Fabrikasi Material Nanokomposit Superkua (1)

ISSN 1979-0880

Jurnal Nanosains & Nanoteknologi
Vol. 1 No.1, Februari 2008

Fabrikasi Material Nanokomposit Superkuat, Ringan dan Transparan Menggunakan Metode
Simple Mixing
Hadiyawarman, Agus Rijal, Bebeh Wahid Nuryadin, Mikrajuddin Abdullah(a), dan Khairurrijal
KK Fisika Material Elektronik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganesha 10 Bandung 40132
(a)
E-mail: din@fi.itb.ac.id
Diterima Editor
: 5 Februari 2008
Diputuskan Publikasi : 15 Februari 2008

Abstrak
Perkembangan sains dan teknologi pada bidang material saat ini telah mengindikasikan dua kandidat yang berpotensi
sebagai material superkuat yaitu spider silk dan material berbasiskan nanoteknologi. Material superkuat dapat dibuat dari
campuran polimer epoxy-resin dengan nanopartikel SiO2 (Silicon Dioxide). Keberadaan polimer sebagai perekat
nanopartikel dan kritalinitas nanopartikel yang tinggi (dalam bentuk padatan) membentuk polimer-nanokomposit yang

menghasilkan kombinasi kekuatan, fleksibelitas, dan kekakuan yang lebih baik dibandingkan material superkuat yang ada
sekarang. Keuntungan dari pembuatan material superkuat dengan epoxy resin dan nanopartikel SiO2 ini yaitu kuat,
ringan, murah,dan proses produksi yang simpel. Di samping itu bahan dasar material superkuat polimer-nanokomposit
mudah didapatkan.
Kata kunci: epoxy resin, nanokomposit, polimerisasi
Ide ini telah dipraktikkan sejak peradaban dimulai dan
umat manusia mulai menghasilkan material-material yang
efisien dengan fungsi-fungsi tertentu. Hal itu terlihat dari
banyaknya peninggalan-peninggalan purbakala yang telah
ditemukan saat ini yang sebenarnya adalah material
nanokomposit. Sebagai contoh adalah lukisan bangsa
Maya, peninggalan purbakala yang terdapat di mesoamerika. Lukisan tersebut ternyata terdiri dari matriks
clay yang dicampur dengan molekul colorant (indigo)
organik. Selain itu, lukisan tersebut juga mengandung
nanopartikel logam yang dibungkus oleh substrat amorf
silikat, dengan nanopartikel-oksida berada pada substrat
[1].
Nanokomposit dapat dianggap sebagai struktur
padat dengan dimensi berskala nanometer yang berulang
pada jarak antar-bentuk penyusun struktur yang berbeda.

Material-material dengan jenis seperti itu terdiri atas
padatan inorganik yang tersusun atas komponen organik.
Selain itu, material nanokomposit dapat pula terdiri atas
dua atau lebih molekul inorganik/organik dalam beberapa
bentuk kombinasi dengan pembatas antar keduanya
minimal satu molekul atau memiliki ciri berukuran nano.
Contoh nanokomposit yang ekstrim adalah media
berporos, koloid, gel, dan kopolimer.
Ikatan antar partikel yang terjadi pada material
nanokomposit memainkan peranan penting pada
peningkatan dan pembatasan sifat material. Partikelpartikel yang berukukuran nano tersebut memiliki luas
permukaan interaksi yang tinggi. Semakin banyak partikel
yang berinteraksi, semakin kuat pula material. Inilah yang
membuat ikatan antar partikel semakin kuat sehingga sifat
mekanik material bertambah. Namun, penambahan
partikel-partikel
nano
tidak
selamanya
akan

meningkatkan sifat mekaniknya. Ada batas tertentu
dimana saat dilakukan penambahan, kekuatan material
justru semakin berkurang. Namun pada umumnya,
material nanokomposit menunjukkan perbedaan sifat

