T1 802011099 Full text

RESILIENSI PADA IBU RUMAH TANGGA YANG TINGGAL DI
LOKALISASI KARANG DEMPEL, KECAMATAN ALAK, KUPANG,
NUSA TENGGARA TIMUR

OLEH
VENNY DOMINICA BERELAKA
802011099

TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN
AKADEMIS


Sebagai civitas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang bertanda
tangan di bawah ini:
Nama
: Venny Dominica Berelaka
Nim
: 802011099
Program Studi
: Psikologi
Fakultas
: Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Jenis Karya
: Tugas Akhir
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW hal bebas
royalty non-eksklusif (non-exclusive royality freeright) atas karya ilmiah saya berjudul:
RESILIENSI PADA IBU RUMAH TANGGA YANG TINGGAL DI LOKALISASI KARANG
DEMPEL, KECAMATAN ALAK, KUPANG, NUSA TENGGARA TIMUR

Dengan hak bebas royalty non-eksklusif
ini, UKSW berhak menyimpan

mengalihkanmedia/mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat
dan mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di
: Salatiga
Pada Tanggal : 12 Januari 2016
Yang menyatakan,

Venny Dominica Berelaka

Mengetahui,
Pembimbing

Ratriana Y. E. Kusumiati, M.Si., Psi.

PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama


: Venny Dominica Berelaka

Nim

: 802011099

Program Studi : Psikologi
Fakultas

: Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul :
RESILIENSI PADA IBU RUMAH TANGGA YANG TINGGAL DI LOKALISASI KARANG
DEMPEL, KECAMATAN ALAK, KUPANG, NUSA TENGGARA TIMUR

Yang dibimbing oleh :
Ratriana Y. E. Kusumiati, M.Si., Psi.

Adalah benar-benar hasil karya saya.
Didalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan

orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian
kalimat atau gambar serta symbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya sendiri tanpa
memberikan pengakuan kepada penulis atau sumber aslinya.

Salatiga, 12 Januari 2016
Yang memberi pernyataan

Venny Dominica Berelaka

LEMBAR PENGESAHAN
RESILIENSI PADA IBU RUMAH TANGGA YANG TINGGAL DI LOKALISASI
KARANG DEMPEL, KECAMATAN ALAK,
KUPANG, NUSA TENGGARA TIMUR

Oleh
Venny Dominica Berelaka
802011099

TUGAS AKHIR


Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai
Gelar Sarjana Psikologi
Disetujui pada tanggal : 12 Januari 2016
Oleh:
Pembimbing

Ratriana Y. E. Kusumiati, M.Si., Psi.
Diketahui oleh,

Disahkan oleh,

Kaprogdi

Dekan

Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS.

Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA.

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016

RESILIENSI PADA IBU RUMAH TANGGA YANG TINGGAL DI
LOKALISASI KARANG DEMPEL, KECAMATAN ALAK, KUPANG,
NUSA TENGGARA TIMUR

Venny Dominica Berelaka
Ratriana Y. E. Kusumiati

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui resiliensi pada ibu rumah tangga yang tinggal di

lingkungan lokalisasi Karang Dempel, Kecamatan Alak, Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian ini dilakukan pada tiga orang ibu
rumah tangga yang tinggal di lingkungan lokalisasi Karang Dempel, Kecamatan Alak,
Kupang, Nusa Tenggara Timur. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan metode
wawancara. Alat pengumpulan data menggunakan alat perekam digital. Analisis data
wawancara menggunakan teknik analisis tematik setelah sebelumnya dilakukan koding
terhadap verbatim hasil wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga partisipan
memiliki resiliensi dalam hidupnya saat tinggal di lingkungan lokalisasi. Ketiga partisipan
memenuhi kriteria resiliensi yang ditandai dengan terpenuhinya setiap aspek resiliensi.
Kata kunci : Resiliensi, Ibu rumah Tangga, Lokalisasi

i

Abstract
This study aimed to determine the resilience of housewife who living in the neighborhood
Karang Dempel, Alak subdistrict, Kupang, Nusa Tenggara Timur. This study used qualitative
methods. Research carried out on three housewife who living in the neighborhood Karang
Dempel, Alak subdistrict, Kupang, Nusa Tenggara Timur. The study used interview to data
collection. Data collection used was a digital recorder. Interview data analysis techniques
used thematic analysis conducted after the coding of verbatim interview. The result showed

that three of participant have the resilience in their life while living in the localization. The
third of participants met the criteria of resilience that marked the fulfillment of every aspect
of resilience.

Keywords : Resilience, Housewife, Localization

ii

1
PENDAHULUAN
Pada masa sekarang ini bisnis prostitusi sudah tidak asing lagi bagi masyarakat
Indonesia. Bisnis prostitusi ini sudah ada sejak dahulu kala dan beragam kegiatan prostitusi
dengan tingkatan tertentu menyebar dengan pasti diseluruh Indonesia bahkkan hingga
beberapa pelosok daerah yang ada di Indonesia. Beberapa kompleks pelacuran yang besar,
menampung ratusan sampai ribuan pelacur, baik yang diatur oleh pemerintah daerah maupun
yang “setengah resmi” dan liar juga dapat dijumpai di beberapa kota di Indonesia (Alam,
1984). Meskipun secara norma sosial, agama dan moral segala bentuk prostitusi ditentang
namun kegiatan ini tetap marak terjadi. Wilayah yang khusus diperuntukkan bagi kegiatan
prostitusi umumnya dikenal sebagai wilayah lokalisasi. Lokalisasi menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia diartikan sebagai pembatasan pada suatu tempat atau lingkungan (Dep Dik

Nas, 2008: 838 ). Bagi masyarakat Indonesia, lokalisasi diartikan sebagai tempat yang
digunakan untuk kegiatan prostitusi atau tempat pengumpulan para WTS (Wanita Tuna
Susila). Munculnya lokalisasi ini biasanya karena inisiatif dari para WTS sendiri, maupun
disediakan oleh pemerintah kota setempat. Menurut Siregar (1985), lokalisasi merupakan
lingkungan masyarakat yang di dalamnya seringkali terjadi pelanggaran-pelanggaran
terhadap norma-norma sosial yang dianut masyarakat dan yang selama ini diajarkan oleh
keluarga. Masalah-masalah seperti seks bebas menjadi pemandangan yang biasa di
lingkungan lokalisasi, di dalamnya juga sering terjadi peristiwa-peristiwa penganiayaan,
pemerasan, penyalahgunaan obat terlarang, sampai pada pembunuhan.
Dalam kartini kartono (2003) menjelaskan salah satu tujuan dari lokalisasi itu sendiri
adalah untuk menjauhkan masyarakat umum, terutama anak-anak puber dan adolesens dari
pengaruh-pengaruh immoral dari praktek pelacuran, juga menghindarkan gangguangangguan kaum pria hidung belang terhadap wanita-wanita baik. Namun dengan semakin
meningkatnya pertambahan penduduk pada saat ini kegunaan dari lokalisasi telah bergeser

