedua kelompok ini akan membentuk
sistem nilai dan keyakinan kelompok masing-masing, Setiap kelompok
akan menyusun dan menetapkan keyakinan, Perasaan, sikap dan tingkahlaku yang menjadi ciri dari satu kelompok sosial yang membedakannya
dengan kelompok sosial lainnya.
2. Kategorisasi diri
Identitas sosial, diperoleh ketika suatu kelompok sosial tertentu
mempunyai nilai-nilai yang diyakini kelompoknya dan membedakannya
dengan kelompok sosial lainya, akan tetepi pengkategorisasian diri juga
merupakan penentu dalam membanguan identitas sosial karena seseorang
mengkategorisasi dirinya pada kelompok di saat itu seseorang mendapat
identitas sosialnya. berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya, tetapi
induvidu itupun tidak bisa diabaikan. Kategorisasi diri manusia kepada
kelompok di motivasi oleh berbagai macam hal yaitu:
a. Untuk mendapatkan suatu harga diri ( Self-Esteem)
yang positif.
b. Untuk memenuhi kebutuhan akan rasa dimiliki dan
dimiliki serta mengoptimalkan perbedaan.

J Krueger, Social categorization, Psychology of,” dalam Neil J. Smeler &
Paul B Baltes (ed), international Encyclopedia of social science and behavior, (London:
Elsevier Science,2001) 14219-14223
20
Henry Tajfel, “Social Identity and….., 69
19

8

3. Perbandingan Sosial
Kategorisasi sosial lebih berhubungan dengan interaksi internal
kelompok, sedangkan perbandingan sosial berhubungan dengan interaksi
antar kelompok. Setelah seseorang dikategorikan sebagai bagian dari
kelompok dan diidentifikasikan dengan kelompok, selanjutnya akan ada
kecenderungan untuk membandingkan kelompoknya dengan kelompok
lain.

Perbandingan

sosial

dimotivasikan

oleh

kebutuhan

untuk

mengoptimalkan perbedaan dan untuk mendapatkan self–esteem yang
positif, Marylinn Brewer berargumentasi bahwa seseorang mempunyai
kebutuhan yang saling bertentangan yang memotivasi mereka untuk
mengidentifikasikan dirinya dengan suatu kelompok sosial kebutuhan
untuk menjadi bagian dari suatu kelompok sosial dan kebutuhan untuk
berbeda.
Ketika berbicara identitas, kita tidak bisa memisahkan antara induvidu dan
kelompok, induvidu mendapat identitas dari kelompk sosialnya dan kelompok
sosial terbentuk karena adanya induvidu-induvidu yang berkumpul dengan suatu
kesepakatan dan nilai yang dipegang bersama.Dengan demikian kelompok sosial
merupakan faktor pembentuk sebuah identitas. Kelompok atau grup dapat
didefenisikan sebagai sekumpulan manusia yang disatukan oleh prinsip dengan
pola rekrutmen hak dan kewajiban tertentu yang juga dipahami sebagai interaksi
yang bersifat kebiasaan, melembaga atau bertahan dalam waktu yang relatif lama
yang biasanya terjalin antarkelompok.21 Jenkins dalam buku Ethnicity and race
yang ditulis oleh Cornell dan Hartman, mengatakan bahwa pada usia kanakkanan, etnisitas dan hubungan darah adalah identitas utama yang cenderung lebih
kuat dan elastic (resilient) dari pada identitas lainnya.22tidak bisa disangkal bahwa
setiap induvidu dilahirkan ke dunia, ia sudah ada dalam satu komunitas etnisnya
hal itu di sebabkan faktor keturunan.
21

H. dadang Supardan, Pengantar Ilmu Sosial: sebuah Kajian Pendekatan
Struktural. ( Jakarta: PT. Bumi Aksara, 20008), 118.
22

Cornell, Stephen dan douglas Hartmann. Ethicity and Race.( Amerika:
Pine Forge Press. 1997) 81.
9

