T1 202012028 Full text

DESKRIPSI BERPIKIR SISWA SMP KELAS IX PADA MATERI
LINGKARAN BERDASARKAN TAHAPAN VAN HIELE

JURNAL
Disusun Untuk Memenuhi Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Disusun Oleh:
Ariska Ade Nuansari
202012028

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016

JURNAL

L

DESKRIPSI BERPIKIR SISWA SMP KELAS IX PADA MATERI

LINGKARAN BERDASARKAN TAHAPAN VAN HIELE
Ariska Ade Nuansari, HeltI Lygia Mampouw
Progam Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas Kristen Satya Wacana, JL.Diponegoro 52-60 Salatiga
Email: 202012028@student.uksw.edu
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan berpikir siswa kelas IX SMP pada materi lingkaran
berdasarkan tahapan Van Hiele. Subyek terdiri dari 3 siswa kelas IX SMP yang dikategorikan
berdasarkan tinggi, sedang dan rendah. Instrumen yang digunakan adalah soal tes dan pedoman
wawancara. Hasil penelitian menunjukan bahwa Subjek WD dalam berpikir geometri pada tahap
visualisasi sudah menyelesaikan indokator dengan baik, pada tahap analisis subjek hanya dapat
menyelesaikan beberapa indikator yang ada sedangkan pada tahap deduksi subjek dapat
menyelesaikan namun tidak dapat membuktikannya. Subjek berkemampuan sedang yaitu subjek NK
dalam berpikir geometri pada tahap visualisai subjek belum dapat mengelompokkan sekumpulan
bangun geometri berbagai bentuk dan ukuran, pada tahap analisis subjek belum dapat
mendeskripsikan bangun lingkaran secara keseluruhan. Pada tahap deduksi informal subjek hanya
mampu mengidentifikasi dan menggunakan strategi atau pemikiran mendalam untuk menyelesaikan
masalah. Sedangkan subjek berkemampuan rendah yaitu AA hanya mampu mencapai tahap analisis
karena belum mampu memberikan lebih dari satu penjelasan untuk membuktikan seuatu dan
menggunakan strategi atau pemikiran mendalam dalam menyelesaikan masalah.

Kata Kunci : Berpikir, Lingkaran, Van Hiele

1. PENDAHULUAN
Berdasarkan Permendiknas No 22 Tahun 2006, geometri adalah salah satu cabang
matematika yang diajarkan di jenjang pendidikan dasar sampai menengah. Materi geometri
SMP meliputi, hubungan antar garis, sudut (melukis sudut dan membagi sudut), segitiga
(termasuk melukis segitiga) dan segiempat, teorema Pythagoras, lingkaran (garis singgung
sekutu, lingkaran luar dan lingkaran dalam segitiga, dan melukisnya), kubus, balok, prisma,
limas, dan jaring-jaringnya, kesebangunan dan kongruensi, tabung, kerucut, bola serta
menggunakannya dalam pemecahan masalah. Geometri sendiri memiliki peluang untuk lebih
dapat dipahami siswa dari pada topik lainnya, karena geometri berkaitan langsung dengan
kehidupan nyata seperti, ubin yang berbentuk persegi, jam dinding yang berbentuk lingkaran,
pintu yang membentuk persegi panjang dan masih banyak lagi. Selain itu ide-ide dasar
geometri seperti garis,bidang, dan ruang juga sudah dikenal siswa sejak belum masuk
sekolah.
Pembelajaran geometri adalah salah satu cara siswa dapat menumbuhkan kemampuan
berfikir logis, mengembangkan kemampuan memecahkan masalah dan pemberian alasan
serta dapat mendukung banyak topik lain dalam pembelajaran matematika. Namun dalam
mempelajari geometri siswa cenderung menghafal suatu konsep tanpa didasari dengan
pemahaman dan kebermaknaan menurut Oktorizal, Sri dan Suherman (2012). Kesalahan lain


