Pendugaan Zona Rembesan di Bendungan Bajulmati, Kabupaten Banyuwangi Berdasarkan Analisis Litologi dengan Menggunakan Data Magnetik

  

Pendugaan Zona Rembesan di Bendungan Bajulmati, Kabupaten

Banyuwangi Berdasarkan Analisis Litologi dengan Menggunakan

Data Magnetik

1)* 2) 3) 1)

Hanna Azizah Rakhman , Adi Susilo , Arief Rachmansyah

2)

Program Studi Magister Ilmu Fisika, Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Brawijaya, Malang

  

Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang

3)

Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya, Malang

Diterima 31 Januari 2015, direvisi 27 Maret 2015

  

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai rembesan di Bendungan Bajulmati, Kabupaten Banyuwangi

berdasarkan analisis litologi dengan menggunakan data magnetik untuk mengetahui letak zona yang

berpotensi mengalami rembesan. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis litologi dari data magnetik

(data primer) yang diperoleh di lapangan yang melingkupi daerah genangan Bendungan Bajulmati.

Penelitian dimulai dengan akuisisi data magnetik menggunakan PPM (Proton Procession Magnetometer),

dari data yang diperoleh kemudian dilakukan koreksi data yang meliputi koreksi diurnal dan koreksi

  

IGRF, Selanjutnya dilakukan reduksi ke bidang datar, kontinuasi ke atas dan reduksi ke kutub sehingga

diperoleh nilai anomali magnetik sisa yang berkisar antara -1000 nT sampai 700 nT pada loop 1 dan -2800

nT sampai 1600 nT pada loop 2. Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan dengan

menggunakan metode magnetik didapatkan hasil litologi bawah permukaan dari Bendungan Bajulmati

terdiri dari lapisan lempung tufaan, batu pasir, kerikil dan lava vulkanik. Dengan menganalisa litologi

bawah permukaan tersebut, diperkirakan terdapat beberapa rekahan yaitu pada lintasan AA’ di titik

pengukuran 20 m dan 90 m, lintasan BB’ di titik pengukuran 120 m dan 160 m, dan lintasan CC’ di titik

pengukuran 80 m dan 100 m. Rekahan-rekahan tersebut diduga dapat menyebabkan rembesan pada

Bendungan Bajulmati.

  Kata kunci : litologi, rembesan, rekahan, metode magnetik.

  

ABSTRACT

A research regarding seeping in Bajulmati Dam of Banyuwangi Regency based on lithology analysis

by geomagnetic data has been done to discover the location of zone with seeping potential. This research is

done by analyzing lithology from magnetic data (primary data) that was acquired from the field that covers

the area of Bajulmati Dam. The research began with the acquisition of magnetic data using PPM (proton

procession Magnetometer). Acquired data is then corrected by diurnal and IGRF correction, reduction in

to even surface, upward continuation as well as reduction to the pole. Local anomaly contour is acquired

with the value ranging from -1000 nT up to 700 nT at loop 1 and ranging from -2800 nT up to 1600 nT at

loop 2. Based on the result of data processing by magnetic method, the subsurface layers beneath the said

dam consist of the layer of clay (tuff), sandstone, gravel, and volcanic lava. By analyzing the mentioned

results, some cracks are located in AA’ line with the measurement point of 20 m and 90 m, and in the 120

m and 160 m, 80 m and 100 m measurement point of BB’, and CC’ line respectively. Those cracks can be

expected to cause seepage in Bajulmati Dam. Keywords : Lithology, seepage, cracks, and magnetic method.

  PENDAHULUAN

  • Corresponding author:

    E-mail: azizah.hana@yahoo.com Bendungan Bajulmati terletak di dua

kabupaten yaitu Banyuwangi dan Situbondo, Jawa Timur dan dibangun pada lahan seluas 115,5 ha. Adanya pembangunan bendungan ini diharapkan dapat mengairi lahan seluas 1800 ha secara stabil selama setahun, dengan demikian akan dapat meningkatkan hasil produksi pertanian dan meningkatkan ekonomi di sektor pertanian [1].

