Sampling Plan System for Attribute Inspection

  Sa m pling Pla n Syste m fo r Attrib ute Inspe c tio n For use with ANSI / ASQC Z1 .4 © March 2008

  PENGANTAR

  Panduan ini disusun berdasarkan buku “Sampling Procedure and Tables for I nspection by Attribute” yang diterbitkan oleh ANSI / ASQC dan dikenal dengan standar ANSI / ASQC Z1.4 – 1993. Standar ini ditinjau setiap 5 tahun sekali oleh ANSI / ASQC. Revisi terakhir yang terbit adalah versi tahun 2003. Tetapi pada dasarnya sistem atau konsep yang digunakan pada versi tahun 2003 sama dengan versi 1993. Panduan ini dimaksudkan untuk memudahkan pengertian dalam membaca buku di atas agar dapat dijadikan pedoman dalam menentukan metode sampling untuk data atribut. Pembaca disarankan untuk merujuk ke standar di atas apabila ada yang perlu diperjelas. Beberapa buku lain juga dijadikan referensi dalam menyusun panduan ini, yaitu: a. Quality Planning & Analysis, from product development through use, edisi ke-4, Frank M.

  Gryna, Mc. Graw Hill.

  b. Measurement Systems Analysis, edisi ke-3, AI AG. Pembaca disarankan untuk mempelajari referensi diatas dan referensi-referensi lainnya untuk memperkaya wawasan, untuk kemudian dapat pula membagi pengetahuannya demi kemajuan ilmu itu sendiri.

  1. Pendahuluan

  I nspeksi adalah suatu proses untuk mengukur, menguji, mengevaluasi atau membandingkan suatu unit produk terhadap persyaratan atau spesifikasi yang ditentukan. Berdasarkan jenis data yang akan dilakukan pengujian, inspeksi dibedakan menjadi dua, yaitu:

  1. Variable inspection Yaitu suatu jenis inspeksi dimana karakteristik kualitas yang diukur dari suatu produk dapat dinyatakan dalam angka, misalnya gram, centimeter, meter per detik, kgf, dan hasil pengukurannya dicatat.

  2. Attribute inspection Yaitu suatu jenis inspeksi dimana karakteristik kualitas yang diuji hanya dinyatakan sebagai produk ”OK” atau ”Not OK”. Dengan bahasa statistik, istilah OK ataupun Not OK (NG) dapat dinyatakan sebagai :

  a. Conforming dan nonconforming, atau b. Conforming dan Number of unit nonconformities. Misalkan pada inspeksi kualitas mainan mobil-mobilan. Bila salah satu ban mobil tidak bisa berfungsi dan mobil dinyatakan NG dengan dihitung 1 NG, maka disebut 1 nonconforming. Tetapi bila setiap jenis NG dihitung, misalnya ban tidak berfungsi, lampu pecah dan kabel baterai putus, maka dihitung ada 3 nonconformities dalam 1 unit produk. Pengecekan dengan alat go/ no-go termasuk dalam kelompok conforming dan nonconforming, karena hanya menghasilkan OK atau NG, undersized atau oversized. Perhitungan NG atau defect untuk kedua cara inspeksi diatas dibedakan menjadi:

  a. % nonconforming = jumlah nonconforming x 100 jumlah unit yang diinspeksi b. Nonconformities per 100 unit = jumlah nonconformities x 100

  Jumlah unit yang diinspeksi

  2. Metode Sampling

  Sampling adalah mengambil sebagian kecil dari suatu lot/ batch produk yang dianggap mewakili karakteristik dari lot/ batch tersebut. Sampling dapat dilakukan secara acak ataupun terstruktur sesuai dengan metode tertentu. Sampling dilakukan untuk mengetahui apakah suatu lot/ batch produk telah memenuhi persyaratan/ spesifikasi yang diinginkan.

  Salah satu metode yang umum digunakan untuk menentukan jumlah sampel (sample size) adalah metode yang diterbitkan oleh ANSI / ASQC (American National Standard I nstitute / American Society for Quality Standards) yang diadopsi dari Military Standard (MI L STD). Oleh karena itu disebut juga sebagai MI L STD.

3. ANSI / ASQC Z1.4

  Sampling plan untuk inspeksi atribut yang dijadikan acuan adalah ANSI / ASQC Z1.4 terbitan tahun 1993. Sebenarnya standar ini sudah tidak dipakai, dan sebagai gantinya telah terbit ANSI / ASQC Z1.4 tahun 2003 atau bisa menggunakan I SO 2859 atau spesifikasi setara lainnya.

