T1 802009601 Full text

HUBUNGAN ANTARA SELF-ESTEEM DENGAN PROKRASTINASI
AKADEMIK PADA MAHASISWA FAKULTAS
ILMU KESEHATAN UKSW
Oleh :
RENSI NARI RANTELIMBONG
802009601

TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016

HUBUNGAN ANTARA SELF-ESTEEM DENGAN PROKRASTINASI
AKADEMIK PADA MAHASISWA FAKULTAS
ILMU KESEHATAN UKSW


Rensi Nari Rantelimbong
Berta Esti Ari Prasetya

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui signifikansi hubungan antara self-esteem
dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan UKSW
Salatiga. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan menggunakan teknik
insidental sampling. Partisipan dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Ilmu

Kesehatan UKSW Salatiga sebanyak 102 responden. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan tidak terdapat hubungan negatif signifikan antara self-esteem dengan
prokrastinasi akademik pada mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kristen

Satya Wacana Salatiga.
Kata kunci: Self-Esteem, Prokrastinasi

i

Abstract
This study’s aims to find out the relationship’s signification between self-esteem with
academic procrastination on the students of the Faculty of Health Sciences UKSW
Salatiga. This study uses a quantitative method with incidental sampling technique. The
Participants in this study were the students of Faculty of Health Sciences UKSW
Salatiga that include of 102 respondents. The results of this research showed that no
negative significant relationship between self-esteem with academic procrastination on
the students of the Faculty of Health Sciences Satya Wacana Christian University
Salatiga.
Keywords: Self-Esteem, Procrastination

ii

1


PENDAHULUAN
Perguruan tinggi merupakan salah satu tempat pendidikan untuk dapat
mengembangkan kemampuan yang dimiliki individu baik dalam segi kognitif,
afektif maupun psikomotor melalui proses pembelajaran yang dilakukan di kampus.
Hal tersebut diharapkan mampu menghasilkan generasi-generasi penerus bangsa
yang cerdas, kreatif, cekatan dan bertanggung jawab. Pada masa remaja, aspek
afektif dan moral telah berkembang dan diharapkan remaja mampu mendukung
menyelesaikan tugas-tugasnya. Piaget (dalam Santrock, 2002) memaparkan, masa
remaja merupakan masa perkembangan dalam aspek kognitif yang sudah mencapai
taraf operasi formal, sehingga aktivitas siswa/mahasiswa merupakan hasil dari
berfikir logis. Berdasarkan pendapat tersebut maka seorang siswa/mahasiswa sudah
mampu dianggap bertanggungjawab dalam menyelesaikan berbagai tugas termasuk
tugas akademik. Namun berdasarkan fakta dan realita yang sering terjadi didalam
bidang pendidikan bahwa siswa/mahasiswa masih mengalami masalah dalam
menjalankan tugas-tugas akademik.
Fenomena yang sering terjadi pada pelajar saat ini adalah banyak waktu yang
terbuang sia-sia untuk hal lain selain belajar. Hal ini terlihat dari kebiasaan suka
begadang, jalan-jalan di mall atau plaza bersama teman-teman, menonton televisi
hingga berjam-jam, kecanduan game online dan suka menunda waktu pekerjaan
(Saleem & Rafique, 2012). Hal ini juga terjadi pada mahasiswa Fakultas Ilmu

Kesehatan., yang dimana dari hasil wawancara dengan beberapa mahasiswa
Fakultas Ilmu Kesehatan UKSW yang mengatakan bahwa sering membuat tugas
satu hari sebelum dikumpulkan dikarenakan mereka merasakan terlalu banyak tugas
kuliah sehingga sering merasa malas untuk mengerjakannya dan menunda

