EKSPERIMEN PENCIPTAAN MUSIK NUSANTARA UNTUK PENGEMBANGAN FILSAFAT ILMU PENCIPTAAN MUSIK - Institutional Repository ISI Surakarta

  

LAPORAN AKHIR TAHUN

PENELITIAN PENCIPTAAN DAN PENYAJIAN SENI

EKSPERIMEN PENCIPTAAN MUSIK NUSANTARA

UNTUK PENGEMBANGAN FILSAFAT ILMU PENCIPTAAN MUSIK

Ketua Tim Peneliti

Dr. Bambang Sunarto, S. Sen., M. Sn.

  

NIDN 0026036201

Anggota Tim

Drs. Wahyu Purnomo, M. Sn.

  

NIDN 0015016705

Dr. Eko Supriyanto, S.Sn., M.FA.

NIDN 0026117007

Kontrak

  

Penelitian Penciptaan Dan Penyajian Seni

Tahun Anggaran 2017

Nomor: 455.C/IT6.2/LT/2017

  

INSTITUT SENI INDONESIA (ISI) SURAKARTA

Oktober 2017

  

RINGKASAN

  Materi yang menjadi objek penelitian ini adalah elemen-elemen garap dalam musik Nusantara. Objek tersebut diteliti aspek pragmatisnya untuk dipilih menjadi bahan penyusunan karya musik baru. Penyusunan musik baru dilakukan dengan menggunakan pendekatan reinterpretatif kontemporer, sebuah pendekatan yang mempertimbangkan eksistensi tradisi dengan mengutamakan tumbuhnya eksistensi musik berbasis pengembangan dan kebaruan.

  Penyusunan dilakukan dalam rangka pengolahan dan pengembangan cultural

  

heritage. Hal ini diperlukan karena cultural heritage merupakan atribut jatidiri bangsa atau

  masyarakat yang menerima warisan budaya dari generasi-generasi sebelumnya, untuk kemaslahatan generasi yang akan datang. Jadi, dengan semangat mengolah dan mengembangkan cultural heritage penelitian ini bermaksud untuk melestarikan dan mengembangkan elemen-elemen musikal sebagai warisan budaya.

  Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen di laboratorium/studio didukung dengan field work atau penelitian lapangan. Penelitian lapangan di tahun pertama direncanakan dilaksanakan di Bali, Banyuwangi, Surabaya, Bandung, Cirebon. Namun, karena keterbatasan anggaran hanya dapat dilaksanakan di Bali, Surabaya, dan Bandung.

  Target capaian pada tahun 2017 adalah terpublikasikannya hasil penelitian ini melaui Jurnal Panggung (jurnal Nasional terakreditasi). Namun, publikasi ke Jurnal Panggung agak terkendala karena terbatasnya kuota artikel yang diterbitkan. Oleh karena itu publikasi segera diarahkan pada jurnal internasional terindeks scopus. Ada dua artikel yang dikirim ke jurnal internasional, yaitu artijel berjudul Composer’ Frame of Thingking in Music Creation yang diajukan ke Philosophia (International Journal of Philosophy), dan artikel berjudul The Pillars

of the Study of Art Creation pada jurnal Pensamiento (International Journal of Music).

  

Philosophia telah memberitahukan bahwa hasil review sekarang akan diterbitkan pada periode

  Januari 2019, dan sedangkan Pensamiento masih menunggu hasil review. Jadi, target penerbitan artikel belum dapat dilaksanakan tahun ini, sehingga tahun ini hanya submit saja di jurnal internasional terindeks Scopus. Untuk menggantinya, diupayakan bahwa pada bulan Desember tahun 2017 dapat diterbitkan satu buku sebagai hasil penelitian.

  Target capaian yang lain adalah terciptanya 1 karya komposisi musik baru. Karya tersebut telah dirumuskan, disusun, dan telah dipersiapkan sedemikian rupa. Rekaman karya sudah terwujud dan dapat dinikmati. Artinya, model karya musik sebagai satu target telah selesai dikerjakan, dan tinggal dilakukan reinterpretasi dan rekonstruksi melalui latihan-latihan dan eksperimen studio.

BAB I PENDAHULUAN Kekayaan musik Nusantara yang beragam dan bemilai, memiliki sistem, teknik, pola,

  sarana, dan perabot garap serta proposisi musikal yang khas. Kekhasan itu membuat musik Nusantara berbeda dengan musik produk industri yang cenderung banyak menggunakan sistem, teknik, pola, sarana, dan perabot garap serta proposisi musikal musik Barat. Padahal, musik Nusantara adalah jatidiri bangsa. Namun, musik Nusantara tidak banyak dipahami hakikat makna dan nilainya. Musik Nusantara hanya dikenal sebagai musik tradisional dengan konotasi keterbelakangan (Yoyok dan Siswandi 2007, 3:160). Dunia musik di Indonesia tidak melihat musik Nusantara sebagai potensi yang bermakna. Kondisi ini berbeda dengan masyarakat musik di India, yang menempatkan sangeet natak sebagai basis materi pengembangan harga diri (Kasbekar 2006, 17).

  Musik Nusantara adalah salah satu bentuk musik yang telah “menyambung masa lalu dan masa kini” (Swasono 2015, 1) Indonesia. Musik Nusantara adalah potensi yang dapat menyaring distorsi kultural, mempertegas identitas nasional, memantapkan kebanggaan nasional, dan mengokohkan keindonesiaan. Itulah sebabnya, diperlukan penelitian dan eksperimen penciptaan musik berbasis musik Nusantara.