2
sehingga fungsi dari lokalisasi itu sendiri dijadikan sebagai lingkungan tempat tinggal bagi
beberapa keluarga. Lokalisasi tidak hanya dihuni oleh para pelaku bisnis prostitusi saja,
melainkan juga masyarakat umum yang tidak terlibat dalam kegiatan prostitusi (Sunardi,
1997). Keadaan ini tentu saja sangat kurang menguntungkan bagi penduduk biasa yang
tinggalnya berada di dalam kompleks pelacuran terebut, sehingga menimbulkan perasaan

yang risih dan malu terutama pada anak-anak dan kaum remajanya yang sangat perlu
mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pertumbuhan dan perkembangan kepribadiannya
(Ningsih,1993).
Banyak fakta yang menunjukkan bahwa lingkungan di mana tempat kita tinggal itu
akan berpengaruh terhadap keberlangsungan hidup kita selanjutnya. Salah satu realita yang
ada adalah adanya keluarga yang tinggal dalam lingkungan lokalisasi. Dalam lingkungan
tersebut hampir setiap menit selalu diramaikan oleh suara musik yang saling bersahutan.
Belum lagi dengan kedatangan para pengunjung pria ke wisma-wisma sekitar dengan tujuan
pemuasan diri dan tak sedikit pula yang mewarnainya dengan minuman-minuman beralkohol
yang tak seharusnya mewarnai kehidupan keluarga yang tinggal disekitar lokalisasi, dan
seharusnya hal tersebut jauh dari pandangan keluarga terutama anak-anak. Namun realita
berkata lain, keadaan tersebut justru berada di tengah-tengah kehidupan kebanyakan keluarga
yang bertempat di lingkungan lokalisasi.
Menurut Kartini kartono (2003) beberapa akibat yang ditimbulkan oleh pelacuran
adalah menimbulkan dan menyebar luaskan penyakit kelamin dan kulit. Merusak sendi
kehidupan keluarga. Suami-suami yang tergoda oleh pelacur biasanya melupakan fungsinya
sebagai kepala keluarga, sehingga keluarganya menjadi berantakan. Merusak sendi-sendi
moral, susila, hukum dan agama. Terutama sekali menggoyahkan norma perkawinan,
sehingga menyimpang dari adat kebiasaan, norma hukum dan agama, karena digantikan
dengan pola pemuasan kebutuhan seks dan kenikmatan seks yang murah serta tidak


3
bertanggung jawab. Bila pola pelacuran ini membudaya, maka rusaklah sendi-sendi
kehidupan yang sehat dan juga adanya pengeksploitasian manusia oleh manusia lain. Seperti
halnya yang diungkapkan oleh Reekles (dalam G.W. Bawengan, 1997) yang menyatakan
bahwa adanya pelacuran akan menimbulkan dampak yang buruk bagi kehidupan manusia,
bahwa pelacuran merupakan pukulan terhadap rumah tangga dan keluarga, melemahkan
kepribadian, pelacuran dapat mengganggu kesehatan umum, menyebabkan penyebaran
penyakit, pelacuran dapat meracuni generasi muda serta mendorong kearah kriminalitas
seksual bagi remaja maupun masyarakat.
Begitu banyak penyimpangan sosial yang terjadi di dalam lingkungan lokalisasi dapat
terlihat dengan jelas beberapa fakta terjadi di lingkungan lokalisasi seperti terjadinya
keterlibatan anak-anak dalam aktivitas prostitusi saat mereka beranjak remaja atau dewasa.
Keterlibatan ini disebabkan karena kurang adanya pengawasan dari orang tua dan cara pola
asuh orang tua itu sendiri. Keterlibatan ini pada akhirnya akan memberikan dampak negatif
yang bersifat jangka panjang pada individu tersebut. Pemandangan seperti ini mau tidak mau
harus dilihat oleh para orang tua jika keberfungsian keluarganya tidak dapat dijalankan
dengan baik di dalam lingkungan beresiko ini. Orang tua sangat merasa khawatir terhadap
perkembangan anak- anaknya, terutama para ibu-ibu yang memiliki anak remaja, dan juga
merasa sangat khawatir terhadap suami-suaminya yang kemungkinan juga akan terlibat
dalam aktivitas prostitusi tersebut. Seperti yang terjadi di dalam lingkungan lokalisasi Karang
Dempel Alak, Kupang, Nusa Tenggara Timur, pemandangan berbaurnya keluarga dengan
lingkungan lokalisasi tidak dapat dielakkan lagi. Meskipun lokasi pelacuran memiliki blokblok sendiri untuk para PSK namun lingkungan lokalisasi tersebut satu dengan rumah rumah
warga. Terdapat empat blok terpisah dimana setiap blok terdapat 20-30 kamar, sehingga total
kamar ditempati pelacur hingga 200 orang (pos Kupang, 2014). Untuk ukuran 200 orang PSK
di dalam lingkungan lokalisasi tersebut tergolong sangat banyak, sehingga pengaruh dari

4
lingkungan lokalisasi ini membuat para keluarga harus ekstra untuk menjaga keberfungsian
keluarganya. Hal ini menjadi perhatian khusus bagi para ibu untuk lebih menjaga semua
anggota keluarga mereka dan berusaha untuk tetap betahan dalam kondisi lingkungan
tersebut bersama keluarganya.
Kekhawatiran ibu-ibu makin meningkat pada saat gang Dolly surabaya ditutup pada
tahu 2014 silam, karena kemungkinan besar para PSK dari gangg Dolly tersebut akan
memilih untuk mencari nafkah di Lokalisasi baru, mengingat kebanyakan para PSK tersebut
merupakan pendatang dari daerah jawa dan jarak antara Surabaya dan Kupang tidak begitu
jauh. Hal inilah yang membuat para ibu rumah tangga yang tinggal di lokalisasi KD harus
ekstra untuk menjaga keluarganya dari pengaruh buruk lokalisasi dan dampak yang dibawa
oleh para PSK dari Lokalisasi lain.
Begitu banyak tuntutan pekerjaan rumah dan dengan bertempat tinggal di lingkungan
beresiko seperti lokalisasi menambah lagi tugas yang harus diperhatikan oleh para ibu. Hal
inilah yang membuat para ibu semakin tertekan dan dituntut untuk lebih memperhatikan
keluarganya diluar tugas-tugas rumah tangga yang harus ditanganinya sendiri. Para ibu rumah
tangga harus berusaha keras untuk dapat mengelola stres yang dialaminya sehingga dapat
bertahan dalam lingkungan beresiko tersebut bersama keluarganya dan dapat membina
keluarganya agar tidak ikut dalam pengaruh buruk dari lokalisasi tersebut. Dalam
menghadapi berbagai tantangan yang ada dalam hidupnya tidak sedikit individu yang gagal
bertahan dan pulih dari situasi negatif sehingga mereka tidak bisa keluar dari situasi yang
tidak menguntungkan, karena hal ini disebabkan oleh kehidupan manusia yang tidak jauh dari
tantangan, kesulitan dan cobaan hidup yang datang silih berganti dan harus mereka dihadapi.
Tantangan dan cobaan hidup tersebut dapat berupa kesulitan sehari-hari, peristiwa yang tidak
terduga hingga peristiwa traumatis. Kemampuan seseorang untuk dapat bertahan dalam
menghadapi cobaan serta untuk mempertahankan kehidupan yang baik dan seimbang setelah

