1 PERSEPSI MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI DAN PELAKU BISNIS MENGENAI PENTINGNYA ETIKA BISNIS BERDASARKAN GENDER DAN USIA Oleh: Angelia Pribadi Angeliapribadi_1984yahoo.co.id Rizki Fillhayati Rambe fillhayatihotmail.com Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Harap

  

PERSEPSI MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI DAN PELAKU

BISNIS MENGENAI PENTINGNYA ETIKA BISNIS

BERDASARKAN GENDER DAN USIA

Oleh:

Angelia Pribadi

  

Rizki Fillhayati Rambe

  

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Harapan

Abstract

  This study aims to prove there is a difference of perception about the importance of

business ethics education. In this study has three hypotheses to be tested are differences in the

perception of the importance of ethics education among business people and students. Further

testing of the difference principle importance of business ethics education among women da the

men. Finally, this study also examines the differences in perception among the older age group

and younger age groups. Respondents in this study consisted of 300 respondents from business

people and students who take a course in entrepreneurship and ethics profesi.Masing each

hypothesis tested first normality test data is then tested with independent sample T-test.

  The test results prove that only one proved the hypothesis significantly different

perceptions regarding the importance of business ethics education between employers and

mahasiswa.Sedangkan two hypotheses that examine differences in the perception of the

importance of business ethics education between women and men do not have either the absolute

differences, as well as statistics , While the latter hypothesis that examine differences in the

perception of the importance of business ethics education between older and younger age groups

showed an absolute difference, but not statistically significant.

Keywords: Business; Business ethics; Business people; Student; Women; Man; Old age group;

Young Age Group.

  

Abstrak

  Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan terjadi perbedaan persepsi mengenai pentingnya pendidikan etika bisnis. Pada penelitian ini memiliki tiga buah hipotesis yang akan diuji yaitu perbedaan persepsi pentingnya pendidikan etika antara pelaku bisnis dan mahasiswa. Selanjutnya pengujian perbedaan prinsip pentingnya pendidikan etika bisnis antara perempuan da lak-laki. Terakhir, penelitian ini juga menguji perbedaan persepsi antara kelompok usia tua dan kelompok usia muda. Responden di penelitian ini terdiri dari 300 responden yang berasal dari pelaku bisnis dan mahasiswa yang menempuh matakuliah kewirausahaan dan etika profesi.Masing-masing hipotesis diuji terlebih dahulu normalitas datanya kemudian diuji dengan uji independent sample T-test.

  Hasil pengujian membuktikan bahwa hanya hipotesis satu yang terbukti berbeda signifikan mengenai persepsi pentingnya pendidikan etika bisnis antara pengusaha dan mahasiswa.Sedangkan hipotesis dua yang menguji perbedaan persepsi pentingnya pendidikan etika bisnis antara perempuan dan laki-laki tidak memiliki perbedaan baik secara absolute, maupun secara angka statistik. Sedangkan hipotesis terakhir yang menguji perbedaan persepsi pentingnya pendidikan etika bisnis antara kelompok usia tua dan muda menunjukkan perbedaan secara absolute, namun secara statistik tidak signifikan.

  

Kata kunci: Bisnis; Etika Bisnis; Pelaku Bisnis; Mahasiswa; Perempuan; Laki-laki; Kelompok

  Usia Tua; Kelompok Usia Muda

  PENDAHULUAN

  Pada persaingan pasar, perusahaan diarahkan untuk meraih keuntungan semaksimal mungkin. Banyak cara yang ditempuh oleh perusahaan untuk mencapai tujuan tersebut. Diantaranya, mereka meningkatkan penjualan dengan cara memberikan motivasi kepada manager perusahaan berupa bonus tambahan apabila mereka dapat menjual produk di atas target perusahaan. Kebijakan ini merupakan hal yang paling baik yang dapat dilakukan perusahaan untuk meningkatkan penjualan. Namun, kadangkala bagian manager menghalalkan berbagai cara untuk mengejar bonus tersebut meskipun perusahaan telah menetapkan nilai-nilai etika yang harus dipatuhi oleh setiap karyawan perusahaan. Sehingga, akibat dari perbuatan manager itu, praktik yang dijalankan oleh perusahaan menjadi tidak etis dan bahkan dapat merugikan konsumen.