  Bendungan Bajulmati (Gambar 1) dibangun di atas batuan endapan piroklastik Gunungapi Ijen Muda dan sedimentasi Gunungapi Baluran. Pembangunannya yang dilakukan sejak 2006 mengalami permasalahan teknis yaitu kondisi aktual geologi di area maindam dan cofferdam. Lokasi main dam berada di atas endapan batuan gunungapi kwarter (quartenary volcanic rock), Gunungapi Ijen, Gunungapi Baluran, endapan sungai lama, endapan terrace dan endapan saat ini. Hal ini membuat para teknisi kesulitan dalam menentukan metode perbaikan pondasi bendungan dan proteksi terhadap kemungkinan terjadinya kebocoran pada pondasi bendungan utama [2].

  Gambar 1. Lokasi Penelitian [7]

  Suatu bendungan hampir tidak dapat terhindar dari masalah kebocoran atau rembesan akibat kondisi geologi batuan yang menjadi dasar bendungan ataupun kondisi konstruksi bendungan itu sendiri. Kondisi geologi yang mempengaruhi terjadinya rembesan atau kebocoran adalah struktur geologi dan jenis batuan (litologi) pada dasar bendungan. Kondisi struktur geologi yang dapat menyebabkan terjadinya rembesan adalah patahan (fault) dan rekahan (crack). Bila dijumpai adanya patahan ataupun rekahan pada suatu bendungan tentu perlu penanganan lebih menyebabkan rembesan atau kebocoran bendungan adalah jenis batuan (litologi). Pada dasar bendungan, jika jenis batuannya memiliki permeabilitas yang tinggi atau mudah terkikis oleh air, maka akan mempermudah terjadinya kebocoran. Penelitian terhadap adanya rembesan pada bendungan, merupakan langkah awal dalam rangka menjaga kelestarian bendungan itu sendiri. Setelah didapatkan informasi tentang kepastian lokasi rembesan maka pekerjaan teknis dapat mencapai hasil yang maksimal [3].

  Secara regional wilayah ini merupakan zona sedimen lava vulkanik dengan sisipan lempung pasiran, batu pasir, dan kerikil dengan penyebaran yang cukup luas sehingga sangat berpotensi untuk terjadi kebocoran pada bendungan [4]. Sehingga untuk mengetahui area yang berpotensi mengalami rembesan, perlu diketahui struktur bawah permukaan dan kondisi geologinya.

  Oleh karena itu, maka perlu dilakukan dengan pendekatan metode geofisika di lokasi kedudukan calon bendungan yang akan dibangun. Metode geofisika yang dilakukan untuk mengetahui strukur bawah permukaan Waduk Bajulmati adalah metode magnetik yang dikorelasikan dengan informasi geologi setempat. Metode magnetik sering digunakan dalam eksplorasi pendahuluan minyak bumi, panas bumi, dan batuan mineral serta serta bisa diterapkan pada pencarian prospeksi benda- benda arkeologi [5]

  Metode magnetik dapat digunakan untuk mengetahui kedalaman dan struktur bawah permukaan, sehingga pengukuran dapat diperoleh dengan mudah untuk studi lokal dan regional [6]. Hasil tersebut diharapkan dapat memberikan informasi mengenai struktur bawah permukaan dari Bendungan Bajulmati yang berpotensi menimbulkan rembesan air di Bendungan Bajulmati sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan sebelum bendungan tersebut selesai dibangun.

  Metode penelitian yang dilakukan adalah metode magnetik. Data magnetiknya merupakan data primer hasil akuisisi. Akuisisi data magnetik yang digunakan yaitu looping m. Titik akuisisi yang diperoleh sebanyak 65 medan magnet di titik akhir, dan H awl adalah titik yang terbagi dalam 2 loop. Parameter ukur nilai medan magnet di titik awal. Selanjutnya pada proses pengambilan data terdiri dari nilai data yang diperoleh dari koreksi diurnal dan intensitas medan magnet, waktu, koordinat koreksi IGRF direduksi ke bidang datar. posisi (latitude dan longitude) dan ketinggian. kemudian dikontinuasi ke atas untuk

