TEKNIK SAMPLING PENELITIAN KEBIJAKAN

  TEKNIK SAMPLING PENELITIAN KEBIJAKAN

PUSAT PENELITIAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

  

DAFTAR ISI

  I PENDAHULUAN ..........................................................................................1

  II ALASAN PENGAMBILAN SAMPEL .........................................................3

  A. Populasi dan Sampel .............................................................................3

  B. Jenis Distribusi ......................................................................................4

  II TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL ..........................................................6

  A. Probability Sampling.............................................................................7

  B. Non-Probability Sampling ..................................................................17

  IV PENUTUP ....................................................................................................19 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................20

  1

  PENDAHULUAN

  I Pada Bab I ini diuraikan tentang pengertian data, data kualitatif dan data kuantitatif,

  jenis-jenis penelitian kualitatif dan kuantitatif. Secara lengkap diuraikan di bawah ini. Ditinjau dari jenis data yang dikumpulkan, penelitian dibagi menjadi dua, yaitu penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif. Dari segi pendekatannya, terdapat perbedaan yang cukup menyolok antara penelitian kualitatif dan kuantitatif. Namun perlu dimengerti pula satu jenis riset dapat berasal dari kombinasi data kualitatif maupun kuantitatif; misalnya data kependudukan dalam bentuk sensus dan data etnografi dalam bentuk narasi dengan persentase dan pengelompokan. Jelaslah data kualitatif dapat juga menjadi bagian dari data kuantitatif atau sebaliknya data kuantitatif menjadi bagian dari data kualitatif. Seorang peneliti yang andal tidak perlu lagi mempersoalkan apakah data dalam risetnya bersifat murni kualitatif atau murni angka-angka atau merupakan gabungan data kuantitatif dan kualitatif. Asalkan tujuan penelitian tercapai. Begitu juga bagi kaum pengambil keputusan kenegaraan misalnya, data SUSENAS (survey sosial ekonomi nasional) diambil secara random sampling dari setiap provinsi di Indonesia untuk menyiapkan kebijakan sosial ekonomi bagi pemerintah Indonesia yang datanya disiapkan oleh Biro Pusat Statistik. Contoh lain untuk pendataan penduduk (sensus) yang diambil tidak menggunakan teknik sampling, tetapi mencacah seluruh atau keseluruhan (studi populasi) penduduk Indonesia setiap 10 tahun untuk menentukan trend, naik-turun, variasi jumlah penduduk Indonesia. Artinya teknik sampling adalah cara memperlakukan data sesuai dengan tujuan penelitian. Pengumpulan data pada penelitian kualitatif lebih intensif dengan mengambil daerah penelitian atau subyek penelitian yang relatif terbatas. Pada penelitian kualitatif, peneliti berfungsi sebagai instrumen penelitian (pengumpul data). Analisis data penelitian kualitatif cenderung tidak menggunakan penrhitungan statistik, karena data yang terkumpul pada umumnya dalam bentuk uraian. Di lain fihak, penelitian kuantitatif, menggunakan sub j ek yang lebih banyak dan daerah penelitian yang lebih luas. Instrumen yang digunakan berbentuk pertanyaan- pertanyaan yang jawabannya dapat disimbolkan dengan bilangan atau angka, misalnya: tes, dan kuesioner. Oleh karena data yang terkumpul berbentuk bilangan atau angka, maka dalam menganalisis data banyak menggunakan perhitungan statistik. Ada tiga jenis penelitian kuantitatif yaitu eksperimen, quasi-eksperiment, dan survei (Kerlinger, 1986 di dalam Indriyanto, 1997)). Analisis yang digunakan mulai dari statistik univariat (misalnya presentase), bivariat (misalnya korelasi), sampai dengan multivariat (misalnya korelasi ganda, regresi ganda, analisa varians dan kovarians, serta analisis multivariat lainnya). Penelitian kuantitatif umumnya menggunakan subjek penelitian yang lebih luas. Oleh karena itu memerlukan sumber daya yang besar. Untuk menghemat dana, waktu, dan tenaga, penelitian kuantitatif lebih sering menggunakan sampel. Dengan demikian, peneliti kuantitatif harus mempunyai pengetahuan tentang populasi dan kerangka sampel. Pelaksanaan penelitian kuantitatif tidak hanya berhenti sampai dengan penarikan sampel saja, tetapi adanya sampel ini membawa konsekuensi dalam penarikan kesimpulan dari hasil analisis. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam penarikan kesimpulan tersebut adalah generalisasi hasil terhadap populasi. Agar hasil analisis data kuantitatif yang dilakukan berdasarkan pada sampel dapat digeneralisir pada populasi dimana sampel tersebut diambil, berbagai ketentuan perlu diperhatikan. Pembahasan di bawah ini adalah berkenaan dengan ketentuan dalam penarikan sampel agar mencerminkan karekateristik populasi (representatif). Ketentuan-ketentuan tersebut tidak hanya tercermin dalam pembahasan tentang metode tetapi juga pada alasan pengambilan sampel.