  Banyak universitas di dunia yang memasukkan mata kuliah etika dalam kurikulum mereka.Tujuan dari diberikannya mata kuliah etika adalah agar mahasiswa mengetahui bahwa dalam menjalankan bisnis, mereka tidak boleh melupakan bahwa mereka harus menjunjung tinggi nilai etika dalam pekerjaan bisnis mereka.Namun, banyak studi hanya berfokus pada persepsi siswa bisnis terhadap etika dasar (e.g., Cole dan Smith, 1995; Duizend dan McCann, 1998; Gautschi and Jones, 1998), namun sangat sedikit menelusuri persepsi mahasiswa pada pendidikan etika (Johnson dan Beard, 1992; Stevens et al., 1993).

  Pada studi sebelumnya dilakukan oleh Loo (1993), Fischer dan Rosenzweig (1995), dan Stevens et al (1993) menemukan bahwa mahasiswa akuntansi cenderung menunjukkan tingkat kesadaran etis yang lebih rendah dibanding praktisi. Penelitian Nell Adkins dan Robin R. Radke (2004) yang menguji perbedaan persepsi antara mahasiswa dan dosen (faculty members‟) mengenai pentingnya pendidikan etika bisnis dan etika akuntansi, mengindikasikan bahwa, mahasiwa menganggap bahwa pendidikan etika bisnis dan pendidikan etika akuntansi adalah lebih penting ketimbang persepsi dosen.

  Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan perbedaan persepsi pentingnya pendidikan etika bisnis oleh gender. Selanjutnya, penelitian ini akan membahas teori pendukung, metode penelitian, dan yang terakhir adalah temuan serta implikasi.

  TINJAUAN PUSTAKA Etika Bisnis

  Etika merupakan penilaian terhadap individu maupun sekelompok orang mengenai tindakan yang mereka lakukan apakah salah atau benar, dengan memandang bahwa apabila perilaku tersebut dapat merugikan orang lain, berarti perilaku atau tidakan yang mereka lakukan adalah salah. Namun, apabila tindakan atau perilaku yang mereka lakukan tidak merugikan orang lain, artinya tindakan yang mereka lakukan adalah benar.

  Pada penelitian yang dilakukan oleh Nell Adkins dan Robin R. Radtke (2004) meninjau pada skandal akuntansi yang akhir-akhir ini terjadi yaitu pada kasus Enron, WoldCom, dan Tyco yang melibatkan profesi akuntan didalamnya. Pada skandal tersebut seakan profesi akuntan tidak memegang nilai etika professional mereka sehingga akuntan professional pada saat itu dianggap tidak dapat dipercaya.

  Pada komunitas akademik, diharapkan untuk meningkatkan diskusi mengenai etika dalam perkuliahan. Pendidikan etika ini diharapkan memiliki pengaruh bagi para siswa ketika mereka menjalankan praktek bisnis. Hasil dari beberapa studi menyajian bahwa pendidikan kuliah berpengaruh secara positif terhadap level seseorang dalam beretika (Thoma, 1986; McNeel, 1994). Penelitian Armstrong, 1987; Ponemon, 1988; Shaub, 1989; Ponemon dan Glazer, 1990, menemukan bahwa bagian akuntan pada dasarnya tidak memiliki perkembangan pada level yang sama terhadap pengembangan moral. Hasil tersebut berbeda dengan kewajiban tugas professional AICPA (Nell Adkins dan Robin R. Radke, 2004).

  Perbedaan pandangan mengenai etika bisnis

  Ketika pendidikan diberikan etika dikelas, konsep serta pemahaman mengenai etika dapat diterima dengan baik oleh para mahasiswa. Hal ini disebabkan oleh, mahasiswa masih memiliki satu pandangan bahwa segala sesuatu harus dijalankan dengan baik, dan tidak boleh merugikan orang lain. Permasalahan yang disajikan dalam kelas etika masih berupa kasus-kasus dasar.Belum merupakan kasus yang sangat kompleks dihadapi oleh sebagian besar pelaku bisnis di dunia kerja. Sehingga, pada saat dihadapkan pada masalah dipraktek bisnis banyak hal yang harus dipertimbangkan yang berkaitan dengan nilai-nilai etika. Hasil penelitian Endarti (2006) membuktikan bahwa ada perbedaan persepsi antara mahasiswa, akuntan pendidik dan,akuntan publik tetapi antara akuntan pendidik dan akuntan publik tidak ada perbedaan. Indiana Farid Martadi dan Sri Suranta (2006) dalam penelitiannya tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara akuntan pria, mahasiswa akuntansi dengan akuntan wanita dan mahasiswi akuntansi wanita terhadap etika profesi. Hasil penelitian dari Rustiana dan Dian

  Indri (2002) menemukan ada perbedaan persepsi antara Novice Accountant, Akuntan pendidik dan Akuntan public mengenai kode etik Akuntan serta persepsi Akuntan public lebih baik dibanding Novice Accountant.

