MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN HIPOSPADIA an

MAKALAH
“ASUHAN KEPERAWATAN HIPOSPADIA & EPISPADIA”
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok pada Mata Kuliah Sistem
Perkemihan
Dosen Pengajar :Andi Yudianto, Skep, Ns, MKes

Disusun oleh :
Kelompok 5
1. Tilawati Solekha
2. Mei Vidya
3. Herman Melazi

(7312034)
(7312020)
(7312037)

FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM
Jl. Rejoso Kompleks Ponpes Darul Ulum Peterongan Jombang
2014


KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr. wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat-Nya maka kami
dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan
Hipospadia & Epispadia”.
Penyusunan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk
menyelesaikan

tugas

mata

kuliah

Sistem Perkemihan

di Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Pesantren Tinggi Darul ‘Ulum (Unipdu) Jombang.

Dalam Penyusunan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak kami
harapkan, demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Kami menyampaikan ucapan
terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini,
khususnya kepada :
1. Bapak Muhammad Rajin, Skep, Ns, Mkes, selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah Sistem
Perkemihan
2. Rekan-rekan S1 Keperawatan Semester 5
3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan
bantuan dalam penulisan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya dan bagi
para pembaca pada umumnya dalam memajukan pendidikan. Semoga Allah SWT
selalu melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita, amin.

Jombang, 09 Oktober 2014

Penyusun,

LEMBAR PEGESAHAN


MAKALAH SISTEM PERKEMIHAN
“Asuhan Keperawatan Hipospadia & Epispadia”
Prodi S1 Ilmu Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum
Tahun Pelajaran 2014
Disusun Oleh :
1. Tilawati Solekha
2. Mei Vidya
3. Herman Melazi

(7312034)
(7312020)
(7312037)

Disetujui dan disahkan oleh:
Dosen Pembimbing

Muhammad Rajin, Skep, Ns, MKes


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelainan konginetal pada penis menjadi suatu masalah yang sangat penting, karena
selain berfungsi sebagai pengeluaran urine juga berfungsi sebagai alat seksual
yang pada kemudian hari dapat berpengaruh terhadap fertilitas. Salah satu kelainan
konginetal terbanyak kedua pada penis setelah cryptorchidism yaitu hipospadia dan
epispadia. Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan berupa lubang uretra yang
terletak di bagian bawah dekat pangkal penis. (Ngastiyah, 2005 : 288).
Istilah hipospadia berasal dari bahasa Yunani, yaitu Hypo (below) dan spaden
(opening). Hipospadia menyebabkan terjadinya berbagai tingkatan defisiensi uretra.
Jaringan fibrosis yang menyebabkan chordee menggantikan fascia Bucks dan tunika
dartos. Kulit dan preputium pada bagian ventral menjadi tipis, tidak sempurna dan
membentuk kerudung dorsal di atas glans (Duckett, 1986, Mc Aninch,1992).
Selain berpengaruh terhadap fungsi reproduksi yang paling utama adalah pengaruh
terhadap psikologis dan sosial anak. Penyebab dari hiposapadia ini sangat
multifaktorial antara lain disebabkan oleh gangguan dan ketidakseimbangan hormone,
genetika dan lingkungan. Ganguan keseimbangan hormon yang dimaksud adalah
hormone androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria). Sedangkan dari
faktor genetika , dapat terjadi karena gagalnya sintesis androgen sehingga ekspresi

dari gen tersebut tidak terjadi. Dan untuk faktor lingkungan adalah polutan dan zat
yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.
Belakangan ini di beberapa negara terjadi peningkatan angka kejadian hipospadia
seperti di daerah Atlantameningkat 3 sampai 5 kali lipat dari 1,1 per 1000 kelahiran
pada tahun 1990 sampai tahun1993. Banyak penulis melaporkan angka kejadian
hipospadia yang bervariasi berkisar antara 1 : 350 per kelahiran laki-laki. Bila ini kita
asumsikan ke negara Indonesia karenaIndonesia belum mempunyai data pasti berapa
jumlah penderita hipospadia dan berapaangka kejadian hipospadia. Maka berdasarkan
data dari Biro Pusat Statistik tahun 2000 menurut kelompok umur dan jenis kelamin
usia 0 – 4 tahun yaitu 10.295.701 anak yangmenderita hipospadia sekitar 29 ribu anak
yang memerlukan penanganan repair hipospadia.
Penatalaksanaan