  Data akuisisi kemudian dikoreksi diurnal memisahkan anomali lokalnya dan dilakukan untuk menghilangkan efek penyimpangan reduksi ke kutub. intensitas medan magnet bumi yang disebabkan Interpretasi data anomali magnetik oleh adanya perbedaan waktu pengukuran dan dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. efek sinar matahari dalam satu hari, dengan Secara kuantitatif yaitu dengan memodelkan persamaan di bawah ini [8]: struktur bawah permukaan hasil line section menggunakan metode Talwani 2,5 dimensi.

  tt   n aw

  (1) HHH D ak aw  Sedangkan interpretasi secara kualitatif yaitu tt

    ak aw n aw peta kontur anomali medan magnetik total dengan menganalisa kondisi geologi dengan

  Dimana t adalah waktu pada titik n, t waktu dengan setelah di reduksi ke kutub. awal, t akh adalah waktu akhir, H akh adalah nilai

  a b

Gambar 2. Intensitas Magnetik Total (a) loop 1 dan (b) loop 2

  ketinggian pengukuran yang tidak rata (uneven

  HASIL DAN PEMBAHASAN surface ). Agar diperoleh hasil yang lebih baik,

  anomali tersebut diproyeksikan ke bidang datar Hasil dari perhitungan koreksi diurnal dan dengan menggunakan metode sumber ekivalen IGRF berupa kontur intensitas magnetik total (Gambar 3).

  (TMI). Gambar 2a merupakan intensitas Metode sumber ekivalen merupakan magnetik total untuk loop 1 yang berkisar antara metode yang dipergunakan untuk membawa 0 nT hingga 600 nT. Sedangkan loop 2 (Gambar data medan potensial hasil observasi yang 2b) memiliki nilai -2600 sampai 1000 nT. terdistribusi di bidang tidak horisontal (misal: Anomali magnetik total pada Gambar 2 bidang topografi) ke bidang horisontal. Sumber menyerupai distribusi sumber anomali, tetapi identitas ketiga Green meyakinkan bahwa sumber alternatif dapat menyebabkan medan potensial yang sama di daerah terbatas.

  

Gambar 3. Intensitas magnetik total setelah di reduksi bidang datar (a) loop 1 dan (b) loop 2

Gambar 4. Kontur anomali magnetik lokal (a) loop 1 dan (b) loop 2

a b a b

  

Gambar 5. Kontur anomali magnetik total setelah direduksi ke kutub (a) loop 1 dan (b) loop 2

  Distribusi sumber harus menghasilkan medan potensial yang harmonis di area yang “menarik” dan hilang di ketinggian tak terhingga serta menghasilkan bidang yang diamati [9]. Bila dilihat pada kontur reduksi bidang datar dengan kontur TMI menampakkan kontur anomali yang hampir sama atau perbedaannya tidak terlalu signifikan. Hal ini dikarenakan ketinggian di daerah penelitian cenderung seragam.

  Intensitas magnetik total yang diperoleh merupakan superposisi dari 2 komponen anomali, yaitu komponen anomali regional dan komponen anomali lokal (residual). Anomali magnetik yang digunakan untuk interpretasi yaitu anomali magnetik lokal. Sehingga diperlukan pemisahan antara peta regional dengan peta lokal karena pengaruh kemagnetan regional yang dapat menganggu kenampakan pola anomali lokal. Pemisahan ini dilakukan dengan mengurangkan kontur intensitas medan magnetik total dengan kontur kemagnetan regional menggunakan kontinuasi ke atas atau

  upward continuation . Proses ini merupakan

  transformasi data medan potensial dari suatu bidang datar ke bidang datar lainnya yang lebih tinggi [10]. kondisi geologi umum yang dominan di daerah pengukuran biasanya dicirikan dengan anomali frekuensi rendah. Sedangkan anomali lokal atau sering juga disebut sebagai anomali sisa mengandung kondisi geologi setempat yang telah terdeviasi dari kondisi regionalnya yang biasanya terdapat pada kedalaman yang dangkal [11]. Pemisahan antara peta anomali regional dengan anomali lokal digunakan kontinuasi ke atas setinggi 1000 m. Sedangkan peta anomali lokal diperoleh dari pengurangan antara peta TMI dengan peta anomali regional. Gambar 4a adalah anomali lokal untuk loop 1 yang memiliki rentang nilai -450 nT sampai 250 nT dan Gambar 4b merupakan anomali lokal untuk

  loop 2 dengan nilai berkisar antara -2600 nT sampai 1000 nT.