  Pada dunia bisnis banyak sekali ditemukan masalah yang bersinggungan dengan etika. Banyak sekali beberapa keputusan yang diambil oleh managemen di perusahaan yang memiliki dilemma etika. Namun, adapula sebagian dari mereka yang bertindak melanggar nilai kurangnya nilai-nilai etika yang mereka fahami atau meskipun mereka memahami nilai-nilai etika, mereka tetap melakukan pelanggaran terhadap nilai etika tersebut yang disebabkan oleh keadaan yang memaksa mereka untuk melanggar nilai etika. Keadaan itu bisa berasal dari perusahaan itu sendiri yang berusaha untuk meraih keuntungan yang besar tetapi mengorbankan konsumen dengan memberikan keterangan pelasu mengenai keamanan pemakaian produk mereka. Keadaan yang lain juga bisa berasal dari individu karyawan itu sendiri. Misalnya, karyawan itu terdesak oleh keadaan ekonomi mereka yang semakin sulit sehingga dengan wewenang yang dimiliki, mereka dapat menyalahgunakannya untuk melakukan kesalahan dalam perusahaan.

  Bercermin dari beberapa kasus yang dijelaskan di atas, perlu diuji bahwa apakah para pelaku bisnis tersebut memiliki pandangan bahwa pendidikan etika bisnis itu perlu dikenalkan sejak dini atau bisa mereka dapatkan hanya dengan pengalaman saja? Dari penelitian Adkins dan Radtke (2004) menemukan bahwa tidak seluruh dosen yang tertarik dalam mengajar etika akuntansi , atau bisa juga mereka mau mengajar etika akuntansi atau dikualifikasikan untuk mangajar etika akuntansi. Bukti ini ditanggapi oleh survey yang dilakukan oleh Mahoney

  (1990, p. 112) terhadap pentingnya mengajarkan etika bisnis seperti untuk menerangkan sebagai “aspek moral dan social terhadap bisnis mengenai ketidak mampuan dan menyatukan etika yang diinginkan dalam tujuan yang berbeda, dan hal ini perlu disampaikan kepada gurubesar difakultas masing- masing”. Pada keseharian, wanita dikenal manusia yang teliti, dan lebih sopan ketimbang laki-laki. Namun, ketika di dunia bisnis kedudukan wanita dan laki- laki adalah sama. Baik dalam beban menjalankan tugas, tentu saja semua orang pasti bersinggungan dengan masalah etika yang tidak memandang gender di dalamnya. Bahkan banyak pula dalam dunia bisnis pengambil keputusan dalam perusahaan adalah wanita.Seperti kebanyakan pengambil keputusan lainnya, meski pengambil keputusan berbeda gender, mereka juga pasti pernah bersinggungan dengan dilemma etika.

  Penelitian Indriana Martadi dan Suranta (2006) diperoleh hasil bahwa tidak tedapat perbedaan persepsi yang signifikan antara akuntan pria dan mahasiswa akuntansi dengan akuntan wanita dan mahasiswa akuntansi terhadap etika profesi. Beberapa penelitian bisnis menemukan bahwa wanita lebih beretika ketimbang laki-laki (Beltramini et al., 1984; Miesing and Preble, 1985; Jones and Gautschi, 1988; Betz et al., 1989; Poorsoltan et al., 1991; Borkowski and Ugras , 1992; Ruegger and King, 1992; Galbraith and Stephenson, 1993; Ameen et al., 1996; Knott et al., 2000; Adkins and Radke, 2004), Rest (1986); Adkins dan Radke (2004) menyimpulkan bahwa perbedaan alasan moral berbeda antara gender adalah signifikan berdasarkan pada hasil dari studi ekstensif. Peneliti selanjutnya yaitu Cohen et al. (1998) dan Adkins dan Redke (2004) menemukan bahwa wanita mempertimbangkan pertanyaan dan tindakan lebih tidak beretika ketimbang laki-laki. Dari hal ini akan diuji apakah wanita memiliki pemahaman mengenai etika bisnis lebih baik atau tidak berbeda dari laki-laki.