hipospadia

pada

bayi

dan


anak

dilakukan

dengan

prosedur pembedahan. Tujuan utama pembedahan ini adalah untuk merekontruksi
penis menjadi lurus dengan meatus uretra ditempat yang normal atau dekat normal

sehingga pancaran kencing arahnya kedepan. Umumnya di Indonesia banyak terjadi
kasus hipospadia dan epispadia karena kurangnya pengetahuan para bidan saat
menangani kelahiran karena seharusnya anak yang lahir itu laki-laki namun karena
melihat lubang kencingnya di bawah maka di bilang anak itu perempuan. Oleh karena
itu kita sebagai seorang tenanga medis harus menberikan informasi yang adekuat
kepada para orang tua tentang penyakit ini. Para orang tua hendaknya menghindari
faktor- faktor yang dapat menyebabkan hipospadia dan mendeteksi secara dini
kelainan pada anak mereka sehingga dapat dilakukan penanganan yang tepat.

1.2 Rumusan Masalah

A. Apa definisi Hipospadia dan Epispadia?
B. Apa klasifikasi Hipospadia dan Epispadia?
C. Apa etiologi dari Hipospadia dan Epispadia?
D. Bagaimana manifestasi klinik Hipospadia dan Epispadia?
E. Bagaimana patofisiologi dari Hipospadia dan Epispadia?
F. Bagaimana pemeriksaan diagnostik Hipospadia dan Epispadia?
G. Bagaimana penatalaksanaan Hipospadia dan Epispadia?
H. Apa komplikasi dari Hipospadia dan Epispadia?
I. Bagaimana ASKEP Hipospadia dan Epispadia?
1.3 Tujuan
1. Menjelaskan definisi Hipospadia dan Epispadia
2. Menjelaskan klasifikasi Hipospadia dan Epispadia
3. Menjelaskan etiologi dari Hipospadia dan Epispadia
4. Menjelaskan manifestasi Hipospadia dan Epispadia
5. Menjelaskan patofisiologi dari Hipospadia dan Epispadia
6. Menjelaskan pemeriksaan diagnostik Antepartum Bleeding
7. Menjelaskan penatalaksanaan Hipospadia dan Epispadia
8. Menjelaskan komplikasi dari Hipospadia dan Epispadia
9. Menjelaskan ASKEP Hipospadia dan Epispadia.
1.4 Manfaat

A. Menambah wawasan pengetahuan mengenai kasus Hipospadia dan Epispadia dan
penerapan konsep keperawatan pada kasus Hipospadia dan Epispadia.
B. Menambah wawasan pengetahuan mengenai penerapan diagnosa keperawatan pada
kasus Hipospadia dan Epispadia.
10.

BAB 2
KAJIAN TEORI
2.1 Pengertian
Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan congenital dimana meatus uretra externa
terletak di permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang
normal (ujung glans penis). (Arif Mansjoer, 2000 : 374).
Epispadaia adalah suatu kelainan bawaan berupa tidak adanya dinding uretra sebelah
atas atau susunan dorsal pada meatus uretra. (Ngastiyah, 2005 : 288).
Hipospadia adalah suatu keadaan dimana terjadi hambatan penutupan uretra penis
pada kehamilan miggu ke 10 sampai ke 14 yang mengakibatkan orifisium uretra
tertinggal disuatu tempat dibagian ventral penis antara skrotum dan glans penis. (A.H
Markum, 1991 : 257).
Epispadia adalah suatu anormali kongenital yaitu meatus uretra terletak pada
permukaan dorsal penis. Insiden epipadia yang lengkap sekitar 120.000 laki-laki.

Keadaan inibiasanya tidak terjadi sendirian, tetapi juga disertai anomali saluran
kemih. ( patofisiologi, konsep kliis proses-proses penyakit).
Hipospadia adalah keadaan dimana uretra bermuara pada suatu tempat lain pada
bagian belakang batang penis atau bahkan pada perineum ( daerah antara kemaluan
dan anus ). (Davis Hull, 1994 ).
Hipospadia adalah salah satu kelainan bawaan pada anak-anak yang sering ditemukan
dan mudah untuk mendiagnosanya, hanya pengelolaannya harus dilakukan oleh
mereka yang betul-betul ahli supaya mendapatkan hasil yang memuaskan.