1. Pendahuluan
Bidang material nanokomposit akhir-akhir ini
mendapatkan perhatian yang serius dari para ilmuwan.
Berbagai penelitian yang dilakukan dengan sangat cermat
terus menerus dilakukan. Penelitian dilakukan berdasar
pada pemikiran/ide yang sangat sederhana, yaitu
menyusun sebuah material yang terdiri atas blok-blok
partikel homogen dengan ukuran nanometer. Hasil
penelitian tersebut sungguh mengejutkan. Sebuah material
baru lahir dengan sifat-sifat fisis yang jauh lebih baik dari
material penyusunnya. Hal ini memicu perkembangan
material nanokomposit di segala bidang dengan
memanfaatkan ide yang sangat sederhana tersebut. Salah
satu contoh yang sangat terkenal (terjadi dengan
sendirinya di alam) adalah tulang. Tulang memiliki

‘bangunan’ nanokomposit yang bertingkat-tingkat yang
terbuat dari tablet keramik dan ikatan-ikatan organik.
Partikel-partikel nanokomposit tersebut memiliki struktur,
komposisi dan sifat yang berbeda-beda. Hal ini
memberikan fungsi yang beragam. Dengan demikian
material tersebut dapat menjadi multiguna. Sehingga pada
akhirnya didapatkan material baru yang memiliki
beberapa fungsi dalam waktu yang sama dan dapat
digunakan pada beberapa aplikasi. Dari sinilah para
ilmuwan mulai memikirkan berbagai cara untuk
mendapatkan material nanokomposit, karena material
tersebut memiliki beberapa keunggulan dibandingkan
dengan material konvensional.
Penemuan material baru ini tidak secara mendadak
dan tanpa usaha. Sekitar tahun 1995, Profesor Veprek,
memulai menerapkan sebuah konsep rekayasa material
baru di bidang material keras yang dinamakan
nanokomposit superkeras (sekitar 40-50 GPa). Konsep
peningkatan sifat fisis dan karakteristik material dengan
cara membuat nanokomposit multi-fasa (yang terbuat dari

beberapa material) sebenarnya bukanlah hal yang baru.

14

15

J. Nano Saintek. Vol. 1 No. 1, Feb 2008

mekanik, listrik, optik, elektrokimia, katalis, dan struktur
dibandingkan dengan material penyusunnya.
Seiring dengan perkembangan zaman, material
nanokomposit juga mengalami perkembangan yang cukup
pesat. Perkembangan ini tentunya akan mengubah wajah
teknologi pada umumnya karena nanoteknologi
merambah semua bidang ilmu. Tidak hanya bidang
rekayasa material seperti komposit, polimer, keramik,
supermagnet, dan lain-lain. Bidang-bidang seperti biologi
(terutama genetika dan biologi molekul lainnya), kimia
bahan dan rekayasa akan turut maju pesat. Diperkirakan
tahun 2010, produk-produk industri dalam skala apa pun

akan menggunakan material hasil rekayasa nanoteknologi.
Pembuatan atau fabrikasi material nanokomposit
dapat dilakukan dengan melakukan pendekatanpendekatan yang mudah dan kompleks. Penelitian yang
kami lakukan dalam proses fabrikasi material
nanokomposit menggunakan pendekatan yang mudah.
Kami menyebut metode ini dengan sebutan simple
mixing.
2. Teori Dasar
Polimer
Polimer merupakan molekul besar yang terbentuk
dari unit-unit berulang sederhana (monomer) yang
dihubungkan oleh ikatan kovalen. Nama ini berasal dari
bahasa Yunani Poly, yang berarti “banyak”, dan mer,
yang berarti “bagian”. Ada tiga metode utama sintesis
polimer, yaitu sintesis organik di laboratorium dan pabrik,
sintesis biologi pada sel dan organisme hidup, dan
modifikasi kimia.
Metode yang digunakan dalam eksperimen ini
adalah sintesis organik. Metode sintesis di laboratorium
secara umum dibagi dua kategori, yaitu polimerisasi