  Anomali magnetik lokal direduksi ke kutub untuk menyederhanakan interpretasi data medan magnetik pada daerah berlintang rendah dan menengah. Gambar 5a merupakan hasil reduksi ke kutub untuk loop 1 dengan rentang nilai -1000 nT hingga 700 nT. Gambar 5b merupakan hasil reduksi ke kutub untuk loop 2 dengan nilai berkisar antara -2800 nT sampai 1600 nT. Berdasarkan hasil ini belum diketahui gambaran bawah permukaan secara jelas, hanya

  a b

  (positif dan negatif). Bervariasinya nilai dan anomali tinggi atau positif (> 0 nT). Nilai anomali magnetik residual tersebut disebabkan anomali magnetik positif pada daerah karena adanya ketidakseragaman material penyelidikan ditafsirkan sebagai batuan yang bawah permukaan pada daerah penelitian. bersifat magnetik dan nilai anomali magnetik Variasi nilai medan residual ini dibagi ke dalam negatif ditafsirkan sebagai batuan yang bersifat anomali magnetik rendah atau negatif (≤ 0 nT) non magnetik atau demagnetisasi.

  

Gambar 6. Posisi sayatan pada kontur anomali

  mencapai 100 m. Model penampang melintang anomali lokal lintasan AA’ pada kurva atas memperlihatkan bentuk kurva berupa pola negatif dan positif (dipole) yang merepresentasikan bentuk model bawah permukaan linta san AA’. Berdasarkan model tersebut dapat dilihat bahwa terdapat ketidakseragaman batuan bawah permukaan, lapisan teratas diperkirakan terdapat batu kerikil dengan nilai suseptibilitas 0,0222-0,0243 (dalam SI), lempung tufaan dengan nilai suseptibilitas 0,0005 (dalam SI) dan batu pasir

  Gambar 7. Model penampang bawah permukaan dengan nilai suseptibilitas 0.0015 (dalam SI). lintasan AA’

  Pada lapisan kedua terdapat lava vulkanik Interpretasi secara kuantitatif dilakukan dengan suseptibilitas 0,1325 (dalam SI) yang dengan membuat model hasil line section ditandai dengan warna merah. Lapisan ketiga

  (sayatan) pada kontur anomali magnetik yang terdapat batu pasir yang ditandai dengan warna ditunjukkan pada Gambar 6. Lokasi sayatan hijau dengan nilai suseptibilitas 0,0035 (dalam diambil dengan mempertimbangkan adanya SI). anomali posiif dan negatif pada lokasi tersebut

  Pada lintasan AA’ ini diduga terdapat dengan melihat hasil reduksi ke kutub di atas. rekahan ditunjukkan oleh garis putus-putus Sayatan dilakukan pada empat (4) lokasi yaitu hitam. Rekahan pertama yaitu pada titik pada AA’ dan BB’ di loop 1 dan pada CC’ dan pengukuran 20 m yang merupakan pertemuan DD’ di loop 2, dimana pada loop 2 posisi antara lava vulkanik dan batu kerikil dengan sayatan CC’ dan DD’ saling berpotongan. kedalaman mencapai 12 m. Sedangkan rekahan

  Lintasan AA’ (Gambar 7) melintang mulai yang kedua berada pada titik pengukuran 90 m dari Barat ke Timur dengan panjang lintasan yaitu pada pertemuan batu kerikil dan batu pasir dengan kedalaman mencapai 24 m. Batuan lava lintasan ini diduga terdapat rekahan yaitu pada pada lintasan ini, merupakan hasil dari kegiatan titik 80 m dan 100 m. Rekahan tersebut gunungapi ijen muda yang kemudian tertutupi merupakan pertemuaan antara batu kerikil dan oleh sedimen pasir dan kerikil dari Sungai lava vulkanik, dimana batu kerikil tersebut Bajulmati. Rekahan tersebut diperkirakan merupakan basement dari sungai. Sehingga merupakan daerah rembesan yang menjadi lokasi rekahan tersebut terletak pada tepi-tepi target dalam penelitian ini. dari sungai.