siswa adalah mengenai persepsi visual padahal dalam mempelajari geometri, siswa
membutuhkan suatu konsep yang matang sehingga siswa mampu menerapkan keterampilan
geometri yang dimiliki seperti menvisualisasikan, mengenal bermacam-macam bangun datar dan
ruang, mendeskripsikan gambar, menyeketsa gambar bangun, melabel titik tertentu, dan
kemampuan untuk mengenal perbedaan dan kesamaan antar bangun geometri. Selain itu, di
dalam memecahkan masalah geometri dibutuhkan pola berpikir dalam menerapkan konsep dan
keterampilan dalam memecahkan masalah tersebut. Tetapi dalam kenyataannya siswa-siswa
masih mengalami kesulitan dalam mempelajari dan memecahkan soal-soal geometri (Nur’aeni,
2014).
Dalam pembelajaran matematika, terutama dalam penyelesaian masalah siswa
melakukan yang namanya proses berpikir. Dalam benak siswa terjadi proses berpikir
sehingga siswa dapat sampai pada jawaban. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kesalahan
berpikir yang terjadi dan merapikan jaringan pengetahuan peserta didik. Mengetahui proses
berpikir siswa dalam menyelesaikan suatu masalah matematika sebenarnya sangat penting
bagi guru. Dengan mengetahui proses berpikir siswa, guru dapat melacak letak dan jenis
kesalahan yang dilakukan siswa. Kesalahan yang dilakukan peserta didik dapat dijadikan
sumber informasi belajar dan pemahaman peserta didik. Manfaat lain yang tak kalah
pentingnya adalah guru dapat merancang rencana pembelajaran yang sesuai dengan proses
berpikir siswa (Sudarman, 2009 : 2).

Usaha pengembangan kemampuan berpikir siswa dapat dilakukan salah satunya dengan
mengetahui proses berpikir siswa. Salah satu teori yang mengidentifikasi tingkat berpikir
siswa yaitu Teori Van Hiele. Teori Van Hiele adalah teori yang menjelaskan proses berpikir
anak yang dikhususkan pada pokok bahasan geometri. Berdasarkan pada teori proses berpikir
Van Hiele perkembangan tingkat berpikir siswa dapat diketahui sehingga siswa dapat
memperoleh proses pembelajaran yang berisikan aktivitas-aktivitas yang sesuai dengan
tingkat berpikir mereka. Van Hiele mengungkapkan bahwa dalam memahami geometri siswa
akan melalui lima tahap yakni : tahap pengenalan, tahap analisis , tahap pengurutan, tahap
deduksi , dan tahap ketepatan.
Penelitian tentang pengajaran geometri di sekolah sudah banyak dilakukan. Rahayu
Hayatul M melakuakan penelitiantentang teori Van Hiele yang dibedakan berdasarkan gender
ditemukan bahwa: (1) siswa laki-laki dari mampu berfikir sampai tahap 2 dengan baik, ini
berarti siswa berada pada tahap kognitif 2 yaitu deduksi informal. (2) siswa perempuan
mampu berfikir sampai tahap 2 dengan cukup baik, ini berarti siswa berada pada tahap
kognitif 2 yaitu deduksi informal. Namun, tahap kognitif siswa laki-laki lebih tinggi dari
siswa perempuan.
Selain itu, seperti yang diungkapkan Siregih Sehatta (2002) dalam penelitiannya
pada siswa SMP kelas VII mengungkapkan bahwa secara umum siswa belum
memiliki kemampuan yang baik mengenai sifat-sifat yang dimiliki oleh setiap jenis
segitiga sehingga belum bisa mengklasifikasikan suatu objek segitiga dalam hal ini

klasifikasi jenis segitiga sama kaki, sama sisi, dan siku-siku. Secara umum pengetahuan
siswa tentang contoh dan bukan contoh dari konsep segitiga hanya sebatas yang
diberikan oleh guru pada saat pembelajaran. Siswa tidak mengetahui bahwa suatu konsep
segitiga sama sisi, sama kaki, dan siku-siku dapat dimodelkan dalam bentuk yang bermacammacam. Berdasarkan hal ini, perlu adanya perhatian tentang pemahaman konsep segitiga dan