5
ditimpa kemalangan atau setelah mengalami tekanan yang berat dikenal dengan istilah
resilensi (Tugade & Frederikson, 2004).
Resiliensi merupakan kemampuan untuk mengatasi dan beradaptasi terhadap kejadian
yang berat atau masalah yang terjadi dalam kehidupan. Bertahan dalam keadaan tertekan, dan
bahkan berhadapan dengan kesengsaraan (adversity), atau trauma yang dialami dalam
kehidupannya (Reivich & Shatté, 2002). Resiliensi sangatlah penting untuk dimiliki oleh
setiap individu karena dapat membantu individu tersebut mengatasi segala kesulitan yang
muncul dalam kehidupan sehari-hari (Grotberg, 1999), tak terkecuali para ibu rumah tangga
yang tinggal di lingkungan lokalisasi dalam usahanya menjaga keberfungsian keluarganya
dan menghadapi kesulitan yang bisa saja muncul dari lingkungan dimana tempat mereka
tinggal.
Resiliensi dipahami sebagai kemampuan individu untuk beradaptasi, sehingga dapat
menempatkan diri dengan baik terhadap pengalaman yang tidak menyenangkan. Salah satu
contoh yaitu dalam menghadapi permasalahan (Kendall, 1999). Pengalaman-pengalaman
yang tidak menyenangkan dan lingkungan yang beresiko serta berbagai permasalahan yang
terjadi dalam lingkungan lokalisasi akan sangat mendesak para ibu rumah tangga yang
tinggal dalam lingkungan lokalisasi tersebut untuk tetap bertahan dalam kondisi yang
sebenarnya tidak mereka inginkan dan berusaha untuk menjadikan keluarganya dapat
bertumbuh dengan baik dalam lingkungan yang kurang mendukung tersebut.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa individu yang resilien mampu menunjukkan
sifat-sifat positif dalam lingkungan yang beresiko. Penelitian yang dilakukan oleh Aimi
(2008) mengenai resiliensi remaja “High Risk” ditinjau dari faktor protektif (keterampilan
sosial,

keterampilan

menyelesaikan

masalah,

autonomy,

kesempatan

untuk

dapat

berpartisipasi dalam aktivitas kelompok, hubungan yang hangat dan harapan yang tinggi dari

6
lingkungan) menunjukkan hasil bahwa remaja memiliki tingkat resiliensi yang tinggi dengan
sumbangan faktor protektif secara keseluruhan sebesar 29,3%. Seperti penelitian yang
dilakukan oleh Garmezy yang melibatkan anak-anak dan remaja yang mengalami
kemiskinan, tinggal di lingkungan yang mengalami kerusakan akibat peperangan, tinggal
bersama orangtua yang menderita penyakit mental, mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan
terlarang, kekerasan fisik maupun emosional, atau kriminalitas. Penemuan yang berulang dari
penelitian longitudinal tersebut adalah bahwa 50% sampai 70% dari mereka mampu untuk
mengembangkan resiliensinya karena didukung oleh faktor protektif (dalam Davis, 1999).
Beberapa penelitian tersebut mengarahkan pada suatu kesimpulan bahwa individu
yang mampu mencapai resiliensi didukung adanya faktor-faktor pelindung pada dirinya, yaitu
faktor individual, keluarga, dan masyarakat disekitarnya (Masten & Coatsworth, dalam
Davis, 1999). Setiap faktor tersebut memberikan konstribusi pada berbagai macam tindakan
yang dapat meningkatkan potensi resiliensi.
Berdasarkan pada pengamatan terhadap fenomena yang ada dan berdasarkan beberapa
referensi yang telah diuraikan di atas memberikan gagasan dalam penelitian ini untuk
mengetahui proses resiliensi yang dialami oleh ibu rumah tangga yang memiliki keluarga
yang tinggal di lingkungan lokalisasi.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah
metode penelitian yang menghasilkan data-data deskriptif yang berupa kata-kata secara
tertulis atau lisan dari orang-orang dengan perilaku yang telah diamati (dalam Susilowati,

7
2007). Penelitian kualitatif juga memungkinkan peneliti mempelajari isu-isu tertentu secara
mendalam dan mendetail, karena pengumpulan data tidak dibatasi pada kategori-kategori
tertentu saja (Patton, 1990; dalam Purwandari, 2007).
Partisipan
Teknik penentuan subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
purposive sampling atau teknik sampel bertujuan. Alasan dipakainya teknik sampel bertujuan
adalah untuk merinci kekhususan yang ada dalam konteks yang unik serta menggali
informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan teori yang muncul (Moleong, 2004).
Partisipan dalam penelitian ini adalah ibu-ibu rumah tangga yang berdomisili di
sekitar lokalisasi Karang Dempel yang telah berdomisili lebih dari 5 tahun dan memiliki
keluarga yang tinggal di dalam lingkungan lokalisasi tersebut. Partisipan yang akan diambil
sebagai subyek ialah ibu-ibu rumah tangga yang tidak memiliki pekerjaan dalam artian hanya
tinggal di rumah saja dan bukan merupakan salah satu PSK yang ada di lokalisasi. Partisipan
juga masih mmiliki suami dan memiliki anak remaja. Penelitian ini dilakukan di lokalisasi
Karang Dempel, Alak, Kupang Nusa Tenggara Timur.
Analisa dan uji keabsahan data
Analisa kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan

data,

memilah-milahnya

menjadi

satuan

yang

dapat

dikelola,

memanifestasikannya, mencar dan menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan
memutuskan apa yang diceritakan pada orang lain (Moleong, 2002).
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data deskriptif yang
berupa uraian naratif mengenai suatu proses tingkah laku partisipan riset sesuai dengan
masalah yang diteliti. Temuan-temuan penelitian berupa konsep-konsep bermakna dari daa

8
dan informasi yang dikaji dan disusun ntuk menyusun teori-teori hipotesis. Lalu membuat
catatan laporan dalam bentuk verbatim wawancara, mereduksi data dengan jalan membuang
data-data yang tidak relevan dengan tujuan penelitian, mengkategorisasikan, dan
mengklarifikasi data berdasarkan aspek-aspek dan membuat penafsiran data, yaitu mencoba
mencari dan menemukan pola dan hubungan tiap-tiap kategori data yang telah didapat
(Moleong, 2004). Selain itu, hal penting yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
generabilitas dan kredibilitas penelitian kualitatif adalah member check yang dilakukan
dengan mendiskusikan hasil penelitian atau hasil pengolahan data dengan subjek penelitian
untuk mengetahui apakah ada yang harus ditambahkan atau dikurangi, serta untuk
meyakinkan partisipan bahwa data diolah dengan tepat.

HASIL
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memperoleh data mengenai para partisipan dan
merangkum data-data tersebut dalam tabel berikut :

Nama
Usia
pekerjaan
Jumlah anak
Pekerjaan suami
Keterangan

Partisipan I
M. M. E
46 tahun
Ibu Rumah Tangga
4 orang
Wiraswasta
23 tahun tinggal di
lingkungan
lokalisasi bersama
keluarga

Partisipan II
S. M
47 tahun
Ibu Rumah Tangga
6 orang
Wiraswasta
14 tahun tinggal di
lingkungan lokalisasi
bersama keluarga

Partisipan III
M. Y. E. A
28 tahun
Ibu Rumah Tangga
3 orang
Wiraswasta
7 tahun tinggal di
lingkungan lokalisasi
bersama keluarga

Hasil penelitian ini diperoleh tema-tema yang berhubungan dengan aspek-apek
resiliensi yaitu : pengaturan emosi, kontrol terhadap impuls, optimis, kemampuan analisis
masalah, empati, efikasi diri dan pencapaian.