Sebuah komunitas atau kelompok sosial seperti kelompok-kelopok etnis
berdiri berdasarkan aturan dan syarat. Adapun syarat-syarat penting komunitas
atau sebuah kelompok sosial menurut Charles H. Cooley dalam tulisan Soerjono
Soekanto adalah:23
1. Bahwa anggota-anggota kelompok tersebut secara fisik berdekatan satu
dengan yang lainnnya;
2. Bahwa kelompok tersebut adalah kecil dan
3. Adanya suatu kelanggengan dari pada hubungannya antara kelompok
anggota-anggota kelompok yang bersangkutan.
Namun Soerjono Soekantopun menegaskan bahwa himpunan manusia yang
dapat disebut kelompok sosial jika mereka juga memenuhi beberapa
persyaratan sebagai berikut: 24
1. Setiap anggota kelompok harus sadar bahwa dia merupakan bagaian
dari kelompok yang bersangkutan.
2. Ada hubungan timbal-balik antar anggota yang satu dengan anggota
yang lainnya.
3. Ada suatu faktor yang dimiliki bersama, sehingga hubungan mereka
bertambah erat. Seperti: latar belakang sejarah yang sama ,
kepentingan yang sama, tujuan yang sama, ideology politik yang sama
dan lainya.
4. Berstruktur, berkaidah dan memiliki pola perilaku
5. Bersistem dan berproses
Ketika seseorang sudah menjadi bagian dari sebuah kelompok tertentu
maka dapat dikatakan ia telah memiliki identitas sosial. Identitas sosial merupakan
pengetahuan induvidu dimana dia merasa sebagai bagian anggota kelompok yang
memiliki kesamaan emosi serta nilai.25 Menurut Jan E. Stets dan peter J. Burke,
ketika seseorang telah memiliki identitas sosial dan menjadi bagian dari sebuah
23

Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu pengantar.( Jakarta: CV Rajawali,1990)

138.
24

Ibid 125-126
H. Tajfel, Social categorization, dalam S. Moscovici (ed). Introduction a la
pschologic sociale, vol. 1,(Paris: Larousse 1972) 31
25

10

kelompok, maka ia akan melihat segala sesuatunya berdasarkan perspektif dari
kelompok tersebut.26
Seorang

sosiolog

bernama

pandangannya yang berkaitan
primitif.Menurutnya

Emile

Durkheim

mengungkapkan

dengan kehidupan sosial masyarakat

kehidupan sosial telah membentuk corak-corak paling

mendasar dalam kebudayaan manusia. Ia menyatakan bahwa masyarakat tidak
hanya tercipta ketika dua orang saling sepakat ia mengatakan bahwa dalam
masyarakat primitif sekalipun, seorang induvidu yang dilahirkan ke dunia
langsung mendapati kelompok-kelompok, keluarga, klan, suku dan bangsa-bangsa
serta

tumbuh dalam konteks kelompok tersebut.27Durkheim menjelasakan

bagaimana kehidupan masyarakat purba atau primitif. Menurutnya kontrak sosial
masyarakat purba selalu terikat dengan sumpah-sumpah sakral keagamaan yang
memperlihatkan bahwa setiap kesepakatan yang terbentuk antara mereka bukan
hanya ikatan antara dua belah pihak, tapi juga melibatkan campur tangan dewa
didalamnya, sebab yang merasakan akibat dari kesepakatan tersebut adalah
seluruh anggota masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat seperti ini terlihat
bahwa setiap induvidu memiliki identitas yang terbentuk dari kelompok sosial
mereka. Setiap orang akan menyatu dengan kelompok sosialnya hal ini dapat
terlihat dalam penjelasan Durkheim tentang ide kepemilikan dalam masyarakat
primitif. Kepemiliki sebuah barang atau sebidang tanah bukanlah kepemilikan
induvidu melainkan kepemiliki bersama dan berlandaskan sesuatu yang sakral,
dan barang-barang tersebut dikuasai oleh semua anggota suku secara bersama.
Dari ide kepemilikan ini muncullah pemikiran bahwa barang-barang yang dimiliki
bersama itu bersifat sakral. Dari aturan-aturan bersama dalam komunitas itu
munculah sistem kepercayaan.Seperti sebuah pohon besar yang ditanam oleh
leluhur mereka harus di jaga bersama karena berhubungan dengan ritus tertentu.
oleh sebab itu Durkheim meyakini bahwa moralitas yang mengatur hubungan
seseorang dengan orang lain dan menjadi patokan bagi seluruh anggota kelompok
tidak bisa dipisahkan dari agama. Sistem kepercayaan dalam masyarakat memang
memiliki kemampuan yang unik dalam rangka mengikat dan menempatkan
26
27