kondensasi dan polimerisasi addisi. Pengkategorian ini
pertama kali diusulkan oleh Carothers, yang didasarkan
pada kesamaan ataom-atom yang terkandung dalam
polimer. Suatu polimer adisi memiliki atom yang sama
seperti monomer dalam unit ulangnya, sedangkan polimer
kondensasi mengandung atom-atom yang lebih sedikit
karena terbentuknya produk sampingan selama
berlangsungnya proses polimerisasi.
Parameter fisis dari sebuah polimer yang penting
adalah berat molekul polimer. Pada umumnya, polimer
dengan berat molekul yang lebih tinggi bersifat lebih kuat,
tetapi berat molekul yang terlalu tinggi bisa menyebabkan
kesukaran-kesukaran dalam pemrosesannya. Sedangkan
untuk polimer dengan berat molekul yang rendah,
kekuatan polimer bergantung pada gaya-gaya antar
molekul. Penentuan berat molekul polimer dapat
dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah
osmometri, hamburan cahaya (light scaterring), dan
ultrasentrifugasi. Nilai berat molekul yang diperoleh
bergantung pada besarnya ukuran dalam metode

pengukurannya. Metode yang bergantung pada analisis
gugus ujung atau sifat-sifat koligatif (penurunan titik beku,
kenaikkan titik didih, tekanan osmotis) menimbulkan apa
yang dikenal sebagai berat molekul rata-rata jumlah
karena bilangan atau jumlah molekul dari setiap berat
dalam sampel yang bersangkutan dihitung.

Secara matematis, berat molekul polimer, w, dapat
diungkapkan sebagai jumlah dari berat spesies
molekulnya.
w = ∑ wi = ∑ N i M i




i =1

i =1

(1)


dengan N dan M masing-masing menunjukan jumlah mol
dan berat molekul dari setiap spesies i. Berat molekul
rata-rata jumlah, M n , adalah berat sampel per mol:

∑N M


Mn =

∑N


=

w

i =1

i =1



∑N
i

i =1

i

i

(2)

i

Di sisi lain, hamburan cahaya dan ultrasentrifugasi
merupakan metode untuk menetapkan berat molekul yang
didasarkan pada massa dan polarisabilitas spesies polimer
yang hadir. Polimer dengan massa yang lebih besar,
kontribusinya ke pengukuran menjadi lebih besar.

Berbeda dengan berat molekul rata-rata jumlah ( yang
merupakan jumlah fraksi mol masing-masing spesies
dikalikan berat molekulnya), metode-metode ini
menjumlahkan fraksi berat masing-masing spesies
dikalikan berat molekulnya. Dengan demikian nilai yang
diperoleh disebut berat molekul rata-rata berat, Mw , dan
secara matematis diekspresikan sebagai berikut:

∑w M ∑N M


Mw =

i =1




∑w
i =1

i

i

i

=

i =1


2

∑N M
i =1

i

i

i

(3)
i

Resin
Resin yang biasa digunakan dalam pembuatan
komposit sering diidentikkan sebagai polimer. Semua
polimer menampilkan karakterisasi yang umum yaitu
tersusun dari rantai yang sangat panjang yang terbentuk
dari unit-unit berulang yang sederhana. Polimer
berdasarkan efek suhu terhadap sifatnya bisa
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu termoplastik dan
termoset.
Termoplastik, sifatnya mirip logam, meleleh jika
dipanaskan dan mengeras jika didinginkan. Proses
pengerasan dan pelelehan ini bisa berlangsung berulangulang bergantung kebutuhan kita. Contoh dari
termoplastik adalah nilon, polipropilen, dan ABS.
Termoset dibentuk lewat reaksi kimia secara in situ,
dimana resin dan hardener atau resin dengan katalis
dicampur dalam satu tempat kemudian terjadilah proses
pengerasan (polimerisasi). Sekali terjadi pengerasan,
termoset ini tidak bisa mencair lagi sekalipun dilakukan
pemanasan. Meski demikian, pada temperatur tertentu
terjadi perubahan sifat mekanik yang signifikan.
Temperatur saat terjadi perubahan signifikan ini dikenal
sebagai suhu transisi gelas (Tg). Diatas temperatur gelas
tersebut, struktur molekul dari termoset berubah dari

16

J. Nano Saintek. Vol. 1 No. 1, Feb 2008

polimer kristal yang keras menjadi polimer yang lebih
flexibel. Selain itu, modulus resin juga turun secara
drastis sehingga daya tekan dan kekuatannya berkurang.
Ketahanan terhadap air dan stabilitas warna juga
berkurang pada saat suhu diatas temperatur gelas ini.
Dari sekian banyak resin yang ada di pasaran, ada
tiga jenis resin yang banyak digunakan, yaitu poliester,
vinil ester, dan epoxy. Pada penelitian ini resin yang
digunakan adalah jenis epoxy resin. Pemilihan epoxy
resin sebagai bahan dasar disebabkan kekuatan dan
kekakuan epoxy resin relatif lebih besar dibandingkan
dengan polimer jenis lainnya. Perbandingan kekuatan dan
tingkat kekakuan antar polimer-polimer resin ditunjukkan
oleh Gbr 1.