2

mengerjakannya di waktu luang. Selain itu, mereka lebih menghabiskan waktu
untuk nongkrong bersama dengan teman-teman atau jalan-jalan dibandingkan
mengerjakan tugas kuliah.
Ketika seorang pelajar tidak dapat memanfaatkan waktu dengan baik, banyak
mengulur waktu untuk melakukan aktivitas lain dengan sengaja dan merasa
aktivitas lain lebih menyenangkan daripada melakukan tugas yang harus dikerjakan
sehingga tugas terbengkalai dan menyelesaikan tugas tidak maksimal maka dapat
mengakibatkan kegagalan atau terhambatnya kesuksesan. Kegagalan atau
kesuksesan individu sebenarnya bukan karena faktor intelegensi semata namun
kebiasaan melakukan penundaan terutama dalam penyelesaian tugas akademik yang
dikenal dengan istilah prokrastinasi akademik (Savira & Yudi, 2013).
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa prokrastinasi merupakan salah
satu masalah yang menimpa sebagian besar anggota masyarakat secara luas, dan

pelajar pada lingkungan yang lebih kecil, seperti yang diutarakan oleh Ferrari,
Keane, Wolf, & Beck (1998), bahwa sebagian pelajar sekitar 25 % sampai dengan
75 % dari pelajar melaporkan bahwa prokrastinasi merupakan salah satu masalah
dalam lingkup akademis mereka. Hal ini sesuai dengan yang diteliti oleh Saleem
dan Rafique (2012) terhadap mahasiswa universitas Punjab Lahore yang didapatkan
bahwa penundaan merupakan salah satu kebiasaan yang sering dilakukan
mahasiswa tahun pertama sampai tahun terakhir dalam menghadapi tugas-tugas
kuliah maupun penyusuan tugas akhir. Senada dengan penelitian dari Bruno (dalam
Hayyinah, 2004) yang mengungkapkan bahwa ada 60% individu memasukkan
sikap menunda sebagai kebiasaan dalam hidup mereka.

3

Ghufron & Rini (2010) menjelaskan bahwa seseorang yang dikatakan
melakukan prokrastinasi akademik adalah ketika seseorang memiliki ciri-ciri
menunda untuk memulai maupun menyelesaikan kerja pada tugas yang dihadapi,
keterlambatan dalam mengerjakan tugas, kesenjangan waktu antara rencana dan
kinerja aktual dan melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada
melakukan tugas yang harus dikerjakan. Seperti yang dikatakan oleh Tuckman
(1990) mengenai 3 aspek prokrastinasi yaitu ( 1) pembuang waktu, merupakan

kecenderungan untuk membuang waktu secara sia-sia dalam menyelesaikan tugas
yang perlu diprioritaskan demi melakukan hal-hal lain yang kurang penting
(Tendency to delay or put off doing things). (2) kesulitan dan penghindaran dalam
melakukan sesuatu yang tidak disukai, merupakan kecenderungan untuk merasa
keberatan mengerjakan hal-hal yang tidak disukai dalam tugas yang harus
dikerjakan tersebut atau jika kemungkinan akan menghindari hal-hal yang dianggap
mendatangkan perasaan tidak menyenangkan (Tendency to have difficulty doing
unpleasant things and when possible to avoid or circumvent the unpleasantness).

(3) Menyalahkan orang lain, merupakan kecenderugan untuk menyalakan pihak lain
atas penderitaan yang dialamai diri sendiri dalam mengerjakan sesuatu yang
ditundanya.Tendency to bla me others for one’s own plight.
Menurut Ferrari dan Morales (2007) prokrastinasi akademik memberikan
dampak yang negatif bagi para pelajar, yaitu banyaknya waktu yang terbuang tanpa
menghasilkan sesuatu yang berguna. Prokrastinasi juga dapat menyebabkan
penurunan produktivitas dan etos kerja individu sehingga membuat kualitas
individu menjadi rendah, dan tugas tidak terselesaikan, atau terselesaikan namun
hasilnya tidak maksimal karena dikejar deadline.