Jan E. Stests dan Peter J. Burke, “ Identity Theory and Social Identity”, 226
Daniel L Pals, Seven Theories of Reigion ( Jogjakarta: IRCiSoD) 136-137
11

seseorang dalam sebuah kelompok ataupun juga komunitas, sehingga si induvidu
dapat mengidentifikasikan dan mengekspresikan identitasnya dalam dunia sosial.
Dalam kehidupan masyarakat seperti ini simbol-simbol memiliki pengaruh yang
besar terhadap kepercayaan dan juga solidaritas sosial menjadi hal yang sangat di
utamakan dalam kehidupan masyarakat seperti ini.28
2.2 Simbol
Simbol atau lambang berasal dari bahasa Yunani Symbolos yang berarti
tanda atau ciri yang memberitahukan sesuatu hal kepada seseorang. 29Kehidupan
manusia sangat banyak dikelilingi oleh berbagai macam simbol.Simbol seringkali
disama artikan dengan tanda, tetapi kedua hal tersebut memiliki perbedaan. Tanda
mempunyai satu arti yang sama bagi semua orang, sedangkan simbol mempunya
banyak arti. Tanda merupakan sesuatu yang mewakili dirinya dan tidak mewakili
sesuatu yang lain, sedangkan Simbol sesuatu yang terdiri atas sesuatu yang lain.
Simbol juga merupakan sarana komunikasi yang kompleks yang seringkali
memiliki beberapa tingkatan makna.30 Keunikan kualitas tanda terletak pada
hubungan satu persatu yang berarti bahwa tanda memberikan makna yang sama
bagi semua orang yang menggunakannya. Setiap tanda berhubungan langsung
dengan objeknya, karena semua orang akibat konvensi bersama memberikan
makna yang sama atas tanda tersebut, setiap tanda langsung mewakili sebuah
realitas.31Perbedaan lain adalah bahwa ciri khas simbol cenderung multivokal
(menunjuk pada banyak arti). Sedangkan tanda tidak memiliki banyak arti .32
Turner mengartikan simbol sebagai sesuatu yang memiliki banyak makna,
baik itu makna sosial (ideologi, moral, normatif) maupun individual (emosi, panca
indra, keinginan).33Ia Juga mengkaji sistem nilai ritus dari sudut pandang makna
yang terkandung dalam simbol-simbol.Ritual dan simbol menurutnya memiliki
Seven Theories of Relegio,… 137-139
Ibid. 17
30
Alo Liliweri, Pengantar Studi Kebudayaan, (Bandung: Penerbit Nusa Media),

28

29

295
31

Alo Liliweri, Pengantar Studi Kebudayaan, 296-297
Y.W. Wartaya Wirangun, Masyarakat Bebas Struktur: Liminalitas dan
Komunitas menurut Victor Turner (Yogyakarta:Kanisius,1990) 18-19
33
Viktor
Turner,
“Sacrifice as Quintessential Process: Prophylaxis or
Abandonment?,” dalam Jeffrey Carter Understanding . . . , 292-294.
32

12

hubungan fungsional, di mana simbol menjadi pendukung ritual.34Turner juga
berpendapat bahwa simbol dilihat dan difahami sebagai manifestasi yang tampak
dari

ritus.

Melalui

simbol-simbol

orang

dapat

mengungkapkan

dan

mengalamisesuatu yang transenden. Simbol ritual bagi Turner tidak hanya
berperan sebagai istilah atau abstraksi saja, tetapi harus dilihat juga sebagai
sesuatu yang hidup, terlibat dalam proses hidup sosial, kultural dan religius.
Mircea Eliade juga berpendapat bahwa ,” simbol adalah suatu alat atau
sarana untuk dapat mengenal akan yang kudus dan transenden35 Begitu eratnya
kehidupan kebudayaan manusia itu dengan simbol-simbol sehingga manusia dapat
pula disebut sebagai makhluk bersimbol. Atau dengan perkataan lain, dunia
kebudayaan adalah dunia penuh simbol. Manusia