  Urgensi dari penelitian ini berada dalam aras skala lokal, nasional, maupun internasional. Urgensi di aras lokal adalah tumbuhnya kesadaran musik untuk tidak lagi memandang musik etnik sebagai simbol keterbelakangan. Urgensi di aras nasional adalah tumbuhnya musik Nusantara sebagai sarana pembentuk dan pemberi warna keindonesiaan, pentransformasi kebinekaan menjadi ketunggalikaan, tanpa kehilangan indahnya multikulturalisme Indonesia. Urgensi di aras internasional adalah tumbuhnya teori epistemologi penciptaan musik. Teori semacam itu belum tumbuh di dunia pendidikan penciptaan musik di dunia internasional. Publisitas teori epistemologi penciptaan musik melalui jurnal internasional akan mengokohkan posisi akademik perguruan tinggi seni di Indonesia, khususnya ISI Surakarta dalam top university ranking. Posisi itu perlu dipertahankan, karena ISI Surakarta dalam QS World University Rankings by Subject 2016 -

  Performing Arts

  berada dalam ranking 43. Posisi ini sejajar dengan University of

  

Southampton, di atas University of York dan Korean National University of Arts bahkan

University of Chicago

  dan Queen’s University Belfast (“QS World University Rankings by Subject 2016 - Performing Arts | Top Universities” 2016).

  1. Karya komposisi musik baru berbasis musik Nusantara yang dipergelarkan di forum dan venue nasional dan/atau internasional.

  

2. Artikel ilmiah tentang elemen-elemen musik Nusantara sebagai sumber penciptaan musik,

yang dipublikasikan di jurnal internasional bereputasi.

  

3. Buku referensi (ISBN) tentang filsafat ilmu penciptaan musik terkait dengan epistemologi

dan ontologi penciptaan musik berbasis musik Nusantara yang terbit secara nasional.

  Komposisi musik baru berbasis musik Nusantara hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai materi pembelajaran penciptaan musik. Pembelajaran dapat dilakukan dengan cara mengenali, memahami, dan menerapkan elemen-elemen musikal karya musik, dilihat dari sisi pragmatik dan wacana musikal. Karya ini juga dapat digunakan sebagai materi pembelajaran untuk studi analisis musik. Hal ini dimungkinkan karena di dalamnya dapat dilihat secara jelas perbandingan aspek-aspek musikal dari musik Nusantara dan musik lain.

  

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA Penelitian ini adalah penelitian terapan, berupa eksperimen penciptaan musik sebagai

  kegiatan dari ilmu penciptaan musik. Setiap ilmu selalu eksis berdasarkan filsafat ilmu masing-masing. Filsafat ilmu adalah pilar eksistensi bagi setiap ilmu. Oleh karena itu penelitian ini adalah usaha untuk pengembangan wacana filsafat ilmu penciptaan musik. Wacana itu diperlukan untuk mengembangkan pilar eksistensi ilmu penciptaan musik. Oleh pelaksanaan penelitian ini.

  Pemikiran Ackerman yang memandang filsafat ilmu sebagai “...a critique of current

  

scientific opinions... in term of criteria developedfrom such views'" (Ackermann 1970, 19),

  dapat menjadi pijakan bahwa filsafat ilmu penciptaan musik adalah filsafat yang berorientasi pada tinjauan kritis atas pemikiran-pemikiran musikal bagi karya musik dan aktivitas penciptaan musik. Pemikiran Benyamin yang memandang filsafat ilmu sebagai “philosophic

  

discipline which is the systematic study of the nature of science, especially of its methods, its

co ncepts, and presupposition, and its place in the general scheme of intellectual disciplines ”

  (Benyamin 1975, 284), dapat menjadi model pengembangan filsafat ilmu penciptaan musik sebagai disiplin filosofis mengenai sifat dasar musik dan proses penciptaannya, terkait dengan metode, keyakinan dasar, konsep yang ditorehkan komposer ke dalam karya, dan penempatannya ke dalam konstelasi kehidupan intelektual.

  Jadi, penciptaan musik harus memiliki dasar filosofis sebagaimana ilmu yang didasari oleh filsafat ilmu. Jika ilmu dapat dipilah menjadi tiga dimensi, maka musik juga dapat dipilah menjadi tiga dimensi yang sama. Tiga dimensi itu adalah kesatuan logis yang satu sama lain tak dapat dipisahkan, yaitu dimensi (1) pengetahuan, (2) aktivitas, dan (3) metode.