ALASAN PENGAMBILAN SAMPEL

  II Pada Bab II ini dijelaskan tentang alasan pengambilan sampel, definisi populasi dan sampel serta jenis distribusi. Secara lengkap diuraikan di bawah ini.

  Dalam berbagai laporan penelitian atau disain penelitian, sering kita jumpai bahwa pengambilan sampel dilakukan oleh karena adanya keterbatasan waktu, tenaga, dan dana. Alasan ini masuk akal, karena mengumpulkan data dari seluruh anggota populasi tidaklah efisien. Alasan berkenaan dengan dana, waktu, dan tenaga merupakan alasan efisiensi ekonomis. Pelaksanaan penelitian dengan menggunakan sampel juga mempertimbangkan efisiensi dari segi statistik. Gay (1987:99) di dalam Indriyanto (1997) menyebutkan bahwa the purpose of selecting a sample is to gain information concerning a

  

population . Efisiensi di sini mengandung arti, sampel dapat digunakan untuk

mewakili populasi sebagai induk dari sampel.

  Pada dasarnya, untuk memperoleh sampel yang mewakili populasi, pengambilan sampelnya harus bersifat acak. Konsep acak dalam pengambilan sampel berkaitan dengan konsep probabilitas (peluang). Hinkle, Wiersma, and Jurs (1979) di dalam Indriyanto (1997) menyatakan bahwa kriteria acak ada dua yaitu: (i) setiap anggota populasi mempunyai kesempatan (probabilitas) yang sama untuk diambil sebagai sampel (non-zero probability), dan (ii) semua anggota populasi yang terpilih sebagai sampel harus terpilih secara independen.

  Untuk menjelaskan lebih lanjut dari konsep ini, terlebih dahulu dibahas tentang konsep efisiensi dari sudut pandang statistika. Pertama-tama yang harus kita pahami dalam statistik adalah pengertian populasi dan sampel, dan kedua adalah jenis distribusi.

A. Populasi dan Sampel

  Populasi adalah kumpulan dari sejumlah elemen yang menjadi pusat perhatian bagi peneliti untuk menjeneralisasi hasil penelitiannya (Cooper and Schinder, 2003). Elemen merupakan unit tempat diperolehnya informasi. Elemen tersebut bervariasi bentuknya, bisa berupa individu, kelompok individu, organisasi, dll. Bagi peneliti di bidang pendidikan, populasinya bisa terdiri dari siswa, guru, kepala sekolah, orang tua, bahkan benda mati seperti buku, dan peralatan pendidikan. Bagi peneliti di bidang kimia populasinya bisa berwujud zat kimia, peneliti di bidang biologi populasinya bisa berwujud jenis pohon, jenis hewan, dst. Singkatnya anggota populasi bisa terdiri dari orang, hewan, tumbuh-tumbuhan, atau bahkan benda mati.

  Sampel adalah bagian dari populasi yang memiliki sifat yang sama dengan populasi. Ide dasar penetapan sampel (sampling) adalah memilih anggota populasi yang dapat memberikan gambaran keseluruhan populasi. Dalam pelaksanaan penelitian, ruang lingkup populasi masih merupakan area yang luas batasnya. Oleh karena itu, untuk menenuhi kelayakan dalam pelaksanaan penelitian, ditentukan populasi sasaran (target population), yaitu populasi yang digunakan untuk menjeneralisasi hasil penelitian. Namun demikian, populasi sasaran ini masih relatif sulit untuk ditentukan. Untuk menentukan pengambilan sampel ditentukan accesible population. Pada populasi tingkat ini peneliti menarik sampel.

  Contoh: Suatu penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari sistem pengajaran dengan menggunakan komputer terhadap prestasi belajar siswa SD di Propinsi Jawa Tengah.

  Populasi adalah semua siswa SD di Propinsi Jawa Tengah.

  Target population adalah siswa kelas I dan II SD di Propinsi Jawa Tengah

Accesible population adalah siswa kelas I dan II SD di Dati II di Propinsi Jawa

  Tengah Sampel adalah 100% dari siswa kelas I dan II SD di tiga Dati II, Propinsi Jawa Tengah.

