Artikel Penelitian Sifat Fungsional dan Amilografi Pati Millet Putih (Pennisetum glaucum) Termodifikasi secara Heat Moisture Treatment dan Annealing

Treatment and Annealing Herlina Marta, Marsetio, Yana Cahyana, Arum Galih Pertiwi Korespondensi dengan penulis (herlina.marta@unpad.ac.id)

Departemen Teknologi IndustriPangan,Fakultas Teknologi Industri Pertanian,Universitas Padjadjaran Artikel ini dikirim pada tanggal 30 April 2016 dan dinyatakan diterima tanggal 16 Juni 2016. Artikel ini juga dipublikasi secara online melalui www.jatp.ift.or.id. Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang diperbanyak untuk tujuan komersial. Diproduksi oleh Indonesian Food Technologists® ©2016

Abstrak

Pati millet putih alami mempunyai beberapa kendala jika dipakai sebagai bahan baku dalam industri pangan, yaitu pati alami tidak tahan pada pemanasan suhu tinggi dan tidak tahan pada proses mekanis, sehingga kurang cocok untuk diaplikasikan pada produk yang memerlukan proses pemanasan tinggi seperti saus. Oleh karena itu, perlu dilakukan modifikasi pati untuk memperbaiki sifat pati alami tersebut. Modifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah modifikasi secara Heat Moisture Treatment (HMT) dan annealing. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan sifat fungsional dan amilografi pati millet putih alami dengan pati millet putih yang termodifikasi secara HMT dan annealing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modifikasi HMT dan annealing dapat memperbaiki sifat pati alami tersebut, yaitu meningkatkan ketahanan terhadap panas dan proses mekanis. Berdasarkan grafik amilogram, pati termodifikasi HMT memiliki pola viskositas tipe B sehingga cocok diaplikasikan untuk produk saus dan pati termodifikasi annealing memiliki pola viskositas tipe A sehingga cocok diaplikasikan untuk produk roti. Modifikasi HMT menyebabkan terjadinya penurunan swelling volume, freeze thaw stability, kekuatan gel, derajat putih, kadar air, viskositas puncak, viskositas pasta panas, viskositas breakdown, viskositas pasta dingin, dan viskositas setback pati millet putih alami serta peningkatan kelarutan, kapasitas penyerapan air, DE, dan suhu awal gelatinisasi pati millet putih alami, sedangkan modifikasi annealing menyebabkan terjadinya penurunan swelling volume, freeze thaw stability, kadar air, viskositas puncak, viskositas pasta panas, viskositas pasta dingin, dan viskositas setback pati millet putih serta peningkatan kelarutan, kapasitas penyerapan air, kekuatan gel, derajat putih, DE, suhu awal gelatinisasi, dan viskositas breakdown pati millet putih.

Kata kunci: patimillet, Heat Moisture Treatment (HMT), annealing, fungsional, amilografi

Abstract Native millet starch has several problems when used as raw materials in the food industry, which is native millet starch can not stand on the high temperature heating and can not stand on the mechanical process, so that it doesn’t suitable for products that require high heating process such as sauces. Therefore, native starch had to modified to improve the properties of the native starch. Modifications that used in this study were Heat Moisture Treatment (HMT) and annealing. The aim of this study was to determine the differences of functional and amylograph properties of native millet starch with HMT and annealing millet starch.Results from this research was HMT and annealing modification can improve the properties of the native starch, which increase resistance in thermal and mechanical process. Based on the amylogram graph, HMT starch has a type B pattern that properly used for sauces and annealing starch has a type A pattern that properly used for bakery products.HMT modification cause decrease in swelling volume, freeze thaw stability, gel strength, whiteness, water content, peak viscosity, hold viscosity, breakdown viscosity, final viscosity, and setback viscosity of native millet starch, and also increase in solubility, water absorption capacity, DE, and gelatinization temperature of native millet starch, while the annealing modification cause decrease in swelling volume, freeze thaw stability, moisture content, viscosity peak, hold viscosity, final viscosity and setback viscosity of native millet starch and increase in solubility, water absorption capacity, gel strength, whiteness, DE, gelatinization temperature and breakdown viscosity of native millet starch.

Keywords: millet starch, Heat Moisture Treatment (HMT), annealing, functional, amylograph.

Pendahuluan bahan pangan, dimana millet tersebut juga memiliki Salah satu jenis serealia yang dapat dijadikan

potensi untuk dikembangkan menjadi produk pangan sumber pati adalah millet putih. Selama ini,

karena millet memiliki kandungan gizi yang hampir pemanfaatan millet masih kurang dikarenakan millet

sama dengan padi, jagung, dan gandum. Oleh karena biasanya hanya dimanfaatkan sebagai pakan burung.

itu, perlu dikaji lebih lanjut tentang pemanfaatan millet Hal tersebut disebabkan karena kurangnya referensi

agar dapat meningkatkan nilai jual millet tersebut. serta pengetahuan masyarakat tentang karakteristik

Millet adalah sejenis sereal berbiji kecil yang serta

pernah menjadi makanan pokok masyarakat Asia Timur menyulitkan masyarakat untuk mengolah millet menjadi

kandungan didalam

dan Tenggara sebelum mereka bercocok tanam dan Tenggara sebelum mereka bercocok tanam

mengenai pengaruh modifikasi pati secara HMT dan yang mirip dengan tanaman pangan lainnya seperti

annealing terhadap sifat fungsional dan amilografi pati padi, jagung, gandum, dan tanaman biji-bijian yang lain

millet putih alami.

karena tanaman millet tergolong ke dalam jenis tanaman biji-bijian (Marlin, 2009). Tanaman millet di

Materi dan Metode

Indonesia tersebar diseluruh wilayah Indonesia seperti Bahan yang digunakan dalam penelitian ini pulau Buru, Jember, dan di Sulawesi Selatan seperti

adalah millet putih yang diperoleh di Sukajadi, Enrekang, Sidrap, Maros, Majene serta daerah lainnya

Bandung; akuades, dan air bersih. Bahan yang (Marlin, 2009).

digunakan untuk analisis adalah akuades, BaSO 4 , Millet yang dipakai pada penelitian ini adalah

larutan luffschrool, batu didih, H 2 SO 4 , KI 20%, Na 2 S 2 O 3, millet putih yang merupakan jenis pearl millet dengan

dan amilum.