  Lachman (1969) dan Agnew (1979) memahami ilmu dari dimensi pengetahuan. Pemikiran mereka dapat dimanfaatkan bagi filsafat ilmu penciptaan musik, karena musik juga memiliki dimensi pengetahuan. Bagi Lachman ilmu adalah "...systematically organized bodies

  

of accumulated knowledge concerning the universe which have been derived exclusively

through techniques of objective observation” (Lachman 1969, 13). Oleh karena itu, musik

  juga merupakankumpulan pengetahuan yang dihimpun dan disusun komposer melalui cara- cara sistemik berdasarkan observasi. Namun, observasi itu boleh jadi objektif dan/atau boleh jadi subjektif. Bagi Agnew ilmu adalah

  “...consists offacts fitted into a framework which

permits the predication of more facts and so helps to create a more general framework which

leads to a still greater number offacts... ” (Agnew dan Sandra W 1979, 13). Mengacu

  pandangan tersebut, maka musik adalah fakta-fakta imajinatif yang dicocokkan, diterapkan,

  memungkinkan interpretasi yang lebih luas sehingga membantu menciptakan kerangka nilai yang lebih maknawi dari fakta-fakta yang lebih luas. Pandangan ini menunjukkan bahwa ilmu dan musik merupakan pengetahuan yang terorganisir, yang timbul dari imaji dan pengalaman empiris, konsep-konsep, hubungan-hubungan yang bersifat persepsional, teori-teori, kaidah- kaidah, dan prinsip-prinsip. Ilmu dan musik eksis dengan sifat rasional dan metodis. Namun, sifat rasional dan metodis musik berbeda dengan sifat rasional dan metodis ilmu. Sifat rasional dan metodis ilmu berada dalam lingkup ilmiah yang cenderung objektif. Sedangkan sifat rasional dan metodis musik berada dalam lingkup artistik-musikal, yang mentoleransi subjektivitas.

  Bunge, Bliss, dan Carnap memahami ilmu sebagai pengetahuan yang dirumuskan dengan suatu metode. Bagi Bunge “science is a discipline using the scientific method for the

  

purpose of finding general patterns (laws)” (Bunge 1967, 1:15). Sementara itu Bliss meyakini

  bahwa science is verified and organized knowledge, rationality and methodically proceeding

  

from empirical and experimental data, simple concepts, and perceptual relations to

generalizations, theories, laws, principles, and explications, and to more comprehensive

conceptions and conceptual systems (Bliss 1929, 190). Sedangkan Carnap meyakini bahwa

  ilmu . including all theoretical knowledge, no matter whether in the field of natural sciences

  

or in the field of the social sciences and the so-called humanities, and no matter whether it is

knowledge found by the application of special scientific procedures, or knowledge based on

common sense in everyday life

  ” (Otto Neurath 1982, 45). Bunge menyatakan bahwa ilmu adalah disiplin yang menggunakan metode ilmiah. Maka, musik adalah disiplin yang menggunakan metode musikal untuk menyampaikan dan menstimulir penghayatan dimensi aksiologis atas fenomena- fenomena yang dipahami dan dihayati komposer.

  Ahli-ahli epistemologi yang meyakini ilmu sebagai aktivitas adalah Andersen, Churchman, Abdel, Bahm, Singer, Warfield, Benyamin, Kahler, dan Brade-Birks. Pandangan mengenai ilmu sebagai aktivitas berguna untuk menunjukkan sifat paralel antara ilmu dan musik. Sebab, musik pun merupakan hasil aktivitas para komposer. Andersen menegaskan

  

“science is inquiry” (Andersen dan Koutnik 1972, 4). Bagi Churchman “science is efficient

inquiry

  ” (Churchman dan Ackoff 1950, 10; Churchman dan Ackoff 1979, 10). Andersen pun meyakini bahwa ilmu adalah “...a set of activities directed towards solving an open number of

  

related problems... to increased understanding and application” (Andersen dan Koutnik 1972,

  5). Sementara itu, bagi Singer ilmu adalah “the process which makes knowledge” (Black 1954, 402). Singer didukung Warfield bahwa “...science is also viewed as a process. The process

  

orientation is most relevant to a concern for inquiry, since inquiry is a major part of science

as a process

  ’ (Warfield 1976, 42). Benyamin membenarkan Singer dan Warfield dengan mengatakan

  “it is an attempt, by means of a regulated and controlled method, subject to

errors which must be avoided if possible, to achieve a systematic knowledge of certain

  subject- matter” (Ferm 1968, 542).

  Andersen dan Churchman telah menunjukkan bahwa ilmu adalah hasil penelitian terhadap objek tertentu. Namun, musik memang bukan sekedar hasil penelitian, tetapi hasil penelitian dan penghayatan komposer terhadap objek dan nilai yang terpilih. Jika Andersen meyakini ilmu sebagai sekumpulan aktivitas untuk menjawab berbagai masalah, maka musik adalah aktivitas, untuk menstimulir tumbuhnya kesadaran akan adanya suatu persoalan. Menurut Kahler seni adalah “human activity which explores, and hereby creates new reality in

  

a suprarational visional manner and presents it symbolically or metaphorically, as a

microcosmic whole signifying a macrocosmic whole" (Weitz 1975, 71). Menurut Brade-Birks

seni adalah “the exercise of the mind to produce work pleasant to the spirit of man” (Brade-

Birks dan Higenbottam 1965, 49). Pandangan Kahler dan Brade-Birks di atas juga berlaku

bagi musik.

  Singer, Warfield, dan Benyamin meyakini bahwa ilmu adalah perumusan pengetahuan melalui proses penelitian, dengan bantuan metode terkendali dan teratur. Paralel dengan pandangan mereka, musik adalah ekspresi pengetahuan apriori dan aposteriori yang berkembang dalam proses berfikir komposer, menggunakan metode yang sistemik, meskipun tidak harus terkendali dan teratur. Ilmu dan musik tidak dapat dipisahkan dari prosedur, yaitu serangkaian cara dan langkah tertentu yang terpola secara tetap. Serangkaian cara dan langkah terpola itu pada dasarnya adalah metode. Metode adalah ciri ilmu, ciri lain ilmu adalah pengetahuan dan aktivitas. Metode juga menjadi pilar musik, karena tidak ada musik eksis tanpa prosedur. Bedanya, metode bagi ilmu adalah metode ilmiah, metode penciptaan musik metode itu adalah metode artistik-musikal.