2.2 Klasifikasi Hipospadia dan Epispadia
Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/ meatus :
A. Tipe sederhana/ Tipe anterior
Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan

coronal.

Pada tipe ini, meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara klinis, kelainan ini
bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila meatus agak sempit
dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.
B. Tipe penil/ Tipe Middle

Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-escrotal.
Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum. Biasanya disertai

dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian ventral, sehingga
penis terlihat melengkung ke bawah atau glands penis menjadi pipih. Pada kelainan
tipe ini, diperlukan intervensi tindakan bedah secara bertahap, mengingat kulit di
bagian ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi tidak dilakukan
sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk tindakan bedah selanjutnya.
C. Tipe Posterior
Posterior
yang
terdiri
dari
tipe
scrotal
dan
perineal.
Pada tipe ini, umumnya pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai dengan
skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak turun.
Klasifikasi hipospadia yang digunakan sesuai dengan letak meatus uretra yaitu tipe

glandular,

distal

penile,

penile,

penoskrotal,

skrotal

dan

perineal.

Semakin ke proksinal letak meatus, semakin berat kelainan yang diderita dan semakin
rendah frekuensinya. Pada kasus ini 90% terletak di distal di mana meatus terletak
diujung batang penis atau di glands penis. Sisanya yang 10% terletak lebih proksimal
yaitu ditengah batang penis, skrotum atau perineum.
Berdasarkan letak muara uretra setelah dilakukan koreksi korde, Brown membagi
hipospadia dalam 3 bagian :
1. Hipospadia anterior : tipe glanular, subkoronal, dan penis distal.
2. Hipospadia Medius : midshaft, dan penis proksimal.
3. Hipospadia Posterior : penoskrotal, scrotal, dan perineal.

Tergantung pada posisi meatus kemih dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bentuk :
1. Balanica atau epispadias kelenjar
adalah malformasi terbatas pada kelenjar, meatus terletak pada permukaan, alur dari
meatus di puncak kepala penis. Ini adalah jenis epispadias kurang sering dan lebih
mudah diperbaiki.
2. Epispadias penis
derajat pemendekan lebih besar dengan meatus uretra terletak di titik variabel antara
kelenjar dan simfisis pubis.
3. Penopubica epispadia
varian yang lebih parah dan lebih sering. Uretra terbuka sepanjang perpanjangan
seluruh hingga leher kandung kemih yang lebar dan pendek.
2.3 Etiologi

Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum diketahui
penyebab pasti dari hipospadi dan epispadia. Namun, ada beberapa faktor yang oleh
para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain:
1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormon
Hormon yang dimaksud di sini adalah hormon androgen yang mengatur
organogenesis kelamin (pria). Atau bisa juga karena reseptor hormon androgennya
sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormon
androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap
saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan
dalam sintesis hormon androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.
2. GenetikaTerjadi karena gagalnya sintesis androgen.
Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen
tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.
3. Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang
bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.

2.4 Patofisiologi
Hypospadia dan epispadia terjadi karena tidak lengkapnya perkembangan uretra
dalam utero. Hypospadia di mana lubang uretra terletak pada perbatasan penis dan
skortum, ini dapat berkaitan dengan crodee kongiental.
Paling umum pada hypospadia adalah lubang uretra bermuara pada tempat frenum,
frenumnya tidak berbentuk, tempat normalnya meatus uranius di tandai pada glans
penis sebagai celah buntuh.
Epispadia terbukanya uretra sebelah ventral. Kelainan ini meliputi leher kandung
kemih ( epispadia total ) atau hanya uretra ( epispadia persial ). Epispadia dimana
lubang uretra terdapat pada permukaan dorsum penis, dan tampak sebagai celah atau
alur tanpa tutup. Epispadia parsialis di mana muara uretra terdapat di sebelah atas dan
di belakang glans penis, permukaan dorsal penis biasanya bertarik sampai ujungnya
tetapi lubang uretra dapat berakhir pada corona atau di sebelah proksimalnya.
Pada embrio yang berumur 2 minggu baru terdapat 2 lapisan yaitu ektoderm dan
endoderm. Baru kemudian terbentuk lekukan di tengah-tengah yaitu mesoderm yang
kemudian bermigrasi ke perifer, memisahkan ektoderm dan endoderm, sedangkan di
bagian kaudalnya tetap bersatu membentuk membran kloaka.