berpikir, berperasaan, dan

bersikap dengan ungkapan-ungakapan yang simbolis.36

Raymond Firth

memandang sebuah simbol memiliki peranan yang sangat penting dalam
kehidupan manusia, sebab manusia menata dan menafsirkan realitasnya dengan
simbol-simbol dan bahkan merekonstruksi realitasnya itu dengan simbol. 37Setiap
simbol yang di munculkan memiliki instrument nilai.38
Kehidupan manusia tidak terlepas dari simbol-simbol.Segala macam
gerak-gerik dan kegiatan tubuh juga mempunyai arti simbolis. Penyembelihan
binatang, pemberian kado, proses memasak,cara-cara makan dan minum, menari
dan bersandiwara semuanya itu dapat berfungsi sebagai simbol dan semuanya
berhubungan dengan masyarakat.39Mary Douglas adalah tokoh yang sangat yakin
bahwa simbol-simbol tidak hanya memiliki fungsi untuk menata masyarakat
tetapi juga untuk mengungkapkan kosmologinya. Di dalam bukunya Natural
Symbol, sebagaimana yang dicatat oleh Dillistone, Douglas berpendapat bahwa
34

Victor Turner, The Ritual Process: Structure And Anti-Structure, (Ithaca, New
York: Cornell Paperbacks,1989), 211
35
P.S. Hari Susanto , Mitos Menurut pengertian Mircea Eliade (Yogyakarta:
Kanisius, 1987) 61
36
Budiono Herusatoto, Simbolisme Jawa , ( Yogyakarta:Penerbit Ombak, 2008)
16.
37
Raymond Firth, Symbols: Public and Private, (New York, Ithaca, cornell
University Press, 1973), 132
38
Raymond Firth, Symbols: Public and Private,76
39
F. W.Dillistone, Daya Kekuatan Simbol, The Power Of Simbols. (
Yogyakarta:Penerbit Kanisius:2002). 22
13

tubuh merupakan analogi yang cocok sekali untuk diterapkan pada masyarakat
umum: susunan, tata kerja, dan tata hubungan antara pelbagai bagian tubuh dapat
disejajarkan dengan hidup setiap masyarakat tertutup.40Singkatnya, bagi Douglas,
tubuh jasmani dapat mempunyai makna universal hanya sebagai sistem yang
menjawab sistem sosial, dengan mengungkapkannya sebagai sistem 41 Douglas
sama sekali tidak simpatik melihat sikap dari beberapa antropolog yang
meremehkan tata cara (ritual), sebab ia percaya bahwa apa yang rohani tidak dapat
ditumbuhkankembangkan dengan memisahkan yang rohani dari yang formal dan
material. Tata cara menurutnya merupakan sarana yang terlambangkan untuk
menciptakan dan memelihara tatanan simbolis. 42
Simbol dibuat oleh manusia dengan maksud dan tujuan tertentu yakni:43
1.

dipakai sebagai peringatan untuk memperingati suatu kejadian
atau peristiwa tertentu agar peristiwa tersebut terus diingat
kembali oleh masyarakat maupun generasi selanjutnya. Untuk
dapat memenuhi maksud tersebut maka digunakan alat-alat
pembawa informasi yang tahan lama, mudah dibuat, dan mudah
ditangkap oleh indra manusia. Bentuk-betnuk penyataan
tersebut kemudian diwujudkan dalam monument-monumen
seperti patung-patung pemakaman, atau lingga dan candi relief.
Selain itu juga ke dalam syair, cerita tembang dan lain
sebagainya.

2.

Dipakai sebagai media atau perantara dalam religi. Dalam
artian bahwa untuk mengadakan komunikasi atau hubungan
dengan Yang Maha Kuasa, arwah nenek moyang dan makhlukmahkluk halus diperlukan suatu media atau perantara yang
dapat dipakai untuk:

F. W. Dillistone, The Power Of Symbols, ….. 108.
Mary Douglas, Natural Symbols: Explorations In Cosmology, ( London:
Penguin Books, 1973), 112
40

