FAKTOR–FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANGKA KEJADIAN ISPA PADA BALITA USIA 0-5 TAHUN DI PUSKESMAS SIMPANG PERIUK KOTA LUBUKLINGGAU TAHUN 2015 Susmini, SKM,M.Kes, Dosen Prodi Keperawatan LubukLinggau Poltekkes Kemenkes Palembang ABSTRAK - Faktor Faktor yang memp

  

FAKTOR–FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANGKA KEJADIAN ISPA

PADA BALITA USIA 0-5 TAHUN

DI PUSKESMAS SIMPANG PERIUK KOTA LUBUKLINGGAU

TAHUN 2015

  

Susmini, SKM,M.Kes,

  Dosen Prodi Keperawatan LubukLinggau Poltekkes Kemenkes Palembang

  

ABSTRAK

  Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di negara berkembang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat, terutama pada balita. Laporan cakupan penderita ISPA balita Pukesmas Simpang Periuk Kota Lubuklinggau tahun 2007 menunjukkan masih tingginya angka penderita ISPA.

  Penelitian ini bersifat derkriptif analitik , terhadap balita di puskesmas Simpang Periuk kota lubuklinggau. Dengan tujuan untuk mendapatkan faktor – faktor yang mempengaruhi angka kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Simpang Periuk kota Lubuklinggau. Berdasarkan variabel status gizi, status imunisasi, dan status ASI pada balita.

  Hasil penelitian dari 38 balita yang menderita ISPA menunjukkan tidak ada hubungan antara status gizi dengan kejadian ISPA karena nilai p = 0,671 tidak ada hubungan antara status imunisasi dengan kejadian ISPA karena nilai p = 0,294 dan tidak ada hubungan antara status ASI dengan kejadian ISPA karena nilai p = 0,462 , kemudian dari ketiga variabel yang diteliti diperoleh nilai p > α tidak didapatkan hubungan yang bermakna dengan kejadian ISPA.

  Dari penelitian tersebut diperlukan perhatian khusus dari tenaga kesehatan di puskesmas agar dapat mengoptimalkan pencapaian program pemberantasan penyakit menular di puskesmas simpang periuk kota lubuklinggau dengan melakukan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat. Salah satunya dengan meningkatkan program manajemen terpadu balita sakit (MTBS), memberikan penyuluhan mengenai ASI eksklusif, meningkatkan pemberian Imunisasi dan vitamin A, memberikan penyuluhan mengenai rumah sehat, dan penyuluhan tentang perawatan awal pada balita yang terkena ISPA.

  Daftar Pustaka : 28 ( 1993 – 2008 )

  PENDAHULUAN

  Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada anak di negara sedang berkembang. Infeksi Saluran Pernapasan Akut ini menyebabkan 4 dari 15 juta perkiraan kematian pada anak berusia di bawah 5 tahun pada setiap tahunnya sebanyak dua pertiga kematian tersebut adalah bayi.

  Hasil penelitian fungsi paru di Negara berkembang menunjukkan bahwa kasus pneumonia berat pada anak disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumoniae atau

  Haemophillus Influenzae. Hal ini bertolak

  belakang dengan situasi di Negara maju, yang penyebab utamanya adalah virus.

  WHO memperkirakan angka kesakitan terbesar

  15 % - 20 % per tahun untuk daerah dengan Angka Kematian Bayi (AKB) diatas 40 per 1000 kelahiran hidup (WHO, 2003).

  Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional yang termasuk dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

  Dalam hubungannya dengan kebijaksanaan pembangunan kesehatan, GBHN mengamanatkan bahwa upaya perbaikan kesehatan masyarakat terus ditingkatkan antara lain melalui pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, penyehatan lingkungan pemukiman, perbaikan gizi, penyediaan air bersih, penyuluhan kesehatan, serta pelayanan kesehatan ibu dan anak (Ditjen PPM dan PLP depkes RI, 2000).

  Salah satu penyakit yang diderita oleh masyarakat terutama adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) yaitu meliputi infeksi akut saluran pernapasan bagian atas dan infeksi akut saluran pernapasan bagian bawah. ISPA adalah suatu penyakit yang terbanyak diderita oleh anak- anak, baik dinegara berkembang maupun dinegara maju.

  Penyakit saluran pernapasan pada masa bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai pada masa dewasa. dimana ditemukan adanya hubungan dengan terjadinya

  CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE.

  ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. 40 % - 60 % dari kunjungan di Puskesmas adalah oleh penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20 % - 30 %. Kematian yang terbesar umumnya adalah karena pneumonia dan pada bayi berumur kurang dari 2 bulan.

  Kematian seringkali disebabkan karena penderita datang untuk berobat dalam keadaan berat dan kurang gizi. Data morbiditas penyakit pneumonia di Indonesia per tahun berkisar antara 10 % - 20 % dari populasi balita. Hal ini didukung oleh data penelitian dilapangan (Kabupaten Kediri adalah 17,8 % Kabupaten Indramayu adalah 9,8 %). Bila kita mengambil angka morbiditas 10 % pertahun, ini berarti setiap tahun jumlah penderita pneumonia di Indonesia berkisar 2,3 juta. Penderita yang dilaporkan baik dari rumah sakit maupun dari Puskesmas pada tahun 1991 hanya berjumlah 98.271. Diperkirakan bahwa separuh dari penderita pneumonia didapat pada kelompok umur 0-6 bulan (Rasmaliah, 2004).

  Hasil penelitian di Puskesmas Palanro Kecamatan Mallusetasi Kabupaten Barru menunjukkan bahwa dari beberapa faktor resiko yang diteliti terdapat beberapa variabel yang bermakna dan dapat mempengaruhi kejadian ISPA pada anak bayi dan Balita diantaranya yaitu Umur, Jenis Kelamin, Status

  Imunisasi, dan Status Gizi dan ASI Eksklusif.

  Beberapa hal yang berpengaruh pada

  host (penjamu) khususnya Balita antara lain :

  status imunisasi, ASI Eksklusif, status gizi, jenis kelamin dan umur (Muluki, 2003) Di Indonesia terjadi lima kasus diantara 1000 bayi atau Balita, ISPA mengakibatkan

  150.000 bayi atau Balita meninggal tiap tahun atau 12.500 korban perbulan atau 416 kasus perhari, atau 17 anak perjam atau seorang bayi tiap lima menit (Siswono, 2007).

  Anak berumur di bawah 2 tahun mempunyai resiko terserang Infeksi Saluran Pernafasan Akut lebih besar dari pada anak di atas 2 tahun sampai 5 tahun, keadaan ini karena pada anak di bawah umur 2 tahun imunitasnya belum sempurna dan lumen saluran nafasnya relatif sempit (Daulay, 2008).

  Hingga saat ini Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.

  Hal ini tampak dari hasil survei kesehatan nasional (SURKESNAS) tahun 2001 yang menunjukkan bahwa proporsi kematian bayi akibat ISPA masih 28 % artinya bahwa dari 100 balita yang meninggal, 28 disebabkan oleh penyakit ISPA, dan terutama pada balita dimana 80 % kasus kematian ISPA adalah akibat Pneumonia (Ditjen PP dan PL Depkes RI, 2005). Di Sumatera Selatan Khususnya di Kota Palembang jumlah balita penderita ISPA diseluruh Puskesmas Kota Palembang mencapai 8.999 penderita (Hatta, 2001).

  Begitu juga dengan kasus ISPA di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Lubuklinggau dari sepuluh penyakit terbesar di Kota Lubuklinggau, penyakit ISPA selalu menduduki peringkat teratas setiap tahunnya.

  Pada tahun 2013 jumlah penderita ISPA sebanyak 8.232 jiwa, pada tahun 2014 penderita ISPA sebanyak 6.104 jiwa dan pada tahun 2008 dari bulan januari – maret jumlah penderita ISPA sebanyak 2.364 jiwa (Profil Dinkes Kota Lubuklinggau, 2014).

  Begitu juga dengan kasus ISPA pada balita di Puskesmas Simpang Periuk Kota Lubuklinggau Tahun 2015 dari bulan Januari - Maret yang berjumlah 378 kasus :

  Berdasarkan dari data tabel diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Angka Kejadian ISPA Pada Balita usia 0-5 Tahun di Puskesmas Simpang Periuk Kota Lubuklinggau Tahun 2015”.

  Penelitian ini menggunakan metode Deskriptif Analitik dengan pendekatan Cross

  Sectional dimana peneliti mengukur variabel

  dalam satu sampel populasi yang mewakili populasi penelitian dilaksanakan .

  Artinya tiap subjek penelitian hanya di wawancarai sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status variabel subjek pada saat pemeriksaan. (Notoatmodjo, 2005).