kandungan pati sebesar 71,6% (Abate dan Gomez, Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1984). Pemilihan jenis millet ini dikarenakan pearl millet

oven, refrigerator, RVA (Rapid Visco Analyzer) starch memiliki potensi tertinggi dibandingkan jenis millet

master 2 parten warrierewod NSW 2012 Australia, Kett lainnya berdasarkan karakteristik atau sifatnya untuk

Whiteness meter, dieksploitasi secara komersil. Selain itu, millet putih

Electric

Laboratory

C-100-3

desikator, blender, grinder, ayakan 100 mesh, baskom, juga mudah ditemukan dipasaran karena biasa

neraca analitik, sealer, pisau stainless steel, loyang, digunakan sebagai pakan burung sehingga untuk

kain saring, stopwatch, gelas ukur, timbangan, talenan, ketersedian bahan baku dapat terjamin.

erlenmeyer joint, refluks, vortex,sentrifuse, tabung Dilihat dari kandungan patinya yang cukup tinggi,

sentrifuse, vortex mixer, spatula, gunting, sendok, millet putih memiliki potensi untuk lebih dapat

alumunium foil, waterbath, dan plastik propylene. dikembangkan dalam pangan. Aplikasi pati dalam

pangan selain sebagai komponen nutrisi, juga sebagai

Metode

dengan metode bentuk alami tidak dapat diaplikasikan untuk semua tipe

penentu karakteristik suatu produk, namun, pati dalam

Penelitian

dilakukan

eksperimental yang bersifat deskriptif untuk pati millet pengolahan (Taggart, 2004 di dalam Elliason, 2004).

putih alami dan metode eksperimental yang bersifat Karakterstik pati millet putih alami telah diuji

deskriptif serta dilanjutkan dengan uji beda (uji t) untuk sebelumnya oleh Bhupender et al. (2013) dan Beleia et

pati millet putih termodifikasi HMT dan annealing. al. (1980).

Pemilihan metode ini bertujuan untuk mengetahui Pati millet putih alami memiliki keterbatasan

perbedaan sifat fungsional dan amilografi antara pati seperti pati alami lainnya yaitu tidak tahan terhadap

millet putih termodifikasi HMT dan annealing. Pada pemanasan suhu tinggi dan proses mekanis. Oleh

penelitian ini, tidak dilakukan uji beda (uji t) untuk pati karena itu, perlu dilakukan modifikasi pati untuk

millet putih alami karena pada proses pembuatan pati memperbaiki sifat pati alami tersebut. Teknik modifikasi

millet putih alami tidak dilakukan pengulangan yang digunakan pada penelitian ini adalah modifikasi

sebanyak 3 kali. Perlakuan pada penelitian ini terdiri secara fisik, yaitu dengan menggunakan metode Heat

dari modifikasi HMT dan annealing dengan 3 kali Moisture Treatment (HMT) dan metode annealing.

ulangan untuk masing-masing perlakuan. Data tersebut Heat Moisture Treatment (HMT) adalah proses

lalu diolah secara statistik menggunakan uji beda (uji t) pemanasan pati pada suhu tinggi di atas suhu

pada tingkat kepercayaan 95% (p<0,05). gelatinisasi dalam kondisi semi kering, yaitu tingkat

Uji beda (uji t) yang digunakan merupakan uji kadar air yang lebih rendah dari kondisi yang

beda dua rata-rata berpasangan (paired observation) disyaratkan untuk terjadinya proses gelatinisasi. Kadar

dimana dikatakan berpasangan antara variabel X 1 dan air yang disyaratkan untuk proses HMT adalah 18-30%

X 2 . Antara X 1 dan X 2 tidak bisa dipisahkan antara satu (Lorenz dan Kulp, 1981). Menurut Olayinka (2008),

dengan lainnya. Variabel X 1 dan X 2 yang dimaksud metode HMT adalah proses pemanasan pati pada suhu

yaitu X 1 adalah pati millet putih termodifikasi HMT, dan tinggi (diatas suhu gelatinasi) dengan kandungan air

X 2 adalah pati millet putih termodifikasi annealing. terbatas (11 – 28%) pada waktu yang lama (sampai 16

Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap jam).

I dilakukan untuk menurunkan viskositas puncak, menurunkan viskositas

Secara umum

mempelajari cara pembuatan pati millet putih alami dan breakdown, meningkatkan suhu gelatinisasi, dan

melakukan pengujian sifat fungsional dan sifat menurunkan kapasitas pembengkakan granula pati

amilografi pada pati millet putih alami. Tahapan (Pukkahuta et al., 2008 dan Vermeylen et al., 2006). penelitian adalah dimulai dari penyortiran yang

Modifikasi pati annealing merupakan perlakuan bertujuan untuk memisahkan bahan baku dari bahan fisik terhadap granula pati dengan air berlebih (>65%

yang telah rusak, pecah, atau busuk pada biji dan juga w/w) atau air sedang (40-55% w/w) pada suhu dibawah

menghilangkan pasir, kotoran, dan debu yang ada pada suhu gelatinisasi pada waktu yang telah ditentukan

dilakukan untuk (Hoover dan Vasanthan, 1994). Modifikasi pati

menghilangkan kotoran yang masih melekat pada milet menggunakan metode annealing dilaporkan dapat

putih. Tahap penghancuran dilakukan secara basah menurunkan swelling power dan kelarutan pati, dan

dengan cara menambahkan air 1:2 (1 kg biji millet putih menghambat gelatinisasi (Siswoyo dan Morita, 2010).

ditambah 2 liter air). Penambahan air bertujuan untuk ditambah 2 liter air). Penambahan air bertujuan untuk

Pemanasan

dengan menggunakan blender. Tahapan selanjutnya Pati dikemas dengan alumunium foil tertutup adalah penyaringan yang bertujuan untuk memisahkan

rapat yang bertujuan untuk menjaga kadar air 25% ± 1. fraksi pati dengan ampas dengan menggunakan kain

Pemanasan dilakukan pada suhu 110˚C selama 16 jam saring.

untuk proses modifikasi Heat Moisture Treatment (HMT). Pemanasan dilakukan dengan menggunakan

Pengendapan oven cabinet dan menggunakan loyang yang ditutup Pengendapan

dengan alumunium foil.