B. Jenis Distribusi

  Perhitungan statistik, terutama parametrik, didasarkan pada kurva normal. Kurva normal itu sendiri merupakan gambaran distribusi populasi. Secara empirik dapat dibuktikan, bahwa distribusi pada sampel mencerminkan distribusi populasi. Misalnya, distribusi penduduk Jakarta berdasarkan usia, maka akan cenderung seperti kurva normal. Demikian juga kalau kita mengambil sampel secara acak sebagain dari penduduk Jakarta dan kita lihat distribusinya, maka akan cenderung mendekati kurva normal juga. Kalau kita mengambil sampel beberapa kali, kemudian kita hitung reratanya maka distribusi rerata juga akan mendekati bentuk kurva normal. Berdasarkan hal tersebut maka ada tiga jenis distribusi, yaitu:

  1. Distribusi populasi, merupakan penyebaran individu berdasarkan satu variabel atau lebih pada tingkat populasi. Ukuran-ukuran yang digunakan pada populasi adalah parameter. Oleh karena parameter ini hampir tidak dapat diketahui nilainya, maka digunakan perkiraan berdasarkan sampel.

  2. Distribusi sampel, merupakan penyebaran individu berrdasarkan satu variabel atau lebih pada tingkat sampel. Distribusi pada sampel inilah yang biasanya bisa diukur. Ukuran yang digunakan disebut statistic. Oleh karena statistic didasarkan pada probabilitas, maka dalam memperkirakan parameter selalu ada kemungkinan untuk terjadi kekeliruan (error). Secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut:

  

Parameter = statistic + error

  3. Distribusi pengambilan sampel, merupakan distrubusi dari koefisien statistic yang diperoleh dari sampel yang diambil beberapa kali. Distribusi koefisien

  statistic ini juga mendekati kurva normal; terutama apabila frekuensi penarikan

  sampel tinggi, dengan ukuran sampel untuk setiap penarikan sampel juga besar. Secara formal kecenderungan ini dirumuskan pada dalil batas memusat (Central limit theorem) (Hinkle, Wiersma, dan Jurs, 1979 dan Howell, 1987 di dalam Indriyanto, 1997).

TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL

  II Pada Bab III ini dipaparkan tentang teknik pengambilan sampel yaitu dengan

  probability sampling dan non probability sampling. Secara lengkap diuraikan di bawah ini. Seperti yang dikemukakan sebelumnya, salah satu ketentun pokok dari pengambilan sampel adalah sampel harus representatif, artinya mencerminkan karakteristik populasi. Untuk menjadikan sampel representatif, maka cara pengambilannya adalah secara acak yaitu setiap anggota populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Namun demikian, cara pengambilan secara acak tidak dapat menjamin bahwa sampel yang diambil betul-betul reprensentatif (Fraenkel dan Wallen, 1990 di dalam Indriyanto, 1997). Hal ini bisa terjadi karena adanya unsur subyektivitas peneliti yg tidak dapat dikontrol oleh peniliti pada saat mengambil sampel. Penetapan sampel agar dapat benar-benar mewakili populasi dilakukan dengan memperhatikan sifat-safat dan penyebaran populasi (Nawawi, 1995). Penetapan sampel yang ideal mempunyai sifat sebagai berikut. Pertama, dapat menghasilkan gambaran yang dipercaya dari seluruh populasi yang diteliti. Kedua, sederhana dan mudah dilaksanakan. Ketiga, dapat memberi keterangan sebanyak mungkin dengan biaya sedikit. Keempat dapat menentukan katepatan (Tiken,1965, Singarimbun,1989). Besarnya jumlah sampel yang perlu diambil tergantung pada karakteristik populasi. Terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan jumlah sampel. Pertama, derajat keseragaman dari populasi, makin seragam populasi makin kecil sampel yang diambil. Kedua, ketepatan sampel, makin besar jumlah sampel semakin tinggi ketepatan. Ketiga, tingkat ketepatan analisis yang akan dilakukan. Ada beberapa cara atau teknik yang dapat digunakan dalam penetapan sampel. Cara- cara tersebut, menurut Sugiyono (1997) dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: (i) probability sampling, (ii) non-probability sampling. Jenis-jenis penetapan sampel pada setiap kelompok tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.

  Teknik pengambilan sampel

B. Non Probability

  A. Probability Sampling Sampling

  1. Simple random sampling 1. Quota Sampling

  2. Systematic sampling

  2. Convienience/Accidental Sampling

  3. Stratified random sampling

  3. Purposive Sampling ,

  4. Cluster Sampling

  4. Snowball Sampling

  5. Multistage Sampling

  Gambar 1. Pembagian cara penetapan sampel

A. Probability Sampling

  

Probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang

  yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Teknik ini meliputi lima cara, yaitu simple random sampling, systematic

  sampling, stratified random sampling, cluster sampling, dan multistage sampling.