  Berdasarkan data balita penderita pada Puskesmas Simpang Periuk Kota Lubuklinggau bulan Januari – Maret tahun 2008 yang berjumlah 378 jiwa, maka Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang mempunyai balita (0-5 tahun) yang menderita ISPA dan bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Simpang Periuk Kota Lubuklinggau yang berjumlah 378 jiwa.

  1. Sampel penelitian

  Sampel penelitian adalah sebagian populasi yang terjangkau yang dapat digunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2003). Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti (Arikunto, 2002).

  Pengambilan sampel dilakukan secara

METODE PENELITIAN

  Accidental Sampling, dengan mengambil

  kasus atau responden yang kebetulan ada atau terjadi. Untuk membatasi besaran sampel penelitian digunakan rumus dari Suharsimi Arikunto (2002) yakni apabila populasinya ≥

  100 dapat diambil 10% – 15% atau 20% menulis, maka kuesioner akan dibacakan – 25%, dalam hal ini peneliti menggunakan dan di check list oleh peneliti. persentase 10% dari jumlah populasi,

  d. Bersedia perhitungannya sebagai berikut : menjadi responden.

  Etika Penelitian Pengumpulan Data

  Keterangan :

  1. Sumber data 10 n : Jumlah sampel

  a. Data Primer

  n= 100 x N

  N : Jumlah Data yang dikumpulkan oleh peneliti populasi dengan melakukan wawancara langsung pada

  100% : Persentase responden. yang ditentukan

  b. Data Sekunder

10 Data yang diperoleh dari sumber lain

  n= 100 x N

  Jadi yang dapat dipercaya, misalnya ; kelurahan,

  10 = catatan riwayat kesehatan pasien atau medical 100 x 378 record, data dari badan kesehatan setempat.

  = 37,8 (Wahit, 2005)

  Jadi jumlah sampel adalah 38 responden yang merupakan ibu-ibu yang

  2. Teknik pengumpulan data mempunyai balita dengan penyakit ISPA.

  Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara pada responden yang

  Kriteria Subyek Penelitian

  merupakan ibu dari balita yang datang berobat Jumlah sampel yang diambil dalam ke Puskesmas Simpang Periuk Kota penelitian ini adalah 38 orang dengan kriteria

  Lubuklinggau dan data sekunder didapatkan sampel : dari profil dinas kesehatan kota dan dari data

  a. Ibu-ibu yang bulanan Puskesmas Simpang Periuk bulan mempunyai Balita usia 0–5 tahun dan januari – maret tahun 2015. menderita ISPA.

  b. Bisa membaca

  3. Instrumen pengumpulan data dan menulis.

  Instrumen riset harus

  c. Apabila memperlihatkan beberapa atribut tertentu, yang memastikan kita bahwa instrumen itu tersendiri dan tidak tumpang tindih memberikan pengukuran yang dapat (Stevens dkk, 2006). diandalkan terhadap variabel yang diteliti.

  Keterangan : Atribut yang paling penting adalah Validitas,

  f ‘ : Frekuensi f

  ' f

  = Reliabilitas, dan Ketergunaan (Dempsey, n x100

  relatif 2002).

  f : Frekuensi

  Dengan demikian instrumen yang n : Jumlah digunakan peneliti berupa : populasi

  Kuesioner

  100 : Persentase

  Timbangan BB

  yang ditentukan

  KMS

B. Analisis Data

  2. Teknik Bivariabel

  Analisis data dilakukan dengan teknik : Teknik statistik deskriptif

1. Teknik Univariabel

  bivariat menggambarkan hubungan antara dua Teknik univariat berlaku untuk satu variabel. Metode umum yang dipakai untuk variabel tunggal. Dalam penelitian ini hal ini adalah perhitungan korelasi dan regresi digunakan distribusi frekuensi dalam analisis serta matriks. Dalam penelitian ini digunakan data. Dapat disusun dalam bentuk distribusi teknik korelasi dimana keputusan untuk frekuensi. Teknik ini mengurutkan skor mulai menggunakan satu variabel khusus umumnya dari yang terendah sampai tertinggi, yang ditentukan dengan mengukur tingkat variabel. dihubungkan dengan berapa kali skor tersebut