Jenis amine dan phenolic, merupakan hardener
yang paling banyak digunakan untuk epoxy resin.
Plastik epoxy resin dapat digunakan sebagai bahan
pembuat komponen elektronik, bahan perekat pada metal/
logam, material kontruksi, dan bahan sintetik lainnya.
Selain itu, epoxy resin cukup kuat untuk digunakan
sebagai paku sumbat dan pengelasan/ penyatuan pada
beberapa aplikasi industri.

Nanopartikel SiO2
Silikon dioksida (SiO2) atau biasa juga disebut
silika pada umumnya ditemukan dialam dalam batu pasir,
pasir silica atau quartzite. Zat ini merupakan material
dasar pembuatan kaca dan keramik. Silika merupakan
salah satu material oksida yang keberadaannya berlimpah
di alam, khususnya di kulit bumi. Keberadaanya bisa
dalam bentuk amorf , dan kristal. Ada tiga bentuk kristal
silika, yaitu quartz, tridymite, cristobalite, dan terdapat
dua kristal yang merupakan perpaduan dari bentuk kristal
tadi. Beberapa sifat fisis SiO2 tampak pada Tabel 1.
Tabel 1. Beberapa Sifat Fisis SiO2

Gambar 1. Perbandingan daya rentang dan kekakuan dari
setiap jenis resin [2]

Polimer Epoxy Resin
Epoxy resin didefinisikan sebagai molekul yang
mengandung lebih dari satu epoxy group. Epoxy group ini
biasa disebut, oxirane atau ethoxyline group, yang
strukturnya ditunjukkan pada Gbr. 2,

Gambar 2. Struktur grup epoxy
Resin ini memiliki karakteristik listrik yang bagus,
daya penyusut yang rendah, perekat yang bagus untuk
banyak bahan logam, dan tahan terhadap kelembaban
udara serta tahan terhadap tekanan. Seperti yang telah
disebutkan sebelumnya, bahwa proses pengerasan terjadi
jika polimer epoxy resin ini dicampurkan dengan
hardenernya. Pengerasan atau polimerisasi terjadi karena
pencampuran keduanya membentuk ikat silang (crosslink) yang kuat. Epoxy resin mengeras lebih cepat pada
selang temperatur 5-150 oC. Namun, hal ini bergantung
pula pada jenis hardener yang digunakan.
Hardener mempunyai jenis yang cukup banyak,
dan penggunaannya bergantung pada kebutuhan kita. Zat
yang biasa dipakai sebagai hardener antara lain amines,
polyamides, phenolic resins, anhydrides, isocyanates and
polymercaptans. Pemilihan resin dan hardener bergantung
pada aplikasi, pemilihan proses, dan sifat material yang
diinginkan. Stoikiometri dari epoxy-hardener juga
berpengaruh pada material yang dihasilkan.

Material
Kerapatan (g/cm3)
konduktivitas Termal
(Wm-1 K)
Koefisien Ekspansi
Termal (10-6 K-1)
Daya Rentang (MPa)
Daya Tekan (MPa)
Rasio Poisson
Fracture toughness
(MPa)
Titik Lebur (°C)
Modulus elastisitas
(GPa)
Daya Tahan Getaran
Termal
Permitivitas (ε')**
Tan (δ x 104)**
Loss factor (ε'')**
Kuat Medan Dielektrik
(kV/mm)**
Resistivitas (Ωm)**

Quartz
2.65
1.3

Fused silica
2.2
1.4

12.3

0.4

55
2070
0.17
-

110
690-1380
0.165
0.79

1830
70

1830
73

Excellent

Excellent

3.8-5.4
3
0.0015
15.0-25.0

3.8

15.0-40.0

1012-1016

>1018

Perbedaan bentuk kristal pada silika juga memperlihatkan
perbedaan pada sifat-sifat silika itu sendiri. Perbedaan
tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Perbedaan diantara bentuk-bentuk kristal
Phase
Quartz
Tridymite
Cristobalite