Pada permulaan minggu ke-6, terbentuk tonjolan antara umbilical cord dan tail yang
disebut genital tubercle. Di bawahnya pada garis tengah terbenuk lekukan dimana di
bagian lateralnya ada 2 lipatan memanjang yang disebut genital fold. Selama minggu
ke-7, genital tubercle akan memanjang dan membentuk glans. Bila terjadi agenesis
dari mesoderm, maka genital tubercle tak terbentuk, sehingga penis juga tak
terbentuk.
Bagian anterior dari membrana kloaka, yaitu membrana urogenitalia akan ruptur dan
membentuk sinus. Sementara itu genital fold akan membentuk sisi-sisi dari sinus
urogenitalia. Bila genital fold gagal bersatu di atas sinus urogenitalia, maka akan
terjadi hipospadia.
2.5 Pathway

2.6 Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis pada hipospadai dan epispadia, antara lain:
1. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian bawah
penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.
2. Kebanyakan penderita terdapat penis yang melengkung kearah bawah yang akan
tampak lebih jelas pada saat ereksi.
3. Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian punggung
penis.
4. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan membentang
hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar.
5. Kulit penis bagian bawah sangat tipis.
6. Tunika dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada.
7. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis.
8. Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.
9. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
10. Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.
Pada kebanyakan penderita terdapat penis yang melengkung ke arah bawah yang akan
tampak lebih jelas pada saat ereksi. Hal ini disebabkan oleh adanya chordee yaitu
suatu jaringan fibrosa yang menyebar mulai dari meatus yang letaknya abnormal ke
glands penis.Jaringan fibrosa ini adalah bentuk rudimeter dari uretra, korpus

spongiosum dan tunika dartos.Walaupun adanya chordee adalah salah satu ciri khas
untuk mencurigai suatu hipospadia, perlu diingat bahwa tidak semua hipospadia
memiliki chordee.

2.7 Pemeriksaan Diagnosis
Adapun pemeriksaan diagnostik tidak ada kecuali terdapat ketidak jelasan jenis
kelamin perlu ditegaskan atau pada kasus-kasus ketika abnormalitas lain dicurigai.
Namun dapat dilakukan pemeriksaan fisik untuk mengetahui letak dari meatus uretra
secara normal yang mengalami kelainan atau tidak mengalami kelainan.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik. Jika hipospadia terdapat di
pangkal penis, mungkin perlu dilakukan pemeriksaan radiologis untuk memeriksa
kelainan bawaan lainnya.
Untuk menilai beratnya epispadia, dilakukan pemeriksaan berikut :
1. Radiologis (IVP)
2. USG sistem kemih-kelamin.
3. Epispadia biasanya diperbaiki melalui pembedahan.
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan adalah dengan cara operasi, dikenal
banyak teknik operasi hipospadia, yang umumnya terdiri dari beberapa tahap yaitu:
1. Operasi pelepasan chordee dan tunneling
Dilakukan pada usia satu setengah hingga dua tahun. Pada tahap ini dilakukan operasi
eksisi chordee dari muara uretra sampai ke glans penis. Setelah eksisi chordee maka
penis akan menjadi lurus akan tetapi meatus uretra masih terletak abnormal. Untuk
melihat keberhasilan setelah eksisi dilakukan tes ereksi buatan intraoperatif dengan
menyuntikan NaCl 0,9% ke dalam korpus kavernosum.
2. Operasi uretroplasti
Biasanya dilakukan 6 bulan setelah operasi pertama. Uretra dibuat dari kulit penis
bagian ventral yang diinsisi secara longitudinal paralel di kedua sisi.
3. Dan pada tahun-tahun terakhir ini, sudah mulai deterapkan operasi yang dilakukan
hanya satu tahap, akan tetapi operasi hanya dapat dilakukan pada hipospadia tipe
distal dengan ukuran penis yang cukup besar.
Tujuan pembedahan :
a. Membuat normal fungsi perkemihan dan fungsi sosial.