  Untuk attribute inspection, ada beberapa jenis sampling plan yang bisa digunakan, yaitu :

  a. Single sampling plan

  b. Double sampling plan

  c. Multiple sampling plan Semua jenis sampling diatas dapat diterapkan pada berbagai jenis inspeksi atribut, diantaranya:

  a. end items

  b. komponen atau bahan baku

  c. proses / operasi

  d. material dalam proses (WI P = Work in process)

  e. barang dalam penyimpanan f. prosedur administrasi.

  3.1 AQL

  AQL adalah Acceptance Quality Level yaity prosentase maksimum dari produk nonconforming atau nonconformities per unit, yang dapat dianggap sebagai rata-rata proses. Attribute sampling plan berdasarkan AQL adalah dengan mengambil sampel secara acak dari suatu lot dan setiap unit diklasifikasikan sebagai acceptable (OK) atau defective (NOK). Jumlah defective ini kemudian dibandingkan dengan suatu angka yang diizinkan dan dibuat keputusan apakah lot/ batch tersebut akan diterima (accepted) atau ditolak (rejected). Biasanya AQL dapat dinyatakan dalam kontrak dengan supplier. Angka AQL untuk suatu produk tidak harus sama dengan angka AQL untuk produk lainnya meskipun dari supplier yang sama. Misalkan produk A lebih kritikal dari produk B, maka angka AQL untuk produk A lebih kecil dari produk B. Angka AQL bervariasi dari 0.010 sampai 1000.0 Angka AQL 10.0 dapat digunakan untuk % nonconforming atau nonconformities per 100 unit.

  ≤ Angka AQL > 10.0 hanya dapat digunakan untuk % nonconformities per 100 unit.

  Umumnya untuk major defect, angka AQL yang digunakan adalah 1% , sedangkan untuk minor defect digunakan angka AQL 2.5% .

  3.2 Pengambilan Sampel

  Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mengambil sampel adalah:

  a. Sampel mengandung satu atau lebih unit produk yang diambil dari suatu lot/ batch dan dipilih secara acak tanpa diketahui kualitasnya. Jumlah unit yang diambil disebut sebagai sample size.

  b. Apabila memungkinkan, jumlah unit sampel harus dipilih secara proporsi terhadap jumlah lot/ batch sesuai kriteria-kriteria rasional.

  c. Sampel dapat diambil setelah seluruh hasil produksi membentuk satu lot/ batch, atau bisa juga diambil selama proses produksi.

  3.3. I nspection Level

  I nspection level menunjukkan hubungan antara ukuran lot/ batch dan ukuran sampel. Ada 3 level inspeksi, yaitu level I , I I dan I I I .

  Level I I adalah yang umum digunakan.

  v

  Level I memerlukan kira-kira setengah dari jumlah sampel level I I , dan digunakan

  v bila akan mengurangi biaya sampling dan level diskriminasi yang dibutuhkan rendah.

  Level I I I memerlukan kira-kira dua kali lipat dari jumlah sampel level I I , dan

  v digunakan bila diskriminasi lebih tinggi dibutuhkan.

  Diskriminasi adalah jumlah perubahan dari suatu angka referensi yang masih dapat dideteksi oleh instrumen atau alat ukur. Diskriminasi disebut juga kemampuan membaca (readability) atau resolusi. Pada prinisipnya (general rule of thumb), diskriminasi suatu instrumen harus lebih kecil 1/ 10 dari range hasil pengukuran. Misalnya spesifikasi dimensi suatu produk adalah 4.5 0.5 cm, maka

  ± sebaiknya alat ukur dapat membaca sampai angka 0.01 cm, yaitu 1/ 10 dari range spesifikasi terkecil.

  Selain level I , I I dan I I I , juga ada special level S-1, S-2, S-3 dan S-4. Special level menggunakan sampel yang sangat sedikit dan dapat dipilih apabila jumlah sampel yang dibutuhkan sedikit dan resiko sampling besar dapat ditoleransi. Tabel jumlah sampel pada ANSI / ASQC Z1.4 menggunakan kode huruf untuk setiap inspection level yang digunakan.