Density
(g/cm3)
2.65
2.3
2.2

Thermal expansion
(10-6 K-1)
12.3
21
10.3

Komposit

**

Sifat-sifat dielektrik pada 1 MHz, 25 oC

17

J. Nano Saintek. Vol. 1 No. 1, Feb 2008

Material komposit merupakan suatu substansi yang
tersusun dari kombinasi dua atau lebih material yang
berbeda. Material baru ini diharapkan dapat memberikan
sifat yang lebih baik dibandingkan dengan bahan-bahan
penyusunnya. Ada dua istilah material dalam komposit,
yaitu matrik dan penguat (reinforcement). Salah satu dari
keduanya atau bisa juga gabungan keduanya dibutuhkan
untuk membuat komposit. Fungsi utama matrik adalah
melindungi komposit dari gangguan luar (berupa tekanan,
suhu dan sebagainya),
mentransfer
beban
yang
diterima komposit kepada penguat yang digunakan
sehingga membuat material lebih lebih kuat, dan
mengikat penguat sehingga arah orientasinya stabil sesuai
dengan
yang
diinginkan.
Sedangkan
penguat
(reinforcement) merupakan suatu material yang
mempunyai sifat fisik khas yang bisa membuat kekuatan
komposit bertambah. Bahan yang biasa digunakan
sebagai penguat adalah serat, baik serat alami maupun
serat sintesis. Contoh serat alami adalah jerami, serat dari
batang tanaman, serat daun, atau serat akar tanaman.
Untuk serat sintesis, salah satu yang terkenal adalah serat
karbon. Serat karbon ini dapat dikombinasikan dengan
resin, lalu ditekan pada suhu dan tekanan yang tinggi,
sehingga didapat suatu material baru yang sangat kuat.
Material dari serat carbon ini biasa digunakan dalam
mobil balapan F1.

Nanopartikel Komposit
Nanopartikel yang didispersi ke dalam polimer
matriks menghasilkan sifat-sifat yang menarik.
Permukaan nanopartikel yang sangat luas berinteraksi
dengan rantai polimer sehingga mampu mereduksi
mobilitas rantai polimer. Interaksi ini meningkatkan
kekuatan mekanik komposisit tersebut jauh di atas
kekuatan polimer itu sendiri. Hasil yang bisa dicapai
adalah material yang ringan dengan kekuatan tinggi.
Mobil balap F1 terbuat dari komposit serat karbon yang
didispersi ke dalam resin. Pencampuran yang sesuai
menghasilkan kekuatan yang setara baja namun massa
yang sekitar enam kali lebih ringan dari baja. Material
dengan sifat demikian menjadi bahan utama pembuatan
mobil F1 sehingga laju yang tinggi dapat dicapai tanpa
mengabaikan faktor keamanan jika terjadi benturan
(akibat kekuatan mekanik yang tinggi). Selain itu,
pencampuran antara polimer dengan nano material SiO2
dapat menambah kristalinitas namun hanya sampai pada
jumlah tertentu. Jika dilakukan penambahan terlalu
banyak akan membuat polimer atau material menjadi
ketas (mudah pecah) [3].
3. Eksperimen
Penelitian ini secara umum dilakukan dalam dua
tahap:
1. Pembuatan (sintesis) material. Pada tahap ini, dicoba
berbagai kombinasi yaitu suhu, komposisi bahan,
waktu pemanasan dan lama pengadukan. Awalnya
dicoba kombinasi di suhu, waktu pemanasan, dan
lama pengadukan, tujuannya untuk mendapat hasil
yang transparan. Setelah diperoleh kombinasi yang
pas, baru dilakukan kombinasi percobaan lagi di
masalah komposisi bahan.

2.

Karakteristik material. Karakterisasi dilakukan untuk
mendapatkan parameter-parameter fisis dari polimernanokomposit
yang
dibuat.
Jika
polimernanokomposit yang dihasilkan masih jauh dari
parameter material superkuat, maka akan dilakukan
preparasi sampel lagi.