keterampilan visual, verbal dan logika yang harus dimiliki untuk menunjang dalam
pemahaman konsep geometri.
Berdasarkan uraian di atas, maka diadakan penelitian untuk mengetahui tahapan berpikir
geometri siswa berdasarkan teori Van Hiele. Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian
dengan judul “Deskripsi Berpikir Siswa SMP Kelas IX Pada Materi lingkaran Berdasarkan
Tahapan Van Hiele”. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan
berpikir siswa kelas IX SMP pada materi lingkaran berdasarkan tahap Van Hiele yang
dibedakan atas kemampuan matematika tinggi, sedang, dan rendah.
2. KAJIAN PUSTAKA
2.1 Berpikir dan Mengolah Informasi
Berpikir adalah proses yang membentuk representasi mental baru melalui
transformasi informasi oleh interaksi komplek dari atribusi mental yang mencangkup
pertimbangan, pengabstrakan, penalaran, penggambaran, pemecahan masalah logis,
pembentukan konsep, kreativitas dan kecerdasan (Solso : 2002 ), Sedangkan menurut
(Santrock : 2009) yang mengatakan bahwa Berpikir melibatkan kegiatan manipulasi dan

mentransformasi informasi dalam memori, kita berpikir membentuk konsep, menalar,
berpikir secara kritis, membuat keputusan, berpikir secara kreatif, dan memecahkan masalah.
Dari pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa berpikir merupakan aktivitas
kemampuan jiwa untuk meletakkan hubungan antara bagian-bagian pengetahuan yang mana
melalui kemampuan berpikir yang dimiliki siswa tersebut diharapkan dapat menguasai
konsep dari geometri yang sederhana sampai yang rumit.
Dalam pembelajaran matematika, terutama dalam
menyelesaikan masalah
matematika peserta didik biasanya melakukan proses berpikir. Menurut Sudarman dalam (Sri
Adi Widodo : 2012), Proses berpikir adalah aktifitas yang terjadi dalam otak manusia.
Informasi dan data yang masuk diolah, sehingga data dan informasi yang sudah ada di dalam
perlu penyesuaian bahkan perubahan atau proses ini sering disebut dengan adaptasi. Adaptasi
terhadap skema baru dilakukan dengan dua caraya itu asimilasi dan akomodasi, tergantung
jenis skemayang masuk ke dalam struktur mental. Proses asimilasi dan akomodasi akan
berlangsung terus menerus sampai terjadi keseimbangan.
2.2 Teori Van Hiele
Teori van Hiele yang dikembangkan oleh dua pendidik berkebangsaan Belanda,
Pierre Marie van Hiele dan Dina van Hiele-Geldof, menjelaskan perkembangan berpikir
siswa dalam belajar geometri (Mayberry dalam Abdusakir, 2010). Menurut teori van Hiele,
perkembangan berpikir geometri seseorangdapat dijelaskan menggunakan 5 tahap (Crowley

dalam Abdusakir 2010). Kelima tahap perkembangan berpikir van Hiele adalah tahap 0
(visualisasi), tahap 1 (analisis), tahap 2 (deduksi informal), tahap 3 (deduksi), dan tahap 4
(rigor). Tahap berpikir van Hiele dapat dijelaskan sebagai berikut.
Tahap 0 (Visualisasi): Tahap ini juga dikenal dengan tahap dasar, tahap rekognisi,
tahap holistik, dan tahap visual. Pada tahap ini siswa mengenal bentuk-bentuk geometri
hanya sekedar berdasar karakteristik visual dan penampakannya. Siswa secara eksplisit tidak
terfokus pada sifat-sifat obyek yang diamati, tetapi memandang obyek sebagai keseluruhan.

Oleh karena itu, pada tahap ini siswa tidak dapat memahami dan menentukan sifat geometri
dan karakteristik bangun yang ditunjukkan.
Tahap 1 (Analisis): Tahap ini juga dikenal dengan tahap deskriptif. Pada tahap ini
sudah tampak adanya analisis terhadap konsep dan sifat-sifatnya. Siswa dapat menentukan
sifat-sifat suatu bangun dengan melakukan pengamatan, pengukuran, eksperimen,
menggambar dan membuat model. Meskipun demikian, siswa belum sepenuhnya dapat
menjelaskan hubungan antara sifat-sifat tersebut, belum dapat melihat hubungan antara
beberapa bangun geometri dan definisi tidak dapat dipahami oleh siswa.
Tahap 2 (Deduksi Informal): Tahap ini juga dikenal dengan tahap abstrak, tahap
abstrak/relasional, tahap teoritik, dan tahap keterkaitan. Hoffer (dalam Orton, 1992:72)
menyebut tahap ini dengan tahap ordering. Pada tahap ini, siswa sudah dapat melihat
hubungan sifat-sifat pada suatu bangun geometri dan sifat- sifat antara beberapa bangun