  Sebagian besar orang beranggapan bahwa semakin tua usia seseorang, maka orang tersebut akan lebih banyak mempertimbangkan nilai-nilai etika dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai etika yang berlaku ketimbang orang yang lebih muda. Beberapa studi mengenai penelitian bisnis menemukan bahwa siswa yang lebih tua mengambil siswa yang lebih muda (Borkowski and Ugras, 1992; Ruegger and King, 1992). Hipotesis Penelitian sebagai berikut: H1: para pelaku bisnis memandang bahwa pendidikan etika bisnis itu penting ketimbang pandangan mahasiswa mengenai pendidikan etika bisnis. H2: Wanita memandang bahwa pendidikan etika bisnis itu penting ketimbang pandangan pria mengenai pendidikan etika bisnis. H3: Subjek yang lebih tua memandang bahwa pendidikan etika bisnis itu penting ketimbang pendangan yang lebih muda mengenai etika bisnis.

METODE PENELITIAN

  Jenis penelitian yang digunakan di penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif yang menguji perbedaan persepsi antara mahasiswa dan pelaku bisnis mengenai etika bisnis.Penelitian ini dilakukan berlokasi di Kota Medan, yaitu lokasi pelaku usaha beroperasi di Kota Medan dan STIE Harapan untuk mengambil data mahasiswa yang telah mengambil mata kuliah etika bisnis.

  Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode survei melalui pembagian kuesioner kepada responden. Koesioner (questionnaires) adalah daftar pertanyaan tertulis yang telah dirumuskan sebelumnya yang akan responden jawab, biasanya dalam alternatif yang didefinisikan dengan jelas (Sekaran, 2011). Penyebaran dan pengumpulan kuesioner dilakukan secara langsung pada objek penelitian.Kuesioner disebarkan kepada masing-masing 150 mahasiswa dan 150 pelaku usaha.

  Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran

  Pelaku Bisnis a.

  Perbedaan Persepsi Pelaku Bisnis dengan Mahasiswa Mengenai Pentingnya Pendidikan Etika Bisnis

  Sebelum penelitian dilanjutkan bahwa data telah lolos iji asumsi klasik.Hal itu menunjukkan bahwa data di penelitia ini layak dilanjutkan untuk mengukur hipotesisnya.

  Total Responden 227 orang 100%

  29,51% 36,12% 9,69% 24,66% 55,94% 44,05%

  82 orang 22 orang 56 orang 127 orang 100 orang

  Laki-laki b. Perempuan 3. Usia Muda 4. Usia Tua 67 orang

  Laki-laki b. Perempuan 2. Mahasiswa a.

  Karakteristik Jumlah Persentase 1.

  Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah etika. Etika merupakan penilaian terhadap individu tindakan yang mereka lakukan apakah salah atau benar, dengan memandang bahwa apabila perilaku tersebut dapat merugikan orang lain, berarti perilaku atau tidakan yang mereka lakukan adalah salah. Variabel ini diukur dengan menggunakan kuesioner berian Adkins dan Radtkee (2004). Setiap peryataan diukur dengan skala interval 7. Setiap kuesioner yang telah diperoleh, akan diuji validitas dan reabillitas kemudian dilakukan uji normalitas data di setiap hipotesis.

  Tabel Karakteristik Responden

  Pada responden pelaku bisnis, jumlah responden laki-laki sebanyak 67 orang, sedangkan responden mahasiswa laki-laki sebanyak 22 orang. Selanjutnya, responden pelaku bisnis pelaku bisnis perempuan sebanyak 82 orang, sedangkan responden mahasiswa perempuan sebanyak 56 orang. Responden untuk usia, dibagi menjadi dua bagian yaitu responden tua yaitu seluruh responden yang berusia antara 20-30 tahun. Sedangkan untuk usia tua, yaitu responden yang berusia di atas 30 tahun. Data resonden muda yang diperoleh yaitu berjumlah 127 orang, sedangkan yang berusia tua sebanyak 100 orang. Berikut disajikan karakteristik secara detailnya.