1. Simple random sampling (pengambilan sampel acak sederhana)

  Pengambilan sampel acak sederhana adalah suatu cara pengambilan sampel dengan cara acak tanpa memperhatikan strata anggota populasi, semua anggota populasi mempunyai peluang yang sama untuk dijadikan sampel. Langkah-langkah pengambilan sampel acak sederhana adalah; Pertama, melakukan identifikasi seluruh elemen populasi. Kedua, menentukan besarnya sampel. Ketiga, melakukan pengambilan sampel dengan cara undian, atau menggunakan tabel bilangan acak (random).

  Cara pengambilan sampel ini dikatakan sederhana, karena cara pengambilan sampel dari semua anggota populasi dilakukan dengan cara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam anggota populasi itu. Cara demikian dapat dapat dilakukan apabila populasi dianggap homogen. Teknik ini dapat digambarkan sebagai berikut.

  Populasi homogen Sampel yg representatif

  Gambar 2. Pengambilan sampel acak sederhana Alasan memilih metode ini adalah: Pertama, sifat populasi tidak tersebar secara geografis. Kedua, sifat populasi homogen. Ketiga, tersedia daftar kerangka sampel. Keuntungan menggunakan cara pengambilan sampel acak sederhana adalah mudah dan sederhana serta memerlukan waktu, dana dan tenaga yang tidak terlalu besar. Sedangkan kelemahannya adalah sulit dilakukan bila anggota populasi heterogen, dan jumlahnya besar. Contoh: Penelitian tentang prestasi siswa SMU di propinsi DKI Jakarta tahun 2002. Untuk mendapatkan rata-rata prestasi SMU yang lulus tahun 2006 yang berjumlah 5000 orang siswa, maka data yang dikumpulkan tidak perlu dari semua siswa tersebut. Namun cukup dengan mengambil sampel, misalnya diambil 500 orang siswa sebagai sampel dari keseluruhan siswa SMU yang berada di wilayah DKI Jakarta. Dari sampel tersebut dapat digambarkan rata- rata prestasi siswa SMU pada tahun 2006 di DKI Jakarta. Beberapa rumus ukuran sampel dengan teknik sampling Simple Random terkait dengan metode analisis data disajikan dalam tabel berikut:

  Sampling

  Tabel Rumus Ukuran Sampel

  Teknik Analisis Data Rumus Ukuran Sampel 2 Menaksir Nilai Proporsi Z  

  α /2 n ( 1 - )

  π π   

  δ   2 Menaksir Nilai Rata-rata  Z σ 

  α /2 n   

  δ   2 Pengujian Hipotesis Sebuah Proporsi

  ( Z + Z )   /2 α β n (1 - )

  π π   

  δ   2 Pengujian Hipotesis Sebuah Rata-

   ( Z + Z ) σ  α /2 β n

  Rata   

  δ  

  Pengijian Hipotesis Korelasi/ Regresi Rumus Iterasi  

  1 1  ρ

   µ ln

  ρ  

  2 1  ρ

    2 ZZ α / 2 β / 2

    n   i 2

  3 µ

  ρ  

  1

  1    ρ ρ

  '  ln  µ

  ρ  

  2 1 2( n 1)   ρ

    i Keterangan : 

  : perbedaan rata-rata/ proporsi antar sampel  : nilai parameter proposi  : simpangan baku data populasi

  : Simbol miu untuk rata-rata parameter korelasi µ ρ µ ρ : Simbol miu untuk rata-rata parameter korelasi yang disesuaikan

   ln : Log-e (natural logarithm) n i : Ukuran sampel iterasi ke-i

: perkiraan parameter korelasi minimum antara variabel penelitain

Z : Nilai yang diperoleh dari Tabel Distribusi Normal Baku dengan  yang ditentukan

  /2 Z : Nilai yang diperoleh dari Tabel Distribusi Normal Baku dengan  yang ditentukan

  /2 Contoh : Akan dilakukan penelitian untuk melihat hubungan antara motivasi belajar siswa dengan prestasi siswa disekolah. Diketahui dari hasil penelitian sebelumnya, hubungan antara motivas belajar siswa dengan prestasi siswa disekolah paling rendah =0.30. Dengan tingkat kepercayaan 1- = 90% dan kuasa uji 1- = 80%. Tentukan ukuran sampel minimum untuk menguji hipotesis hubungan antara motivasi belajar siswa dengan prestasi siswa di sekolah.