geometri. Siswa dapat membuat definisi abstrak, menemukan sifat-sifat dari berbagai bangun
dengan menggunakan deduksi informal, dan dapat mengklasifikasikan bangun-bangun secara
hirarki. Meskipun demikian, siswa belum mengerti bahwa deduksi logis adalah metode untuk
membangun geometri.
Tahap 3 (Deduksi): Tahap ini juga dikenal dengan tahap deduksi formal. Pada tahap
ini siswa dapat menyusun bukti, tidak hanya sekedar menerima bukti. Siswa dapat menyusun
teorema dalam sistem aksiomatik. Pada tahap ini siswa berpeluang untuk mengembangkan
bukti lebih dari satu cara. Perbedaan antara pernyataan dan konversinya dapat dibuat dan
siswa menyadari perlunya pembuktian melalui serangkaian penalaran deduktif.
Tahap 4 (Rigor): Clements & Battista (1992:428) juga menyebut tahap ini dengan
tahap metamatematika, sedangkan Muser dan Burger (1994) menyebut dengan tahap
aksiomatik. Pada tahap ini siswa bernalar secara formal dalam sistem matematika dan dapat
menganalisis konsekuensi dari manipulasi aksioma dan definisi. Saling keterkaitan antara
bentuk yang tidak didefinisikan, aksioma, definisi, teorema dan pembuktian formal dapat
dipahami.
Teori van hiele ini memiliki beberapa karakteristik (Nur’aini, 2008) :
1. Tingkatan tersebut bersifat rangkaian yang berurutan
2. Tiap tingkatan memiliki symbol dan bahasa tersendiri Apa yang implisit pada satu
tingkatan akan menjadi eksplisit pada tingkatan berikutnya
3. Bahan yang diajarkan pada siswa di atas tingkatan pemikiran mereka akan dianggap

sebagai reduksi tingkatan
4. Kemajuan dari satu tingkatan ke tingkatan berikutnya lebih tergantung pada pengalaman
pembelajaran; bukan pada kematangan atau usia.
5. Seseorang melangkah melalui berbagai tahapan dalam melalui satu tingkatan ke
tingkatan berikutnya.
6. Pembelajar tidak dapat memiliki pemahaman pada satu tingkatan tanpa melalui tingkatan
sebelumnya.
7. Peranan guru dan peranan bahasa dalam konstruksi pengetahuan siswa sebagai sesuatu
yang krusial ( Crowley, 1987:4).
2.3 Perkembangan Kognitif Siswa SMP

Jean Piaget yang lahir pada tanggal 9 Agustus 1896 di Neuchatel, Swiss ini
merupakan salah satu tokoh Psikologi yang telah berjasa menemukan teori perkembangan
kognitif yang mendeskripsikan bagaimana manusia bertindak sejak anak berumur 0 tahun
untuk memaknai dunianya dengan mengumpulkan dan mengorganisasi infromasi. Secara
garis besar seperti yang ditulis Paul (2001) bahwa Piaget membagi tahapan perkembangan
kognitif manusia menjadi 4 tahap, yakni :
a. Tahap Sensorimotor ( usia 0-2 tahun)
b. Tahap Pra-Operasi (2-7 tahun)
c. Tahap Operasional Konkret (7-11 tahun)