41

43

Budiono Herusatoto, Simbolisme Jawa , 129-131
14

a. memuja yang Maha Kuasa atas segla rahmat yang telah
dilimpahkan pada manusia, untuk itulah dibangun tempattempat pemujaan.
b. Mendatangkan arwah nenek moang untuk dimintai berkah
dan petunjuknya, untuk maksdu ini maka dibuatlah bonekaboneka, wayang, sesajian, mantra, nyanyian yang dipakai
dalam upacara untuk mendatangkan arwah nenek moyang.
c. Memberikan makan dan minum bagi makhluk halus yang
bersifat baik dan yang selalu bersedia membantu atau
melindungi kehidupan manusia, maka dibakarlah dupa,
disediakan sesaji dan barang-barang kesukaan mereka.
d. Membujuk makhluk-makhluk halus yang bersifa jahat agar
menyingkir atau tidak mengganggu. Untuk

itu dipakai

benda-benda penolak bala.
3.

dipakai sebagai media pembawa pesan/ nasehat. Dalamm artian
bahwa sarana komunikasi yang ada masih sangat terbatas
jangkauannya dan kurang tahan terhadap kerusakan yang
disebabkan oleh cuaca alam, maka dipakailah material yang
tahan lama seperti batu-batu, bahasa lisan, suara, cahaya, warna
serta tindakan-tindakan simbolis.

2.3 RITUAL
Ritus dan agama merupakan dua hal yang tak terpisahkan. 44Ritus sendiri
merupakan upacara atau salah satu unsur dalam sistem religi. 45 Ritus merupakan
suatu sarana bagi manusia religius berkomunikasi dengan hakekat tertinggi yang
kudus

yang diyakini sungguh ada, penuh kekuatan, serta menjadi sumber

44

Catherine Bell, Ritual Theory, Ritual Practice, (New York-Oxford: Oxford

University Press, 1992), 19
45

Koentjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi (Jakarta: Universitas Indonesia

Press,1990) 181.

15

kehidupan dan dapat mempengaruhi nasib manusia secara baik dan buruk. 46Ritus
juga merupakan aturan tentang perilaku yang menentukan bagaimana manusia
harus mengatur hubungan dirinya dengan hal-hal yang sakral.47 Susanne Langer
dalam Dhavamony, menjelaskan bahwa makna dari ritual adalah merupakan
ungkapan yang lebih bersifat logis dari pada hanya bersifat psikologis. Ritual
memperlihatkan tatanan atau simbol-simbol yang diobjekkan. Simbol-simbol ini
mengungkapkan perilaku dan perasaan, serta membentuk disposisi pribadi dari
para pemuja mengikuti modelnya masing-masing.48
Victor Turner mengartikan upacara (ritual) sebagai tingkah laku resmi
tertentu untuk sejumlah kesempatan yang tidak bersifat rutin melainkan ada
kaitannya dengan kepercayaan akan makhluk-makhluk atau kekuatan-kekuatan
mistik.49 Demikian juga pandangan Koentjaraningrat, mengenai ritual ( upacara)
dapat dipahami sebagai usaha untuk memperjelas dan mempertegas konsep
keyakinan dengan menggunakan peralatan bermakna simbolis, seperti mantra,
doa, sesajen, korban, benda-benda sakral dan isyarat kenetis lainnya
Ada beberapa bentuk ritual yang sering dijumpai dalam masyarakat.Ritualritual tersebut dilakukan sesuai dengan peristiwa, dan waktu yang sudah
disepakati bersama dalam komunitas tersebut, seperti ritual penguburan, ritual
pemujaan leluhur dan beberapa ritual lainnya. Ritual-ritual tersebut biasanya
dilakukan bervariasi dalam beberapa pola di antaranya tari-tarian, doa dan
penyajian beberapa makanan, semua kegiatan ini dilakukan dan dikhususkan
sebagai sarana pemujaan kepada leluhur.
Ritual-ritual yang dilakukan dalam bentuk tari-tarian, doa dan penyajian
makanan

bukan tanpa makna akan tetapi, setiap tindakan yang dilakukan

memiliki tujuan tertentu yang berkaitan dengan kepercayaan dan kehidupan
masyarakat. Suku Sara di Tsad menampilkan upacara-upacara keagamaan yang
46

Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama , (Yogyakarta: Kanisius,

1995),176
47

Emile Durkheim, Sejarah Agama , (Yogyakarta: Kanisius, IRCiSoD, 2003),72

48

Susanne Langer, dalam Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama , 174

49

Victor turner, The Forest of symbols, (Ithaca,1967),19

16

behubungan dengan pertanian bagi roh padi-padian.Roh itu dipanggil pada saat
penaburan

benih

kemudian

hasil

panan

pertama

dipersembahkan

50

untuknya. sesajenan yang dipersembahan kepada para leluhur dalam bentuk hasil
panen

sederhana seperti buah-buahan, padi yang dipanen pertama kemudian

ditaruh di hutan atau di ladang jadikan sebagai simbol persembahan.51 Pemberian
sesajenan kepada dewa-dewi dan luluhur bertujuan agar sang dewi kesuburan
memberkahi tanaman mereka dan juga sebagai bentuk ungkapan syukur karena
telah

memberikan

hasil

panen

yang

baik.