memisahkan fraksi pati dengan komponen lain yang tidak diinginkan. Pengendapan dilakukan selama 24

Pengeringan

jam. Pati yang telah diberi perlakuan pemanasan selanjutnya dibuka untuk dikeringkan. Pengeringan

Pencucian Pati bertujuan untuk mengurangi kadar air yang terdapat Pencucian pati bertujuan untuk memisahkan

pada pati dan dilakukan pada suhu 50˚C selama 4 jam. komponen pati dengan kotoran-kotoran yang masih

Pengeringan dilakukan dengan menggunakan oven melekat pada pati. Pencucian dilakukan dengan

cabinet.

bantuan air bersih. Jumlah pencucian yang dilakukan

yaitu sebanyak dua kali pencucian. Penggilingan

Pati yang telah dikeringkan selanjutnya digiling Pengeringan

untuk memperkecil ukuran dan mempermudah proses Pengeringan bertujuan untuk mengeluarkan atau

pengayakan. Proses penggilingan dilakukan dengan mengurangi

menggunakan grinder.

Pengeringan dilakukan dengan menggunakan oven

pada suhu 50 0 C selama 24 jam. Pengayakan

Pati yang telah digiling kemudian diayak dengan Penggilingan menggunakan pengayak 100 mesh.

Penggilingan bertujuan

untuk

mengecilkan

ukuran pati yang masih menggumpal setelah

Annealing

dikeringkan hingga berbentuk partikel-partikel halus. Pembuatan suspensi pati dilakukan dengan Penggilingan dilakukan dengan menggunakan grinder

sehingga mencapai selama 1 menit. perbandingan 1:4 antara pati dengan air yang digunakan. Selanjutnya proses pemanasan yang 0

C selama 24 jam untuk proses Pengayakan bertujuan untuk menyeragamkan

dilakukan pada suhu 50

modifikasi annealing. Pemanasan dilakukan dengan ukuran pati sesuai dengan yang diinginkan dan

menggunakan water bath yang dilanjutkan dengan memisahkan kotoran atau debu yang mungkin masih

sentifugasi guna memisahkan air dengan endapan pati terdapat pada pati. Pengayakan dilakukan dengan

pada larutan pati. Selanjutnya dilakukan proses yang menggunakan ayakan berukuran 100 mesh.

bertujuan untuk mengurangi kadar air yang terdapat pada pati dan dilakukan pada suhu 50 0 Penelitian tahap II dilakukan untuk mengkaji

C selama 6 jam. pengaruh modifikasi HMT dan annealing terhadap sifat

Penggilingan selanjutnya digunakan untuk memperkecil fungsional dan amilografi pati millet putih.

ukuran dan mempermudah proses pengayakan. Proses penggilingan dilakukan dengan menggunakan grinder

Heat Moisture Treatment (HMT)

pengayakan dengan Pengaturan Kadar Air

menggunakan pengayak 100 mesh. Pati millet putih dilakukan pengaturan kadar air

Pengamatan dilakukan terhadap sifat fungsional, yang diawali dengan pengukuran kadar air pati sebelum

yaitu Swelling Volume dan Kelarutan (Collado dan diberi perlakuan. Setelah kadar air awal pati diketahui,

Corke, 1999), kapasitas penyerapan air secara pati diberi akuades dengan cara disemprot sambil

gravimetric (Kadan et al., 2003), freeze thaw stability diaduk

(Wattanachant et al., 2002), derajat putih (Soekarto, pengaduk. Penambahan akuades dilakukan hingga

dengan menggunakan

sendok

sebagai

1990), kekuatan gel (Collado dan Corke 1999), kadar mencapai kadar air 25% ± 1. Setelah penambahan

air secara gravimetric (AOAC, 2006), dextrose akuades,

equivalent (DE) (AOAC,1970). Sifat amilografi dianalisis menggunakan Grain Moisture Meter untuk memastikan

dengan menggunakan alat Rapid Visco Analyzer (RVA) kadar air pati yang diinginkan tercapai.

(Collado et al., 2001) yang terdiri dari suhu awal gelatinisasi, viskositas puncak, viskositas pasta panas,

perubahan viskositas selama pemanasan (breakdown), Penyeimbangan Kadar Air dalam Refrigerator

viskositas pasta dingin, perubahan viskositas selama Pati dibungkus dalam alumunium foil kemudian

pendinginan (setback).

ditempatkan dalam loyang. Pati didinginkan dalam

refrigerator pada suhu 4-5 0 C selama semalam untuk

penyeimbangan kadar air.

Hasil dan Pembahasan

Pati millet putih termodifikasi HMT memiliki Swelling Volume kelarutan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan

Berdasarkan hasil analisis statistik, pati millet pati millet putih termodifikasi annealing. Pati millet putih putih termodifikasi HMT memiliki swelling volume yang

yang lebih rendah berbeda nyata dengan swelling volume pati millet putih

dibandingkan kelarutan pati millet putih termodifikasi termodifikasi annealing. Hasil analisis nilai swelling

HMT. Menurut Adebowale et al. (2005), perlakuan suhu volume dapat dilihat pada Tabel 4. modifikasi yang tinggi merusak struktur molekul pati millet putih termodifikasi HMT yang mengakibatkan

Tabel 4. Nilai Swelling Volume Pati Millet Putih Alami, Pati rusaknya ikatan hidrogen molekuler dalam granula pati Millet Putih Termodifikasi HMT, dan Pati Millet Putih

sehingga amilosa sangat mudah lepas yang berarti Termodifikasi Annealing

kelarutan akan meningkat.