  Jawaban ; Diketahui dari kasus di atas:

   = 0.30   = 0.90 atau  = 0.10   = 0.80 atau  = 0.20

  = 1.645 (Dari tabel distribusi normal)  Z /2  Z /2 = 1.281 (Dari tabel distribusi normal) Proses Iterasi Iterasi Tahap Pertama: Hitung Nilai µ

  ρ

  1  1  

  ρ

   ln

  µ ρ

   

  2 1 

  ρ

   

  1 1  0 .3 0  

   ln  0 .30 9 5 2

  µ ρ

   

  2 1  0 .3 0  

  Hitung nilai n

  1

  2 ZZ / 2 / 2  α β  n  

  3

  1

  2 µ

  ρ  

   1.645 1.281 

  

2

     

  

n    3 92.39075

   

  1

  2

  0.30952    

  Iterasi Tahap Kedua '

  Hitung Nilai µ

  ρ ' ρ ρ 1  1    ln 

  µ ρ

   

  2 1  2 n

  1 ρ

   1   

  1 1 0.30 

  0.30 '  

  µ  ln   0.311161 ρ

      2 1 0.30 2 92.39075 1    

  ZZ / 2 / 2

  α β   n

  2

  3  

  2 ' µ

  ρ  

   1.645 1.281 

   2

     

  n   

  3 91.45021  

  2

  2

   0.311161 

   

   

  Iterasi Tahap Ketiga "

  Hitung Nilai µ

  ρ " ρ ρ 1  1    ln  ;

  µ ρ

   

  2 1  2 n

  1 ρ 2

      "   1 1 0.30 

  0.30  ln   0.311178

  µ ρ

    2 1 0.30  2 91.45021 1     

  

2

  1.645 1.281 

      n 3 91.44051

  92

   

3  

  2  0.311178 

     

  Terlihat dari perhitungan diatas nilai n

  2 dengan n 3 relatif sama sehingga dapat

  dikatakan proses iterasi sudah selesai. Dengan demikian maka sampel minimum dalam penelitian ini adalah sebesar 92 siswa. Satu hal penting yang harus diperhatikan bahwa penentuan ukuran sampel minimum tidak selalu harus mengetahui berapa besar ukuran populasinya, namun terkait dengan untuk tujuan apa sampel dikumpulkan. Seperti dalam kasus ini, tidak diperlukan informasi ukuran populasi.

2. Systematic sampling

  Systematic sampling adalah suatu metode pengambilan sampel dimana hanya

  unsur pertama saja dari sampel yang dipilih secara acak, sedangkan unsur- unsur selanjutnya dipilih secara sistematis menurut suatu pola tertentu (Singarimbun, 1995). Metode ini, menurut Eriyanto (1999), dapat dijalankan pada dua keadaan, yaitu: a. apabila nama atau identifikasi dari satuan-satuan elementer dalam populasi itu terdapat dalam suatu daftar (kerangka sampling), sehingga satuan-satuan tersebut dapat diberi nomor urut,

  b. apabila populasi itu mempunyai pola beraturan, seperti blok-blok bangunan dalam kompleks pertokoan, atau rumah-rumah pada suatu jalan. Blok-blok atau rumah-rumah itu dapat diberi nomor urut. Ada pendapat bahwa pengambilan sampel dengan metode ini tidak acak, karena yang diambil secara acak adalah unsur pertama saja, sedangkan unsur- unsur selanjutnya ditentukan berdasakan interval yang sudah tertentu dan tetap. Oleh karena itu, untuk dapat menggunakan metode ini, harus dipenuhi beberapa syarat; (1) populasi harus besar sehingga pengambilan sampel mendekati acak; (2) harus tersedia daftar kerangka sampel; (3) populasi harus bersifat homogen (Singarimbun, 1995).

  Cara penarikan sampel ini adalah dari semua unit populasi diberi nomor dan diurutkan, kemudian ditentukan satu nomor sebagai titik tolak pertama memilih sampel, kemudian nomor berikutnya dari anggota populasi yang ingin dipilih ditentukan secara sistematik.

  Beberapa contoh systematic sampling dapat diilustrasikan sebagai berikut:

  a. Terdapat daftar peringkat prestasi populasi siswa SMP berdasarkan nilai UN (diurut dari terendah sampai tertingi) sebanyak 100 SMP.

  Ditetapkan jumlah sampel yang akan diambil adalah 20 SMP. Dari perbandingan antara jumlah sampel dengan jumlah populasi dapat ditentukan interval sampel, yaitu 100/20 = 5 SMP. Jadi, bila sampel yang dipilih pertama adalah SMP nomor 2, maka berikutnya adalah nomor 7, 12, dan seterusnya.

  b. Anggota populasi terdiri dari 100 orang. Semua anggota itu di beri nomor urut, dari 1 sampai 100 orang. Pengambilan sampel dapat mengambil nomor ganjil saja, atau nomor genap saja, atau kelipatan dari bilangan tertentu, misalnya kelipatan 5. maka yang diambil sebagai sampel adalah mulai dari angka 5, 10, 15, 20 dan sampai 100. Keuntungan menggunkan metode ini adalah apabila populasi besar, maka penarikan sampel dapat dengan segera dilaksanakan. Sedangkan kelemahanya adalah dapat menimbulkan terjadi penyimpangan yang berhubungan dengan representasi unsur dalam sampel yang berlebih atau kurang.