4


Beberapa faktor-faktor menurut Ferrari (1995), yang mempengaruhi
terjadinya perilaku prokrastinasi, seperti kelelahan, Self-afficacy, tingkat intelegensi
yang dimiliki seseorang, rendahnya self-control, rendahnya self-esteem, motivasi
yang rendah dan kondisi lingkungan lenient (pengawasan rendah). Dari faktorfaktor tersebut dapat terjadi pada pelajar, seperti kelelahan dalam belajar karena
tugas yang banyak/padatnya jam belajar, tidak ada semangat untuk mengerjakan
tugas yang diberikan oleh guru dan juga seperti self-esteem yang rendah. Hal ini
didukung dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Beswick (1988) menemukan
dari beberapa penelitian adanya faktor yang berhubungan dengan seseorang
melakukan prokrastinasi. Faktor tersebut adalah indecision, irrational belief about
self-worth, dan low self-esteem.
Self-esteem merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan

memandang dirinya terutama mengenai sikap menerima atau menolak, dan indikasi
besarnya kepercayaan individu terhadap kemampuannya, keberartian, kesuksesan
dan keberhargaan (Coopersmith, 1967). Secara singkat self-esteem adalah
“personal judgment” mengenai perasaan berharga atau berarti yang di ekspresikan
dalam sikap-sikap individu terhadap dirinya. Kreitner dan Kinicki (2005)
mendefinisikan self-esteem dengan mengacu pada suatu keyakinan nilai diri sendiri
berdasarkan evaluasi diri secara keseluruhan. Apabila sebagai seorang pelajar yang

tahu tentang kewajibannya untuk menyelesaikan tugas dengan baik dan mempunyai
self-esteem yang tinggi, mereka akan mampu mengatur perilaku mereka dalam

belajar. Mereka mampu mengatur stimulus sehingga dapat menyesuaikan
perilakunya kepada hal-hal yang lebih menunjang untuk menyelesaikan tugasnya.
Sebaliknya, jika pelajar yang memiliki self-esteem yang rendah maka ia tidak

5

mampu mengarahkan perilakunya dalam belajar. Ia akan mementingkan sesuatu
yang lebih menyenangkan, sehingga banyak melakukan prokrastinasi dalam
menyelesaikan tugas (Brown, Dutton & Cook, 2001).
Coopersmith (dalam Martini, 2003) mengidentifikasikan adanya empat aspek
self-esteem, yaitu (1) Proses belajar, istilah yang digunakan Coopersmith untuk

menggambarkan bagaimana individu menilai keadaan dirinya berdasarkan nilainilai pribadi yang dianutnya. Individu menilai dirinya telah memenuhi atau
mendekati apa yang ada dalam kebutuhan idealnya dan mempunyai penerimaan
yang positif, maka individu tersebut akan memiliki penilaian dirinya yang positif.
Dalam kehidupan bermahasiswa, proses belajar akan terus menerus terjadi seperti
halnya yang terjadi pada mahasiswa FIK, dalam wawancara singkat ada beberapa

mahasiswa yang menuturkan bahwa dalam proses mengerjakan tugas ada beberapa
kendala yang terjadi salah satunya masalah tugas yang berhubungan dengan
laboratorium dimana ruangan laboratoriun dianggap mahasiswa terlalu kecil
sehingga harus masuk secara bergantian antar angkatan dan hal ini berpengaruh
terhadap waktu pengumpulan tugas karena mereka harus menunggu antrian. Dalam
hal ini, mahasiswa dapat menilai dirinya telah atau belum mendekati kebutuhan
ideal terkait dengan perkuliahannya.
Aspek (2) Penghargaan, merupakan perbuatan menghargai orang lain.
Perbuatan menghargai orang lain sebagaimana perbuatan menghargai diri sendiri
dapat meningkatkan harga diri seseorang. Orang lain akan menghargai dirinya
apabila dia juga menghargai pendapat, gagasan dan hasil kerja orang lain. Adapun
hal hal yang terjadi di lingkungan mahasiswa FIK yaitu kesenjangan untuk
mengungkapkan pendapat dalam proses perkuliahan dimana angkatan yang lebih

6

tua dianggap lebih mampu berpendapat dibanding angkatan yang lebih mudah
dalam perkuliahan yang berhubungan dengan laboratorium, seperti yang telah
diungkapkan sebelumnya bahwa setiap angkatan bergantian untuk masuk ke
laboratorium.