Pati millet putih alami memiliki kelarutan yang Alami

Perlakuan

Nilai rata-rata (ml/g bk)

HMT

lebih rendah dibandingkan kelarutan pati millet putih Annealing

7,96 ± 0,36 a

termodifikasi annealing. Menurut Hoover dan Hadziyev Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai huruf kecil

7,14 ± 0,64 b

(1981) dalam Ratnayake et al. (2002), ketika sejumlah yang berbeda menyatakan bahwa swelling volume berbeda

pati dipanaskan dalam jumlah air yang berlebih, struktur nyata menurut uji kesamaan dua rata-rata pada taraf 5%.

kristalinnya menjadi terganggu sehingga menyebabkan kerusakan pada ikatan hidrogen dan molekul hidrogen

Pati millet putih termodifikasi HMT memiliki keluar dari grup hidroksil amilosa dan amilopektin swelling volume yang lebih tinggi jika dibandingkan

sehingga terjadi peningkatan kelarutan pati millet putih dengan pati millet putih termodifikasi annealing. Pati

alami.

millet putih alami memiliki swelling volume yang lebih tinggi dibandingkan swelling volume pati millet putih

Kapasitas Penyerapan Air

termodifikasi HMT. Penurunan swelling volume ini Berdasarkan hasil analisis statistik, pati millet disebabkan karena pada kondisi termodifikasi HMT,

putih termodifikasi HMT memiliki kapasitas penyerapan granula pati mengalami perubahan susunan struktur

air yang tidak berbeda nyata dengan kapasitas dan kristalisasi. Perubahan tersebut kemungkinan

penyerapan air pati millet putih termodifikasi annealing. menyebabkan pembentukan ikatan hidrogen antara air

Hasil analisis nilai kapasitas penyerapan air dapat yang berada di luar granula dengan molekul pati baik

dilihat pada Tabel 6.

amilosa maupun amilopektin menjadi lebih sulit, sehingga kemampuan granula untuk membengkak

Tabel 6. Nilai Kapasitas Penyerapan Air Pati Millet Putih menjadi terbatas (Collado and Corke, 1999).

Alami, Pati Millet Putih Termodifikasi HMT, dan Pati Millet Pati millet putih alami memiliki swelling volume

Putih Termodifikasi Annealing

yang lebih tinggi dibandingkan swelling volume pati

Nilai rata-rata (ml/g bk) millet putih termodifikasi annealing. Hal ini disebabkan

Perlakuan

1,15 karena menurut Hormdok dan Noomhorm (2007),

perlakuan hidrotermal dapat menyebabkan pengaturan 1,81 ± 0,25 a Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai huruf kecil

Annealing

kembali molekul pati yang berakibat pada menurunnya yang sama menyatakan bahwa kapasitas penyerapan air kemampuan pengembangan granula pati (swelling

tidak berbeda nyata menurut uji kesamaan dua rata-rata pada volume). Interaksi amilosa-amilosa dan amilosa-

taraf 5%.

amilopektin yang terbentuk selama annealing dapat

membatasi penetrasi air ke dalam granula pati Pati millet putih termodifikasi HMT memiliki sehingga kemampuan pengembangan pati menurun.

kapasitas penyerapan air yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pati millet putih termodifikasi

Kelarutan annealing. Pati millet putih alami memiliki kapasitas Berdasarkan hasil analisis statistik, pati millet

penyerapan air yang lebih rendah dibandingkan putih termodifikasi HMT memiliki kelarutan yang

kapasitas penyerapan air pati millet putih termodifikasi berbeda nyata dengan kelarutan pati millet putih

HMT dan annealing. Menurut Adebowale et al. (2005), termodifikasi annealing. Hasil analisis nilai kelarutan

dapat meningkatkan dapat dilihat pada Tabel 5.

perlakuan modifikasi

HMT

kapasitas pengikatan air karena pati mengalami kecenderungan peningkatan sifat hidrofilik. Peningkatan

Tabel 5. Nilai KelarutanPati Millet Putih Alami, Pati Millet Putih ini disebabkan karena bagian amorphous mengalami Termodifikasi HMT, dan Pati Millet Putih Termodifikasi

sedikit pengembangan sehingga beberapa ikatan Annealing

hidrogen antara bagian amorphous dan bagian kristalin Perlakuan

akan putus untuk kemudian berikatan dengan hidrogen Alami

Nilai rata-rata (% bk)

dari air. Sedangkan peningkatan kapasitas penyerapan HMT

air pada modifikasi annealing dapat disebabkan karena Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai huruf kecil

wilayah amorf meluas dan beberapa ikatan hidrogen yang berbeda menyatakan bahwa kelarutan berbeda nyata

antara daerah amorf dan kristalin menjadi rusak.

menurut uji kesamaan dua rata-rata pada taraf 5%.

Freeze Thaw Stability pencoklatan yang menyebabkan derajat putihnya lebih Berdasarkan hasil analisis statistik, pati millet

rendah jika dibandingkan derajat putih pati millet putih putih termodifikasi HMT memiliki sineresis yang tidak

termodifikasi annealing.

berbeda nyata dengan sineresis pati millet putih Pati millet putih alami memiliki derajat putih termodifikasi annealing. Hasil analisis nilai freeze thaw

yang lebih tinggi dibandingkan derajat putih pati millet stability dapat dilihat pada Tabel 7.

putih termodifikasi HMT. Penurunan derajat putih ini diduga karena pada modifikasi HMT, suhu yang 0

Tabel 7. Nilai Freeze Thaw Stability Pati Millet Putih Alami, digunakan cukup tinggi yaitu 110

C dengan waktu Pati Millet Putih Termodifikasi HMT, dan Pati Millet Putih

modifikasi selama 16 jam sehingga terjadi reaksi Termodifikasi Annealing

pencoklatan pada pati. Hal ini menyebabkan warna pati Perlakuan

Nilai rata-rata (% bk)

semakin coklat dan derajat putih pati semakin turun.

Alami

Pati millet putih alami memiliki derajat putih yang HMT

Annealing lebih rendah dibandingkan derajat putih pati millet putih

34,02 ± 0,03 a

Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai huruf kecil termodifikasi annealing. Pada modifikasi annealing,

31,56 ± 0,02 a

yang sama menyatakan bahwa freeze thaw stability tidak dilakukan perendaman pati pada air yang berlebih. berbeda nyata menurut uji kesamaan dua rata-rata pada taraf

karakteristik tepung cangkang rajungan berdasarkan metode penepungan yang berbeda, derajat putih

Pati millet putih termodifikasi HMT memiliki tepung cangkang rajungan yang dihasilkan dengan sineresis yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan

metode basah lebih tinggi daripada dengan metode pati millet putih termodifikasi annealing. Pati millet putih

kering. Hal ini dikarenakan pada metode kering, alami memiliki sineresis yang lebih tinggi dibandingkan

pemanasan yang dilakukan hanya membebaskan air sineresis pati millet putih termodifikasi HMT dan

bebasnya saja, sedangkan pada metode basah annealing. Menurut Sunarti et al. (2007), semakin

pemanasan yang dilakukan tidak hanya membebaskan rendah sineresis menunjukkan bahwa pati tersebut

air bebas tetapi juga membebaskan sebagian zat warna semakin stabil terhadap penyimpanan suhu beku. Hal

alami pada cangkang karena adanya uap. ini menunjukkan bahwa pati millet putih alami memiliki

kestabilan yang rendah jika dithawing (dilelehkan)