3. Stratified random sampling (pengambilan sampel acak berstrata)

  Metode ini digunakan bila populasi mempunyai anggota/unsur yang heterogen dan terdiri dari berbagai lapisan (strata), misalnya tingkat pendidikan, pekerjaan, tempat tinggal, dll. Makin heterogen suatu populasi, makin besar pula perbedaan sifat di antara lapisan-lapisan tersebut.

  Cara pengambilan sampel ini dapat menggambarkan secara tepat sifat populasi yang heterogen. Mula-mula populasi harus dibagi dalam tahap atau lapisan (strata), kemudian sampel diambil dalam setiap strata yang mungkin sama (proporsional) mungkin juga berbeda antara lapisan yang ada dari populasi.

  Ada tiga syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan pengambilan sampel acak berstrata, yaitu: (i) harus ada kriteria yang jelas yang digunakan sebagai dasar untuk menstratifikasi populasi dalam lapisan-lapisan; (ii) harus ada data pendahuluan mengenai strata populasi; dan (iii) harus diketahui dengan tepat jumlah satuan-satuan elementer dari tiap lapisan (strata) dalam populasi itu (Eriyanto, 1999).

  Cara melakukan pengambilan sampel acak berstratifikasi adalah sebagai berikut. Setelah daftar kerangka sampel ditetapkan menurut stratanya masing- masing, kemudian sampel diambil sesuai dengan proporsinya dalam populasi dengan perbandingan tertentu. Proporsi yang terbesar tentu mendapat sampel terbesar, sedangkan proporsi kecil akan mendapatkan sampel yang kecil juga. Keuntungan memilih metode ini adalah; (1) semua ciri populasi yang heterogen dapat terwakili, sehingga lebih menjamin keadilan dan representasi dari populasi, (2) kemungkinan peneliti dapat menganalisis hubungan atau membandingkan antar strata. Sedangkan kelemahannya a.l. adalah membutuhkan pengetahuan tentang komposisi populasi sebelum diambil unsur-unsur sampel, karena itu metode ini membutuhkan waktu yang lama dalam menyusun kerangka sampel. Beberapa contoh pengambilan sampel acak berstrata adalah sebagai berikut. Contoh 1: Mata pencaharian penduduk Propinsi Banten terdiri dari 3 kelompok besar, misalnya: pedagang, pegawai negeri, dan pegawai swasta, dengan proporsi masing-masing adalah 40%, 35%, dan 25%.

  Untuk keperluan penelitian, telah diputuskan bahwa besarnya sampel yang akan diambil sebanyak 500 orang. Untuk itu, terlebih dahulu jumlah sampel tersebut dibagi secara proporsional berdasarkan proporsi penduduk menurut jenis pekerjaan. Dengan demikian, maka sampel yang diambil terdiri dari:

  Pedagang = 40/100 x 500 = 200 orang Pegawai negeri = 35/100 x 500 = 175 orang Pegawai swasta = 25/100 x 500 = 125 orang

  Jumlah 500 orang

  Tahap berikutnya adalah memilih individu sampel secara acak dari masing- masing kelompok pedagang, pegawai negeri, dan pegawai swasta. Contoh 2: Satu organisasi yang memiliki pegawai yang berbeda latar belakang pendidikannya, misalnya pegawai berpendidikan S2=20 orang, S1=30 orang, SMU=40 orang, SMP=50 orang. Maka jumlah sampel yang akan diambil harus meliputi strata tingkatan pendidikan tersebut secara proporsional.

  SMP SMU S1 S2 Diambil secara proporsional Sampel yang representatif Populasi yang berstrata

  Gambar 2. Stratified random sampling Cara ini dapat pula digunakan untuk menentukan jumlah sampel yang berstrata tetapi tidak proporsional. Misalnya sebuah unit kerja memiliki pegawai dengan latar belakang pendidikannya sebagai berikut; S2=5 orang, S1=35 orang, SMU=43 orang, SMP=8 orang. Di sini tampak tidak proporsional, kelompok S2 dan SMP terlalu kecil dan harus diambil semua. Sementara tingkat pendidikan yang lain dapat diambil sebagian sebagai sampel.

4. Cluster sampling (pengambilan sampel berkelompok)

  Metode ini digunakan apabila populasi cukup besar, sehingga perlu dibuat beberapa kelas atau kelompok. Dengan demikian, dalam sampel ini unit analisisnya bukan individu tetapi kelompok atau kelas yang terdiri atas sejumlah individu. Untuk satu kelompok atau kelas sampel, dipandang satu individu/subyek, misalnya dengan menghitung rata-rata dari kelompok tersebut (Sudjana, N. dan Ibrahim, 2001).