b. Perbaikan untuk kosmetik pada penis.
Ada banyak variasi teknik, yang populer adalah tunneling Sidiq-Chaula, Teknik
Horton dan Devine.
1. Teknik tunneling Sidiq-Chaula, dilakukan operasi 2 tahap :
a. Tahap pertama eksisi dari chordee dan bisa sekaligus dibuatkan terowongan yang
berepitel pada glans penis. Dilakukan pada usia 1 ½ -2 tahun. Penis diharapkan
lurus, tapi meatus masih pada tempat yang abnormal. Penutupan luka operasi
menggunakan preputium bagian dorsal dan kulit penis.
b. Tahap kedua dilakukan uretroplasti, 6 bulan pasca operasi, saat parut sudah lunak.
Dibuat insisi paralel pada tiap sisi uretra (saluran kemih) sampai ke glans, lalu
dibuat pipa dari kulit dibagian tengah. Setelah uretra terbentuk, luka ditutup
dengan flap dari kulit preputium dibagian sisi yang ditarik ke bawah dan
dipertemukan pada garis tengah. Dikerjakan 6 bulan setelah tahap pertama
dengan harapan bekas luka operasi pertama telah matang.
2. Teknik Horton dan Devine, dilakukan 1 tahap, dilakukan pada anak lebih besar
dengan penis yang sudah cukup besar dan dengan kelainan hipospadi jenis distal
(yang letaknya lebih ke ujung penis). Uretra dibuat dari flap mukosa dan kulit bagian
punggung dan ujung penis dengan pedikel (kaki) kemudian dipindah ke bawah.
Mengingat pentingnya preputium untuk bahan dasar perbaikan hipospadia, maka
sebaiknya tindakan penyunatan ditunda dan dilakukan berbarengan dengan operasi
hipospadi.
Berbeda dengan hipospadia di mana ada sejumlah besar teknik bedah yang
menawarkan pilihan terapi yang berbeda, karena koreksi epispadia termasuk alternatif
bedah dan hasil dari sudut pandang fungsional sering tidak memuaskan. Ketika
epispadias tidak terkait dengan inkontinensia urin perawatan bedah terbatas pada
rekonstruksi kepala penis dan uretra menggunakan plat uretra.
Ketika epispadias dikaitkan dengan inkontinensia urin pengobatan menjadi lebih
kompleks. Dalam rangka meminimalkan dampak psikologis, usia yang paling cocok
untuk perbaikan bertepatan dengan tahun pertama atau kedua kehidupan.
Yang penting untuk perbaikan epispadia sukses meliputi:
1. Pemanjangan penis
2. Urethroplasty

3. Cakupan cacat kulit dorsal penis.
2.9 Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi striktur uretra (terutama pada sambungan
meatus uretra yang sebenarnya dengan uretra yang baru dibuat) atau fisula, infertilitas,
serta gangguan psikososial.
1. Pseudohermatroditisme (keadaan yang ditandai dengan alat-alat kelamin dalam 1 jenis
kelamin tetapi dengan satu beberapa ciri sexsual tertentu)
2. Psikis (malu) karena perubahan posisi BAK
3. Kesukaran saat berhubungan sexsual, bila tidak segera dioperasi saat dewasa
Komplikasi paska operasi yang terjadi:
1. Edema/pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya dapat bervariasi,
juga terbentuknya hematom/kumpulan darah dibawah kulit, yang biasanya dicegah
dengan balut tekan selama 2 sampai 3 hari paska operasi
2. Striktur, pada proksimal anastomosis yang kemungkinan disebabkan oleh angulasi
dari anastomosis
3. Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing berulang
atau pembentukan batu saat pubertas
4. Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang sering dan digunakan sebagai
parameter untuyk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur satu tahap saat ini
angka kejadian yang dapat diterima adalah 5-10 %
5. Residual chordee/rekuren chordee, akibat dari rilis korde yang tidak sempurna,
dimana tidak melakukan ereksi artifisial saat operasi atau pembentukan skar yang
berlebihan di ventral penis walaupun sangat jarang
6. Divertikulum, terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar, atau adanya
stenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut.