  150 kuesioner. Sehingga total kuesioner yang dapat diolah sejumlah 227 kuesioner.

  Penelitian ini menggunakan sampel para mahasiswa yang telah dan sedang menempuh matakuliah kewirausahaan dan etika bisnis. Selain itu sampel di luar mahasiswa adalah para pelaku bisnis. Total kuesioner yang disebarkan adalah 300 (tiga ratus) kuesioner. Diantara kuesioner yang disebarkan, kuesioner mahasiswa yang kembali dan dapat diolah adalah 77 kuesioner. Sedangkan untuk para pelaku bisnis, seluruh kuesioner kembali yaitu

  HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sampel

  Pengujian hipotesis dilakukan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan menggunakan uji beda dengan independent sampel t-test. Data diuji seluruhnya sesuai dengan hipotesisnya.

  Uji Hipotesis

  Uji normalitas data pelaku bisnis dengan mahasiswa menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasil olah data menunjukkan bahwa jumlah responden yang dapat diolah adalah sebesar 183 responden. Nilai dari kelompok 1 atau pengusaha yaitu sebanyak 113, sedangkan kelompok mahasiswa adalah sebanyak 70 responden. Data awal sebagian dihilangkan dari pengujian agar terbebas dari outlier. Nilai shaipo-wilk untuk kelompok

  1 yaitu pengusaha menunjukkan nilai sebesar 0,070. Angka ini lebih besar dari 0,05. Artinya Ho diterima yaitu data terdistribusi normal. menunjukkan nilai sebesar 0,061. Angka ini juga menandakan bahwa data telah terdistribusi secara normal. Kemudian, pada uji outlier, gambar tidak menunjukkan terdapat angka outlier.

  Uji hipotesis diukur dengan menggunakan independent sample T-test. Pada penelitian ini akan dibandingkan persepsi mengenai pentingnya pendidikan etika bisnis antara pelaku bisnis dengan mahasiswa. Pada tabel pertama menunjukkan bahwa rata-rata persepsi pentingnya pendidikan etika bisnis bagi pelaku adalah 64,9115 sedangkan bagi mahasiswa adalah 38,0143. Secara absolute, dapat dilihat terdapat perbedaan persepsi antara pelaku bisnis dengan mahasiswa.

  Pada tabel kedua merupakan angka detail yang menjelaskan signifikansi perbedaan persepsi tersebut. Hasil pengujian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persepsi tentang pentingnya pendidikan etika bisnis antara pelaku bisnis dengan mahasiswa yang ditunjukkan dari output F hitung sebesar 7,525 dengan probabilitas 0,007, dan >0,05 maka dapat disimpulkan bahwa Ho tidak dapat ditolak atau memiliki varians yang sama. Berdasarkan angka tersebut, hasil uji beda dapat ditentukan dari nilai t pada equal variance assumed yaitu 33,222 dengan probabilitas signifikan 0,000 (two-tail), sehingga dapat disimpulkan bahwa persepsi pentingnya pendidikan etika bisnis antara pelaku bisnis dengan mahasiswa adalah berbeda.

  Hasil pengujian menunjukkan bahwa terjadi perbedaan persepsi mengenai pentingnya pendidikan etika bisnis antara pelaku bisnis dengan mahasiswa.Hal tersebut disebabkan oleh para pelak u bisnis memiliki pengalaman dan memiliki pengalaman menghadapi permasalahan bisnis yang ada di dunia bisnis.Berdasarkan pengalaman tersebut, tentun ya pengusaha memiliki pendapat bisnis.Kebanyakan, praktik di lapangan tidak sesuai dengan teori yang telah mereka dapatkan di bangku kuliah. Sehingga seolah teori yang telah mereka pelajari kurang bermanfaat ketika di praktikkan di dunia bisnis. Bagi mereka, ilmu etika bisnis akan mereka dapatkan ketika mereka berpraktik. Kadang situasi di lapangan menuntut mereka mengenyampingkan etika bisnis.Hal inilah yang menimbulkan perbedaan persepsi mengenai pentingnya pendidikan etika bisnis di kalangan pengusaha dan mahasiswa.Penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Adkins dan Radtke (2004) dan Mahoney (1990).