9
1.

Pengaturan Emosi
Partisipan riset I mengatakan bahwa ia merasa biasa saja pada saat partisipan tinggal di

lingkungan lokalisasi. Partisipan merasa bahwa berada di lingkungan lokalisasi bukanlah hal
yang harus ditakutkan dan tidak ada penyesalan saat mengambil keputusan untuk tinggal di
lingkungan lokalisasi tersebut. Partisipan I

merasa sudah terbiasa dengan keadaan

lingkungan sekitar karena partisipan sudah tinggal bertahun-tahun di lingkungan tersebut. Hal
demikian juga diutarakan oleh Partisipan riset II, partisipan merasa biasa saja pada saat
tinggal di lingkungan lokalisasi dan menganggap hal ini tidak akan memperburuk situasi
kehidupan mereka. Setelah mengambil keputusan untuk tinggal di lingkungan lokalisasi
partisipan riset II mengakui tidak ada peyesalan sama sekali karena mengambil keputusan
untuk tinggal di lingkungan lokalisasi. Dalam menjalani kehidupannya Partisipan riset II
tidak banyak menanggapi sikap negatif orang terhadap dirinya dan menanggapi sikap tersebut
sebagai hal yang tidak harus dipikirkan secara serius tetapi terkadang partisipan merasa sakit
hati jika mendengar cibiran para tetangga mengenai diri partisipan dengan menggunakan
bahasa daerah lain. Sama halnya dengan partisipan riset III, dimana partisipan III ini merasa
biasa saja pada saat mengambil keputusan untuk tinggal di lingkungan lokalisasi karena
partisipan sudah tinggal di lingkungan tersebut sejak partisipan kecil. Tidak ada rasa
penyesalan dalam diri partisipan riset III setelah mengambil keputusan untuk tinggal di
lingkungan lokalisasi tersebut. Partisipan riset III beranggapan bahwa tinggal di lingkungan
lokalisasi bukanlah hal yang menakutkan dan menjadi penghalang bagi mereka. Dalam
menjalani hidupnya di lingkungan lokalisasi partisipan riset III lebih memilih untuk tidak
menanggapi pembicaraan orang mengenai dirinya yang bertempat tinggal di lingkungan
lokalisasi dan mengambil hikmah dari apa yang terjadi di lingkungan sekitar.
Partisipan II
Partisipan III
Partisipan I
“Perasaaannya Biasa “Tidak apa-apa, masing-masing “Saya rasa biasa saja.”
biasa saja.”
punya kehidupan, tergantung kita

10

“Ini biasa saja, ini
bukan datang masuk di
neraka kok, jadi buat
apa menyesal.”
”Itu bagi orang yang
tinggal jauh dari kita,
kalo katong yang su
tinggal
bertaon-taon
disini, su biasa jadi
dong mau tutup mau
karmana ju kita su
terbiasa
dengan
keadaan.”

punya baiknya bagaimana, amal
baiknya bagaimana, ya begitu
sudah jadi kita di sini ya saling
hargai satu sama lain, ......”
“Biar saja, dengar pun dengar di
kuping kiri keluar di kuping
kanan.”

“tidak ada penyesalan.”

“Kan,
merekakan
tinggal
disana mereka sendiri kitakan
dilingkungan sekitarnya saja
bukan kita harus gabung
dengan merekakan, jadi saya
rasa tidak harus menyesal
“Ih banyak, tapi mau bilang apa, tinggal disekitar sini.”
biar saja nantikan kalau cape
berenti sendiri.”
“Pernah,
banyak,
banyak
orang. ada yang bilang kalau
“Memang tidak ada penyesalan, tinggal disini pengaruh buat
sesuai dengan kita hidup di mana suami, dampaknya nanti suami
kita sudah sehat tidak pikiran ada ikut masuk kedalam itu lokasi
penyesalan mau apa lagi. .........”
begitu, ah sekarang dari
kepercayaan suami dengan istri
“Kendala yang berat buat apa kita saja to, saling percaya, jadi
pikir karena itu masing-masing semua dari katong saja.”
punya kehidupan jadi biarkan
saja.”
“Karena saya rasa tidak ada
masalah jadi saya rasa biasa
“Habis mau bilang apa lagi masuk saja, sudah dari kecil jadi
kiri keluar kanan saja.”
sudah
terbiasa
dengan
lingkungan seperti ini. Saya
“Kadang-kadang kalau mereka rasa biasa saja.”
bicarain saya pake bahasa jawa,
rasa-rasanya saya sakit hati, rasa- “Iya santai saja, ambil saja dia
rasa mau di lampiaskan ini sakit pu
hikmah
dari
hati tapi sama sa. .........”
pembicaraannya orang.”
“Allhamdulilah biasa saja, mungkin “Tidak, karena sudah dari kecil
kalau dia cape ya pasti ya dia diam katong su tinggal disini to, jadi
sendiri.”
saya rasa biasa saja. Tidak
perlu takut harus bilang kena
“Tidak ada perasaan takut, Tidak penyakit beginilah, begitulah,
ada, ikhlas jalani saja.”
tidak.”

2.

Kontrol Terhadap Impuls
Partisipan riset I memiliki rasa takut pada awal dirinya memilih untuk tinggal di

lingkungan lokalisasi karena takut dengan pengaruh buruk lingkungan lokalisasi kepada
anak-anak dan suami partisipan tetapi partisipan terus meyakinkan diri partisipan bahwa
anak-anak dan suami partisipan tidak akan terpengaruh dengan lingkungan sekitar jika

11
partisipan terus berdoa dan memberikan pendidikan yang terbaik kepada anak-anak
partisipan. Partisipan merasa sangat bersyukur karena keluarga partisipan bisa hidup aman di
lingkungan tersebut. Persaaan kawatir juga meliputi partisipan riset I pada saat tinggal di
lingkungan lokalisasi namun dengan berjalannya waktu partisipan mulai membiasakan diri
partisipan dengan keadaan lingkungan sekitar dan bisa mengambil hikmah dari hal tersebut.
Hal demikian juga diutarakan oleh Partisipan riset II, dimana partisipan riset II lebih memilih
untuk tidak terlalu memikirkan kendala apa yang telah dihadapi oleh partisipan. Karena bagi
partisipan kendala yang telah dihadapi bukan menjadi hal yang harus dipikirkan secara terusmenerus dan Partisipan riset II lebih memilih untuk mengiklaskan apa yang telah terjadi dan
mengambil hikmah dari apa yang pernah terjadi.
Partisipan riset III merasa bahwa dirinya tidak mengalami rasa kawatir yang
berlebihan terhadap lingkungan sekitar namun beberapa kali partisipan merasa kawatir pada
saat orang mabuk yang berkunjung ke lokalisasi berkeliaran dan tidak sengaja masuk ke
rumah partisipan dan membahayakan keluarga partisipan hal inilah yang menjadi kendala
yang harus dihadapi oleh partisipan. Partisipan berusaha untuk menjaga keluarganya dari
pengaruh buruk lingkungan dan tetap beradapasi dengan lingkungan agar dapat
menghilangkan rasa kawatir dan takut partisipan dengan lingkungan sekitar. Dalam menjalani
kehidupannya partisipan sering mendengar pembicaraan orang mengenai dirinya yang tinggal
di lingkungan lokalisasi, jika pembicaraan mengenai dirinya dan orang lain yang tinggal di
lingkungan lokalisasi telah berlebihan partisipan memili untuk menyangga apa yang
dibicarakan orang tersebut dan menjelaskan yang sebenarnya.
Partisipan I
“Memang ada perasaan takut tapi itu
kembali pada katong to..kalau kita
didik anak-anak supaya harus dia pu
agama kuat, kalau agama kuat pasti
sonde
terpengaruh
dengan
lingkungan, kasi pendidikan yang baik

Partisipan II
“Pernah, karena itu
memang kenyaataan
pahit
kita
mau
bilang apa, serahkan
sama Tuhan, sabar
ikhlas.”