  Lintasan B

B’ melintang mulai dari arah timur menuju arah barat dengan panjang

  lintasan 200 m. Berdasarkan Gambar 8 terihat bahwa lapisan teratas diduga merupakan lempung tufaan dengan nilai suseptibilitas 0,0008 (dalam SI) pada kedalaman 0 sampai 5 m. Kemudian pada lapisan kedua terdapat kerikil dengan nilai suseptibilitas 0,0247 (dalam SI), lava vulkanik dengan nilai suseptibilitas 0,1130 (dalam SI) dan batu pasir dengan nilai suseptibilitas 0,0043 (dalam SI).

  Pada kedalaman 24

  • – 40 m terdapat lava vulkanik dengan nilai suseptibilitas 0,0247

  Gambar 8. Model penampang bawah permukaan

  (dalam SI). Dan lapisan terakhir terdapat batu

  lintasan BB’

  pasir dengan nilai suseptibilitas 0,040 (dalam SI). Pada lintasan ini diduga terdapat rekahan pada titik 120 m dan 160 m. Lokasi rekahan ditunjukkan oleh garis putus-putus. Pada titik 120 m terdapat rekahan yang diduga terjadi akibat pertemuan batu kerikil dan lava vulkanik, sedangkan pada titik 160 m rekahan ini muncul diduga akibat lava yang mengalami penurunan mulai titik 160 m. Selanjutnya daerah yang kosong tersebut terisi oleh sedimen pasir dan menjadi batu pasir. Kemudian tertutupi oleh lempung tufaan. Di titik 160 m ini merupakan batas antara sungai dan darat. Rekahan tersebut

  Gambar 9. Model penampang bawah permukaan lintasan CC’

  diduga dapat menyebabkan rembesan pada Bendungan Bajulmati.

Lintasan CC’ terletak di sebelah selatan dari dam Bajulmati, membentang dari arah barat ke

  arah timur dengan panjang lintasan 160 m. Gambar 9 memperlihatkan bahwa pada lapisan pertama dari model lintasan ini diduga merupakan batu pasir dengan nilai suseptibilitas 0,0035 (dalam SI) dengan ketebalan 3 - 10 m yang ditunjukkan oleh warna hijau.

  Lapisan kedua diperkirakan terdapat lava vulkanik yang terpisahkan oleh batu kerikil, disebelah barat lava vulkanik memiliki nilai suseptibilitas 0,1134 (dalam SI), sedangkan

  Gambar 10. Model penampang bawah permukaan

  disebelah timur lava vulkanik dengan nilai lintasan DD’ suseptibilitas 0,1098 (dalam SI). Batu kerikil dengan nilai suseptibilitas 0,0153 (dalam SI). Lintasan DD’ ini melintang mulai dari arah utara menuju arah selatan dengan panjang Lapisan ketiga merupakan lava vulkanik tergambar pada Gambar 10 terihat bahwa pada lintasan ini diperkirakan terdapat batu pasir dengan nilai suseptibilitas 0,0043 (dalam SI) pada kedalaman 0 sampai 12 m. Kemudian pada lapisan kedua terdapat lava dengan nilai suseptibilitas 0,1059 (dalam SI) dan batu kerikil dengan nilai suseptibilitas 0,0163 (dalam SI). Pada lapisan terakhir terdapat lava vulkanik dengan nilai suseptibilitas 0,0690 (dalam SI). Pada lintasan DD’ ini diperkirakan terdapat rekahan yang berada pada titik pengukuran 80 m. Rekahan tersebut diduga merupakan pertemuan antara lava vulkanik dan batu kerikil yang merupakan dasar sungai. Rekahan tersebut terletak pada posisi yang sama dengan rekahan pada lintasan CC’, sehingga memperkuat dugaan adanya rekahan pada titik tersebut.

  Dari hasil interpretasi kuantitatif diatas, maka dapat dikatakan bahwa struktur bawah permukaan dari model penampang melintang dari setiap lintasan tersusun atas beberapa batuan yang sama. Penetuan batuan tersebut mengacu pada kisaran nilai suseptibilitas batuan berdasarkan literatur yang ada.