  Ilmu dan musik selalu mengandung dimensi (1) pengetahuan, (2) aktivitas yang terbingkai dalam suatu proses, dan (3) metode. Filsafat ilmu penciptaan musik berpijak dari tiga dimensi tersebut agar dapat mengantarkan pemahaman pada hakikat musik, yaitu pengetahuan komposer yang diformulasikan dan dipresentasikan dalam realitas empiris dan simbolis melalui suatu aktivitas yang didukung dengan metode tertentu untuk menghasilkan bentuk-bentuk musikal. Perumusan pengetahuan filsafat ilmu penciptaan musik diformulasikan dengan mengupayakan kehadiran objektivitas, meskipun kehadiran subjektivitas adalah suatu hal yang tak terelakkan.

BAB III TUJUAN DAN MANFAAT A. Tujuan Penelitian Penelitian ini diselenggarakan dengan tujuan sebagai berikut.

  

1. Menemukenali dan memanfaatkan elemen-elemen khas musik Nusantara yang memiliki

nilai adaptive dengan masa kini sebagai sumber penciptaan karya musik baru.

  

2. Merumuskan sarana dan tatacara penciptaan musik baru serta pengembangan satu model

teori penciptaan musik sebagai ilmu terapan.

  

3. Melakukan eksperimen penciptaan musik dengan perspektif atau paradigma penciptaan

  musik berbasis musik Nusantara, sekaligus eksperimen untuk menemukan dan merumuskan pengetahuan eksplisit sebagai epistemologi penciptaan musik.

  4. Pengembangan filsafat ilmu penciptaan musik yang secara umum tersimpan sebagai filsafat tersembunyi untuk dirumuskan menjadi pengetahuan eksplisit.

B. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi usaha-usaha sebagai berikut.

  1. Pengembangan epistemologi penciptaan musik sebagai pilar eksistensi ilmu penciptaan musik.

  2. Pengembangan prinsip-prinsip penciptaan musik dengan sifat dan struktur paradigmatik sebagai pengetahuan eksplisit.

BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini cenderung bersifat artistik terapan yang mirip dengan penelitian ilmiah

  dengan epistemologi penemuan teori baru (Suriasumantri 2015, 339). Penelitian ini dilakukan untuk merumuskan dua hal, yaitu merumuskan (1) musik baru berbasis musik Nusantara, dan

  

(2) filsafat ilmu penciptaan musik. Musik baru disusun melibatkan objektivitas dan

  subjektivitas secara simultan. Filsafat ilmu dirumuskan melalui metode objektif, dan sejauh mungkin menghindari sifat subjektif.

  Untuk menyusun musik baru berbasis musik Nusantara diperlukan data-data musik Nusantara sebagai materi karya. Untuk mendapatkan data-data diperlukan observasi terhadap tipikalitas sistem, teknik, pola, sarana, dan perabot garap serta proposisi musikal Musik Nusantara sebanyak-banyaknya. Pada saat yang sama juga dilakukan observasi terhadap sistem, teknik, pola, sarana, dan perabot garap serta proposisi musikal musik-musik lain produk industri musik. Kemudian, di antara sistem, teknik, pola, sarana, dan perabot garap serta proposisi musikal musik Nusantara yang memiliki sifat mirip dengan musik produk industri dimanfaatkan sebagai materi dalam penyusunan musik baru.

  Untuk merumuskan filsafat ilmu penciptaan musik dilakukan pengamatan secara objektif terhadap sumber-sumber, sarana-sarana, dan tata cara yang dilakukan dalam penyusunan musik. Pengamatan ditujukan kepada pemikiran dasar dalam proses penciptaan. Pengamatan ditujukan pula terhadap filsafat tersembunyi di balik penciptaan karya musik. Kemudian hasil pengamatan diungkapkan ke dalam proposisi-proposisi logis dalam dimensi pengetahuan, kegiatan, maupun metode penciptaan. Perumusan karya musik dan filsafat ilmu penciptaan musik dilakukan dengan menerapkan metode-metode sebagai berikut.

  (1)

  Metode verstehen, proses memahami unsur-unsur musik Nusantara dan karya musik baru melalui insight, yaitu melihat secara terang dan intuitif mengenai (a) kompleksitas musik Nusantara, dan (b) karya musik baru yang sedang dicipta.

  (2)

  Metode interpretasi, analisis untuk menerangkan, mengungkap, dan menerjemahkan secara interpretif dari (a) unsur-unsur musik Nusantara, serta (b) sifat-sifat pengetahuan, proses kegiatan penciptaan, dan metode penyusunan karya musik baru.

  (3)

  Metode analisis garap, upaya untuk memilah dan mengungkap (a) sistem, teknik, pola, sarana, dan perabot garap serta wacana musikal musik Nusantara, dan (b) sumber, sarana, dan tatakelola penciptaan musik baru.

  (4)

  Metode hermeneutik, upaya menangkap makna terdalam dan substansi karakter simbolik musik Nusantara untuk direkonstruksi menjadi dan/atau ke dalam karya musik baru.