Kekuatan Gel

setelah proses pembekuan. Pada saat pelelehan, Berdasarkan hasil analisis statistik, pati millet sebagian komponen pati dalam hal ini amilosa akan

putih termodifikasi HMT memiliki kekuatan gel yang mengalami leaching sehingga komponen amilosa akan

berbeda nyata dengan kekuatan gel pati millet putih keluar bersama air. Hal ini disebabkan karena

termodifikasi annealing. Hasil analisis nilai kekuatan gel pembentukan ikatan hidrogen dari molekul air dengan

dapat dilihat pada Tabel 9.

molekul pati berantai lurus (amilosa) atau disebut retrogradasi (Hoover dan Ratnayake 2002).

Tabel 9. Nilai Kekuatan Gel Pati Millet Putih Alami, Pati Millet Putih Termodifikasi HMT, dan Pati Millet Putih Termodifikasi

Derajat Putih

Annealing

Nilai rata-rata (gf) putih termodifikasi HMT memiliki derajat putih yang Alami

Berdasarkan hasil analisis statistik, pati millet

Perlakuan

berbeda nyata dengan derajat putih pati millet putih 1,72 ± 0,29 a

HMT

2,71 ± 0,22 b termodifikasi annealing. Hasil analisis nilai derajat putih

Annealing

Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai huruf kecil dapat dilihat pada Tabel 8.

yang berbeda menyatakan bahwa kekuatan gel berbeda nyata menurut uji kesamaan dua rata-rata pada taraf 5%.

Tabel 8. Nilai Derajat Putih Pati Millet Putih Alami, Pati Millet Putih Termodifikasi HMT, dan Pati Millet Putih Termodifikasi

Pati millet putih termodifikasi annealing memiliki Annealing

kekuatan gel yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan Perlakuan

pati millet putih termodifikasi HMT. Pati millet putih Alami

Nilai rata-rata (%)

alami memiliki kekuatan gel yang lebih tinggi HMT

69,07 ± 0,01 a

dibandingkan kekuatan gel pati millet putih termodifikasi

Annealing

79,51 ± 0,00 b

Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai huruf kecil HMT. Penurunan kekuatan gel ini dapat disebabkan yang berbeda menyatakan bahwa derajat putih berbeda nyata

oleh penurunan viskositas setback pati millet putih menurut uji kesamaan dua rata-rata pada taraf 5%.

alami dimana semakin rendah nilai setback maka menunjukkan semakin rendah pula kecenderungan

Pati millet putih termodifikasi annealing memiliki untuk membentuk gel. Pati millet putih alami memiliki derajat putih yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan

kekuatan gel yang lebih rendah dibandingkan kekuatan pati millet putih termodifikasi HMT. Hal ini diduga

gel pati millet putih termodifikasi annealing. Hasil karena pada modifikasi HMT suhu yang digunakan

penelitian ini sesuai dengan penelitian Chung et al.

lebih tinggi yaitu 110 0 C jika dibandingkan dengan suhu

(2000), yaitu bahwa perlakuan modifikasi annealing

dapat meningkatkan kekuatan gel pati kacang hijau. millet putih termodifikasi HMT mengalami reaksi

pada modifikasi annealing yaitu 50 0 C sehingga pati

Kadar Air menghidrolisis pati sehingga nilai DE nya kecil. Menurut Berdasarkan hasil analisis statistik, pati millet

Jati (2006), nilai DE pada pati alami singkong adalah putih termodifikasi HMT memiliki kadar air yang

sebesar 0. Pati alami mengandung karbohidrat dalam berbeda nyata dengan kadar air pati millet putih

belum terbentuk gula termodifikasi annealing. Hasil analisis nilai kadar air

pereduksi.Gula pereduksi yang dimaksud adalah gula dapat dilihat pada Tabel 10.

dalam golongan

monosakarida (dekstrosa).

Tabel 10. Nilai Kadar Air Pati Millet Putih Alami, Pati Millet Putih Termodifikasi HMT, dan Pati Millet Putih Termodifikasi

Sifat Amilografi

Annealing Grafik sifat amilogram pati millet putih dapat dilihat Perlakuan

pada Gambar 1 dan data sifatamilografi pati millet putih Alami

Nilai rata-rata (% bk)

9,07 dapat dilihat pada Tabel 12.

Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai huruf kecil Tabel 12. Nilai Sifat Amilografi Pati Millet Putih Alami, Pati yang berbeda menyatakan bahwa kadar air berbeda nyata

Millet Putih Termodifikasi HMT, dan Pati Millet Putih menurut uji kesamaan dua rata-rata pada taraf 5%.

Termodifikasi Annealing

Sifat Amilografi

Suhu Awal

Pati millet putih termodifikasi annealing memiliki

Gelatinisasi (ºC)

81,45 ± 2,40 a 78,26 ± 0,34 a

kadar air yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan

Viskositas Puncak

pati millet putih termodifikasi HMT. Hal ini dikarenakan

(cP)

979,83 ± 143,31 a 3260,33 ± 169,19 b

pada saat modifikasi HMTwaktu pengeringan yang

Viskositas Pasta Panas (cP)

1362,5 294,83 ± 98,81 a 1210,33 ± 60,25 b

digunakan lebih lama yaitu selama 6 jam jika

Viskositas

dibandingkan dengan waktu pengeringan pada saat

Breakdown (cP)

2040,5 685 ± 204,69 a 2050 ± 121,28 b

modifikasi annealing yaitu selama 4 jam.