Suku

Sodon

di

Sudan

mempersembahkan seekor anjing dan seekor ayam dengan tujuan agar para
leluhur mengampuni dosa pemuda-pemuda.
Ada beberapa

tujuan dari ritual-ritual diantarnya: tujuan penerimaan,

perlindungan, pemurnian, pemulihan, kesuburan

(produktifitas), penjamin,

melestarikan kehendak leluhur (penghormatan), mengontrol perilaku komunitas
menurut situasi kehidupan sosial, yang semuanya diarahkan pada transformasi
keadaan dalam manusia atau alam. Kadang tujuannya adalah untuk menjamin
perubahan amat cepat dan menyeluruh pada keadaan akhir yang diinginkan oleh
pelaku upacara. Kadang-kadang tujuannya juga adalah untuk mencegah
perubahan yang tidak diinginkan.52 Ritus juga memberikan motivasi dan nilai
pada tingkat yang paling dasar dalam masyarakat di antaranya ritus mempunyai
peran menghilangkan konflik, mengatasi perpecahan dan membangun solidaritas
masyarakat, menyatukan prinsip yang berbeda-beda dan memberi motivasi serta
kekuatan baru untuk hidup dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
2.4 Ritual Bakar Batu
Pada bagian pertama adalah tahap persiapan, para wanita melakukan
tarian-tarian pembukaan, para bapa mempersiapkan batu, kayu, susunan batu dan
kayu tidak sembarang, batu-batu disusun dibawah kayu kemudian kayu di bakar
agar batu-batu tersebut menjadi panas. Pada bagian yang berikutnya yaitu daging
yang digunakan dalam ritual bakar batu disiapkan oleh kaum laki-laki, biasanya

50

Mariasusai Dhavamony, fenomenologi Agama, 168-169
Mariasusai Dhvamony, Fenomenologi Agama ,168
52
Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama, 180.

51

17

daging yang digunakan adalah daging babi. Babi yang di gunakan untuk ritual ini
harus dibunuh menggunakan cara tradisional yaitu dengan memanah, dan yang
melakukannya adalah kepala suku atau pemimpin suku tersebut.Dalam kehidupan
masyarakat suku Dani, ritual bakar batu dilakukan sebagai simbol perdamaian
antar suku yang berperang. ketika pihak-pihak yang bertikai mulai berdamai ritual
bakar batu dilakukan sebagai tanda bahwa mereka berdamai, dimana tog pilaptuk
ane (busur panah harus dilepas) dalam ritual bakar batu.

53

Perang yang terjadi

bisa di akibatkan oleh banyak hal seperti: adanya kematian, pencurian ternak,
konflik lahan dan hasil tani
Upacara bakar batu dilakukan beberapa kali yang mana masing-masing
memiliki tujuan tersendiri.Upacara bakar batu yang pertama adalah upacara bakar
batu pokok perang yaitu upacara bakar batu yang dilakukan untuk kepala perang,
suku-suku yang berperang dan keluarga dari korban peperangan. Pada saat
upacara bakar batu ini alat-alat perang yang digunakan selanjutnya disimpan di
onai (rumah adat) terlarang yang dalam bahasa dani disebut Kunu Mage dengan
tujuan agar tidak di ganggu oleh roh leluhur atau roh nenek moyang yang mereka
panggil saat perang berjalan. Menurut masyarakat suku roh nenek moyang yang
ada di hutan yang telah membantu mereka memenangkan perang, dan sekaligus
mereka sampaikan upacara terima kasih dengan melakukan upacara bakar batu
yang didalamnya mereka mempersembahkan beberapa potong babi kepada roh
leluhur