  Perbedaan Persepsi Perempuan dengan persepsi laki-laki Mengenai Pentingnya Etika Bisnis

  Hasil olah data menunjukkan bahwa jumlah responden yang dapat diolah adalah sebesar 155 responden. Nilai dari keloompok 1 atau perempuan yaitu sebanyak 77, sedangkan kelompok laki-laki adalah sebanyak 78 responden. Data awal sebagian dihilangkan dari pengujian agar terbebas dari outlier. Nilai shapiro-wilk untuk kelompok 1 yaitu perempuan menunjukkan nilai sebesar 0,076. Angka ini lebih besar dari 0,05. Artinya Ho diterima yaitu data terdistribusi normal.Selanjutnya, kelompok 2 yaitu laki-laki menunjukkan nilai sebesar 0,062. Angka ini juga menandakan bahwa data telah terdistribusi secara normal. Kemudian, pada uji outlier, gambar tidak menunjukkan terdapat angka outlier.

  Uji hipotesis diukur dengan menggunakan independent sample T-test. Pada penelitian ini akan dibandingkan persepsi mengenai pentingnya pendidikan etika bisnis antara perempuan dengan laki-laki. Pada tabel pertama menunjukkan bahwa rata-rata persepsi pentingnya pendidikan etika bisnis bagi bagi laki-laki adalah 65,7051. Secara absolute, dapat dilihat terdapat perbedaan persepsi antara perempuan dengan laki- laki namun perbedaan itu tidak terlalu terlihat.

  Pada tabel kedua merupakan angka detail yang menjelaskan signifikansi perbedaan persepsi tersebut. Hasil pengujian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persepsi tentang pentingnya pendidikan etika bisnis antara perempuan dengan lakilaki yang ditunjukkan dari output F hitung sebesar 4,078 dengan probabilitas 0,045. Nilai probabilitas diharapkan >0,05. Hasil penelitian menunjukkan nilai probabilitas 0,045 yaitu <0,05, maka dapat disimpulkan bahwa Ho tidak dapat ditolak atau memiliki varians yang sama. Berdasarkan angka tersebut, hasil uji beda dapat ditentukan dari nilai t pada equal variance assumed yaitu -0,144 dengan probabilitas signifikan 0,886 (two-tail), sehingga dapat disimpulkan bahwa persepsi pentingnya pendidikan etika bisnis antara perempuan dengan laki-laki tidak berbeda.

  Hasil pengujian menunjukkan bahwa persepsi perempuan atas pentingnya pendidikan etika bisnis tidak berbeda dengan persepsi laki-laki. Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap gender menyadari bahwa pendidikan etika itu sangat penting, khususnya etika bisnis. Pendidikan etika bisnis dapat membuat seseorang memiliki dasar berperilaku etika ketika mereka berpraktik di dunia bisnis. Dunia bisnis sangat dipenuhi dengan permasalahan yang membuat seseorang cenderung ingin melanggar etika bisnis. Lebih lagi, ketika usaha pesaing yang sangat maju membuat pengusaha lain cenderung ingin menjatuhkan agar mendapatkan keuntungan lebih di usaha mereka. Hal tersebut yang menyebabkan pelaku usaha dapat meninggalkan etika bisnisnya. penelitian yang dilakukan oleh Martiadi dan Ruranta (2006), dan tidak mendukung penelitian Beltramini et al(1984); Miesing and Preble (1985); Jones and Gautschi, (1988); Betz et al(1989); Poorsoltan et al(1991); Borkowski and Ugras (1992); Ruegger and King, (1992); Galbraith and Stephenson (1993); Ameen et al (1996); Knott et al(2000); Adkins and Radke(2004); Rest (1986); Adkins dan Radke (2004).

  Perbedaan Persepsi Pentingnya Etika Bisnis Pada Usia Tua dengan Usia Muda

  Hasil olah data menunjukkan bahwa jumlah responden yang dapat diolah adalah sebesar 127 responden. Nilai dari kelompok 1 atau tua yaitu sebanyak 46, sedangkan kelompok muda adalah sebanyak 81 responden. Data awal sebagian dihilangkan dari pengujian agar terbebas dari outlier. Nilai shapiro-wilk untuk kelompok 1 yaitu kelompok berusia tua menunjukkan nilai sebesar 0,082. Angka ini lebih besar dari 0,05. Artinya Ho diterima yaitu data terdistribusi normal. Selanjutnya, kelompok 2 yaitu kelompok usia muda menunjukkan nilai sebesar 0,333. Angka ini juga menandakan bahwa data telah terdistribusi secara normal. Kemudian, pada uji outlier, gambar tidak menunjukkan terdapat angka outlier.