  Metode ini juga digunakan untuk mengungkap hakikat nilai pada konstruksi musikal karya musik baru, sehingga dapat ditemukan tipe dan kriteria kebenaran dalam penciptaan karya musik baru yang telah dicipta.

  (5)

  Metode induktif, proses (a) merumuskan karya musik baru setelah data sistem, teknik, pola, sarana, dan perabot garap serta wacana musikal musik Nusantara yang diyakini memiliki potensi adaptive dengan tuntutan kekinian, dan proses (b) memaparkan dan menarik kesimpulan untuk merumuskan filsafat ilmu penciptaan musik setelah karya musik baru tercipta, dan seluruh data mengenai karya musik baru tersusun dalam proposisi- proposisi logis. Pemaparan dan penarikan kesimpulan dilakukan dengan prinsip logika penelitian yang berpijak dari fenomena-fenomena khusus, yang terkait dengan substansi, sumber, sarana, dan tata cara, serta tipe dan kriteria kebenaran dalam penciptaan karya musik baru.

BAB V HASIL DAN LUARAN A. Hasil Yang Dicapai Sesuai dengan proposal yang telah diajukan, sifat dari penelitian ini penelitian

  eksperimen. Penelitian eksperimen dalam penciptaan musik berbeda dengan penelitian eksperimen untuk membuktikan kebenaran suatu teori. Penelitian eksperimen di dalam penciptaan musik lebih merupakan pembuktian proper dan tidaknya elemen-elemen musikal digarap menjadi proposisi artistik baru dengan pendekatan-pendekatan tertentu. Oleh karena itu, eksperimen dilaksanakan di laboratorium/studio didukung dengan pencarian data-data elemen musikal yang dilakukan dengan metode field work atau penelitian lapangan.

  Penelitian lapangan di tahun pertama direncanakan dilaksanakan di Bali, Banyuwangi, Surabaya, Bandung, dan Cirebon. Namun, target tersebut sulit direalisasikan karena keterbatasan anggaran. Keterbatasan anggaran itu disebabkan tidak terpenuhinya jumlah usulan angagran yang diajukan. Oleh karena itu, penelitian lapangan hanya dapat dilaksanakan di Bali, Surabaya, dan Bandung. Pilihan ketiga tempat itu dimaksudkan untuk melihat konstruksi musikal dari budaya musik Jawa, Sunda dan Bali. Terutama dari aspek sistem, teknik, pola, sarana, dan perabot garap serta proposisi musikal. Berdasarkan pengetahuan mengenai konstruksi musikal di tiga budaya musik itulah, penciptaan musik atau eksperimen studio dilakukan.

  Dari pelaksanaan penelitian yang telah dilakukan dihasilkan beberapa pengetahuan dasar mengenai sumber penciptaan. Sumber penciptaan tersebut terdiri dari dua hal penting. Pertama adalah pengetahuan tentang beberapa genre musik Nusantara berikut elemen-elemen khas musik Nusantara. Utamanya adalah elemen musik Nusantara dalam budaya musik Jawa, Sunda, dan Bali. Elemen-elemen itu memiliki nilai adaptive dan fungsional sebagai sumber penciptaan karya musik baru. Kedua adalah pengetahuan mengenai sumber penciptaan sekaligus wujud karya musik baru sebagai hasil dari eksperimen penciptaan musik dengan perspektif atau paradigma penciptaan musik berbasis musik Nusantara.

  Genre dan elemen-elemen khas musik Nusantara tersebut dapat dipilah menjadi tiga hal dasar dan sangat penting fungsinya sebagai sarana penciptaan musik baru. Pertama adalah pengetahuan tentang sistem tangga nada. Kedua adalah pengetahuan tentang struktur musikal dari musik Nusantara yang berbeda dengan tradisi musik Barat. Ketiga adalah sarana serta tatacara penciptaan musik Nusantara yang dapat difungsikan sebagai salah satu model penciptaan musik sebagai ilmu terapan. Tentu, secara filosofis kedua hal tersebut eksis sebagai realitas ontologis maupun aksiologis dari konstruksi musik Nusantara.

  Pengetahuan mengenai sumber penciptaan musik baru terdiri dari dua hal yang bersifat sangat mendasar. Pengetahuan itu dalam praktek penciptaan musik menjadi pijakan bagi komponis untuk mengkonstruksi musik baru dengan perspektif atau paradigma penciptaan musik baru berbasis musik Nusantara. Dua pengetahuan penting tersebut adalah pengetahuan mengenai sumber penciptaan dan pengetahuan tentang sarana penciptaan. Kedua pengetahuan sebagaimana telah disebut di atas telah dirumuskan menjadi pengetahuan eksplisit sebagai epistemologi penciptaan musik.

B. Luaran Yang Dicapai

  Sesuai rencana yang diajukan dalam proposal, target capaian penelitian ini pada tahun 2017 adalah dua luaran. Pertama adalah terciptanya sebuah model karya musik baru sebagai hasil penciptaan berbasis musik Nusantara. Kedua adalah artikel ilmiah sebagai refleksi filosofis penciptaan musik yang telah dilakukan.

  Model sebuah karya musik baru telah terwujud. Model tersebut sudah dapat dinikmati sebagai karya musikal. Namun, karya tersebut masih belum sempurna. Untuk itu masih diperlukan reinterpretasi dan rekonstruksi ulang agar dapat menjadi sebuah pertunjukan musik yang layak untuk dinikmati secara life performance ke tengah publik. Reinterpretasi dn rekonstruksi memerlukan pendalaman yang dan pemikiran reflektif, sehingga untuk itu masih diperlukan waktu untuk dapat menghasilkan life performance yang bermutu.