BAB 3
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Genitouria
a. Praoperasi
Yang terinspeksi pada Genitourinaria adalah:
1) pemeriksaan genitalia
2) tidak ada kulit katan (foreksin) ventral
3) palpasi abdomen untuk melihat distensi bladder atau pembesaran pada ginjal.
4) Kaji fungsi perkemihan
5) Adanya lekukan pada ujung penis
6) Glans penis berbentuk sekop
7) Melengkungnya penis ke bawah dengan atau tanpa ereksi
8) Terbukanya urethral pada ventral (hypospadias)
b. Pascaoperasi
Yang terinspeksi pada Genitourinaria adalah:
1) Pembengkakan penis
2) Perdarahan pada sisi pembedahan
3) Disuria
2. Neurologis
a. Iritabilitas
b. Gelisah
3. Kaji riwayat kelahiran (adanya anomali konginetal, kondisi kesehatan)
4. Head to toe
a. Perhatikan adanya penis yang besar kemungkinan terjadi pubertas yang terlalu dini
b. Pada anak yang obesitas penis dapat ditutupi oleh bantalan lemak di atas simpisis
pubis
c. Pada bayi, prepusium mengencang sampai usia 3 tahun dan tidak boleh diretraksi
d. Palpasi abdomen atau melihat distensi bladder atau pembesaran pada ginjal
e. Perhatikan lokasi pada permukaan dorsal atau ventral dari penis kemungkinan tanda
genetalia ganda
f. Kaji fungsi perkemihan

g. Kaji adanya lekukan pada ujung penis
h. Jika mungkin, perhatikan kekuatan dan arah aliran urin.
i. Perhatikan skrotum yang kecil dekat perineum dengan adanya derajat pemisahan garis
tengah
j. Rugae yang terbentuk baik menunjukkan turunya testis.
k. Kaji adanya nyeri urinasi, frekuensi, keraguan untuk kencing, urgensi, urinaria,
nokturia, poliuria, bau tidak enak pada urine, kekuatan dan arah aliran, rabas,
perubahan ukuran skrotum
5. Diskusikan pentingnya hygiene
6. Kaji faktor yang mempengaruhi respon orang tua pada penyakit anak dan keseriusan
ancaman pada anak mereka
a. Prosedur medis yang terlibat dalam diagnosis dan tindakan
b. Ketersediaan sistem pendukung
c. Kekuatan ego pribadi
d. Kemampuan koping keluarga sebelumnya
e. Stress tambahan pada sistem keluarga
f. Keyakinan budaya dan agama
7. Kaji pola komunikasi antaranggota keluarga
a. Menurunnya komunikasi pada anak, ekspresi, dan kontrol impuls dalam penyampaian
penyaluran perasaan
b. Anak dapat merasa terisolasi, bosan, gelisah, adanya perasaan malu terhadap teman
sebaya
c. Dapat mengekspresikan marah dan agresi

3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Kurangnya pengetahuan orang tua berhubungan dengan diagnosa, prosedur
2.
3.
4.
5.

pembedahn dan perawatan setelah operasi
Resiko infeksi (traktus urinarius) berhubungan dengan pemasangan kateter menetap
Nyeri berhubungan dengan pembedahan
Resiko injuri berhubungan dengan pemesangan kateter atau pengangkatan kateter
Kecemasan orang tua berhubungan dengan penampilan penis anak setelah
pembedahan

3.3 Intervensi

Diagnosa 1
1. Kaji tingkat pemahaman orang tua
2. Gunakan gambar-gambar atau boneka untuk menjelaskan prosedur, pemasangan
kateter menetap, mempertahan kan kateter dan perewatan kateter, pengosongan
kantong urin, keamanan kateter, monitor urin; warna, kejernihan dan perdarahan
3. Jelaskan tentang pengobatan yang di berikan: efek samping dan dosis serta waktu
pemberian
4. Ajarkan untuk ekspresi perasaan dan perhatian tentang kelainan pada penis
5. Ajarkan orang tua untuk partisipasi dalam perawatan sebelum dan sesudah operasi
Diagnosa 2
1. Pertahankan kantong drainase kateter di bawah garis kandung kemih dan pastikan
2.
3.
4.
5.
1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.