Viskositas Pasta Dingin (cP)

651,33 ± 158,81 a 3954 ± 139,27 b

Pati millet putih alami memiliki kadar air yang

Viskositas Setback

3399,5 365,5 ± 60,50 a 2744 ± 198,45 b

lebih tinggi dibandingkan kadar air pati millet putih

(cP)

termodifikasi HMT dan annealing. Penurunan kadar air Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai huruf kecil pada pati millet putih termodifikasi HMT dan annealing

yang berbeda menyatakan bahwa sifat amilografi pada baris dikarenakan

yang sama berbeda nyata menurut uji kesamaan dua rata- berlangsung dengan memecahkan ikatan molekul-

rata pada taraf 5%.

molekul air yang terdapat di dalam bahan. Apabila ikatan molekul-molekul air yang terdiri dari unsur-unsur

Berdasarkan hasil analisis statistik, pati millet dasar oksigen dan hydrogen dipecahkan, maka molekul

putih termodifikasi HMT memiliki viskositas puncak, tersebut akan keluar dari bahan. Akibatnya, bahan

viskositas breakdown, tersebut akan kehilangan air yang dikandungnya

viskositas pasta dingin, dan viskositas setback yang (Rosdaneli, 2005). berbeda nyata dibandingkan pati millet putih

termodifikasi annealing, namun pati millet putih Dextrose Equivalent (DE) termodifikasi HMT memiliki suhu awal gelatinisasi yang

Berdasarkan hasil analisis statistik, pati millet tidak berbeda nyata dengan suhu awal gelatinisasi pati putih termodifikasi HMT memiliki DE yang tidak

millet putih termodifikasi annealing. berbeda nyata dengan DE pati millet putih termodifikasi

annealing. Hasil analisis nilai DE dapat dilihat pada

HMT! Tabel 11.

100! Tabel 11. Nilai Dextrose Equivalent Pati Millet Putih Alami,

P)

Pati Millet Putih Termodifikasi HMT, dan Pati Millet Putih

80! s C

(c 3000!

Termodifikasi Annealing (o

ita s 2000!

60! h u

Perlakuan

Nilai rata-rata k o

0,08 V is 1000!

0! Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai huruf

Waktu (menit)!

kecil yang sama menyatakan bahwa DE tidak berbeda nyata menurut uji kesamaan dua rata-rata pada taraf 5%.

Gambar 1. Grafik Amilogram Pati Millet Putih

Pati millet putih termodifikasi HMT dan annealing

Suhu Awal Gelatinisasi

memiliki nilai DE yang lebih tinggi dibandingkan pati Pati millet putih termodifikasi HMT memiliki suhu millet putih alami. Peningkatkan nilai DE ini disebabkan

awal gelatinisasi yang lebih tinggi jika dibandingkan oleh perlakuan panas pada modifikasi HMT dan

dengan pati millet putih termodifikasi annealing. Pati annealing. Namun, perlakuan panas pada modifikasi

millet putih alami memiliki suhu awal gelatinisasi yang HMT dan annealing tidak cukup efektif untuk

lebih rendah dibandingkan suhu awal gelatinisasi pati millet putih termodifikasi HMT. Peningkatan suhu lebih rendah dibandingkan suhu awal gelatinisasi pati millet putih termodifikasi HMT. Peningkatan suhu

dan lebih tinggi HMT menyebabkan rekristalisasi komponen granula

dibandingkan pati millet putih termodifikasi HMT. Hal ini pati sehingga menyebabkan pati yang dimodifikasi HMT

perlakuan HMT dapat menjadi lebih tahan terhadap panas sehingga

menunjukkan

bahwa

meningkatkan kestabilan pati millet putih termodifikasi membutuhkan

HMT ketika dilakukan pemanasan dan pengadukan bila menggelatinisasi (Gunaratne and Corke 2007). dibandingkan dengan pati millet putih alami. Menurut

breakdown viscosity gelatinisasi yang lebih rendah dibandingkan suhu awal

Pati millet putih alami memiliki suhu awal

berhubungan dengan kestabilan pasta pati selama gelatinisasi pati millet putih termodifikasi annealing.

proses pemanasan dan pengadukan. Breakdown atau Menurut Hoover dan Vasanthan (1994), modifikasi

penurunan viskositas selama pemanasan menunjukkan annealing membuat pati lebih resisten pada saat

bahwa semakin rendah breakdown maka pasta yang gelatinisasi

terbentuk akan semakin stabil terhadap pemanasan meningkatkan suhu gelatinisasi, terutama pada pati

dan pengadukan.

yang mengandung amilosa tinggi. Peningkatan suhu Pati millet putih termodifikasi HMT memiliki awal gelatinisasi pada modifikasi annealing disebabkan

viskositas pasta panas dan viskositas breakdown yang karena terjadinya transformasi amorf amilosa menjadi

lebih rendah jika dibandingkan dengan pati millet putih bentuk heliks, peningkatan interaksi antar rantai

termodifikasi annealing. Hal ini menunjukkan bahwa amilosa, dan perubahan dalam interaksi antar kristalit

pati millet putih termodifikasi HMT memiliki kestabilan dan matriks amorf selama annealing (Eerlingen et al.,

pati yang lebih tinggi pada saat dilakukan pemanasan 1998).

dan pengadukan jika dibandingkan dengan pati millet

putih annealing. Menurut Hoover et al. (1993),

Viskositas Puncak penurunan nilai viskositas breakdown pati termodifikasi Pati millet putih alami memiliki viskositas puncak

alami dikarenakan yang lebih tinggi dibandingkan viskositas puncak pati

matriks kristalin dan millet putih termodifikasi HMT dan annealing.

meningkatnya

keteraturan

amilosa-lemak yang Penurunan viskositas mengindikasikan terjadi pula

pembentukan

kompleks

menurunkan kapasitas pembengkakan granula dan penurunan kemampuan untuk mengembang selama

memperbaiki stabilitas pasta selama pemanasan. pemanasan. Selain itu, pati hasil modifikasi HMT dan annealing memiliki pasta yang lebih stabil dibanding

Viskositas Pasta Dingin dan Viskositas Setback pati alami. Kestabilan ini dapat ditunjukkan oleh

Pati millet putih alami memiliki viskositas pasta viskositas breakdown pati HMT dan annealing yang

dingin yang lebih tinggi dibandingkan viskositas pasta lebih rendah dibanding pati alaminya. Semakin kecil

dingin pati millet putih termodifikasi HMT dan annealing. nilai viskositas breakdown maka semakin stabil pati

Nilai viskositas pasta dingin menunjukkan kemampuan tersebut terhadap proses pemanasan dan pengadukan

pati millet putih untuk mengalami proses retrogradasi. (Gunaratne and Corke 2007).