  Di sisi lain, artikel ilmiah juga telah terwujud. Semula target artikel adalah untuk diterbitkan ke Jurnal Seni Panggung, sebagai salah satu jurnal nasional terakreditasi di bidang seni. Seperti telah kita ketahui bersama, jurnal nasional terakdreditasi di bidang seni adalah sangat terbatas, karea secara nasional hanya ada jurnal Mudra, Panggung, Harmonia, dan

  Resital

  sehingga tidak mungkin dapat terbit di tahun ini. Setelah dicermati, masa tunggu untuk penerbitan di empat jurnal-jurnal ini adalah 2 tahun. Jadi, cukup lama utuk dapat diterbitkan apabila artikel disubmit ke jurnal-jurnal tersebut.

  Untuk itu, dengan pertimbangan yang mendalam, artikel ditulis ke dalam bahasa Inggris yang kemudian disubmit ke jurnal internasional yang terindeks Scopus. Satu artikel juga telah disubmit ke jurnal Philosophia, dengan subject area subject area Arts and

  

Humanities dan kategori Filsafat dengan publisher Philippine National Philosophical

  

Pensamiento Journal, dengan subject area Arts and Humanities dan kategori Filsafat, dengan

publisher Servicio de Publicaciones de la Universidad Pontificia Comillas.

  Artikel berjudul Composer’ Frame of Thingking in Music Creation telah dikirim ke jurnal Philosophia. Pengiriman ini telah mendapat respon yang cukup positif, dan diinformasikan akan diterbitkan pada periode penerbitan Januari 2019. Sedangkang artikel berjudul The Pillars of the Study of the Art Creation juga telah dikirimkan ke Pensamiento

  

Journal. Respon dari Pensamiento saat ini adalah masih dalam review. Jadi, untuk publikasi

  artikel ilmiah telah terjadi penyimpangan, karena publikasi yang dilakukan berbeda dengan rencana. Semula diproyeksikan untuk dikirim ke Jurnal Panggung, jurnal nasional terakreditasi.

BAB VI RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA Tahap lanjut dari penelitian ini adalah melakukan reinterpretasi dan rekonstruksi model musikal yang telah terumuskan, menjadi musik yang dapat dipertunjukkan secara life. Reinterpretasi merupakan kerja penalaran yang merupakan manifestasi dalam mengolah

  sumber dan sarana penciptaan musik, agar menghasilkan life music. Rekonstruksi lebih merupakan kerja teknis artistik yang berupa penataan musikal. Rekonstruksi berkenaan dengan garap, berhubungan dengan pengolahan dan penataan bunyi yang dikonstruksi dari nada-nada dan instrumentasi. Reinterpretasi dan rekonstruksi sangat diperlukan untuk menterjemahkan model yang telah dapat dinikmati secara auditif menjadi realitas musikal yang tidak sekedar auditif, menjadi karya seni pertunjukan musik yang memiliki bobot

  aesthetic audibility

  dan aesthetic visibility. Diharapkan, hasilnya dapat dipergelarkan di forum dan venue nasional dan/atau internasional. Selain itu juga diperlukan penyelesaian lanjutan dalam penulisan pengetahuan yang masih merupakan filsafat tersembunyi bagi komposer. Penulisan itu diperlukan agar hal-hal yang masih bersifat implisit dapat segera menjadi pengetahuan eksplisit yang dapat membantu pemahaman publik mengenai teori penciptaan musik. Pengetahuan itu berkenaan dengan pijakan seorang komponis dalam mengkonstruksi musik baru dengan perspektif atau paradigma penciptaan musik baru. Pengetahuan itu adalah tentang sumber dan sarana komponis dalam mewujudkan karya musik. Kedua hal inilah yang memungkinkan seorang komponis musik memiliki adeg-adeg atau paradigma dalam penciptaan.

BAB VII KESIMPULAN Dari paparan di atas, tampak bahwa target capaian untuk tahun pertama telah

  terpenuhi. Untuk itu diperlukan tindak lanjut penelitian berikutnya, di tahun kedua. Proposal tahun kedua sangat diperlukan untuk memudahkan acuan kerja pada tahun kedua. Kegiatan penelitian di tahun kedua perlu dilakukan, terutama penelitian artistik terapan yang lebih eksploratif, agar temuan epistemologis di bidang penciptaan musik dapat lebih mantap, tergali berdasarkan sumber dan acuan penciptaan musikal yang lebih beragam.

  Tahun kedua akan difokuskan untuk melakukan penyelesaian konstruksi musikal. Penyelesaian itu diharapkan lebih tepat untuk memungkinkan lahirnya penyempurnaan karya musik yang telah dikerjakan di tahun pertama. Penyelesaian itu dalam rangka mewujudkan life

  

performance yang visionable, yang memang tidak mungkin dilaksanakan pada tahun pertama.