  Dengan menggunakan uji Chi-Square, muncul. Setiap nilai dapat ditulis secara sesuai untuk variabel dengan tingkat nominal : terpisah atau hasilnya dapat dikelompokkan.

  a) Perhitungan korelasi Ini berarti, hasil akan disubdivisikan menjadi digunakan jika dalam sebuah rencana kelas-kelas atau kumpulan nilai yang terdapat hubungan non-kausal antara dikelompokkan menjadi satu. Luas kelas variabel-variabelnya. Ini menunjukkan ditentukan oleh batasan-batasannya. Rumus derajat korelasi atau kontingensi yang digunakan, yaitu : antarvariabel.

  b) Dalam suatu rencana Disini sangat penting untuk memastikan tentang variabel terikat dan variabel bebas bahwa kelas memang mempunyai ciri-ciri dipakai. Teknik ini menghasilkan perbandingan regresi untuk memprediksi nilai variabel terikat. (Stevens dkk, 2006)

  Rumus yang digunakan dalam uji Chi Square adalah :

  Berdasaarkan tabel 5.4 diketahui dari 38 responden yang menderita ISPA diperoleh 12 balita (31,58 %) mendapatkan ASI eksklusif dan 26 balita (68,42 %) tidak mendapatkan ASI eksklusif.

  1 Mendapat 12 31.58%

  No Status ASI Frek %

  3 Buruk Jumlah 38 100.00%

  2 Kurang 16 42.11%

  1 Normal 22 57.89%

  No Status Gizi Frek %

  2 Tidak Lengkap 6 15.79% Jumlah 38 100.00%

  1 Lengkap 32 84.21%

  No Status Imunisasi Frek %

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Status ASI eksklusif Balita Di Puskesmas Simpang Periuk Kota Lubuklinggau Tahun 2015

  X

  ISPA diperoleh 32 balita (84,21 %) memiliki status imunisasi lengkap dan 6 balita (15,79 %) memiliki status imunisasi tidak lengkap.

  Berdasarkan tabel 5.3 diketahui dari 38 responden yang menderita

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Status Imunisasi Balita Di Puskesmas Simpang Periuk Kota Lubuklinggau Tahun 2015

  Berdasarkan tabel 5.2 diketahui dari 38 responden yang menderita ISPA diperoleh 22 balita (57,89 %) memiliki status gizi normal, 16 balita (42,11 %) memiliki status gizi kurang, dan tidak didapatkan balita dengan status gizi buruk.

  Hasil Penelitian Analisa Univariabel Tabel 5.2 Distrubusi Frekuensi Status Gizi Balita Di Puskesmas Simpang Periuk Kota Lubuklinggau Tahun 2015

  (Hastono, 2006)

  ( a+b ) ( c+d ) ( a+c ) ( b+d )

  2

  2 = n ( a.db .c )

  2 Tidak Mendapat 26 68.42% 38 100.00%

Tabel 5.5 Dari tabel 5.6 diketahui responden Distribusi Frekuensi Status ISPA Balita yang memiliki balita dengan status gizi

  

Di Puskesmas Simpang Periuk Kota kurang sebanyak 16 balita yang terdiri dari

Lubuklinggau Tahun 2015 15 balita (93,8 %) dengan status ISPA akut

  dan 1 balita (6,3 %) dengan status ISPA No Status ISPA Frek %

  1 Akut 36 94.74% kronis sedangkan dengan status gizi

  2 Kronis 2 5.26% normal sebanyak 22 balita yang terdiri dari Jumlah 38 100.00% 21 balita (95,5 %) dengan status ISPA akut dan 1 balita (4,5 %) dengan

  Berdasarkan tabel 5.5 diketahui status ISPA kronis. dari 38 responden yang menderita

  Berdasarkan hasil uji Chi Square

  ISPA diperoleh 36 balita (94,74 %) dengan tingkat kepercayaan α = 0,05 menderita ISPA akut dan 2 balita (5,26 diperoleh nilai p = 0,671 dan p > α . %) menderita ISPA kronis.