Partisipan II
“Ya kalau terlalu berlebihan
pendapat mereka tentang
masyarakat yang tinggal di
lingkungan lokalisasi ini ya
pasti saya sanggah, kita
memang harus bela diri,

12
supaya anak-anak sonde apa..lari ke
hal-hal yang negatif itu.”
“Tidak, tidak ada
masalah,
karena
“Pertama was-was, tapi lama-lama tetangga juga baikkatong su biasa dengan ini, dong baik ya begini sudah
anggap ke saudara sa, kalau katong yang ada”.
terlalu apa, fanatik ju katong yang
kayak apa, tertekan to jadi anggap
kayak saudara biasa sa katong
beranggap bahwa itu dong pu profesi
dan katong bersyukur kalau katong
sonde seperti dong, ...........”
“Trima dengan lapang dada, iklash.
Malah bersyukur karena bisa dapat
tanah di sini. Kebetulan dapat tanah
di sini. Jadi ya bersyukur. Walaupun
anak-anak yang sekolahnya sampai ke
kota sana ya agak merepotkan harus
naik mobil (angkot) lagi yang harus
ganti dua kali. Terlalu bersyukur
terima apa yang Tuhan su kasih.”
“......., Tapi satu hal saya bersyukur
karena sekarang, malah karena
pindah ke belakang sini takut malah
lebih parah tau-tau sonde malah
suami lebih sonde terlalu mabuk lagi.
Sonde takut bapa tua begini begitu
habis bapa RT di sini. .......”

3.

bukan berarti kita tinggal
disekitar sini kita punya sikap
atau watak harus sama
seperti orang yang berada di
dalam lokalisasi sana.”
“Biasa saja, caranya ya
adaptasi
saja
dengan
lingkungan tidak harus bilang
ini karena lokasi begitu tu
biasa bawa penyakit atau
apa, tapi rasa takut tu tidak
ada.”
“Biasa saja, jaga keluarga
saja, solidaritas dengan
tetangga
saja
pokoknya
menghadapi itu dengan sabar
saja. Trus pokoknya biasa
sajalah.”
“Tidak ada rasa kawatir,
karena
disinikan
rame,
banyak orang trus apa,
kayaknya tidak ada, saya
rasa tidak ada kekawatiran.
Tapi hanya ada satu itu yang
ada orang mabuk, orang
mabuk nyasar dia loncat dari
seng satu ke seng rumah yang
satu .......”

Optimisme
Mengenai optimisme para partisipan memiliki keyakinan diri yang kuat baik terhadap

diri mereka sendiri maupun terhadap keluarga mereka. Seperti partisipan riset I
mengungkapkan bahwa partisipan sangat yakin anak-anak partisipan akan baik-baik saja dan
juga yakin bahwa anak-anak partisipan tidak akan terpengaruh dengan pengaruh buruk dari
lingkungan lokalisasi. Seperti halnya yang diungkapkan oleh partisipan riset II dan partisipan
riset III yang tetap optimis dalam menjalankan kehidupannya partisipan menyadari dengan
bertempat tinggal di lingkungan lokalisasi akan ada banyak masalah yang akan datang, tetapi

13
partisipan opitimis bahwa itu semua bisa diatasi dengan baik. kedua partisipan juga memiliki
keyakinan bahwa kehidupan keluarganya akan lebih baik dari sekarang.
Partisipan I
“Mama rasa sonde,
karena saya pu anak
semua riki, mega sudah
selesai sekolah hanya
tinggal julian sendiri. Ya
kecuali anak-anak dong
kaco semua, kalau itu
barang dari katong saja,
agama kalau kuat pasti
hal-hal yang negatif itu
bisa kita lewati.”

Partisipan II

Partisipan III

“Karena kalau kita tinggal aman tidak
sakit-sakitan, itu yang buat kita
bertahan. Walaupun rumah mewah
ataupun rumah jelek tapi kalau kita
tinggal baru sakit-sakitan, ......”

“Harapannya
yah
lebih baik lagi dari
yang sekarang.”

“Percaya, tapi biar saja. Sudah biasa
tinggal di sini jadi rasanya, sekarang
sudah alhamdulilah rasa lebih aman
kalau dulu wuu lebih parah lagi,
sekarang mereka berdiri di sana
(sambil menunjuk) tembak naik kita
hanya bisa lihat saja, sekarang lebih
aman dari pada yang dulu-dulu, mau
kita lihat orang yang mabuk ka, mau
lihat orang yang begitu.”

“Harapannya
bisa
lebih maju lagi.”
“Ya punya rumah
sendiri,
pokokknya
lebih maju lagi dari
yang
dulu-dulu
dengan sekarang.”

“Harapan pingin hidup senang, santai,
tidak punya kasus, kertas hijo, kertas
kuning, ada istilah lah disini tagihan
dari koperasi simpan pinjam.”

4.

Kemampuan Menganalisis Masalah
Dalam kemampuan menganalisis masalah ketiga partisipan mampu melihat masalah

apa yang menghampiri ketiga partisipan ketika tinggal di lingkungan lokalisasi. Ketiga
partisipan menghadapi kendala saat berhadapan dengan kehadiran orang-orang mabuk yang
berkunjung ke lokalisasi dan membuat gaduh di lingkungan sekitar dan tidak jarang para
pengunjung yang mabuk tersebut menyerobot masuk kedalam rumah para partisipan dan
membahayakan keselamat keluarga partisipan dan juga ditambah lagi dengan suara musik
dari bar-bar terdekat yang membuat kondisi lingkungan menjadi riuh. Salah satu partisipan
berpendapat kendala lain yang harus mereka dihadapi adalah cara berpakaian para Purel
(sebutan untuk perempuan malam) dan kegiatan para purel yang selalu dihiasi dengan

14
teriakan-teriakan dari para purel tersebut. Bertempat tinggal di lingkungan lokalisasi tidak
membuat ketiga partisipan terlepas dari tanggapan negatif dari orang di luar lingkungan
lokalisasi mengenai keluarga partisipan, baik itu anggapan mengenai perselingkuhan yang
akan dilakukan oleh para suami maupun hal buruk lainnya, namun ketiga partisipan memilih
untuk menanggapinya dengan sabar dan tidak terlalu memikirkan hal tersebut. Selain itu
ketiga partisipan juga sering ditertawai jika ditanya di mana rumah partisipan, hal ini sering
membuat partisipan menjadi sedikit risih namun partisipan beranggapan ini semua sudah
dilewati tetap kita jalani kehidupan ini dan terus maju.
Partisipan I
“Hii itu kadang.. lokalisasi lagi,
daerah Pub to, jadi orang sering
mabok, minum-minum itu, yang
biasa kadang tengah malam katong
lagi tidur nyenyak dong pada ribut
lari sana-sini batareak, itu tu yang
kadang, baru musik ni yang waah,
pokoknya musik ni kasi peredam
baru bagus, terlalu berisik.
“Kalau untuk para WTS mereka
sonde terlalu, dong tertib, cuma
karena pengaruh bar ini yang
diluar ini yang terlalu berisik,
habis dia pu pelayan-pelayan bar
su tasiram keluar. Kalau para WTS
yang keluar ke jalan katong sonde
tau kalau dong tu WTS, karena
rapih sonde menonjol kayak
wanita-wanita apa pekerja malam
yang lain itu kayak di bar itu yang
pake pakian minim-minim orang
lihat langsung tau, kalau WTS
sonde.”