(3) Penerimaan, aspek ini menekankan perasaan keluarga dan orangtua dalam
pembentukan dasar harga diri pada masa kanak-kanak. Keluarga merupakan tempat
sosialisasi pertama bagi anak. Penerimaan keluarga yang positif akan berpengaruh
pada perkembangan harga diri anak pada masa dewasa kelak. Orangtua mempunyai
nilai yang pasti dan berharap anak bisa melakukannya. Terlepas dari dukungan
orang tua para mahasiswa juga merasa bahwa dukungan dari teman-teman
memberikan semangat untuk menjalani study dengan baik yang memungkingkan
tercapainya penerimaan diri. (4) Interaksi dengan lingkungan, aspek ini memiliki
karakteristik kepribadian yang dapat mengarahkan pada kemandirian sosial dan
kreatifitas yang tinggi, lebih mampu dalam mengatasi kesulitan-kesulitan yang
dihadapinya, mampu mencapai tujuan pribadi secara realistik dan aktif serta
pengalaman keberhasilan akan meningkatkan harga diri.
Dinamika hubungan antara self-esteem dengan prokrastinasi akademik, bila
individu memiliki low self-esteem maka harapan untuk berhasil pada tugas
selanjutnya akan rendah dan selanjutnya akan rendah dan individu akan melakukan
prokrastinasi pada tugas selanjutnya. Hal ini didukung dari Akinsola, Tela, & dan
Tela 2007 juga mengutarakan bahwa bisa saja seorang individu yang memiliki selfesteem yang tinggi akan bisa melakukan prorastinasi yang jika lingkungan sekitar

menjadi ancaman bagi dirinya untuk bisa bersaing mendapatkan hasil belajar yang
baik.Akinsola, (Tela, & dan Tela 2007) menemukan bahwa seorang yang memiliki


7

self-esteem yang rendah akan cenderung melakukan prokrastinasi dibandingkan

dengan individu yang memiliki self-esteem yang tinggi. Selain itu Burka dan Yuen
(1983) meneliti dan menemukan low self-esteem juga turut memengaruhi seseorang
untuk melakukan prokrastinasi. Individu tersebut akan merasa tidak berharga dan
individu

akan

berusaha

melindungi

self-esteem

dengan

cara

melakukan

prokrastinasi. Namun penelitian yang dilakukan oleh Rizal (2012) pada 518
mahasiswa di salah satu universitas di Surabaya, yang menunjukkan bahwa tidak
ada hubungan antara self-esteem dengan prokrastinasi akademik. Pada hakekatnya
self-esteem pada satu individu dengan individu yang lain tidaklah sama. Ada

individu yang memiliki self-esteem yang tinggi, namun ada pula individu yang
memiliki self-esteem yang rendah juga Hasil penelitian Rizal (2012) di Surabaya,
juga menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara self-esteem dengan
prokrastinasi akademik.
Dengan demikian dari uraian dan penelitian terdahulu di atas, maka penulis
tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai hubungan antara self-esteem dengan
prokrastinasi akademik pada mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan UKSW.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui signifikansi hubungan antara selfesteem dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan

UKSW.

8

METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasi untuk melihat hubungan antara
self-esteem dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa Fakultas Ilmu

Kesehatan UKSW.
Identifikasi Variabel
Dalam penelitian ini, terdapat dua variabel, yaitu self-esteem sebagai variabel
bebas (X) dan prokrastinasi sebagai variabel terikat/tergantung (Y).
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan mahasiswa Fakultas Ilmu
Kesehatan UKSW. Adapun sampel dalam penelitian ini melibatkan 102 mahasiswa
dengan menggunakan teknik insidental sampling, yang merupakan teknik
penentuan sampel berdasarkan kebetulan.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan skala pengukuran psikologis berupa angket yang terdiri dari dua
skala yaitu skala self-esteem dan skala prokrastinasi akademik .
1. Skala Self-Esteem
Skala self-esteem dalam penelitian ini mengacu pada alat ukur yang
dikembangkan oleh Coopersmith (1967) dan kemudian diadaptasi oleh peneliti.
Skala tersebut terdiri dari empat aspek yaitu: (1) Proses belajar. (2) Penghargaan
(3) Penerimaan (4) Interkasi dengan lingkungan. Skala tersebut dikenal dengan
nama skala self esteem. Skala tersebut sebanyak 25 item pernyataan dalam

9

bentuk skala likert dengan menggunakan 4 alternatif jawaban yaitu, sangat
sesuai (SS), Sesuai (S), Tidan Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS)
(Azwar, 2012). Realibilitas alpha cronbach dari skala coopersmith self esteem
inventory yaitu sebesar 0,763, selanjutnya peneliti juga akan menguji kembali

daya diskriminasi item dan realibilitas alat ukur ini menggunakan alpha
cronbach.