  Di samping itu, masih juga diperlukan penyelesaian perumusan pengetahuan eksplisit yang berkenaan dengan sumber dan sarana penciptaan. Perumusan mengenai pengetahuan eksplisit itu akan dirumuskan ke dalam sebuah artikel yang akan dikirimkan ke Jurnal Internasional terindeks Scopus. Pada saat yang sama juga akan di lakukan penyempurnaan draft buku yang telah selesai dikerjakan. Diharapkan di tahun kedua sudah dapat terbut satu buku, sebagai hasil dari penelitian tersebut. Yoyok, R.M., dan Siswandi. 2007. Pendidikan Seni Budaya. Vol. 3. Bandung: Yudistira.

  

DAFTAR PUSTAKA

Ackermann, R. 1970. The Philosophic of Science: An Introduction. New York: Pegasus.

  Agnew, Neil McK, dan Pyke Sandra W. 1979. The Science Game: An Introduction to Research in Behavioral Science. New York: Prentice-Hall. Andersen, H.O., dan Paul G. Koutnik. 1972. Toward More Effective Science Instruction in

  Secondary Education . New York: Macmillan.

  Benyamin, A.C. 1975. “Philosophy of Science.” In Dictionary of Philosophy. Totowa, Litlefield: Adams. Black, M. 1954. Critical Thinking: An Introduction to Logic and Sciencetific Method. New York: Prentice-Hall.

  Henry Hold and Company. Brade-Birks, S.G., dan Frank Higenbottam. 1965. Concise Encyclopedia of General Knowledge.

  London: English University Press. Bunge, M.A. 1967. Scientific Research (Studies in the Foundations, Methodology, and Philosophy of Science) . Vol. 1. 2 vol. Berlin, New York: Springer-Verlag.

  Churchman, C.W., dan R.L. Ackoff. 1950. Method of Inquiry: An Introduction to Philosophy and Sciencetific Method.

  New York: Educational Pub.

  • . 1979. Method of Inquiry: An Introduction to Philosophy and Sciencetific Method. New York: Dell.

  Ferm, V. 1968. A History of Philosophical Systems. Totowa: Adams. Kasbekar, Asha. 2006. Pop Culture India! Media, Arts, and Lifestyle. Santa Barbara, California, Denver, Colorado, Oxford: ABC-CLIO.

  Lachman, S.J. 1969. The Foundation of Science. Cetakan ke-4. Cetakan ke-1 Th. 1960. New York: Vantage Press. Otto Neurath, at al. 1982. “Logical Foundations of the Unity of Science.” In Encyclopedia and

Unified Science. Chicago: University of Chicago Press.

  “QS World University Rankings by Subject 2016 - Performing Arts | Top Universities.” 2016.

  Diakses April 26. ect-rankings/2016/performing- arts#sorting=rank+region=+country=+faculty=+stars=false+search=. Suriasumantri, J.S. 2015. Filsafat Ilmu: Sebuah Apresiasi terhadap Ilmu, Agama, dan Seni.

  Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Swasono, Sri-

  Edi. 2015. “Sambutan Ketua Dewan Penyantun pada Dies Natalis Ke-51 ISI Surakarta.” In Upacara Dies Natalis Ke-51 Institut Seni Indonesia Surakarta. Surakarta.

  Warfield, J.N. 1976. Societal System, Planning, Policy and Complexity. New York: John Wiley & Sons. Weitz, Morris (Ed. ). 1975. “What Is Art?” In Problem in Aesthetic. New York: American Coorporation.

  LAMPIRAN 1. Email submit untuk Philosophia

2. Email Balasan dari Editor Philosophia Journal

3. Email submit untuk Pensamiento Journal

4. Email balasan dari Pensamiento Journal

5. Surat dari Dean College of Music University of the Philipinnes

6. Artikel yang disubmit ke Philosophia Journal

  

COMPOSER’ FRAME OF THINKING IN MUSIC CREATION

Bambang Sunarto, Wahyu Purnomo, Eko Supriyanto

  

Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta

Jl. Ki Hadjar Dewantara No. 19

Surakarta - Indonesia 57126

Telp. 62-271-647658; Fax. 62.271.646175

www.isi-ska.ac.id

bambangsunarto@isi-ska.ac.id

  

Abstract: This paper reveal the process of music creation that epistemologically done by composer. It

has equality and similarity to the process of research conducted by a scientist. A scientist does research based on scientific process to produce new knowledge. A composer create music goes through creative processes to compose a music. Both process are done with a certain frame of thinking or paradigm. It is formed according to certain elements and certain reasoning processes, consisting of models, concepts, and methods as as source, medium, and a means of the creation of

music. Without the existence of model, concept, and method, there will not be the existence of music.

  Keywords: epistemology, creative process, paradigm, model, concept, method Introduction

  Lately, music creation has been developed as a science in many universities with nomenclature of composition study program in music department. Each science has 3 pillars of existence, namely: (1) epistemology, (2) ontology, and (3) axiology (Siswomihardjo 1997, 7) . Epistemology is “the branch of philosophy concerned with the nature and scope of knowledge” (Porter 1913, 501; Edwards 1967), or “theory of the nature and grounds of knowledge” (Mish 2007, 421). Ontology is “the philosophical study of the nature of being, becoming, existence, or reality, as well as the basic categories of being and their relation” (Coffey 2010, 107; Manfield 2015, 104)

  . Axiology is “the philosophical study of value, either the collective term for ethics and aesthetics” (William 2013, 18). Basically, all knowledge including music also has those three bases (Suriasumantri 1984, 35). Based on that notion, the development of music creation as a scientific discipline requires knowledge on epistemology as the primary basis. It is needed so that this discipline can be developed into knowledge with a sturdy existence pillar.

