PENERAPAN METODE RESISTIVITAS SOUNDING UNTUK MENENTUKAN KEDALAMAN POLUTAN DALAM AIR TANAH (KASUS : KELURAHAN TELUKAN, KABUPATEN SUKOHARJO)

  

PENERAPAN METODE RESISTIVITAS SOUNDING UNTUK MENENTUKAN

KEDALAMAN POLUTAN DALAM AIR TANAH

(KASUS : KELURAHAN TELUKAN, KABUPATEN SUKOHARJO)

  Oleh

  • *) Kartika Sari, S.Si, M.Si **) Darsono, S.Si, M.Si
  • )

  Dosen FST Jurusan MIPA Program Studi Fisika Unsoed Purwokerto

  • )

  Dosen Jurusan Fisika FMIPA UNS Surakarta

  

ABSTRACT

The writers had searched sounding resistivity in sub-district of Telukan,

Sukoharjo Regency. The measurement had been done by Schlumberger configuration

with current range of 40 meters. The sounding spots are 19 which spread out in the

area of research site. The sounding measurements in Telukan are namely: Perumahan

Guru Telukan (4 spots), Tanggul Barat (3 spots), Tanggul Timur (3 spots), Kutu Timur

(4 spots), Utara Kantor Desa Telukan, Persawahan, Desa Pandeyan and Telukan ( 5

spots).

  The result of measurement based upon injected current quantity (I), measured

different pontential quantity (V), electroda current range (AB/2) and potential electroda

range (MN/2) are calculated. The next step is analyzing, that is calculating absurb

resistivity score to every sound spot and current large electroda range. To analyze

sounding spot, IPI2WIN program is used. The result is a real resistivity score, thickness

and layer depth. The mapping, then, is analyzed, that is to recognize polutant

spreading horisontally, namely with making a real resistivity iso contour in the depth of

5 meters, 20 meters, 40 meters and 70 meters. The sounding spots, then, is measured by

making trajectory correlating some sounding points namely crossecion AA with

trajectory from West to East, crossecion BB with trajectory from South to East and

trajectory CC from Southern to East.

  The result shows horizontally, the area with resistivity score less than 5 ohm

which assumed containing polutant water is detected in West to South in the depth of 5

meters – 20 meters, in the depth of 40 meters can be detected in Eastern and in the

depth of 70 meters can be detected in middle and West-Western area.

  Vertically, the area with resistivity score less than 5 ohm which assumed

containing water polutant resources can be detected from West to East (acrossion AA).

It is thicker and thicker from the depth of 10 meters to 180 meters and from North to

South (acrossion BB) in the depth of 45 meters to Eastern that proved narrower to the

depth of 12 meters, and acrossion ivity score CC’ to more East can not be detected in

the resistivity of 5 ohm meters.

  PENDAHULUAN

  Air merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, tanpa air dipastikan tidak dapat hidup. Dalam memenuhi kebutuhan akan air sebagian masyarakat mengambil langsung dari sumber air tanah dengan membuat sumur. Peranan air tanah semakin lama semakin penting karena air tanah menjadi sumber air utama untuk memenuhi kebutuhan pokok hajat hidup orang banyak (common goods), seperti air minum, rumah tangga, industri, irigasi, pertambangan, perkotaan dan lainnya, serta sudah menjadi komoditi ekonomis bahkan di beberapa tempat sudah menjadi komoditi strategis. Diperkirakan 70% kebutuhan air bersih penduduk dan 90% kebutuhan air industri berasal dari air tanah.

  Air tanah adalah semua air yang terdapat pada lapisan pengandung air (akuifer) di bawah permukaan tanah, termasuk mata air yang muncul di permukaan tanah. Air tanah tersimpan dalam suatu wadah (akuifer) yaitu suatu formasi geologi yang jenuh air yang mempunyai kemampuan untuk menyimpan dan meluluskan air dalam jumlah cukup ekonomis. Sumber air tanah berasal dari air yang ada di permukaan tanah (air hujan, air danau dan sebagainya) kemudian meresap ke dalam tanah/akuifer di daerah imbuhan (recharge area) danmengalir menuju ke daerah lepasan (discharge area)(R.I. Kalinski dkk,--)