  Berdasarkan hasil pengolahan data magnetik dapat diketahui bahwa di lokasi pembangunan Bendungan Bajulmati terdapat beberapa area yang merupakan zona rawan rembesan akibat adanya rekahan (Gambar 11). Rekahan tersebut diperkirakan terdapat pada beberapa lintasan, yaitu pada lintasan AA’ di titik pengukuran 20 m dan 90 m, lintasan BB’ di titik pengukuran 120 m dan 160 m, lintasan CC’ di titik pengukuran 80 m dan 100 m, dan lintasan DD’ di titik 100 m yang mana lokasinya sama dengan titik 80 m dar i lintasan CC’.

  

Gambar 11. Lokasi rekahan pada daerah penelitian

KESIMPULAN

  Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan struktur bawah permukaan lokasi pembangunan Bendungan Bajulmati didominasi oleh lempung tufaan, batu pasir, kerikil dan lava vulkanik. Dari struktur litologi yang didapatkan, maka dapat diperkirakan bahwa struktur geologi penyebab rembesan pada Bendungan Bajulmati adalah rekahan yang terdapat pada beberapa lintasan, yaitu pada lintasan AA‘, lintasan BB‘ dan lintasan CC

  ’. Lokasi yang diperkirakan merupakan zona rembesan adalah pada lintasan-lintasan yang terdapat rekahan yaitu, pada lintasan AA’ di titik pengukuran 20 m dan Schlumberger and dipole dipole rd

  configuration. Proceeding 3 Annual

  90 m, lintasan BB’ di titik pengukuran 120 m dan 160 m, dan lintasan CC’ di titik pengukuran Basic Science International Conference 80 m dan 100 m. (BaSIC) 2013. Fakultas MIPA.

  Universitas Brawijaya Malang. [5] Burger, Henry Robert (1992), Exploration

  . Prentice Hall,

  DAFTAR PUSTAKA of the Shallow Subsurface New Jersey.

  [1] Giyanto (2008). Optimasi Pola Tanam [6] Telford, W. M, Geldart L. P., dan Sheriff Daerah Irigasi Waduk Bajulmati Dengan R. E. (1990), Applied Geophysics.

  Menggunakan Program Linear. Skripsi. Cambridge University Press. New York Teknik Sipil. Institut Teknologi Surabaya. [7] Waduk Bajulmati Situbondo Banyuwangi [2] Deny, S., (2013). Waduk Bajulmati Siap Jawa Timur . http://loketpeta.pu.go.id.

  

Alirkan Air Mulai 2014 . Diakses tanggal 17 Desember, 2013.

  www.liputan6.com 19 Juli 2013 Diakses [8] Palgunadi, Salman dan Y. Hidayat (2000), tanggal 2 Agustus 2014 Laporan Penyelidikan Magnet G. Inelika, [3] Wibagiyo, A. Indroyono, P. Bungkus, dan Gou Flores. Direktorat Vulkanologi dan Haryono (1998), Penentuan Lokasi Mitigasi Bencana Geologi. Bandung.

  Rembesan pada Dasar Bendungan dengan [9] Blakely, R.J. (1995), Potential Theory in Teknik Radioisotopdi Bendungan Gravity and Magnetic Applications . Ngancar, Wonogiri . Penelitian dan Cambridge University Press. New York.

  Pengembangan Aplikasi Isotop dan [10] Oasis Montaj (2007), Oasis Montaj Radiasi. Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, Version 6.4.2 (HJ) . Geosoft, Inc. BATAN. [11] Musyafak, Z. Dan Bagus, J. S. (2007),

  [4] Susilo, A., A. Rachmansyah, Irwan, F. Interpretasi Metode Magnetik untuk Rakhmanto dan Y. Sulistyono (2013), Penentuan Struktur Bawah Permukaan Di Detection of seepage patterns direction in Sekitar Gunung Kelud Kabupaten Kediri .

  the Bajulmati Dam, Banyuwangi, Pascasarjana Fisika-FMIPA. Institut Indonesia using geoelectrical method, Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.