bakar batu pokok perang biasanya d ikuti oleh kepala perang dan

kelompok yang bertikai dalam bakar batu pokok perang, para pokok perang saling
mengungkapkan isi hati dan acap kali menangis meratapi keluarga yang tewas
dalam peperangan.54 Selanjutnya upacara bakara batu yang diikuti oleh semua
orang baik anak-anak, perempuan dan laki-laki disebut bakar batu makan bersama
yang dilanjutkan dengan prosesi Amia Onggo atau utang darah yang merupakan
prosesi pembayaran ganti rugi, sudah ada patokan dalam ganti rugi tersebut
seperti: ganti rugi dengan uang asli atau kulit Bia (Siput) dengan beberapa
tingkatan pertama, Inkop arga Rp 50 juta-an, kedua Intoi Rp 60-90 juta, dan
53

Ismael Roby Silak, Konflik Perang dan Perdamaian Orang Yali di Anggruk,
(Makasar: Pustaka Reflekasi, 2011), 86
54
Hans Wakerkwa, Perang Antar Suku.(Salatiga: dalam Thesis Program
Pascasarjana Magister Sosiologi Agama) 62.
18

ketiga Mungka bege Rp 100-200 juta, serta uang rupiah dan 10-20 ekor babi,
sesuai kesepakatan bersama keluarga korban dan pokok. Dalam upacara ini,
“Pihak yang satu (pihak korban) akan menuntut bayaran untuk meneyelesaikan
utang darah55Selesai utang darah dilakukan, mereka akan makan bersama hasil
bakar batu sebagai tanda sukacita dan perdamaian serta kekeluarga. Setiap
kelompok marga atau klen harus duduk berdasarkan klennya dan makanan akan
dibagikan di kelompok-kelompok tersebut.
3. Gambaran umum Masyarakat Suku Dani
3.1 Sistem Kehidupan Orang Dani
Suku Dani merupakan sebutan kepada orang-orang Papua yang hidup di
daerah Pegunungan.Nama Dani yang sekarang dipakai untuk menamai penduduk
lembah Balim sekarang ini sebenarnya bukan berasal dari penduduk asli lembah
tersebut. Nama itu adalah suatu nama yang diberikan oleh orang Moni kepada
orang-orang di lembah Balim, yang berarti “orang asing” nama itu pada mulanya
berbunyi Ndani dan untuk pertama kalinya didengar dan digunakan oleh orang
asing pada tahun 1926, ketika ekspedisi bersama orang-orang Amerika dan
Belanda mengunjungi daerah yang didiami oleh orang Moni.56
Orang Dani sudah mengenal suatu pola perkampungan yang terdiri dari
rumah-rumah kecil yang terbuat dari bahan ringan yang didirikan menempel pada
dinding karang ataupun dinding gua besar.57 Rumah tempat mereka tinggal
disebut Honai, sebuah tempat yang terbuat dari kayu-kayu dan alang-alang, ada
beberapa Honai yang digunakan untuk kepentinganya masing-masing, Honai lakilaki adalah Honai yang diperuntuhkan khusus untuk kaum pria dewasa dan
pemuda duduk bersama dan berdiskusi mengenai strategi perang, kemajuan
ekonomi, keamanan daerah, berbagi pengalaman dan memikirkan kehidupan

55

Rodger Lewis. Karya Kristus di Indonesia (Bandung: Kalam Hidup, 1993),

424.
56

Jhoszua Robert Mansoben, sistem politik tradisonal di irian Jaya .
(Jakarta:LIPI, 2005) 32-35
57
Koentjaraningrat.Manusia dan kebudayaan di Indonesia . (Jakarta: djambatan,
2002) 5

19

generasi penerus mereka, Honai perempuan diperuntuhkan bagi wanita-wanita
serta anak-anak kecil yang digunakan untuk tempat bersitirahat.

Honai yang

terakhir adalah Honai

yang khusus untuk ternak-ternak mereka. Honai

mempunyai beberapa

fungsi antara lain:Sebagai tempat tinggal, tempat

menyimpan alat-alat perang, tempat mendidik dan menasehati anak-anak lelaki
agar bisa menjadi orang berguna di masa depan, Tempat untuk merencanakan atau
mengatur strategi perang agar dapat berhasil dalam pertempuran atau perang dan
tempat menyimpan alat-alat atau simbol dari adat orang Dani yang sudah ditekuni
sejak dulu.