  Perkembangan industri yang pesat di sekitar Kalurahan Telukan dan juga makin padatnya daerah hunian penduduk. Bila masyarakat tidak disiplin dalam menjaga lingkungan hidup, maka masalah yang terjadi adalah adanya suatu pencemaran lingkungan misalnya pencemaran air tanah dari suatu limbah pembuangan dari rumah tangga, pabrik dan lain sebagainya. Masuknya limbah pembuangan ke dalam sumber air tanah akan menyebabkan suatu pencemaran air tanah atau disebut sebagai polutan air tanah, hal ini akan mengakibatkan penurunan kualitas air tanah atau disebut sebagai polutan air tanah, hal ini akan mengakibatkan penurunan kualitas air tanah. Penurunan kualitas air semakin nampak dan dirasakan pengaruhnya oleh banyak orang, masyarakat pada umumnya. Masalah memburuknya kualitas air semakin dirasakan pada saat musim kemarau, ketika kuantitias air atau debit air berkurang.

  Kebutuhan akan air meliputi kuantitas dan kualitas yang baik. Kuantitas air diukur dari debit atau volume air yang terkandung di suatu tempat. Kualitas air diukur dari kandungan unsur kimia. Kualitas air yang jelek tidak baik bagi kesehatan. Di Kalurahan Telukan Kabupaten Sukoharjo sumber air tanah yang keluar ke sumur penduduk, airnya berwarna kecoklatan dan terasa asin, sehingga penduduk di sekitar daerah Telukan Kabupaten Sukoharjo, banyak memanfaatkan jasa PAM untuk kebutuhan akan air setiap harinya. Tidak seperti daerah lain yang berdekatan dengan Kalurahan Telukan yang mempunyai sumber air tanha yang bersih dan tak asin seperti Kalurahan Sukoharjo, di mana daerah ini mempunyai sumber air tanah yang keluar dari sumur bor atau sumur galian sangat bersih dan tak asin.

  Penyebaran polutan yang terjadi dan bercampur dengan sumber air tanah, akan menyebabkan sifat fisik dari air tanah berbeda yaitu nilai resistivitasnya. Maka sumber air tanah yang sudah tercampur dengan polutan dengan sumber air tanah akan mempunyai kontras/beda nilai resistivitasnya. Dengan adanya perbedaan nilai resistivitasnya, maka penyebaran polutan sumber air tanah dapat dideteksi dengan metode geofisika resistivitas.

METODE RESISTIVITAS

  Metode resistivitas adalah suatu metode geofisika yang mempelajari tentang sifat resistivitas (tahanan jenis) listrik dari lapisan batuan di dalam bumi. Metode geolistrik resistivitas atau dikenal dengan metode resistivitas merupakan bagian dari metode geolistrik dimana metode ini mempelajari sifat resistivitas listrik dari lapisan batuan di dalam bumi atau dengan kata lain metode ini didasarkanpada perbedaan/kontras resistivitas dengan lapisan di sekitarnya. Metode ini juga dapat dipakai untuk penyelidikan terhadap keberadaan deposit mineral, pencarian ladang sumber geotermal, pencarian reservoir air tanah, pendeteksian intrusi air laut dan banyak dipakai untuk pekerjaan yang berhubungan dengan teknik sipil (geoteknik) seperti menentukan struktur perlapisan batuan secara lokal (penentuan kedalam batuan dasar). Metode ini jarang digunakan untuk eksplorasi dalam, sebagai contoh eksplorasi minyak.

  Berdasarkan pada tujuan penyelidikan, metode resistivitas dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu :

  1. Metode resistivitas mapping

  2. Metode resistivitas sounding Metode resistivitas mapping ini merupakan metode resistivitas yang bertujuan untuk mempelajari variasi tahanan jenis lapisan bawah permukaan secara horisontal.

  Pada metode ini dipergunakan konfigurasi elektroda yang sama untuk semua titik pengamatan di permukaan. Setelah itu dibuat kontur isoresistivitas. Metode resistivitas sounding juga dikenal sebagai resistivitas drilling, resistivitas probing. Metode ini bertujuan untuk mempelajari variasi resistivitas batuan di bawah permukaan bumi secara vertikal. (Hendrajaya, 1990)