  General I nspection Special I nspection Level

  Lot / batch size Level

  S-1 S-2 S-3 S-4

  I I I

  I I I 2 - 8 A A A A A A B 9 - 15 A A A A A B C 16 - 25 A A B B B C D

  26 - 50 A B B C C D E 51 - 90 B B C C C E F 91 - 150 B B C D D F G 151 - 280 B C D E E G H

  281 - 500 B C D E F H J 501 - 1200 C C E F G J K 1.201 - 3200 C D E G H K L 3.201 - 10.000 C D F G J L M

  10.001 - 35.000 C D F H K M N 35.001 - 150.000 D E G J L N P

  150.001 - 500.000 D E G J M P Q 500.001 - seterusnya D E H K N Q R Misalkan jumlah lot 1500, maka untuk inspection level I I , jumlah sampel yang diambil adalah K.

  Berapa jumlah K akan ditentukan oleh jenis sampling yang dipakai, apakah single, double atau multiple.

  3.4 Acceptance and Rejection Number

  Sampling Plan menunj ukkan jumlah sampel yang akan diinspeksi dari suatu unit lot/ batch (jumlah sampel atau beberapa seri jumlah sampel) lengkap dengan kriteria untuk menentukan apakah lot/ batch tersebut diterima (accepted) atau ditolak (rejected). Angka penerimaan atau penolakan ini disebut juga sebagai

  .

  acceptance ( Ac) and rejection ( Re) number

3.5 Single Sampling, Double Sampling and Multiple Sampling Ada tiga jenis sampling plan, yaitu single, double dan multiple.

  a. Single sampling

  Pada sistem single sampling, sejumlah n sampel diambil dari suatu lot. Jika jumlah produk NG lebih kecil atau sama dengan acceptance number (Ac), maka lot diterima. Jika tidak, ditolak.

  Sample = n Jumlah defect Acceptance number (Ac) Lot diterima

  ≤ à

  Jumlah defect Rejection number (Re) Lot ditolak

  ≥ à

  b. Double sampling

  Pada double sampling, jumlah sampel awal yang diambil lebih kecil daripada single sampling. Pada double sampling ada dua level pengecekan untuk memutuskan apakah lot diterima atau ditolak. Sampling 1. Sampel = n

  1 Jumlah defect 1 Acceptance number 1 (Ac) Lot diterima à

  ≤

  Jumlah defect 1 Rejection number 1 (Re) Lot ditolak

  

≥ à

Acceptance number 1 < Jumlah defect 1 < Rejection number 1 sampling 2.

  à

  Sampling 2. Sample = n

  2 Jumlah defect (1+ 2) Acceptance number 2 (Ac) Lot diterima ≤ à

  Jumlah defect (1+ 2) Rejection number 2 (Re) Lot ditolak

  ≥ à Bila digambarkan dalam bentuk skema, pelaksanaan double sampling adalah sebegai berikut.

  I nspeksi sampel ke-1 sejumlah sampel n 1 Jika jumlah defect (D ) 1 pada sampling 1 Ac1 < D1 < Re1 D Ac

  D Re 11 11 I nspeksi sampel ke-2 sejumlah sampel n 2 Jika jumlah defect kumulatif (D + D )

1

2 (D + D ) Ac (D + D ) Re 1 2 ≤ 2 1 2 ≥ 2 Lot DI TERI MA

  Lot DI TOLAK

c. Multiple sampling

  Multiple sampling menggunakan metode yang sama dengan double sampling. Perbedaannya bahwa untuk memutuskan apakah suatu lot diterima atau ditolak, perlu dilakukan serangkaian inspeksi bertahap yang lebih dari dua. Baik double sampling maupun multiple sampling, keduanya bertujuan agar cek 100% tidak perlu langsung dilakukan begitu ditemukan produk NG. I ni akan lebih memudahkan inspektor, di samping pengecekan 100% kurang efektif. Akan tetapi double atau multiple sampling juga sedikit menyulitkan petugas administrasi yang menghitung jumlah lot dan membandingkannya dengan acceptance and rejection number.

3.6 Sampling Plan Sampling plan yang baik harus mempunyai karakteristik-karakteristik berikut.

  Produsen harus mempunyai perlindungan yang cukup dari penolakan produk bagus. Konsumen harus mempunyai perlindungan yang cukup dari penerimaan produk NG.

  

  b. Resiko sampling harus diketahui secara kuantitatif (kurva OC = Operating Characteristic).

  9

  ≥

  8 Rejection criteria Total defect

  ≤

  Total defect

  Jadi total sampel = 400 Acceptance criteria

  7, maka lanjutkan ke step 2. Step 2 Jumlah sampel 200 (tambahan).