Semakin rendah viskositas pasta dingin maka semakin Menurut

rendah pula kecenderungan untuk membentuk gel. penurunan viskositas puncak disebabkan karena

Pati millet putih alami memiliki viskositas setback interaksi

yang lebih tinggi dibandingkan viskositas setback pati amilosa–amilopektin yang terjadi selama proses

rantai amilosa–amilosa

dengan

rantai

millet putih termodifikasi HMT dan annealing. Hal ini modifikasi, sehingga ikatan antar molekul menjadi lebih

dikarenakan adanya pembentukan kompleks antar rapat dan lebih sulit untuk berpenetrasi ke dalam

amilosa, amilosa dengan amilopektin, dan amilosa granula. Interaksi ini menyebabkan viskositas pati millet

dengan lemak yang terjadi selama HMT dan annealing putih

sehingga mengurangi jumlah komponen pati terutama dibandingkan pati millet putih alami. Selain itu,

yang dimodifikasi

amilosa yang dapat saling berikatan kembali. Oleh penurunan viskositas puncak selama disebabkan

karena itu, terjadi penurunan viskositas setback atau karena

penurunan kemampuan untuk meretrogradasi. terbentuknya kompleks antar amilosa dan amilosa

Pati millet putih termodifikasi HMT memiliki dengan lemak.

viskositas pasta dingin dan viskositas setback yang lebih rendah jika dibandingkan dengan pati millet putih

Viskositas Pasta Panas dan Viskositas Breakdown termodifikasi annealing. Hal ini menunjukkan bahwa Tabel 12 di atas menunjukkan bahwa pati millet

pati millet putih termodifikasi HMT memiliki kestabilan putih alami memiliki rata-rata viskositas pasta panas

pati yang lebih tinggi pada saat dilakukan pendinginan sebesar 1362,5 cP, pati millet putih termodifikasi HMT

dan kemampuan retrogradasi yang lebih rendah jika memiliki rata-rata viskositas pasta panas sebesar

dibandingkan dengan pati millet putih annealing 294,83 cP, dan pati millet putih termodifikasi annealing

Berdasarkan grafik amilogram (Gambar 1), pati memiliki rata-rata viskositas pasta panas sebesar

millet putih termodifikasi HMT cenderung menunjukkan 1210,33 cP.

pola viskositas tipe B, yaitu profil gelatinisasi yang Viskositas pasta panas pati milet alami lebih

memiliki kemampuan pengembangan yang sedang tinggi dibandingkan pati millet putih termodifikasi HMT

ditunjukkan dengan lebih rendahnya viskositas puncak dan annealing. Sementara, viskositas breakdown pati

dan viskositas mengalami penurunan yang tidak terlalu milet putih alami lebih rendah dibandingkan pati millet

tajam selama pemanasan (Collado et al., 2001). Pola tajam selama pemanasan (Collado et al., 2001). Pola

termodifikasi annealing. Selain itu, perlu dilakukan tidak lebih mudah rusak dan menghasilkan viskositas

penelitian lebih lanjut pula untuk mengetahui apakah yang lebih tinggi selama pemasakan daripada tipe A

perbedaan sifat fungsional dan amilografi antara pati (Chen, 2003).

millet putih alami dengan pati millet putih termodifikasi Kestabilan bahan selama proses pemanasan

HMT dan annealing signifikan atau tidak, karena pada dan pengadukan merupakan faktor penting dalam

penelitian ini tidak dilakukan uji statistik pada sifat proses pengolahan, terutama pada aplikasi bahan

fungsional dan amilografi pati millet putih alami. pangan yang menggunakan suhu tinggi selama pengolahan, misalnya produk saus dan sup. Oleh

Daftar Pustaka

karena itu, dapat disimpulkan bahwa pati millet putih Abate, A. N and M. Gomez. 1984. Substitution of Finger termodifikasi HMT dapat diaplikasikan dalam produk

Millet and Bulrush Millet For Mis Zen in Boiler pangan yang menggunakan suhu tinggi seperti saus.

Feeds, Anim. Feed Sci. Tech-nol. 10:291. Menurut Kusnandar (2006), karakterisik pati yang tahan

Adebowale, K. O., B. I. Olu-Owolabi, O. O. Olayinka, panas dan kecenderungan retrogradasi rendah cocok

and O. S. Lawal. 2005. Effect of Heat Moisture untuk diaplikasikan kedalam produk saus. Semakin

Treatment and Annealing On Physicochemical tinggi suhu gelatinisasi maka saus yang dihasilkan

Properties of Red Sorghum Strach. African Jurnal selama waktu pemasakan akan semakin kental.

Of Biotechnol. 4(9) : 928-933. Lain halnya dengan pati millet putih termodifikasi

Beleia, A., E.Varriano-Marston, and R. C. Hoseney. annealing, pati millet putih termodifikasi annealing

1980. Characterization of Starch from Pearl cenderung menunjukkan pola viskositas tipe A, yaitu

Millets. Cereal Chem 57(5): 300-303. menunjukkan pengembangan granula pati yang tinggi

Beta, T. and Corke. 2001. Noodle Quality As Related dan diikuti dengan penurunan viskositas dengan cepat

To Sorghum Starch Properties. Cereal Chem selama pemasakan sehingga sesuai untuk produk yang

78:417-420. butuh pengembangan tinggi seperti roti. Bhupender, S. K., B. Rajneesh, and S. Y. Baljeet. 2013.