  Salah satu metode pengukuran geofisika adalah metode geolistrik resistivitas, dimana metode ini mempelajari sifat resistivitas (tahanan jenis) listrik dari lapisan batuan di dalam bumi. Caranya dengan mengalirkan arus ke dalam lapisan bumi melalui2 elektrode arus, kemudian polarisasi arus tersebut yang menjalar di dalam bumi diukur potensialnya melalui 2 elektrode potensia. Berdasarkan letak (konfigurasi) elektrode potensial dan elektrode arus, dikenal beberapa jenis konfigurasi metode resistivitas tahanan jenis, yaitu : a. Konfigurasi Schlumberger

  b. Konfigurasi Wenner

  c. Konfigurasi Double Dipole

  d. Konfigurasi Pole-dipole (three point)

  e. Konfigurasi Pole-pole

  Konfigurasi Schlumberger

  Konfigurasi merupakan pengaturan letak dari elektrode arus dan elektrode potensial. Pada konfigurasi Schlumberger, jarak antar elektrode arus AB harus jauh lebih besar dibanding jarak antar elektrode potensial MN. Umumnya metode Schlumberger ini dilakukan dengan jarak elektrode AB dibuat 10 kali atau lebih terhadap jarak elektrode MN. Meskipun begitu metode ini dapat dilakukan dengan jarak elektrode AB < 10 MN asalkan L ≥ 4l. Susunan konfigurasi Schlumberger seperti pada gambar 2.1. Susunan Konfigurasi Schlumberger seperti pada Gambar 2.1.

  I V

  A M N Permukaan tanah B C

  1 P

  1 TS/TM P

  2 C

  2 a b

Gambar 2.1 Susunan konfigurasi Schlumberger Keterangan : C

  1 dan C 2 tempat elektrode arus

  P dan P tempat elektrode potensial

  1

2 TS/TM tempat titik ukur sounding/mapping

  Pada dasarnya metode ini, adalah dengan mengalirkan arus ke dalam bumi melalui elektrode 2 arus sehingga akan menimbulkan agihan potensial yang diukur melalui 2 elektrode potensial. Setelah diketahui besar arus dan besar potensial maka dihitung resistivitas semunya dengan rumus :

  V Δ

  ρ semu = K

  I

  dengan : ρ semu adalah resistivitas semu ΔV adalah beda potensial

  K adalah faktor geometri yang tergantung pada konfigurasi bentang elektrode I adalah arus listrik

  Faktor geometri (K) ini tergantung dari konfigurasi/susunan bentangan elektrode yang dipakai dalam pengukuran (Telford dkk, 1976).

  .

  2

  2 π π

  Ksc = =

  1

  1

  1

  1 ⎛

  1 1 ⎞ ⎛

  1 1 ⎞ ⎛ ⎞ ⎛ ⎞ − − −

  − − − ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜⎜ ⎟⎟ ⎜⎜ ⎟⎟

  − − + + a b a b a b a b

  C P C P C P C P ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ 1 1 2 1 1 2 2

2

  ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ 2 2a b

  − = π

  ⎜⎜ ⎟⎟ 2 b ⎝ ⎠

  (2.2)

  Konsep Resistivitas Semu

  Pada bagian awal telah disebutkan bahwa bumi diasumsikan bersifat homogen isotropik. Dengan asumsi ini, resistivitas yang terukur merupakan resistivitas sebenarnya dan tidak bergantung pada spasi elektrode. Pada kenyataannya, bumi terdiri dari lapisan-lapisan dengan

  ρ yang berbeda-beda, sehingga potensial yang terukur merupakan pengaruh dari lapisan-lapisan tersebut. Karenanya, harga resistivitas yang diukur seolah-olah merupakan harga resistivitas untuk satu lapisan saja (terutama untuk spasi yang lebar).

  ρ

  1

  ρ

  1

  ρ

  1 Gambar 2.2. Konsep resistivitas semu pada medium berlapis Pada kenyataannya, bumi merupakan medium berlapis dengan masing-masing lapisan mempunyai harga resistivitas yang berbeda. Resistivitas semu merupakan resistivitas dari suatu medium fiktif homogen yang ekivalen dengan medium berlapis yang ditinjau. Gambar 2.2 di bawah ini menunjukkan konsep resistivitas semu.

  Anggapan medium berlapis yang ditinjau misalnya terdiri dari 2 lapis dan mempunyai resistivitas berbeda ( ρ

  1 dan ρ 2 ). Dalam pengukuran, medium ini dianggap

  sebagai medium satu lapis homogen yang memiliki satu harga resistivitas yaitu resistivitas semu . Konduktansi lapisan fiktif ini sama dengan jumlah konduktansi ρ a masing-masing lapisan yaitu : σ = σ σ + a 1 2 Tinjauan Geologi

  Dalam kaitan dengan air tanah bahwa Surakarta dan sekitarnya, sebagai suatu sistem cekungan air tanah, yang terkenal dengan cekungan air tanah Surakarta. Wilayahnya meliputi di wilayah Kotamadya Dati II Surakarta, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Klaten dan sebagian Kabupaten Karanganyar. Cekungan air tanah Surakarta mempunyai batas di bagian Utara adalah K.Cemoro yang mengalir dari puncak G.Merbabu sampai daerah Kabupaten Karanganyar, di bagian Utara dan Selatan adalah K.Dengkeng dan di bagian Barat berimpitan dengan batas pemisah air permukaan yang melewati puncak G.Merbabu dan G.Merapi.