  <

  7 Step 2 criteria Jika 3 < defect

  ≥

  8 defect

  3 Rejection criteria defect

  c. Sampling plan harus meminimalkan seluruh biaya inspeksi produk. I ni memerlukan evaluasi yang mendalam tentang pemilihan jenis data (variabel atau atribut) dan jenis sampling (single, double atau multiple). Juga merefleksikan prioritas produk dan kegunaannya.

  a. I ndeks (AQL ataupun yang lainnya) yang dipilih harus mencerminkan kebutuhan konsumen dan produsen, dan bukan dipilih semata-mata demi kebutuhan statistik.

  7 defect

  

  Acceptance criteria defect

  Referensi Tabel Z1.4 Tabel I I -A Tabel I I I -A Step 1 Jumlah sampel 315 200

  Single Sampling Double Sampling

  Jumlah lot = 30.000 I nspection level = I I AQL = 1.0 % Kode huruf = M

  Contoh 1.

  g. Sampling plan harus cukup mudah untuk dijelaskan dan didokumentasikan. Sampling Plan menunjukkan jumlah sampel yang akan diinspeksi dari suatu unit lot/ batch lengkap dengan kriteria untuk menentukan apakah lot/ batch tersebut diterima (accepted) atau ditolak (rejected). Berikut ini beberapa contoh sampling plan. Gunakan tabel pada buku ANSI / ASQC Z1.4 yang sesuai untuk referensi.

  f. Pengukuran/ pengecekan dapat memberikan informasi untuk estimasi kualitas lot lainnya dalam satu proses.

  e. Sampling plan harus fleksibel terhadap perubahan jumlah lot, kualitas produk dan faktor lainnya.

  d. Sampling plan harus mempertimbangkan data lain, misalnya process capability, data supplier, customer claim, dan lainnya.

  ≤ Single Sampling Plan for normal inspection (part of Table I I -A) Acceptance Quality Level (AQL)

  0.25

  7

  3

  5

  2

  13 N First 315 315

  12

  9

  8

  7

  6

  5

  4

  9 Second 200 400

  5

  3

  5

  5

  2

  4

  1

  9 M First 200 200

  8

  7

  6

  5

  4

  4

  3

  7 Second 125 250

  3

  7

  9

  2

  1 defect

  ≥

  1 Rejection criteria Total defect

  ≤

  Total defect

  Jadi total sampel = 40 Acceptance criteria

  , maka lanjutkan ke step 2. Step 2 Jumlah sampel 20 (tambahan).

  < 2

  2 Step 2 criteria Jika 0 < defect

  ≥

  2 defect

  

  Rejection criteria defect

  ≤

  

  7

  20 Acceptance criteria defect

  32

  Referensi Tabel Z1.4 Tabel I I -A Tabel I I I -A Step 1 Jumlah sampel

  Single Sampling Double Sampling

  Jumlah lot = 170 I nspection level = I I AQL = 1.0 % Kode huruf = G

  19 Contoh 2.

  18

  13

  12

  9

  8

  7

  6

  11 Second 315 630

  5

  4

  0.40

  1

  6 M 315

  5

  4

  3

  3

  2

  2

  1

  4 L 200

  3

  3

  2

  2

  3 K 125

  3

  2

  2

  1

  80

  2 J

  1

  1

  50

  1 H

  32

  Ac Re Ac Re Ac Re Ac Re G

  code letter Sample size

  1.0 Sample size

  0.65

  2

  3

  1

  3

  3

  7 L First 125 125

  6

  5

  4

  4

  3

  2

  1

  5 Second 80 160

  2

  4

  1

  2

  4

  80

  80

  Ac Re Ac Re Ac Re Ac Re K First

  Cumm Sample size

  Sample Sample size

  1.5 Sample size code letter

  1.0

  0.65

  0.40

  Acceptance Quality Level (AQL)