Partisipan II

Partisipan III

“karena
rata-ratanya
kalau
adik-adik
pas
datang dari Timor Leste
kan tanya, ditanya kita
turun dimana ade, turun di
Tenau
rata-ratanya
mereka ketawa, tapi saya
bilang ah tenau itu kota
luas, kelurahannya luas,
tenau bukan satu tempat
saja kok. Kalau mereka
datang, mereka bilang ma
bagaimana kita ini turun
dimana kalau sampai
dengan
trevel,mereka
tanya sambil ketawa, tau
lagi apa yang mereka
ketawa, saya bilang biarin
saja kenapa.”

“Emmm, biasa saja.
Tidak ada penilaian
bilang inilah, orang
tinggal disini nanti
mereka buruk begini
begini, buruk seperti
orang yang dilokalisasi
tidak ada yang begitu
biasa-biasa saja.”

“Kendalanya seperti orang
mabuk berkeliaran, karena
salah sasaran berkelahi,
kadang lari masuk salahsalah
jadi
itu
tapi
“Itu sudah,orang kadang memang alhamdulilah tidak ada
nilai bilang ih basong tinggal dekat masalah. Bisa diatasi.”
KD, pasti basong pu suami
selingkuh begini-begini, beta bilang “Kalau takut di tanya
haii sudah katong sudah lewati Cuma
pencuri
saja,
yang begitu-begitu, dan memang soalnya kita pernah dicuri,
harus lewati itu semua dan harus kita
pernah
kecurian

“Pernah,
banyakbanyak yang bilang
kalau
tinggal
di
lingkungan seperti ini,
pasti ada dampak dari
orang-orang
dalam
kompleks
kayak
pergaulannya
bagaimana, pandangan
dari kampung sebelah
begitu melihat bahwa ih
ini orang-orang yang di
sekitar ini lokalisasi itu
pasti sifat, wataknya
pasti sama dengan
orang yang ada di
dalam lokalisasi.”
“Tidak
ada
rasa
kawatir,
karena
disinikan rame, banyak
orang
trus
apa,

15
sabar sudah. Dan itu memang itu habis, maret kemarin
memang pandangan negatif orang tanggal
2.
Kalau
ke kita begitu sudah..”
kekawatiran hanya itu saja
untuk yang lain tidak ada,
“Orang baru dengar KD sa orang kita darah Timor mau
su ketawa. Macam kemarin pi beli takut apalagi. Orang tua
dinding di Oesapa, bapa bilang oo kita asalnya sudah kasar.”
nanti ini dinding muat trus kasi
turun di KD, orang langsung “Ya yang paling besar itu,
ketawa, trus sa bilang bapa jangan orang mabuk lewat, bikin
bilang di KD nanti orang pikir ulah itu yang buat kadang
katong tinggal di KD lagi, bilang ngeri, itu kadang ngeri
tinggal di karantina sa. Jadi itu tapi mau buat apa biar
imagenya kurang bagus, langsung saja, kalau mereka pas
ketawa to, kan dong agak jauh dari lewat begitu kita masuk
kita to orang-orang Oesapa dong, rumah, suru anak-anak
jadi itu penjual langsung ketawa masuk rumah tutup pintu.”
pas dia dengar bilang KD.”
“Yaa..terima su apa adanya,
memang kenyataan katong tinggal
di sini, mau karmana lagi. Harus
terima kenyataan sudah to.”

kayaknya tidak ada,
saya rasa tidak ada
kekawatiran. Tapi hanya
ada satu itu yang bikin
kawatir mungkin pas
kita ada main binggo
tengah malam ada seruseru jaga kartu kaget
ada orang mabuk, orang
mabuk nyasar dia loncat
dari seng satu ke seng
rumah yang...”
“Ha itu yang kawatir
pada saat itu saja, tapi
saya rasa dihari-hari
yang lain sonde ada lai.
Pas ada yang mabok sa
yang bua kita kawatir
saja, mungkin dia nanti
jahat
dengan
kita
selanjutnya basa saja.”

“Yah takut ada perselingkuhan, ada
PUB lagi to jadi ada orang-orang
mabok, itu saja. Itu yang paling
banter terjadi ya itu sudah.”

5.

Empati
Dalam hal menunjukkan rasa empati ketiga partisipan menunjukkan rasa empati

mereka terhadap orang-orang yang juga berada di lingkungan lokalisasi. Seperti yang
diungkapkan oleh Partisipan riset I bahwa orang-orang yang memilih untuk bertempat tinggal
di lingkungan lokalisasi sangatlah ekstrim karena bagi partisitipan hal tersebut bukanlah hal
yang mudah dan merupakan keputusan yang sangat besar karena mau bertempat tinggal di
lingkungan lokalisasi. Namun partisipan melihat bahwa beberapa tetangga yang tinggal
dilingkungan lokalisasi tersebut dapat mengambil keuntungan dengan membuka lapak agar
bisa mendapat keuntungan.

16
Ketiga partisipan yang sudah lama tinggal di lingkungan lokalisasi ini sangat tidak
mendukung bila salah satu anggota keluarganya masuk dalam kegiatan prostitusi meskipun
orang yang terlibat bukan merupakan keluarga kandung hanya orang-orang yang berasal dari
daerah yang sama dengan partisipan, para partisipan akan berusaha mengingatkan orang yang
ingin masuk ke dunia prostitusi tersebut, walaupun hal tersebut belum terealisasikan para
partisipan tetap berusaha semampu mereka. Ketiga partisipan tetap menjaga hubungan baik
mereka dengan orang-orang di lingkungan sekitar dan saling menjaga sikap toleransi satu
sama lain.
Partisipan I
“Yah awal-awal memang ekstrim ju, tapi
su begini katong mau karmana lae. Yang
sudah terbiasa malah dong bisa ambil
keuntungan dari situ to, jualan ini jualan
itu tapi kalau kek katong bagini, yang
pemalu begini, jadi ibu rumah tangga
diam-diam su dirumah, yang penting
didik anak-anak saja supaya jangan
terjemus, supaya jangan tergoda dengan
ini lingkungan itu sa.”

Partisipan II

Partisipan III

“Baik-baik saja sama
mereka, kita juga akur
dengan
mereka,
kemanapun kita pergi,
kalau ada kematian kita
jlan sama-sama dengan
mereka.”