  Marfologi daerah Surakarta dibedakan menjadi 5 (lima) satuan marfologi. Satuan daratan, menempati wilayah bagian timur di sepanjang tepi K.Begawan Solo, dibentuk oleh endapan Alluvial, dengan pola aliran sungai umumnya sub parallel. Satuan kaki gunungapi, menempati bagian tengah dan melebar dari Klaten sampai Kartosuro, dibentuk oleh produk gunungapi muda (G.Merapi dan G.Merbabu) dengan pola aliran sungani sub dendriktik. Satuan tubuh gunungapi, dibentuk oleh produk gunungapi muda (G.Merapi dan G.Merbabu) dengan pola aliran sungai radial. Sementara satuan perbukitan bergelombang lemah, menempati bagian tenggara, dibentuk oleh batuan malihan, Formasi Gamping dan F.Wonosari dengan pola aliran Radial.

  Lokasi penelitian terletak di sebelah selatan sungai Bengawan Solo yaitu Kalurahan Telukan, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo. Dengan letak geografis

  37’00.7’’LS – 7 37’43,8”LS dan 110 48’09.2” BT – 110 49’59,0” BT. Seperti

  7 terlihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 Lokasi Penelitian dan Lintasan Penampang

  Data Hasil Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan konfigurasi Schlumberger.

  Pengukuran sounding dan mapping dilakukan dengan konfigurasi Schlumberger pada setiap titik sounding. Jumlah titik yaitu 19 titik sounding yang tersebar di daerah penelitian. Titik ukur/sounding tersebar pada daerah Telukan yaitu : Perumahan Guru Telukan (4 titik), Tanggul Barat (3 titik), Tanggul Timur (3 titik), Kutu Timur (4 titik), utara kantor Desa Telukan, persawahan, Desa Pandeyan dan selatan Telukan (5 titik). Tanda plus (+) pada gambar 2.3. menunjukkan letak dari titik sounding sekaligus titik mapping.

  Dari hasil pengukuran di lapangan yang diperolah data yaitu jarak bentangan arus, jarak bentangan potensial, harga arus yang diinjeksi ke bumi dan beda potensial yang ditimbulkan (AB/2, MN/2, I, V) selanjutnya dihitung harga resistivitas sesungguhnya, ketebalan lapisan dan kedalaman lapisan dengan nilai error sekecil mungkin, dilakukan untuk setiap titik sounding. Hal ini dilakukan untuk 19 data titik sounding. Untuk memetakan secara horisontal dilakukan dengan program surfer versi 8 dan untuk memetakan secara vertikal dilakukan dengan program IPi2Win untuk titik sounding yang melewati lintasan penampang. Hasil pengolahan pada titik sounding TS18 seperti pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Hasil Pengolah di TS18 dengan program Ipi2Win

  Analisis Hasil Pengolahan Penampang Sounding Penampang Vertikal

  Pada daerah penelitian dibuat 3 penampang yaitu penampang AA’, penampang BB’ dan penampang CC’. Penampang AA’ dimana penampang ini menghubungkan titik-titik sounding (TS5, TS7, TS15, TS16, dan TS8) membentang dari Barat ke Timur agak serong ke Tenggara. Penampang BB’ menghubungkan titik-titik sounding (TS2, TS15, dan TS12) yang membentang dari arah Selatan ke Utara serong ke arah Timur Laut. Penampang CC’ menghubungkan titik-titik sounding (TS17, TS18, dan TS19) dari Tenggaran ke bagian tengah daerah penelitian (seperti Gambar 2.3.)