Sintesis Material
Metode sintesis yang dilakukan pada penelitian ini
adalah metode simple mixing. Polimer epoxy-resin dan
epoxy-hardener dicampurkan dengan perbandingan massa
1:1. Kemudian nanopartikel SiO2 dicampurkan kedalam
campuran tersebut dengan massa yang bervariasi.
Campuran ketiga bahan tersebut kemudian dipanaskan di
dalam oven bertemperatur 75 oC selama 12 menit, lalu
diaduk dengan mixer hingga campuran menjadi homogen.
Pemanasan dilakukan untuk menghilangkan pelarut
sehingga didapatkan polimer-nanokomposit dalam bentuk
padatan. Diharapkan polimer-nanokomposit yang
dihasilkan memiliki karakterisasi sebagai material
superkuat. Diagram alir proses sintesis nanokomposit
diperlihatkan pada Gbr 3. Dari berbagai variasi
konsentrasi polimer dan jumlah nanopartikel yang
digunakan akan didapatkan beberapa sampel yang
mungkin memiliki hasil berbeda.

Gambar 3. Diagram alir sintesis nanokompos.it dengan
metoda simple mixing

Karakterisasi
Karakterisasi material yang dilakukan bertujuan
untuk mendapatkan parameter-parameter fisis dari
polimer-nanokomposit yang dibuat. Adapun proses
karakterisasi material pada penelitian ini mencakup uji
kekuatan material (uji tekan) dan uji spektrometer
inframerah (Fourier Transform Infrared Spectroscopy,
FT-IR). Uji tekan dilakukan untuk megetahui parameter
kekuatan material. Sedangkan uji spektrometer
inframerah dilakukan untuk mengontrol kualitas produk

18

J. Nano Saintek. Vol. 1 No. 1, Feb 2008

dan bahan baku dengan cara membandingkan hasilnya
dengan spektrum standarnya.
Untuk dapat melakukan interpretasi terhadap suatu
spektra IR, diperlukan tabel korelasi dari pita-pita
absorpsi dari spektra senyawa yang tidak diketahui
dengan frekuensi absorpsi dari ikatan-ikatan yang
diketahui. Tabel ini akan membantu untuk identifikasi
sumber dari suatu pita absorpsi seperti intensitas (lemah,
sedang atau kuat), bentuk pita (lebar atau tajam), dan
posisi (dalam satuan cm-1) dalam spektra.
4. Hasil dan Diskusi

Peningkatan kekuatan mekanik material ini, terjadi
akibat penambahan nanopartikel SiO2 pada epoxy resin.
Permukaan nanopartikel yang sangat luas berinteraksi
dengan rantai polimer sehingga mereduksi mobilitas
rantai polimer (Gbr 6). Interaksi ini meningkatkan
kekuatan mekanik komposisit tersebut jauh di atas
kekuatan polimer itu sendiri. Hasil yang dapat dicapai
adalah material yang ringan dengan kekuatan tinggi.
Semakin banyak jumlah SiO2 yang dimasukkan, kekuatan
dari material nanokomposit juga bertambah sampai titik
kritisnya.

Hasil yang didapatkan berupa material polimernanokomposit kuat dan transparan, seperti ditunjukkan
oleh Gbr 4.

(a)

Gambar 6. (a) Polimer tanpa penambahan nanopartikel,
(b) polimer dengan penambahan nanopartikel

Gambar 4. Hasil Percobaan, polimer-nanokomposit
Transparansi dari material tersebut sudah cukup
baik. Pada material juga masih terdapat gelembung.
Adanya gelembung pada material berpengaruh pada
kekuatan material.

Uji Tekan
Proses karakterisasi material nanokomposit ini
dilakukan dengan menguji ketahan material. Hasil dari uji
tekan ini ditunjukkan oleh Gbr 5 dalam bentuk grafik.