  8 Double Sampling Plan for normal inspection (part of Table I I I -A)

  7

  6

  5

  2

3.7 Normal, Tightened and Reduced I nspection

  Pada awal inspeksi, biasanya jenis inspeksi yang dipakai adalah normal inspection, yaitu pengambilan sampel secara normal sesuai jenis sampling yang dipilih. Seringkali pada normal inspection ditemukan beberapa produk NG, dan karena perusahaan tidak mau mengambil resiko, inspeksi dilanjutkan dengan 100% cek. Hal ini tidak efektif, karena 100% cek akan menimbulkan biaya yang tinggi di samping efisiensi proses inspeksi sendiri tidak 100% . Oleh karena itu kemudian dikembangkan sistem inspeksi diperketat (tightened inspection) dengan memperketat jumlah sampel yang dicek. Apabila pada beberapa pengecekan ini, kondisi sudah membaik, artinya tidak ditemukan banyak produk NG, maka sistem inspeksi bisa kembali ke normal. Sebaliknya, apabila hasil inspeksi cenderung membaik, sistem pengecekan bisa diperlonggar (reduced inspection). Perubahan dari normal menjadi diperketat atau normal menjadi diperlonggar dan sebaliknya disebut sebagai switching procedure.

  Sw itching Rule sesuai ANSI / ASQC Z1.4

START

  • 10 LOT BERTURU- TURUT DI TERI MA
  • TOTAL NG DI BAWAH

  2 DARI 5 LOT ANGKA REJECTI ON BERTURUT-

  • PRODUK STABI L, DAN

TURUT DI TOLAK

  • DI SETUJUI

REDUCED NORMAL TI GHTENED

  • LOT DI TOLAK, ATAU
  • LOT DI TERI MA TETAPI NG DI ANTARA Ac DAN

  5 LOT BERTURUT- Re

TURUT DI TERMA

  • PRODUK TI DAK STABI L - KONDI SI LAI N

  10 LOT TETAP

  I NSPEKSI TI GHTENED

  I NSPEKSI DI HENTI KAN

  a. Normal to tightened

  Apabila pada normal inspection ditemukan 2 dari 5 lot berturut-turut ditolak, maka inspeksi bisa diubah ke tightened.

  b. Tightened to normal

  Apabila pada kondisi tightened inspection, 5 lot berturut-turut diterima, maka sistem inspeksi dapat beralih ke normal inspection.

  c. Normal to reduced

  Normal inspection bisa beralih ke reduced inspection apabila : 10 lot berturut-turut (atau lebih, tergantung angka kualitas yang diizinkan) diterima; dan

  Ø

  jumlah defect atau produk NG sama dengan atau di bawah angka kualitas yang diizinkan

  Ø

  (lihat tabel VI I I pada ANSI / ASQC Z1.4. Apabila menggunakan metode double atau multiple sampling, maka seluruh jumlah defect (kumulatif) harus sama dengan atau di bawah angka kualitas yang diizinkan; dan produksi dalam kondisi stabil; dan

  Ø telah disetujui oleh personel yang berwenang. Ø

  d. Reduced to normal

  Reduced inspection bisa beralih ke normal inspection apabila : Lot atau batch ditolak; atau

  Ø

  Lot atau batch diterima dalam kondisi tertentu, yaitu:

  Ø

  Pada reduced inspection, prosedur sampling dapat dihentikan tanpa keputusan. Bila hal ini terjadi, lot atau batch akan dianggap diterima, tetapi lot atau batch berikutnya akan dimulai pengecekan dengan normal inspection. Atau Produksi tidak teratur atau sering terlambat; atau

  Ø Kondisi lain yang menyebabkan kepercayaan bergeser ke normal inspection. Ø

  e. Discontinuation of inspection

  Apabila 10 lot berturut-turut dicek dengan tightened inspection (atau jumlah lot lain yang ditentukan oleh personel yang berwenang), inspeksi di bawah pengawasan dapat dihentikan sambil menunggu tindakan perbaikan terhadap kualitas produk.

  Switching rule dapat dikombinasikan penggunaannya dengan single, double ataupun multiple inspection.

4. Penutup

  Metode sampling dapat digunakan untuk berbagai tujuan. Stratifikasi dari Schiling pada tahun 1982 adalah sebagai berikut.

  Menggaransi quality level pada resiko tertentu.

  § Menjaga quality pada level AQL atau lebih baik. § Menggaransi AOQL (Average Outgoing Quality Limit), yaitu long-run quality. § Mengurangi inspeksi apabila historis data bagus. § I nspeksi pengecekan. § Memastikan kesesuaian terhadap standar wajib. § Reliability sampling. §

  Akurasi checking inspection

  §

  Apapun tujuan sampling, rekomendasi dari Schilling adalah agar menggunakan sampling plan yang spesifik baik untuk atribut maupun variabel. Pemilihan sampling plan tergantung dari tujuan, data historis quality, biaya proses dan pengetahuan proses.