“Ooh, itu usir pukul kasi
mati. Iya itu bikin malumalu katong, bikin malumalu keluarga saja.
Pernah
pernah
ada
bukan keluarga tapi
sedaratan orang Belu,
orang Timor lebih ke
Timor sana tu ada dua
orang dan ke mereka
jatuhkan nama asal
nama kampung toh jadi
itu yang buat kami
sangat benci dengan halhal seperti itu.”

“Ikhlaskan saja.”
“Baik saja, mereka
tidak tegur sapa kita,
kita tegur saja mereka,
kita kan dari Timor
mau kenal atau tidak
kita tetap tegur mereka.
Kalaupun mereka tidak
tegus
lama-lamakan
pasti cape dan pasti
mereka
baik-baik
dengan kita.”

“Sonde setuju ee, lagian sonde ada
keluarga yang terlibat dalam sana ?
kalau dengar-dengar keluarga dari rote,
bukan keluarga dekat macam saudara
dari rote kan mama orang rote, katong su
rasa ih kenapa mereka su disini sonde
“Memandangnya biasa,
ada pekerjaan lain ko, kayak katong
bergaul,
solidaritas,
dengar katong pu saudara yang dari
toleransi
semuanya
Belu, Soe, Alor itu kan katong jadi kek
ada.”
prihatin begitu deng dong ee, apa sonde
ada pekerjaan lain selain itu ? karena
“Sikap biasa saja, baik,
itukan resikonya tinggi to bisa kena “Tidak ada, kalau ada ramah tidak sombong
penyakit......”
baru ada tanggapan bergaul dengan mereka
kalau tidak ada yah juga itu saja.”
“Maksudnya ini hanya di dalam hati saja tidak ada.”
tegur orang lae baik ko orang terima
“Ya sudah mau bilang
baik, akhirnya katong pi batarek pi
apa lagi. Mau bikin
sampe polisi gara-gara tegur sonde bole
karmana, mau pukul mati
terlibat.”
kita masuk penjara, mau
didiam kan saja kita
“Jadi akhirnya, ee kasihan malah kita
rasanya kek malu, tapi

17
yang prihahatin dengan mereka, dengan
dong pu profesi seperti itu. Itu sa, kayak
lebih iba sa kasian ee kenapa orang dong
sonde ada pekerjaan lain. ........”

6.

biasa saja namanya juga
begitu mau bilang apa
lagi.”

Efikasi Diri
Partisipan riset I mengungkapkan bahwa tidak perlu berpikiran yang teralu negatif

dengan lingkungan sekitar dan pengaruh buruk dari lingkungan sekitar terhadap keluarga
yang terpenting adalah bagaimana partisipan bisa menjaga keluarganya dan tetap berdoa agar
keluarganya dapat hidup aman dan tenteram. Keluarga partisipan sempat goyah beberapa
tahun yang lalu dan partisipan merasa hal tersebut telah dilalui dengan cara berdoa dan
berusaha untuk menyelesaikannya dengan baik sehingga keutuhan keluarganya bisa bertahan
hingga sekarang. Partisipan berusaha untuk bertahan di lingkungan lokalisasi tersebut,
meskipun partisipan terus berharap agar bisa pinda ke tempat yang lain. Sama halnya dengan
Partisipan riset II tidak merasa takut pada saat tinggal di lingkungan lokalisasi dan
menyerahkan semua ke tangan Tuhan. Dalam menyelesaikan masalah partisipan
menyelesaikan masalahnya dengan mencari solusi bersama keluarganya dan berusaha
menggunakan cara yang baik-baik dibandingkan menggunakan cara yang kasar selain itu
juga partisipan menyelesaikan masalahnya dengan terus berdoa kepada Yang Maha Kuasa
dan bersikap pasrah serta percaya semua akan baik-baik saja. Partisipan memiliki cara
sendiri dalam mendidik anak-anak partisipan dan tau bagaimana cara menempatkan dirinya
sebagai seorang ibu dalam keluarga. Seperti kedua partisipan Partisipan riset III juga merasa
baik-baik saja saat bertempat tinggal di lingkungan lokalisasi dan berusaha untuk tidak
berpikiran negatif terhadap lingkungan sekitar, partisipan merasa semua baik adanya.
Partisipan menyadari dengan bertempat tinggal di lingkungan lokalisasi akan ada banyak
masalah yang akan datang, tetapi partisipan beranggapan bahwa itu semua dapat diatasi

18
dengan baik. partisipan memiliki cara sendiri dalam membina keluarganya dan menjaga
anak-anak partisipan dari pengaruh buruk lingkungan dengan membuat batasan-batasan
tertentu bagi anak partisipan. Dengan adanya motivasi dari keluarga partisipan, partisipan
lebih bersemangat dan ingin menjadi individu yang lebih baik lagi bagi keluarganya.
Partisipan I
“Kalau anak-anak bisa
dikasih nasihat, kalau
bapa ya mau karmana,
taulah bapa
sebagai
seorang pak RT jadi
banyak yang datang urus
segala sesuatu disini jadi
katong harus jangan
terlalu fanatik, harus
terima kecuali su agakagak melenceng baru
kita cut sekalian, jadi
jangan terlalu fanatik
karena mengingat dari
tahun ke tahun kita akan
terus tinggal disini dan
harus santai saja.”

Partisipan II

Partisipan III

“Tidak juga tidak ada, karena percaya
bahwa Tuhan itu pasti lindungi
umatnya. Jadi tidak rasa takut, tidak
rasa apa-apa. Memang banyak orang
banyak mabuk,
kadang orang
berkelahi tapi kayaknya tidak ada
masalah dengan itu.”

“Dampaknya
baik,
motivasi itu buat saya
lebih maju lagi menjadi
seorang ibu, seorang
istri yang baik bagi
keluarga dan sebagai
seorang
anak
bagi
keluarga.”

“Kasi duduk mereka, cari posisi yang
enak dulu waktu yang enak yang tepat
baru sama-sama bahas dengan
mereka. Tapi mereka juga terima
dengan baik. paling sakit hati itu
tahun 2008 bagaimana anak masih
kecil bapa tua lari kasi tinggal kita
semua, tapi keluarga bilang kakak
tenang berdoa saja pasti ada cara
penyelesaiannya.
Allhamdulilah
“Berdoa sa, juga nasehat selesai semuanya.”
suami.
Sebenarnya
banyak protes dalam diri “Punya anak ya berarti bagi waktu
juga. Rumah tangga juga buat mereka. Karena kita jualan kalau
sempat goyang, tapi pagi kita urus mereka berangkat
lama-lama juga sudah, sekolah dulu tinggal jualan dulu.
sudah biasa dengan itu Waktunya mereka pulang tutup kios
smua dan su lewati itu temani mereka tidur siang, trus soresemua seuluh tahun yang sore mereka brangkat mengaji, baru
lalu.”
mama lanjut kerja.”
“Yah.. harus bertahan
sudah, tempat tinggal su
disini, tambah lagi bapa
RT di sini lae, katong ju
su hidup begini lama
taon, ada ternak, jadi
mau karmana lae, yah
kalau ada dapat tempat
tinggal dilaen tampat yah
kita ju pengen pindah,
habis mau karmana lagi,

“Saya rasa tidak ada ada
gangguan apa-apa to
jadi buat apa kita
langsung merasa tinggal
disini begini-begitu. Ya
kan kita su tinggal
selama tujuh taun disini
to berarti kita sudah bisa
hidup
sudah
bisa
mengenal ini lingkungan
dengan baik saya rasa
santai saja.”