  Sehingga didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara status gizi balita dengan

  Analisa Bivariabel

  kejadian ISPA pada balita di Puskesmas

  1. Hubungan Status Gizi Balita Simpang Periuk Kota Lubuklinggau. Dengan Kejadian ISPA Tabel 5.6

  2. Hubungan Status Imunisasi Hubungan Status Gizi Balita Dengan Balita Dengan Kejadian ISPA Kejadian ISPA Pada Balita Tabel 5.7 Usia 0-5 Tahun Di Puskesmas Simpang Hubungan Status Imunisasi Balita Dengan Periuk Kota Lubuklinggau Kejadian ISPA Pada Balita Tahun 2015 Usia 0-5 Tahun Di Puskesmas Simpang Status Status ISPA Periuk Kota Lubuklinggau Akut Kronis Gizi Tahun 2015 N % N % Kurang 15 93,8 % 1 6,3 % Normal 21 95,5 % 1 4,5 %

  Hubungan Status ASI Eksklusif Balita Status Status ISPA Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Akut Kronis Imunisasi N % N % Usia 0-5 Tahun Di Puskesmas Simpang Tidak 5 83,3 % 1 16,7 % Periuk Kota Lubuklinggau lengkap Tahun 2015 Lengkap 31 96,9 % 1 3,1 % Status ASI Status ISPA

  Dari tabel 5.7 diketahui responden

  Akut Kronis

  yang memiliki balita dengan status

  N % N %

  imunisasi tidak lengkap sebanyak 6 balita

  Tidak 24 92,3 % 2 7,7 %

  yang terdiri dari 5 balita (83,3 %) dengan

  eksklusif

  status ISPA akut dan 1 balita (16,7 %)

  ASI 12 100 %

  dengan status ISPA kronis sedangkan

  eksklusif

  dengan status imunisasi lengkap sebanyak 32 balita yang terdiri dari 31 balita (96,9 Dari tabel 5.8 diketahui responden yang

  %) dengan status ISPA akut dan 1 balita memiliki balita dengan status ASI tidak (3,1 %) dengan status ISPA eksklusif sebanyak 26 balita yang terdiri dari kronis.

  24 balita (92,3 %) dengan status ISPA akut Berdasarkan hasil uji Chi Square dan 2 balita (7,7 %) dengan status ISPA kronis dengan tingkat kepercayaan α = 0,05 sedangkan dengan status ASI eksklusif diperoleh nilai p = 0,294 dan p > α . sebanyak 12 balita (100 %) dengan status

  Sehingga didapatkan bahwa tidak ada ISPA akut . hubungan antara status imunisasi balita

  Berdasarkan hasil uji Chi Square dengan dengan angka kejadian ISPA pada balita di tingkat kepercayaan α = 0,05 diperoleh nilai p

  Puskesmas Simpang Periuk Kota = 0,462 dan p > α . Sehingga didapatkan Lubuklinggau. bahwa tidak ada hubungan antara status ASI eksklusif dengan angka kejadian ISPA pada

3. Hubungan Status ASI Eksklusif Balita

  balita di Puskesmas Simpang Periuk Kota

  Dengan Kejadian Lubuklinggau . KESIMPULAN DAN SARAN

  Kesimpulan

  Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dari 38 Balita di Puskesmas Simpang Periuk Kota Lubuklinggau didapatkan 36 balita menderita

  ISPA akut/akut berulang dengan persentase 94,74 % dan 2 balita menderita ISPA kronis dengan persentase 5,26 %

  Ada beberapa hal yang dapat disimpulkan dalam penelitian ini :

  1. Jumlah balita penderita ISPA di Puskesmas Simpang Periuk Kota Lubuklinggau Tahun 2015 dengan status gizi normal sebanyak 22 balita (57,89 %).

  2. Jumlah balita penderita ISPA di Puskesmas Simpang Periuk Kota Lubuklinggau Tahun 2015 dengan status imunisasi lengkap sebanyak 32 balita (84,21 %).

  3. Jumlah balita penderita ISPA di Puskesmas Simpang Periuk Kota Lubuklinggau Tahun 2015 yang tidak mendapat ASI eksklusif sebanyak 26 balita (68,42 %).

  4. Jumlah balita penderita ISPA akut sebanyak 36 balita (94,74 %).

  5. Tidak ada hubungan antara status gizi balita dengan kejadian ISPA di Puskesmas Simpang Periuk Kota Lubuklinggau Tahun 2015.

  6. Tidak ada hubungan antara status imunisasi balita dengan kejadian ISPA di Puskesmas Simpang Periuk Kota Lubuklinggau Tahun 2015.

  7. Tidak ada hubungan antara status ASI eksklusif balita dengan kejadian ISPA di Puskesmas Simpang Periuk Kota Lubuklinggau Tahun 2015.