  Cluster sampling digunakan untuk menentukan sampel bila obyek yang diteliti

  atau sumber data sangat luas, sehingga sangat sulit untuk mendapatkan kerangka sampel dari semua unsur populasi tersebut. Untuk mengatasi hal ini maka unit analisis dikelompokkan ke dalam gugus yang merupakan satuan dimana sampel diambil.

  Ada dua situasi dimana cluster sampling dipakai. Pertama, wilayah/area sampel tersebar sangat luas sehingga untuk menyusun kerangka sampel sangat sulit. Kedua, peneliti tidak mempunyai kerangka sampel yang baik dari populasi, atau kalaupun ada harus dibuat dengan biaya yang mahal dan memerlukan waktu yang cukup lama (Eriyanto, 1999) Keuntungan pengambilan sampel dengan metode ini adalah dapat menghemat waktu, tenaga, dan biaya, karena tidak perlu menyusun kerangka sampel sampai pada unsur-unsur paling kecil dari populasi. Sedangkan kelemahannya adalah akurasi sampel yang rendah (dibanding dengan simple random

  sampling ), karena melakukan beberapa kali sampling error (tergantung banyak

  tahap pengambilan sampel). Dengan demikian sangat sulit untuk menghitung standard error . Contoh: Studi tentang tingkat prestasi belajar siswa SMU Swasta di propinsi Kalimantan Selatan dalam bidang studi Matematika Dari data di Dinas Pendidikan Propinsi Kalimantan Selatan, misalnya terdapat 150 SMU swasta dengan jumlah siswa seluruhnya 75.000. Data tersebut dirinci menurut kabupaten/kota yang ada di provinsi tersebut. Melalui sampel acak atau sampel berlapis peneliti memilih 50 sekolah sebagai sampel, dan di setiap sekolah sampel diambil 6 kelas yang dijadikan sampel yang masing- masing terdiri dari 2 kelas untuk kelas 1, 2, dan 3. Untuk mengukur prestasi matematika, kemudian terhadap siswa dari setiap kelas yang terambil sebagai sampel dilakukan tes matematika. Dalam cluster sampling bisa ditempuh stratified sampling, misalnya berdasarkan wilayah sekolah (dalam kota, luar kota), kategori sekolah (baik, sedang, kurang), status sekolah (negeri, swasta), dll. Acak tetap dilakukan terutama dalam memilih gugus/kelompok pada setiap kategori yang diinginkan, namun tidak dilakukan terhadap individu dalam kelompok. Menurut Sudjana dan Ibrahim (2001), umumnya jumlah kelompok sebagai sampel tidak kurang dari 30 kelompok, sedangkan banyak individu untuk setiap kelompok tidak perlu sama banyak dan tidak ada ukuran yang pasti tentang jumlah minimal individu dalam kelompoknya.

5. Multistage sampling (pengambilan sampel banyak tahap)

  Penggunaan metode pengambilan sampel ini dikarenakan besarnya cakupan populasi, terutama dalam penelitian pendidikan, sering kali disain sampel dibuat dengan mengkombinasikan berbagai jenis probability sampling seperti yang telah dijelaskan di muka. Populasi dapat dilihat dari hirarki unit sampel dengan jenis dan jumlah yang berbeda. Kondisi semacam ini menuntut disain sampel yang kompleks yang bersifat berjenjang (multistage).

  Pengambilan sampel dengan metode ini dilakukan melalui beberapa tahapan. Setiap tahap didahului oleh penetapan strata tertentu, misalnya wilayah dari yang lebih luas menuju kepada yang lebih terbatas. Acak atau random dilakukan pada setiap tahap untuk menentukan wilayah sampel yang lebih terbatas. Pada tahap terakhir ditentukan jumlah subyek yang ada dalam wilayah sampel sebagai unit analisis atau elemen sampel penelitian.

  Contoh: Studi tentang prestasi akademik siswa SMU di Indonesia Pengambilan sampel siswa SMU dilakukan secara bertahap, dimulai dari menentukan sampel propinsi, selanjutnya menentukan sampel kabupaten/kota dalam propinsi yang bersangkutan dan tahap selanjutnya menentukan sampel sekolah dalam sampel kabupaten/kota yang terpilih. Tahap terakhir adalah menentukan sampel siswa pada setiap sampel sekolah yang terpilih. Tahap- tahap penentuan sampel tersebut dapat diilustrasikan pada gambar berikut ini.

  Diambil Diambil Diambil Diambil dgn random dgn random dgn random dgn random

  

Sampling propinsi Sampling kab/kota Sampling SMU Sampling siswa

dlm sampel propinsi dlm sampel kab/kota dlm sampel sekolah

  Gambar 3. Pengambilan sampel banyak tahap

B. Non-Probability Sampling

  

Non-probability sampling adalah metode pengambilan sampel yang memberikan

  peluang atau kesempatan tidak sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Metode pengambilan non-probability sampling meliputi:

  

quota sampling, convenience / accidental sampling, purposive sampling, dan

snowball sampling . Secara rinci dapat djelaskan sebagai berikut.