“Pasti ada, ada saja
pasti
ada
banyak
masalah kayak biasa
kalau ada orang mabuk
trus nyasar, orang dari
dalam sana keluar itu
bikin rese begitu, tapi
“Pasrah, pasrah sama Gusti Allah, percaya saja itu bisa
berdoa, pasrah, ikhlas akan lega diatasi.”
rasanya, alhamdulilah akan baik-baik
saja dan tenang. Habis kalau kita “Yang saya lakukan
tidak berdoa kita mau mau tidak memanjakan anak,
menghadap di siapa lagi. Satu- biasa
dampak
dari
satunya jalan untuk kita minta memanjakan anak itu
pertolongan supaya bisa kuat untuk pasti anak akan lari
cobaan apapun. Kalau berdoa semua kehal-hal yang negatif.”
akan baik-baik saja.”
“Kayaknya tidak ada,

19
lebih senang ju kalau di
tempat laen, mungkin
kasi habis masa tua di
tempat yang lebih apa ee,
lebih sunyi begitu dari
pada tempat yang rame
kayak
begini,
rame
bukan dalam arti rame
apa.
Hiruk
pikuk
manusia
yang
terlalu..karmana e itu
pokoknya berpikir suatu
saat nanti bisa pindah
dari ini tempat.”

7.

“Berdoa, kumpul sama keluarga
saudara-saudara jadi bisa tukar
pikiran sama adik-adik, kalau sudah
cape saya pergi kumpul dengan
mereka atau tidak saya yang telpon
mereka untuk datang kesini jadi ramerame kumpul jadi stres agak hilang.
Dan mereka juga kasi dukungan
banyak untuk saya meskipun saya
sudah beda agama dengan mereka,
tapi mereka tetap peduli dengan
saya.”

mungkin
kendalanya
kalau
anak-anak
melawan yah marah.
Tapi mo sampe bilang
ada kendala yang lebih
banyak lagi sonde ada.”
“Jaga, jaga mereka saja
trus batasi pergaulan
kalau sekarang tu banyak
anak-anak yang baru
puber atau baru nae-nae
badan tu kan sering
bergaul, trus mabukmabuk, jadi batasi waktu
anak-anak tu dengan
bergaul di luar.”

“Oo itu obat paling mujarab, kalau
sudah kumpul makan siri pinang
sudah rame sudah masalah jadi
sedikit berkurang. Karena sudah
setiap minggu sudah pasti kumpul.
Jadi kalau hari minggu pasti jarang di “Ya sudah mau bilang
rumah sudah punya jadwal pasti apa lagi. Mau bikin
kumpul dengan keluarga.”
karmana, mau pukul mati
kita masuk penjara, mau
“... kita kasi nasehat, kasi pendapat, didiam kan saja kita
boleh mereka main tapi ada waktunya rasanya kek malu, tapi
kecuali kalau malam minggu baru biasa saja namanya juga
mereka boleh bermain hari-hari biasa begitu mau bilang apa
itu di dalam rumah saja belajar. Jadi lagi.”
mereka suda tau waktu mereka untuk
bermain hanya malam minggu saja.
....”

Pencapaian
Partisipan riset I merencanakan untuk menghabiskan masa tua partisipan bersama

suami di luar lingkungan lokalisasi. Partisipan riset beranggapan lebih baik lokalisasi tersebut
dapat ditutup dengan alasan partisipan merasa kasihan dengan beberapa PSK yang sudah
lanjut usia tetapi masih aktif bekerja di lokalisasi tersebut dan juga berharap lingkungan
tersebut tidak terlalu ribut dan cara berpakaian para Purel, meskipun partisipan tau itu
konsekuensi dari tinggal di lingkungan lokalisasi partisipan terus berharap yang terbaik
dalam diri partisipan. Sedangkan Partisipan riset II lebih memilih untukmelakukan aktivitas
tertentu, mempunyai jadwal tetap untuk berkumpul dengan keluarga besar agar dapat

20
menghilangkan rasa stres pada partisipan sehingga partisipan dapat bertahan lebih lama lagi
di lingkungan lokalisasi. Partisipan tidak memperdulikan pengaruh buruk apa yang terjadi di
lingkungan lokalisasi dan berusaha untuk berpikiran positif. Alasan lain partisipan memilih
bertahan di lingkungan lokalisasi tersebut karena sudah memiliki kios untuk berjualan dan
partisipan beranggapan dengan bertempat tinggal di lingkungan tersebut partisipan lebih
mudah mempunyai akses lebih dekat dengan pelabuhan jika dibutuhkan. Sama halnya
denganPartisipan riset III yang mempunyai cara sendiri dalam menyelesaikan masalah di
dalam keluarganya partisipan lebih memilih untuk menyelesaikan masalah partisipan dengan
cara mencari solusi bersama keluarganya dan menyelesaikan masalahnya dengan
menggunakan cara halus dengan cara demikian partisipan dapat menjalankan keberfungsian
keluarganya dengan baik.
Partisipan I
“Tapi mama lebih berpikir suatu saat
dengan bapa katong cari tanah dima ko
pindah sa, biar ini rumah kita kasih
untuk anak anak sa maunya habiskan
hari
tua
ditempat
yang
yah
pemandangan agak bagus sedikit lihat
pohon sedikit soalnya lihat manusia
terlalu banyak yang aneh-aneh ha. itu
kan angan-angan kalau terwujud. Yah
kalau ada berkat.”

Partisipan II

“Karena kalau disini
kita bisa jualan, trus
dekat
dengan
pelabuhan jadi klau
ada saudara dari jawa
yang datang lebih dekat
dari sini, pokoknya
keluarga dari mana
saja mau berangkat ke
jawa jadi mampir disini
dlu baru rame-rame
“Memang kawatir, pengenya itu KD naik kapal.”
juga tutup hahahahaha, iya pengennya
ditutup sudah, dong su nenek-nenek “Oo itu obat paling
begitu biar suruh pulang sudah, karena mujarab, kalau sudah
kasian ju to kita sama-sama perempuan kumpul makan siri
baru sudah tua lagi mana jadi WTS, pinang sudah rame
apalagi banyak yang mati tu, hem kena sudah masalah jadi
bunuh, jadi katong perihatin juga sedikit berkurang. Ini
dengan dong, sebenarnya begitu, baru tadi saja mereka telpon
lingkungan su kumuh begitu lae, mau minta ikut kumpul
mendingan pemerintah tutup sa.”
tapi karena sudah ada
janji dengan nona jadi
“Yah supaya mereka bisa lebih tertib tidak
jadi
sudah.
saja, walaupun ini daerah PUB, tapi Karena sudah setiap
bisa tertib seperti yang di dalam kota minggu sudah pasti

Partisipan III

“Caranya, saya rasa biasa
saja. Yah sabar kalau trus
ada masalah antara suami
dan istri tidak perlu
tetangga dengar jangan
dengar, caranya ya kita
diam-diam
saja,
trus
jangan dengar omongan
orang
lain,
hasutanhasutan.”
“Menyelesaikannya
dengan bersikap sabar,
diam-diam trus tenang,
trus kumpul anak semua
baru berbicara dengan
baik-baik,
memberi
nasehat-nasehat
yah
sudah. Ya rasa kalau ada
jalan keluar jadi tidak
perlu dibesar