d. Tahap Operasi Formal (11 tahun - dewasa)
Ditinjau dari usianya, siswa berada pada tahap operasional formal. Pada tahap ini
seorang remaja sudah dapat berpikir logis, berpikir dengan pemikiran teoritis formal
berdasarkan proporsisi-proporsisi dan hipotesis, dan dapat mengambil kesimpulan lepas dari
apa yang dapat diamati saat itu (Piaget & Inhelder,1969; Piaget, 1981, dalam Paul,2001).
Pada Tahap in, logika remaja mulai berkembang dan digunakan. Cara berpikir yang abstrak
mulai dimengerti. Ia mulai suka membuat teori tentang segala sesuatu yang dihadapi.
Pikirannya sudah dapat melampaui waktu dan tempat, tidak hanya terikat pada hal yang
sudah dialami, tetapi juga dapat berpikir mengenai sesuatu yang akan datang karena dapat
berpikir secara hipotesis.
Unsur pokok pada pemikiran formal adalah pemikiran deduktif, induktif, dan
abstraktif. Yang pertama, mengambil kesimpulan khusus dari pengalaman yang umum; yang
kedua, mengambil kesimpulan umum dari pengalaman-pengalaman yang khusus; dan yang
terakhir, abstraksi tidak langsung dari objek. Pada tahap perkembangan ini, seorang remaja
sudah mulai maju dalam memahami konsep proporsi dengan baik, sudah mampu
menggunakan kombinasi dalam pemikiranya, dan sudah dapan menggabungkan dua referensi
pemikiran. Ia juga sudah mengerti probabilitas dengan unsur kombinasi dan permutasi.
2.4 Geometri Bangun Datar SMP
Lingkaran adalah kumpulan semua titik didalam suatu bidang yang berjarak sama dari
titik pusat. Keliling suatu lingkaran adalah panjang jarak mengelilingi lingkaran tersebut.

Keliling ini mencangkup 360o. Titik O disebut titik pusat lingkaran. OA, OB, OC , dan OD
disebut jari-jari lingkaran, yaitu garis yang menghubungkan titik pusat lingkaran dan titik
pada keliling lingkaran. AB disebut garis tengah atau diameter, yaitu ruas garis yang
menghubungkan dua titik pada keliling lingkaran dan melalui pusat lingkaran. Karena AB =
AO + OB, dimana AO = OB = jari-jari (r) atau d = 2r. Adapun komponen-komponen
lingkaran seperti gambar 2.1.

Gambar 2.1
Komponen lingkaran
Berikut ini adalah pemahaman tentang lingkaran pada tahap Van Hiele :
Tabel 2.2
Deskripsi Van Hiele
Tingkatan Van Hiele
Tahap 0 (Visualisasi/
pengenalan)

Diskripsi
Siswa mengidentifikasi dan beroperasi dengan
bangun geometri lingkaran berdasarkan tampilannya.

Tahap 1 (Analisis)

Siswa menganalisis bangun lingkaran dalam hal
komponen dan hubungan antar komponen,
menetapkan sifat dari kumpulan bangun lingkaran
secara empiris, dan menggunakan sifat untuk
menyelesaikan masalah.
Siswa merumuskan dan menggunakan definisi,
memberi argument informal yang menjadi penemuan
sifat sebelumnya, dan memberikan argument deduktif

Tahap 2 (Deduksi informal/
pengurutan/ abstraksi)

Tahap 3 (Desuksi)

Tahap 4 (Rigor)

3.

Siswa membuktikan, dalam system postulat, teorema,
dan hubungan timbal balik antara jaringan dan
teorema.
Siswa secara rigor membuktikan teorema pada system
postulat yang berbeda dan menganalisis /
membandingkan kedua system.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif. Ditinjau dari jenis
datanya pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif karena data yang diperoleh adalah hasil dari pekerjaan subjek atas soal tes berupa
gambaran dari setiap tahapan Van Hiele yang kemudian subjek diwawancara, hasil
wawancara guna menyakinkan jawaban tertulis subjek dengan wawancara. Soal tes berisi
soal-soal matematika dengan materi lingkaran berdasarkan indikator tiap tahapan van Hiele.
Lembar tes telah divalidasi oleh expert dan praktisi dan kemudian dilakukan pilot untuk
menguji lembar tes tersebut sebelum soal tersebut digunakan sebagai penelitian.
Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 3 Salatiga. Subyek terdiri dari 3 siswa kelas
IX C yang sebelumnya pernah mendapatkan materi lingkaran pada kelas VIII. Hasil UTS
digunakan untuk menentukan kemampuan matematika sisiwa yang dikategorikan
berdasarkan KKM sekolah yaitu 75 dan rekomendasi dari guru matematika di kelas XIC.
Adapun penentuan subjek berdasarkan nilai UTS tinggi (86-100), sedang (75-85), dan rendah
(