  Penampang Vertikal AA’

  Penampang AA’ ditarik dari posisi Tanggul sebelah Barat sekitar perumahan Puri Indah ke arah Utara ± 300 meter Sungai Begawan Solo ke Timur agak serong ke Tenggara. Pada bagian Barat, nilai resistivitas di bawah 5 ohm meter yang diduga mempunyai sumber air tanah yang mengandung polutan terdapat pada kedalaman 100 meter, hal ini didukung dengan sumur penduduk pada kedalaman 20 – 30 meter sumber air tanah baik artinya tidak mengandung polutan karena airnya tidak asin dan warna jernih. Kemudian ke arah Timur nilai resistivitas di bawah 5 ohm meter terdapat makin dangkal dari kedalaman 10 meter sampai 180 meter, dimana pada kedalaman 30 meter - 180 meter terdapat nilai resistivitas di bawah 1 ohm meter. Hal dapat dikatakan sumber polutan tidak hanya berasal dari limbah, ada sumber polutan yang berasal dari dalam seperti jebakan air asin (Gambar 2.5.).

Gambar 2.5 Penampang Vertikal AA’

  Penampang BB’

  Penampang BB’ ditarik dari TS2 ke TS 12, dari sebelah Selatan daerah penelitian ke arah Timur Laut. Menunjukkan bahwa nilai resistivitas rendah di bawah 5 ohm meter yang diduga sebelah sumber air tanah mengandung polutan di sebelah selatan terdapat pada kedalaman ± 45 meter ke arah Timur Laut makin dangkal sampai pada kedalaman ± 12 meter (Gambar 2.6.).

Gambar 2.6 Penampang Vertikal BB’

  Penampang Vertikal CC’

  Pada penampang CC’ ditarik dari Tenggara ke arah Timur dimana ± 150 meter dari titik TS 19 ke arah TS 18 adalah sungai Cluringan dimana pada daerah sekitar titik tersebut Sumur penduduk masih baik tidak asin. Atau dengan kata lain penyebaran sumber air tanah mengandung polutan yang di bagian timur hanya sampai batas Sungan Cluringan. Hal ini terlihat juga pada penampang CC’ yang diambil dari arah Tenggara. Terlihat pada TS 19 yang berada dekat sungan Cluringan tidak muncul harga resistivitas kurang dari 5 ohm meter yang diduga sebagai daerah penyebaran polutan.

Gambar 2.7 Penampang Vertikal CC’

  KESIMPULAN

  Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan :

  1. Secara horisontal daerah dengan harga resistivitas kurang dari 5 ohm meter yang diduga sebagai sumber air yang mengandung polutan terdeteksi di sebelah Barat sampai ke Selatan pada kedalaman 5 meter – 20 meter, pada kedalaman 40 meter terdeteksi ke sebelah Timur Laut dan pada kedalaman 70 meter di Bagian tengah dan sebelah Barat-Barat Daya daerah penelitian.

  2. Secara Vertikal daerah dengan harga resistivitas kurang dari 5 ohm meter yang diduga sebagai sumber air yang mengandung polutan terdeteksi dari Barat ke Timur (penampang AA’) semakin menebal dan dangkal dari kedalaman 10 meter sampai 180 meter dan dari Utara ke Selatan (penampang BB’) pada kedalaman ± 45 meter ke arah Timur Laut makin dangkal sampai pada kedalaman ± 12 meter serta penampang CC’ ke Timur lagi sudah tidak terdeteksi harga resistivitas kurang dari 5 ohm meter.

DAFTAR PUSTAKA

  Anonim, 2000, Penyelidikan Potensi Cekungan Air Tanah Surakarta, Laporan Tahunan DGTL. Handono, a, 2004, Survei Geolistrik Untuk Akuifer Air Tanah di Kabupaten Sragen, Laporan Survei, Jurusan Fisika, FMIPA UNS. Hendrajaya lilik, Arif Idam, 1990, Geolistrik Tahanan Jenis, Lab. Fisika Bumi Jurusan Fisika, FMIPA ITB. R.J. Kalinski, W.E. Kelly, and I. Bogardi, Combined Use of Geoelectric Sounding and

  Profiling to Quantify Aquifer Protection Properties, Published in Ground Water, Vol. 31, No. 4, pp. 538-544.

  R.J. Kalinski and W.E. Kelly, Estimating Water Content of Soils From Electrical

  Resistivity

  , Published in ASTM Geotechincal Testing Journal, Vol. 16, No. 3, pp. 323-329. Soetrisno, S, Jakarta Bebas Intrusi Air Laut, JKT-Intrusi.Htm. Waluyo, 2000, Teori dan Aplikasi Metode Resistivitas, Laboratorium Geofisika, Program Study Geofisika, Jurusan Fisika FMIPA UGM, Yogyakarta. Telford W.M., Geldart L.P., Sheriff R.E., Keys D.A., 1976, Applied Geophysics, Cambridge University Press.