Physicochemical, Functional, Thermal And Kesimpulan Pasting Properties Of Starches Isolated From

International Food swelling volume, kapasitas penyerapan air, sineresis,

Pati millet putih termodifikasi HMT memiliki

Research Journal 20(4): 1555-1561. dan suhu awal gelatinisasi yang lebih tinggi jika

Chen, Z. 2003. Physicochemical Properties of Sweet dibandingkan dengan pati millet putih termodifikasi

Potato Starches and Their Applicationin Noodle annealing, serta memiliki kelarutan, derajat putih,

Products. Disertation of Wageningen University, kekuatan gel, kadar air, DE, viskositas puncak,

Netherland.

viskositas pasta panas,

Chung, H.J., Q. Liu, and R. Hoover. 2009. Impact of viskositas pasta dingin, dan viskositas setback yang

viskositas

breakdown,

Annealing and HMT on Rapidly Digestible, Slowly lebih rendah jika dibandingkan dengan pati millet putih

Digestible, and Resistant Starch Levels in Native termodifikasi annealing.

and Gelatinized Corn, Pea, and Lentil Starches. Modifikasi Heat Moisture Treatment (HMT)

Carbohydrate Polymers 75 436-447. menyebabkan terjadinya penurunan swelling volume,

Collado, L. S. and H. Corke. 1999. Heat Moisture freeze thaw stability, kekuatan gel, derajat putih, kadar

Treatment Effect On Sweet Potato Starches air, viskositas puncak, viskositas pasta panas,

Differing In Amylosa Content. Food Cherm 65 viskositas breakdown, viskositas pasta dingin, dan

(3): 339-346.

viskositas setback pati millet putih alami serta Collado, L. S., L. B. Mabesa, C. G. Oates, and H. peningkatan kelarutan, kapasitas penyerapan air, DE,

Corke. 2001. Bihon Type Of Noodles From Heat dan suhu awal gelatinisasi pati millet putih alami.

Moisture Treatment Treated Sweet Potato Modifikasi annealing menyebabkan terjadinya

Starch. J Food Science 66(4): 604-609. penurunan swelling volume, freeze thaw stability, kadar

Elliason, A. C. 2004. Starch in Food: Structur, Function, air, viskositas puncak, viskositas pasta panas,

and Application. CRC Press. North America. viskositas pasta dingin, dan viskositas setback pati

Eerlingen, R. C., H. Jacobs, W. Rousen, P. Colona, J. millet putih serta peningkatan kelarutan, kapasitas

A. Delcour. 1998. Acid Hydrolysis of Native and penyerapan air, kekuatan gel, derajat putih, DE, suhu

Annealed Wheat Potato and Pea Starches – DSC awal gelatinisasi, dan viskositas breakdown pati millet

Melting Features and Chain Lengths Distributions putih.

of Lintnerished Starches. Carbohydrates Res. 308: 359-371.

Saran Gunaratne, A and Hoover, R. 2002. Effect of Heat Berdasarkan hasil sifat fungsional dan amilografi

Moisture Treatment on The Structure and pati millet putih yang telah dimodifikasi secara Heat

Physicochemical Properties of Tuber and Root Moisture Treatment (HMT) dan annealing dapat

Starches. Cahbohydrat Polymer 49: 425-435. dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap aplikasi

Gunaratne, A and H. Corke, 2007. Effect of penggunaannya dalam pembuatan berbagai produk

Hydroxypropylation and Alkaline Treatments in pangan, seperti saus untuk pati millet putih

Hydroxypropylation on some Structural and

Physicochemical Properties of Heat-Moisture Olayinka, O.O., K.O.Adebowale, and B.I. Olu-Owolabi. Treted Wheat, Potato and Waxy Maize Starch. J.

2008. Effect Of Heat Moisture Treatment On Carbohydrate Polymers 68 : 305 – 313. Phsycochemical Properties Of White Shorgum

Hoover, R. and T. Vasanthan. 1994. The Effect of Starch. Food Hydrocolloids, 22: 225-230. Annealing on The Physicochemical Properties of

Pukkahuta, C., S. Bussawan, S. Sujin, and S. Saiyavit. Wheat, Oat, Potato and Lentil Starches. Journal

2008. Comparative Study of Pasting and Thermal of Food Biochemistry. 17, 303-325.

Transition Characteristics of Osmotic Pressure Hoover, R., Swamidas, G., & Vasanthan, T.1993.

and Heat-Moisture Treated Corn Starch. Journal Studies on the Physicochemical Properties of

Carbohydrate Polymer, 72 (2008) 527– 536. Native, Defatted, and Heat Moisture Treated

Ratnayake, W. S. and D. S. Jackson. 2002. Pigeon

Gelatinization and Solubility Of Corn Starch Carbohydrate Research, 246: 185-203.

During Heating in Excess Water: New Insight. J Hormdok, R, and A. Noomhorm. 2007. Hydro-thermal

Agric. Food Cherm. 54:3712-3716. treatments of Rice Starch for Improvement of

Rosdaneli, H. 2005. Proses Pengeringan. Program Rice Noodle Quality. LWT-Food Sci and Tech 40:

Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik USU. 1723-1731. Sumatera Utara.

Jati, P. W. 2006. Pengaruh Waktu Hidrolisis dan Siswoyo, T.A. and N. Morita. 2010. Influence Of Konsentrasi

Gelatinization Properties, Equivalent (DE) dan Karakterisasi Mutu Pati

Retrogradation And Susceptibility Of Breadfruit Termodifikasi dari Pati Tapioka dengan Metode

Starch (Artocarpus Communis) International Hidrolisis Asam. [Skripsi]. Fakultas Teknologi

Journal of Food Properties, 13: 553–561. Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Sunarti, T.C., N. Richana., F. Kasim., Purwoko, dan A. Kusnandar, F. 2006. Modifikasi Pati dan Aplikasinya

Budiyanto. 2007. Karakterisasi Sifat Fisiko Kimia pada Industri Pangan. di dalam majalah Food

Tepung dan Pati Jagung Varietas Unggul Review Vol.1 No.3 April 2006.

Nasional dan Sifat Penerimaannya terhadap Lorenz, K. dan K. Kulp. 1981. Heat-Moisture Treatment

Enzim dan Asam. Departemen Teknologi Industri of Starches II: Functional Properties and Baking

Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Potential. Di dalam: Manuel, H. J. 1996. The

Bogor.

Effect Of Heat-Moisture Treatment On The Vermeylen, R., B. Goderis, dan J. A. Delcour. 2006. An Structure and Physicochemical Properties of

X-ray study of hydrothermally treated potato Legume Starches. [Thesis]. Department of

starch. Carbohydr. Polym. 64:364-375. Biochemistry,

Yanuar, V. 2013. Karakteristik Tepung Cangkang Newfoundland Canada.

Rajungan Berdasarkan Metode Penepungan Marlin. 2009. Sumber Pangan Tanaman Minor.

yang Berbeda. Jursitek Vol 1 No 2 Januari 2013: Available at: http://daengnawan.blogspot.com/

1-10.

2009/07/sumber-pangan-tanaman minor. html. Diakses pada tanggal 16 Februari 2015.