Berdasarkan pada perhitungan uji seleksi item dan reliabilitas skala selfesteem sebanyak dua kali putaran, yang terdiri dari 25 item, diperoleh item yang

gugur sebanyak 2 item dengan koefisien korelasi item totalnya bergerak antara
0,403-0,900. Sedangkan teknik pengukuran untuk menguji reliabilitas adalah
menggunakan teknik koefisien Alpha Cronbach, sehingga dihasilkan koefisien
Alpha pada skala self-esteem sebesar 0,900. Hal ini berarti skala self-esteem

reliabel.
2. Skala prokrastinasi akademik
Skala prokrastinasi akademik dalam penelitian ini mengacu pada alat ukur
yang dikembangkan oleh Tuchman (1990). Dan kemudian diadaptasi oleh
peneliti. skala tersebut terdiri dari tiga dimensi yaitu (1) Tendency to delay or
put off doing things/ pembuang waktu. (2) Tendency to have difficulty doing
unpleasant

things

and

when

possible

to

avoid

or

circumvent

the

unpleasantness/kesulitan dan penghindaran dalam melakukan sesuatuyang tidak
disukai. (3) Tendency to blame others for one’s own plight / menyalakan orang
lain. Skala tersebut bernama Tuchman procrastination scale

(TPS) yang

tersusun dari 35 pernyataan dalam bentuk skala likert dengan enggunakan 4
alternatif jawaban yaitu, sangat sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan

10

Sangat Tidak Sesuai (STS). Realibilitas alpha cronbach dari skala prokrastinasi
akademik yaitu sebesar 0,86.Selanjutnya peneliti juga akan menguji kembali
daya diskriminasi item dan realibilitas alat ukur ini menggunakan alpha
cronbach.

Berdasarkan pada perhitungan uji seleksi item dan reliabilitas skala
prokrastinasi akademik sebanyak dua kali putaran, yang terdiri dari 35 item,
diperoleh item yang gugur sebanyak 10 item dengan koefisien korelasi item
totalnya bergerak antara 0,324-0,556. Sedangkan teknik pengukuran untuk
menguji reliabilitas adalah menggunakan teknik koefisien Alpha Cronbach,
sehingga dihasilkan koefisien Alpha pada skala prokrastinasi akademik sebesar
0,879. Hal ini berarti skala prokrastinasi akademik reliabel.

HASIL PENELITIAN
Uji Deskriptif Statistika
Tabel 1. Dekriptif Statistika
Descriptive Statistics
N
Self-esteem
Prokrastinasi
Valid N (listwise)

Minimum
102
102

33
26

Maximum
88
85

Mean
71.01
65.21

Std. Deviation
9.714
9.224

102

Berdasarkan tabel 1, tampak skor empirik yang diperoleh pada skala selfesteem paling rendah adalah 33 dan skor paling tinggi adalah 88, rata-ratanya

adalah 71,01 dengan standar deviasi 9,714. Begitu juga dengan skala prokrastinasi
akademikyang dimana skor paling rendah adalah 26 dan skor paling tinggi adalah
85, rata-ratanya adalah 65,21 dengan standar deviasi 9,224.

11

Dengan demikian, maka norma kategorisasi hasil pengukuran skala selfesteem dan skala prokrastinasi akademikdapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini:

Tabel 2. Kategorisasi Pengukuran Skala Self-Esteem
dan Skala Prokrastinasi
Skala
Selfesteem

Prokrastin
asi

No
1

Interval
78,2 ≤ x ≤ 92

2
3
4
5

64,4 ≤ x