  Uji hipotesis diukur dengan menggunakan independent sample T-test. Pada penelitian ini akan dibandingkan persepsi mengenai pentingnya pendidikan etika bisnis antara responden berusia tua dengan yang berusia muda. Pada tabel pertama menunjukkan bahwa rata-rata persepsi pentingnya pendidikan etika bisnis bagi kelompok berusia tua adalah 63,6957 sedangkan bagi kelompok usia muda adalah 62,8643. Secara absolute, antara kelompok usia tua dengan kelompok usia muda.

  Pada tabel kedua merupakan angka detail yang menjelaskan signifikansi perbedaan persepsi tersebut. Hasil pengujian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persepsi tentang pentingnya pendidikan etika bisnis antara kelompok usia tua dengan kelompok usia muda yang ditunjukkan dari output F hitung sebesar 5,839 dengan probabilitas 0,017. Namun, angka probabilitas >0,05 maka dapat disimpulkan bahwa Ho tidak dapat ditolak atau memiliki varians yang sama. Berdasarkan angka tersebut, hasil uji beda dapat ditentukan dari nilai t pada equal variance assumed yaitu 0,891 dengan probabilitas signifikan 0,375 (two-tail), sehingga dapat disimpulkan bahwa persepsi pentingnya pendidikan etika bisnis antara kelompok usia tua dengan kelompok usia muda tidak berbeda.

  Hasil pengujian menandakan baik kelompok tua maupun kelompok muda sama-sama berpendapat bahwa pendidikan etika bisnis itu perlu diajarkan sejak awal agar menjadi dasar mereka ketika melakukan aktivitas bisnis di dunia nyata. Pendidikan etika bisnis ini tidak memandang usia seseorang. Karena setiap orang pasti akan mengalami permasalahan dan dilemma ketika melakukan aktivitas bisnisnya. Hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian yang dilakaukan oleh Borkowski dan Ugras (1992) dan Ruegger dan King (1992) yang berpendapat bahwa terdapat perbedaan persepsi mengenai pentingnya pendidikan etika bisnis antara kelompok usia tua dan usia muda.

  Hasil Uji Normalitas data dan Hipotesis Keterangan Hasil Uji Normalitas Hasil Uji Hipotesis

  Hipotesis 1 : 1.

  Pengusah a

  2. Mahasisw a 0,07 0,061

  0,000 Hipotesis 2: 1.

  Perempua n

  2. Laki-laki 0,076 0,062

  0,886 Hipotesis 3: 1.

  Usia tua 2. Usia muda

  0,082 0,333

  0,375

  KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

  Pada dunia bisnis, setiap pelaku bisnis dituntut untuk memenangkan persaingan pasar agar usahanya dapat berkembang dan bahkan dapat bertahan. Banyak cara yang ditempuh oleh perusahaan untuk mencapai tujuan tersebut. Diantaranya, mereka meningkatkan penjualan dengan cara memberikan motivasi kepada manager perusahaan berupa bonus tambahan apabila mereka dapat menjual produk di atas target perusahaan. Kebijakan ini merupakan hal yang paling baik yang dapat dilakukan perusahaan utnuk meningkatkan penjualan. Namun, kadangkala bagian manager menghalalkan berbagai cara untuk mengejar bonus tersebut meskipun perusahaan telah menetapkan nilai-nilai etika yang harus dipatuhi oleh setiap karyawan perusahaan. Sehingga, akibat dari perbuatan manager itu, praktik yang dijalankan oleh perusahaan menjadi tidak etis dan bahkan dapat merugikan konsumen.

  Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan terjadi perbedaan persepsi mengenai pentingnya pendidikan etika bisnis. Pada penelitian ini memiliki tiga buah hipotesis yang akan diuji yaitu perbedaan persepsi pentingnya pendidikan etika antara pelaku bisnis dan mahasiswa. Selanjutnya pengujian etika bisnis antara perempuan da lak-laki. Terakhir, penelitian ini juga menguji perbedaan persepsi antara kelompok usia tua dan kelompok usia muda. Masing- masing hipotesis diuji terlebih dahuli normalitas datanya kemudian diuji dengan uji independent sample T-test.