  Discipline of music creation needs consideration academically, because at this time, this discipline as academic field is not supported by the knowledge on epistemology as the primary basis. It means, now the development of music creation is not shored by its existence pillar as a science. Hence, there is a crisis of science epistemology in developing discipline of music creation or composition. The crisis actually does not need to happen because every composer has an epistemology model for his works. Every composer generally is a developer of music creation paradigm. This shows that the composers extend the effort to develop their knowledge on epistemology.

  However, the epistemology developed by composers just becomes a hidden philosophy. The epistemology is only saved in composer’s individual memory as tacit and implicit knowledge. Tacit knowledge is knowledge gained from experience, not in declarative form, and cannot be changed into declarative form. Implicit knowledge is not in declarative form yet, but it can be changed into declarative form (Griffith 2003, 267). Epistemology developed by composers has not yet become explicit knowledge, namely: knowledge that can

  Now, the development of epistemology in music creation is just for pragmatic matter. The reality of epistemology existing is never accompanied with explanation toward its basic concept, model, and method so that it is hard to find the paradigmatic construction of music creation in form of explicit knowledge. Therefore, this article will elaborate the paradigmatic construction in music creation as manifestation of the frame of thinking of composers in constructing musical composition.

  This article is meant to answer the epistemology crisis in music creation. The easiest way is to uncover the epistemological model of music creation, which was developed by some composers. This is done because it is clearly impossible to reveal all of epistemology models from all composers in just one research. The problem is, every composers in creating their work are always grounded in the paradigm model of creation, which is considered itself. It

  This article was written based on a survey of two famous composers, Aloysius Suwardi and Dieter Mack in creating music composition. This research was done with qualitative philosophy method. The research material was directed to objects that save musical data and verbal data produced by composers. The techniques for collecting the data of research were done in the following steps: (1) field research through applying (1.a) observation, (1.b) documentation, and (1.c) in-depth interview; (2) laboratory study; and (3) literature study. They were analyzed by doing verification and categorization toward a set of subjects to identify, categorize, and interpret so that it will obtain understanding about the meaning behind musical data and verbal data.

  The verifi cation was done by “reading” and identifying certain objects such as (1) the fact thinking of composers attached to the music, (2) signs that have associative links with composer’s idea, especially are signs that can serve to provide guidance for researchers on how composers develop creativity toward points of interest, recreational or cultural orientation, and (3) sources as references think of composers. Categorization was done to identify musical cases, because the musical cases were manifestations of the sign that reflects (1) symbolic character related to the existence of music

  , and (2) composer’s ideas. Analysis was also done by revealing musical discourse related to the characteristic of the medium and musical construction, so it can be identified and recognized some resources, facilities, and procedures to manage of (a) the elements of music, (b) musical vocabulary, and (c) governance relationship between vocabulary and musical elements are used.

  To recognize the frame of thinking of composers in music creation, it is necessary to simultaneously see the scientific paradigm and creative paradigm. Scientific paradigm is a frame of thinking which is usually used by scientists while creative paradigm is frame of thinking which is usually used by music composers. Understanding the essence of these concept is really important, because the concepts are core element of an act of creative thinking in the creation of music. However, only recognizing the matter of concepts are not enough, because concept is only created if there is relation between composers as a subject and their object unfolded in their conciousness. Therefore, in order to be able to clearly conclude on how composers’ frame of thinking in creating their music, it is required to see some how the formation of models, concepts and methods that was used by composers to create their music.

  Scientific Paradigm and Creative Paradigm

  Each composer has epistemological, ontological and axiological orientation to determine how to manage the realities and values into musical expression. The Orientation is determined by the composer. Selection and determination of a paradigm is based on the object, which becomes an object of attention. Each composer has always directed its attention to a particular object as a target. Target or creation object of music is the world’s various phenomenon, which is an aesthetic moment, which can be processed into music. Orientation, direction and objectives of the creation of music is grounded on values to express the values anyway.

  Music creation always uses a means of thinking and reasoning, which is used consistently by composers. That is, the creation of a musical composition is performed composers always use a set of interrelated concepts logically.. A set of concepts projected by a composer is a framework, point of interest, or paradigm, which serves to process, to carry out, to manage, or to treat values to be realized in music. . Thinking and reasoning is a means to composers, so as to produce meanings.

  In-depth research to reveal the epistemological model of music creation, which was developed by the two composers, has been done. The result is explicit knowledge that is quite important, because it can be use as a frame of reference for potential doctorate candidate in music creation, in explaining their paradigm of the works they created. We know, doctoral candidates in the course of music creation has an obligation to create the music and explain the paradigm of creation which they did. This obligation is necessary, because a doctor is qualified researchers, who are able to give a critical review of the theory or methods that already exist, or offers a new theory or method (Sedyawati 1991, 66).

  The knowledge as the results of this research is related to how is the formation of the frame of work of a composer in music creation and the formation of frame of work of a scientist in doing scientific research. After doing in-depth research, it turns out that both are very similar, but both also have elements with different characteristics. The similarity and the difference are mainly related to some substantial matters. The similarity can be seen after the conception of paradigm or the scientific frame of work in social-cultural science (Ahimsa- Putra 2008; Ahimsa-Putra 2007) is juxtaposed with paradigm conception or creative frame of work in the activity of music creation (Sunarto 2013, 85