bahwa selang tidak terdapat simpul dan kusut
Gunakan tekhnik aseptik ketika mengosongkan kantong kateter.
Pantau urin anak untuk pendeteksian kekeruhan atau sedimentasi.
Anjurkan anak untuk minum sekurang-kurangnya 60ml/jam
Beri obat antibiotik profilaktik sesuai program, untuk membantu mencegah infeksi
Diagnosa 3
Berikan analgesik sesuai program
Perhatikan posisi kateter tepat atau tidak
Monitor adanya ”kink-kink” (tekukan pada kateter) atau kemacetan
Atur posisi tidur anak
Diagnosa 4
Fiksasi kateter pada penis anak dengan memakai balutan dan plester
Gunakan restrain atau pengaman yang tepat pada saat anak tidur atau gelisah
Hindari alat-alat tenun atau yang lainnya yang dapat mengkontaminasi kateter dan

penis
Diagnosa 5
1. Anjurkan orang tua untuk mengekspresikan perasaan dan kekhawatiran mereka
tentang ketidak sempurnaan fisik anak
2. Bantu orang tua melalui proses berduka yang normal
3. Rujuk orang tua kepada kelompok pendukung yang tepat, jika diperlukan
4. Apabila memungkinkan, jelaskan perlunya menjalani pembedahan multiple, dan
jawab setiap pertanyaan yang muncul dari orang tua
3.4 Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan intervensi.
3.5 Evaluasi
1. Orang tua memahami tentang hipospadi dan alasan pembedahn, serta orang tua akan
aktif dalam perwatatn setelah operasi
2. Anak tidak mengalami infeksi yang di tandai oleh hasil urinalisis normal dan suhu
tubuh kurang dari 37,8 ◦c
3. Anak akan memperlihatkan peningkatan rasa nyaman yang di tandai dengan tidak ada
tangisan, kegelisahan dan tidak ada ekspresi nyeri

4. Anak tidak mengalami injuri yang di tandai oleh anak dapat mempertahankan
penempatan kateter urin yang benar sampai di angkat oleh perawat atau dokter
5. Rasa cemas orang tua menurun yang di tandai dengan pengungkapan perasaan mereka
tentang adanya kecacatan pada genitalia anak

BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Hipospadia dan epispadia merupakan suatu kelainan kongenital yang dapat di
deteksi ketika atau segera setelah bayi lahir, atau instilah lainnya yaitu adanya
kelainan pada muara uretra pria. Dan biasanya tampak disisi ventral batang penis.
Kelainan tersebut sering diasosiasikan sebagai suatu chordee yaitu penis yang
menekuk kebawah
Terapi untuk hipospadia adalah dengan pembedahan untuk mengembalikan
penampilan dan fungsi normal penis. Pembedahan biasanya tidak di jadwalkan
sampai bayi berusia 1-2th ketika ukuran penis dinyatakan sebagai ukuran yang layak
di operasi. Komplikasi potensial meliputi infeksi dan obstruksi uretra.
4.2 Saran
Pemahaman dan keahlian dalam aplikasi Asuhan Keperawatan Anak Dengan
Hipospadia/Epispadia merupakan salah satu cabang ilmu keperawatan yang harus
dimiliki oleh tenaga kesehatan khususnya perawat agar dapat mengaplikasikannya
serta berinovasi dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien. Ini akan
mendukung profesionalisme dalam wewenang dan tanggung jawab perawat sebagai
bagian dari tenaga medis yang memberikan pelayanan Asuhan Keperawatan secara
komprehensif.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2012. Makalah Hipospadia. Diakses pada 17 Oktober 2014 jam 04.34
http://tririzkiperuri.blogspot.com/2012/11/makalah-hypospadia.html
Berhman, Kliegman, Arvin. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Jakarta: EGC
Http://www.medicastore.com Diakses pada 18 Oktober 2014 jam 21.23
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. Media Aesculapius: FKUI
Muscari, Mary E. 2005. Panduan Belajar : Keperawatan Pediatrik Ed.3. Jakarta: EGC
Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC
Pillitteri, Adele. 2002. Buku Saku Perawatan Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta: EGC
Speer, Kathleen Morgan. 2007. Rencana Asuhan keperawatan pediatrik dengan Clinical
Pathways. Jakarta: EGC
Suriadi, Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan pada Anak. Perpustakaan Nasional RI:
Katalog dalam Terbitan
Wicaksono, Emirza nur. 2013. Epispadia. Diakses pada tanggal 15 Oktober 2014 jam
20.15 http://emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id/2013/04/20/epispadia/