2

Kekuatan Tekan (kg/cm )

1700

1600

1500

1400

1300

1200
-0.02

0.00

0.02

0.04

0.06

0.08

0.10

0.12

0.14

0.16

(b)

0.18

0.20

Jumlah SiO2 (g)

Gambar 5. Grafik perubahan kekuatan hasil uji tekan
material terhadap jumlah SiO2 yang ditambahkan
Berdasarkan Gbr 5 kekuatan material semakin
bertambah seiring dengan penambahan jumlah SiO2 pada
campurannya. Namun, peningkatan ini hanya sampai nilai
tertentu, dimana penambahan lebih lanjut jumlah SiO2
justru menurunkan kekuatan material. Titik tertinggi yang
diperoleh dalam eksperimen sebesar 1682,5 kg/cm2, yaitu
pada fraksi SiO2 sebesar 0,0087. Hasil eksperimen ini
menunjukkan peningkatan kekuatan material sampai
dengan 24% dibanding polimer yang tanpa penambahan
nanoartikel.

Uji FT-IR
Uji FT-IR hanya dilakukan pada material yang
tidak mengandung nanopartikel silika dengan material
yang ditambahkan silika sebanyak 0,1024 g dan 0,1609 g.
Hasil yang didapatkan dari uji FT-IR pada material
ditunjukkan oleh Gbr 7. Data yang didapatkan dari uji FTIR ini kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan
tabel korelasi kemudian dilakukan perbandingan antara
ketiganya. Interpretasi Gbr 7 dapat dilihat pada Tabel 4.
Pada Tabel 4, dapat dilihat adanya perbedaan
antara material resin yang tidak mengandung nanopartikel
dengan material nanokomposit yang mengandung
nanopartikel SiO2. Untuk resin murni, terdapat ikatan C-H
dengan sifat vibrasinya uluran (stretch), uluran C-C,
uluran asimetri NO2, dan uluran C-O yang tidak terdapat
pada material nanokomposit. Sementara pada material
nanokomposit terdapat guntingan dan tekukan C-H, dan
ikatan SiO2 yang tidak terdapat pada material tanpa
perlakuan. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
penambahan SiO2 pada polimer mempengaruhi jenis
ikatan dan vibrasi yang terjadi.
Pada bahan pertama terdapat enam jenis ikatan,
yaitu O-H, C-H, C-C, C=O, NO2 dan C-O. Untuk bahan
uji kedua, terdapat lima jenis ikatan yaitu O-H, C=O, NO2
dan C-H, serta ikatan baru yaitu SiO2. Pada bahan uji
ketiga, terdapat lima jenis ikatan yaitu O-H, C=O, NO2,
C-H, dan ikatan SiO2. Penentuan gugus SiO2 ini
ditentukan dari grafik, dimana cirinya yaitu adanya suatu
puncak yang tinggi dengan lebar celah yang besar.
Adanya absorpsi gugus O-H antara 3200-3600 cm-1
menunjukkan adanya alkohol. Absorpsi gugus C-O antara
1260-1000 cm-1 yang terdapat pada bahan umumnya
berkaitan dengan munculnya puncak O-H dan N-H dan
juga berkaitan dengan asam karboksilat, ester, ather,
alkohol dan anhidrida. Adanya gugus C-H antara 29602850 cm-1 disebabkan oleh adanya hydrogen aliphatic.

J. Nano Saintek. Vol. 1 No. 1, Feb 2008

Sementara itu, adanya gugus C-C antara 2260-2100 cm-1
berkaitan dengan adanya Alkyne. Adanya gugus NO2
akibat munculnya senyawa Nitrogen. Terakhir untuk

19

gugus C=O antara 1760-1670 cm-1, menunjukkan adanya
aldehid, keton, asam karboksilat, ester, amida, anhydride,
atau asil halida.

Gambar 7. (a) Tanpa nanopartikel SiO2 , (b) Penambahan 0,1024 g nanopartikel SiO2, dan (c) Penambahan 0,1609 g
nanopartikel SiO2.

20

J. Nano Saintek. Vol. 1 No. 1, Feb 2008

Tabel 3. Tabel interpretasi uji FT-IR ketiga jenis material

No.