  1. Quota Sampling Quota sampling adalah teknik untuk menetukan sampel dari populasi yang

  mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah kuota yang diinginkan tercapai (Sugiyono 1997). Contoh: Penelitian terhadap pegawai golongan III secara kelompok, ditentukan sampel 100 orang. Setelah ditentukan sampel dari 100 orang dan jumlah anggota peneliti ada 5 orang, maka setiap anggota peneliti memilih sampel secara bebas sesuai dengan karakteristik yang ditentukan dalam mencari pegawai golongan

  III sebanyak 20 orang.

  2. Convenience atau Accidental Sampling Convenience sampling merupakan teknik pengambilan sampel dengan proses

  penarikan sampel dimana peneliti memilih unit sampel yang tersedia dengan mudah (Bahrul, 1996).

  Misalnya seorang guru memilih seorang siswa di kelasnya untuk dijadikan sampel penelitian. Bentuk sampel dalam katagori ini dapat berupa sampel yang terdiri dari unit sampel (subyek) yang bersifat mana suka (voluntir) untuk diikutkan dalam penelitian.

  Contoh lain misalnya, seorang peneliti mengambil 100 orang yang ditemui di jalan untuk diwawancarai sebagai sampel penelitian. Bentuk sampel seperti ini tidak mungkin melakukan estimasi keterwakilan populasi, sehingga tidak dapat dihitung standard error dari hasil sampel yang diperoleh.

  3. Purposive Sampling

  Metode ini digunakan apabila peneliti memiliki pertimbangan tertentu dalam menetapkan sampel sesuai dengan tujuan penelitiannya (Sudjana, N., dan Ibrahim 2001) Contoh Penelitian tentang disiplin pegawai di kantor A. Maka yang menjadi sumber data adalah orang yang ahli dalam bidang kepegawaian saja.

  4. Snowball Sampling Snowball sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula

  jumlahnya kecil, kemudian sampel tersebut secara berantai memilih sampel lain (misal: teman-temannya) untuk dijadikan sampel. Begitu seterusnya, sehingga jumlah sampel semakin banyak, ibarat bola salju yang bila menggelinding, makin lama makin besar (Sugiyono, 1997). Teknik sampling ini banyak dipakai pada studi penelusuran lulusan suatu program pendidikan

  (tracer study) . Teknik sampling ini dapat diilustrasikan pada gambar sebagai berikut.

  Gambar 4. Snowball Sampling

IV PENUTUP

  Dalam suatu penelitian mutlak diperlukan sampel sebagai subyek atau obyek penelitian dan akan mempunyai arti bagi kualitas data. Oleh sebab itu dalam menentukan sampel diperlukan keahlian, mulai dari cara penentuan sampel dan bagaimana menentukan sampel yang representatif. Tidak dapat dipisahkan dalam suatu penelitian antara alasan pengambilan sampel dan teknik pengambilan sampel. Karena alasan pengambilan sampel berkait erat dengan tujuan penelitian sedangkan teknik pengambilan sampel merujuk pada representasi hasil riset dan kegunaan akhir dari riset tersebut. Dari hal tersebut diharapkan benar penelitian akan memperoleh data yang baik dan mewakili permasalahan yang ada sehingga berhasil guna dalam menentukan arah kebijakan selanjutnya. Dari uraian tentang teknik penentuan sampel ini diharapkan para peneliti dapat terbantu untuk melaksanakan penelitian secara benar.

DAFTAR PUSTAKA

  Cooper, Donald R. and Schinder, Pamela S. 2003. Business Research Methods, Eigth Edition. New York: McGrwall-Hill/Irwin. Eriyanto, 1999. Metodologi Polling; Memberdayakan Suara Rakyat. Bandung: Remaja Rosda Karya. Hayat, Bahrul., 1996. Sampling Theory. Makalah Pelatihan. Jakarta: Balitbang Depdiknas. Indriyanto, Bambang, 1997. Pengambilan Sampel: Alasan dan Metode. Makalah Pelatihan. Jakarta: Balitbang Depdiknas. Nawawi, H., 1995. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajahmada Univerity Press. Nazir,M., 1985. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Pasaribu, A., 1983. Pengantar Statistik. Cetakan Ke Enam. Jakarta: Ghalia Indonesia Singarimbun, M, dan Effendi, S., 1995. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.

  Sugiyono, 1997. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta. Sudjana, N., dan Ibrahim, 2001. Penelitian dan Penilian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

  Suparmoko, 1991. Metode Penelitian Praktis untuk Ilmu Sosial dan Ekonomi, Yogyakarta: BPFE.