  Saran

  1. Puskesmas Untuk mencegah peningkatan ISPA pada Balita (0-5 tahun) diperlukan perhatian khusus dari petugas kesehatan yang dalam hal ini petugas kesehatan memberikan penyuluhan secara berkala tentang ISPA bagaimana cara pencegahan ISPA, dan bagaimana cara menanggulangi ISPA. Salah satunya dengan meningkatkan program manajemen terpadu balita sakit (MTBS), memberikan penyuluhan mengenai ASI eksklusif, meningkatkan pemberian Imunisasi dan vitamin A, memberikan penyuluhan mengenai rumah sehat, dan penyuluhan tentang perawatan awal pada balita yang terkena ISPA.

  2. Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini dapat digunakan Dinkes, 2006. sebagai referensi serta dapat menambah faktor yang dapat menyebabkan terjadinya Dinas Kesehatan Kota Lubuklinggau, 2014 penyakit ISPA bagi mahasiswa Program Studi Profil Kesehatan Kota Lubuklinggau, Keperawatan Lubuklinggau. LubuklinggauDitjen PP dan PL

  Depkes RI, 2005 Rencana Kerja Jangka

  3. Bagi Peneliti Selanjutnya Menengah Nasional Penanggulangan Bagi peneliti selanjutnya diharapkan Pneumonia pada Balita, Jakarta hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai Ditjen PPM dan PLP Depkes RI, 2000. data dasar untuk acuan dan pedoman dalam Pedoman Program Pemberantasan melakukan penelitian selanjutnya yaitu Penyakit ISPA Untuk Penanggulangan mencari faktor-faktor lain dalam hubungan Pneumonia pada Balita, Jakarta terjadinya penyakit ISPA. Effendy Nasrul, Drs, 1998 Dasar-dasar

  Keperawatan Kesehatan Masyarakat,

  Edisi 2, EGC, Jakarta

  

DAFTAR PUSTAKA Hastono Sutanto.P, 2006 Basic Data Analysis

for Health Reseacrh, FKM UI, Jakarta

  Ann Dempsey . P, D. Dempsey. A, 2002 Hatta Muhammad, 2001 Hubungan Imunisasi

  Riset keperawatan, EGC, Jakarta Dengan Kejadian Pneumonia Pada

  Arikunto Suharsimi, Prof, Dr, 200 Prosedur Balita

  Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta

  IDI, 2001 Majalah kedokteran Indonesia, Beck, 2000

  Jakarta

  

  Daulay Ridwan, 2008 Kendala Penanganan

  Infeksi Saluran Pernapasan Akut hatta2c-2317-balita&q=kesakitan (ISPA), FK.USU, Medan Lubis Imran

  Dewa Daru, 2001. Hubungan Perawatan di

  

Rumah Dengan Terhadap Perubahan Muluki Muliati, 2003 Analisis Faktor Resiko R.Hariyono, 1993

  Yang Berhubungan Dengan

  Panlaro

  • -hatta2c-2317-balita&q=kesakitan

  Nadesul, 2001 Siswono, 2007 ISPA Salah Satu Penyebab

  

  Nelson, 1992 Stevens Paul, dkk, 2006 Pengantar Riset

   Kesehatan, EGC, Jakarta Wahit, 2005 Ilmu Keperawatan Komunitas 2,

  ______, 2000 Ilmu Kesehatan Anak Vol.2 Sagung Seto, Jakarta

  Edisi 15, EGC, Jakarta WHO, 2001

  Notoatmodjo Soekidjo, 2002 Metodologi http:/biomagnet.wordpress.com/2008/0

  Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, 5/11/asi-eksklusif/

  Jakarta _____, 2003. Penanganan ISPA pada anak di __________________, 2003 Ilmu Kesehatan Rumah Sakit kecil Negara

  Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta Berkembang,

  _________________, 2005 Metodologi Katalog Dalam Terbitan WHO

  Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta,

  Jakarta Nursalam, 2003 Konsep Dan Penerapan

  Metodologi Ilmu Keperawatan, Pedoman Skripsi, Tesis, Dan Instrumen Penelitian Keperawatan,

  Salemba Medika, Jakarta Rachiana Cissy.K, 2004 Ilmu Kesehatan Anak,

  FK.Universitas Padjajaran, Bandung Rasmaliah, 2004 ISPA dan

  Penanggulangannya, FKM USU

  Library, Sumatera Utara