1.
2.
3.
4.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Vibrasi

Uluran
O-H
Uluran
C-H
Tekukan
C-H
Guntingan
dan tekukan
C-H
Uluran
C-C
Uluran C=O
Uluran
Asimetri
NO2
Uluran
simetri NO2
Uluran
C-O
Ikatan SiO2

Epoxy resin tanpa
SiO2

Epoxy resin
+
0,1024 gr SiO2
υ
%T
(cm-1)

Epoxy resin
+
0,1609 gr SiO2
υ
%T
(cm-1)

υ
(cm-1)

%T

3530

99,80

2980

99,45

3600

99,68

2920

99,43

-

-

-

-

858

99,67

947

99,68

946

99,68

-

-

1400

99,60

1400

99,57

2260

99,62

-

-

-

-

1755

99,82

1752

99,77

1750

99,73

1566,2

99,78

-

-

-

-

1280

99,65

1566,2

98,80

1656

99,75

1250

99,63

-

-

-

-

-

-

1160,44

98,55

1130,29

98,48

5. Kesimpulan dan Saran
Penambahan Silikon Dioksida (SiO2) pada polimer
epoxy resin dengan variasi komposisi bahan, waktu dan
suhu, telah berhasil menambah kekuatan polimer tersebut.
Peningkatan kekuatan mekanik material sebesar 24%
dibandingkan dengan material tanpa penmabahan
nanopartikel, ini terjadi pada penambahan fraksi massa
SiO2 sebesar 0,0087. Ini menunjukkan bahwa
penambahan SiO2 pada polimer epoxy resin berpengaruh
pada kekuatan polimer. Pengaruh ini timbul karena luas
permukaan nanopartikel yang sangat besar berinteraksi
dengan rantai polimer sehingga mereduksi mobilitas
rantai polimer. Interaksi ini meningkatkan kekuatan
mekanik komposisit tersebut jauh di atas kekuatan
polimer itu sendiri. Hasil yang bisa dicapai adalah
material yang ringan dengan kekuatan tinggi. Semakin
banyak jumlah SiO2 yang dimasukkan, kekuatan dari
material nanokomposit juga bertambah. Tapi peningkatan
sifat mekanik (sebagai efek dari penambahan SiO2) ini
tidak terjadi terus-menerus. Kekuatan mekanik material
akan sampai pada titik kritisnya kemudian turun.
Gelembung pada material nanokomposit membuat
kekuatan nanokomposit ini kurang maksimal. Adanya
gelembung pada nanokomposit ini terjadi akibat kontak
dengan lingkungan terutama pada saat pengadukan
menggunakan mixer.
Uji tekan pada material nanokomposit berfungsi
untuk melihat perubahan kekuatan yang timbul akibat
penambahan nanopartikel SiO2 pada polimer. Semakin
banyak penambahan SiO2 pada polimer, kekuatannya juga
ikut bertambah. Tetapi pada titik tertentu, kekuatan

polimer ini turun. Penurunan ini timbul karena kadar SiO2
pada polimer sudah jenuh sehingga kristalinitasnya
berkurang.
Karakterisasi FT-IR berguna untuk menentukan
jenis ikatan apa saja yang ada pada material
nanokomposit tersebut. Pada karakterisasi FT-IR yang
sudah dilakukan didapat bahwa material tanpa perlakuan
memiliki enam jenis ikatan, yaitu O-H, C-H, C-C, C=O,
NO2, dan C-O. Lalu pada material dengan penambahan
SiO2, terdapat lima jenis ikatan yaitu O-H, C=O, NO2 dan
C-H, serta ikatan baru yaitu SiO2. Perbedaan yang timbul
antara material tanpa perlakuan dan dengan perlakuan
menunjukkan bahwa penambahan SiO2 memberikan
perubahan pada jenis ikatan yang terjadi pada
nanokomposit.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa penambahan SiO2 pada polimer
Epoxy Resin berpengaruh akan kekuatan polimer
tersebut. Dan penelitian ini membuka peluang untuk
mendapatkan material superkuat baru.
Ucapan Terima Kasih
Terima kasih kepada PT. ASTRA atas bantuan dana riset
ini melalui program Astra Student Innovation
Competition (ASIC).

J. Nano Saintek. Vol. 1 No. 1, Feb 2008

Daftar Pustaka
[1] Ajayan P.M., Schadler L.S., Braun P.V,
Nanocomposite Science and Technology, Willey
(2003).
[2] CERAM
Research
Ltd,
Silica,
Silicon
Dioxide,(http://www.azom.com/Details.asp?ArticleI
D=1114).
[3] M. Abdullah, Pros. Simp. Mahasiswa Fisika
Nasional, Surabaya (2005).

21