  Berdasarkan kelemahan penelitian ini maka saran yang dianjurkan di penelitian ini adalah hendaknya responden yang melakukan usaha sejenis. Misalnya dalam bidang jasa, rumah makan, homemade, dan lain sebagainya.

  Hasil pengujian membuktikan bahwa hanya hipotesis satu yang terbukti berbeda signifikan mengenai persepsi pentingnya pendidikan etika bisnis antara pengusaha dan mahasiswa.Sedangkan hipotesis dua yang menguji perbedaan persepsi pentingnya pendidikan etika bisnis antara perempuan dan laki-laki tidak memiliki perbedaan baik secara absolute, maupun secara angka statistic. Sedangkan hipotesis terakhir yang menguji perbedaan persepsi pentingnya pendidikan etika bisnis antara kelompok usia tua dan muda menunjukkan perbedaan secara absolute, namun secara statistic tidak signifikan.

  2. Penelitian ini memiliki kelemahan pada pengelompokkan usia tua dan muda saja sehingga tidak gender yang lebih dominan berpendapat bahwa pendidikan etika itu penting. Berdasarkan uraian kelemahan ini maka saran perbaikan, hendaknya

DAFTAR PUSTAKA

  Penelitian ini memiliki kelemahan tidak mengelompokkan pelaku usaha, sehingga jawaban yang diberikan tidak dapat mewakili kekhususan usaha yang digeluti.

  Setiap penelitian pasti memiliki sisi yang harus diperbaiki agar lebih bermanfaat.Perbaikan tersebut dapat berbentuk saran yang terlebih dahulu diungkapkan dalam bentuk kelemahan penelitian. Beberapa kelemahan dan saran di penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.

  Adkins, Nell dan Radtke, R. Robin: 2004, „Students‟ and Fculty Members‟ Perceptions of the Importance of Business Ethics and Accounting Ethics Education: Is there an Expectation Gap?,Journal of

  Saran

  Armstrong, M.: 1987, „Moral Development and Accounting Education‟, Journal of Accounting Education 5, 27-43.

  Beltramini, R., R. Peterson and G.

  Kozmetsky: 1984, „Concern of

  College Students Regarding Business Ethics‟ ,Journal of Business Ethics 3, 195-200.

  Cole, B. dan D. Smith: 1995, „Effect of Ethics Instruction on the Ethical Perception of College Business Students‟, Journal of Edication for Business 70, 351-356.

  Endarti: 2006, „Persepsi Akuntan dan Mahasiswa Tentang Kode Etik Akuntan‟ ,www.google.co.id.

  Johnson, G. dan D. Beard: 1992, „Ethical Dilemmas in Management

  Business Ethics.,

  Management

  Accounting‟, Study‟ ,Journal of Business Ethics Accounting 73, 12-13. 12, 611-619. Miesing, P. and J. Preble, 1985, „ A Thoma, S.: 1986, „Estimating Gender comparison of Five Business Differences in the Comprehension

  Philosophies‟ , Journal of and Preference of Moral Issues‟,

  Business Ethics 4, 465-467. Developmental Review 6, 165- 180.

  Rustiana dan Indri, Dian: 2002, „ Persepsi Kode Etik Akuntan Indonesia: Komparasi Notive Accountant, Gautschi, III, F. dan T. Jones: 1998, Akuntan Pendidik dan Akuntan

  „Enhancing the Ability of Business Students to Recognize

  Publik‟ ,www.google.co.id Stevens, R., O. Harris and S. Williamson: Ethical Issues: An Empirical

  Assessment of the Effectiveness 1993, „A Comparison of Ethical of a Course in Business Ethics‟, Faculty and Students: A Pilot Journal of Business Ethics 17, 205-216.

  Jones, T. and F. Gautschi, II: 1988, „Will the Ethics of Business Change? Asurvey of Future Executives‟ ,Journal of Business Ethics 7, 231-248. Martadi, Farid, Indiana: 2006, „Persepsi

  Akuntan Mahasiswa Akuntansi dan Karyawan Bagian Akuntansi dipandang dari Segi Gender terhadap Etika Bisnis dan Etika Profesi‟ ,www.google.co.id