Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Nusa Cendana, Jln. Adisucipto Penfui-Kupang, NTT 850001 ABSTRAK - 18. Jurnal Jeriance Welly Betty

  

PENGARUH KOMPOSISI MEDIA TANAM (TANAH BEKAS TAMBANG MANGAN DAN

PUPUK KANDANG KOTORAN SAPI) TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI FALOAK (Sterculia quadrifida R.Br).

  

The Influence of Planting Media Composition (Manganese Ex-Mine Soil and Manure of Cow

Feses) on Seedlings Growth of Faloak (Sterculia quadrifida R.Br).

  Jeriance Welli Betty, Shirly S. Oematan dan Mamie Pellondo’u

Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Nusa Cendana,

Jln. Adisucipto Penfui-Kupang, NTT 850001

  

ABSTRAK

  Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas Nusa Cendana, mulai bulan Februari sampai bulan Mei 2018. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh media tanam tanah bekas tambang mangan terhadap pertumbuhan semai Faloak (Sterculia quadrifida R.Br), pengaruh aplikasi pupuk kandang kotoran sapi terhadap peningkatan pertumbuhan semai faloak( Sterculia quadrifida R.Br) dan Kandungan N, P, K, C organik serta pH tanah yang terdapat tanah bekas tambang mangan dan pupuk kandang kotoran sapi. Rancangan Lingkungan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 15 ulangan yaitu M0 : 100% tanah bekas tambang mangan, M1 : 80% tanah bekas tambang mangan + 20% pupuk kandang kotoran sapi, M2 : 60% tanah bekas tambang mangan + 40% pupuk kandang kotoran sapi, dan M3 : 40 % tanah bekas tambang mangan + 60% pupuk kandang kotoran sapi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi media tanam (tanah bekas tambang mangan dan pupuk kandang sapi) berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan semai Faloak. Perlakuan terbaik adalah pada perlakuan M0 : 100% tanah bekas tambang mangan yang menghasilkan tinggi 20.06, jumlah daun sebanyak 5.27, Indeks Kualitas Semai sebesar 0,11, diameter terbaik pada perlakuan M3 : 40 % tanah bekas tambang mangan + 60% pupuk kandang kotoran sapi, dan kekohohan semai Faloak terbaik pada perlakuan M2 : 60% tanah bekas tambang mangan + 40% pupuk kandang kotoran sapi mengasilkan 44,23.

  Kata Kunci : Media Tanam, Pertumbuhan Semai, Faloak (Sterculia quadrifida R. Br).

  

ABSTRACT

  The research were held in the Green House Laboratory of Agriculture Faculty, Nusa Cendana University, started on February-May 2018. The purpose of this research is to knowing the influence of planting media composition of manganese ex-mine soil to the seedlings faloak (Sterculia quardrifida R.Br), influence of application manure to increase the seedlings of faloak growth and contains N, P, K, C organic. The other purpose is to knowing soil pH that contained in manganese ex-mine soil and in the manure of cow feces. Environmental design used on this research is complete random design by 4 treatment and 15 repetition. It is M0 : 100% of manganese ex-mine soil, M1 : 80% of manganese ex-mine soil + 20% of cows feces manure, M2 : 60% of manganese ex-mine soil + 40%of cows feces manure. M3 : 40% of manganese ex-mine soil + 60% cows feces manure. Observed parameter is high, stem diameter, amount of leaves, and index quality of faloak seedling. Data of research result will be by Analyzed of Varians (Anova) to know whether or not there an influence of the treatment. If theres an influence it will be continue by Least Significant Differences (LSD) test level 5%. Result of this research show that the compotition of planting media on manganese ex-mine soil and cow feces manure have real influence toward growing seedling of Faloak. The best treatment is M0 : 100% of manganese ex-mine soil with high 20.06, amount of leaves produce 5.27, Index Quality of Seedling (IQS) produce 0,11, best diameters on M3 : 40% of manganese ex-mine soil + 60% cows feces manure produce 4,39 and sturdy seedling on M2 : 60% of manganese ex-mine soil + 40%of cows feces manure produce 44,23.

  Keywords : Planting Media, Seedling Growth, Faloak (Sterculia quadrifida R. Br)

PENDAHULUAN

  Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi sumber daya alam yang sangat kaya termasuk bahan tambang mangan. Potensi cadangan bijih mangan di Indonesia cukup besar yang tersebar di seluruh Indonesia. Nusa Tenggara Timur termasuk salah satu daerah di Indonesia dengan potensi mangan cukup besar, khususnya pulau Timor menjadi penyedia batu mangan untuk beberapa perusahaan baja di Cina (Barcio, 2015).

  Pertambangan batu mangan di Pulau Timor dinilai mempunyai peran positif di daerah karena potensinya yang membuka dan mengembangkan pembangunan-pembangunan di wilayah terpencil, dimana perusahaan- perusahaan tambang membangun sarana dasar dan menjadi salah satu sumber pekerjaan formal yang penting. Industri pertambangan batu mangan walaupun memberikan keuntungan bagi perekonomian Indonesia tetapi juga memberikan dampak kerusakan biofisik lingkungan yang sangat besar dan mengkhawatirkan. Penambangan batu mangan di Timor secara tradisional dan dengan menggunakan alat-alat berat telah menimbulkan kerusakan lingkungan.

  Proses pertambangan membongkar tumbuh-tumbuhan dan tanah untuk mengambil mangannya sehingga fungsi-fungsi tumbuhan dan tanah sebagai jasa lingkungan seperti penyediaan produk hutan untuk masyarakat setempat, stabilitas tanah, siklus hidrologi, pengikatan karbon dan keanekaragaman hayati hilang. Lahan dibongkar untuk mengambil mangannya, setelah itu lahan dibiarkan tanpa ada usaha untuk memperbaikinya. Perusahaan-perusahaan dibidang pertambangan mangan ini berusaha untuk memperoleh izin eksplorasi/eksploitasi. Pemberian izin yang diberikan kepada perusahaan diharapkan mempunyai kewajiban untuk mereklamasi lahan setelah pertambangan. Kegiatan reklamasi lahan salah satunya adalah revegetasi atau menanam kembali dengan jenis tanaman yang dapat tumbuh dan beradaptasi dengan lingkungannya.

  Faloak merupakan tumbuhan obat yang dapat tumbuh pada kondisi yang ekstrim di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT). Selama ini masyarakat menggunakan kulit faloak untuk berbagai keperluan pengobatan herbal, dimana terdapat kandungan senyawa kimia seperti alkoloid, terpenoid, fenolik dan flavonoid.

  Kandungan senyawa tersebut berfungsi untuk pengobatan berbagai penyakit yang disebabkan oleh bakteri seperti, gagal ginjal, diare dan diare dengan tinja berdarah, gatroenteritis, tipus (deman tifoid), sacrolitis, reumatik, tekanan darah, dan gangguan fungsi hati/liver (Siswadi, dkk., 2014). Mengingat tanaman ini banyak tumbuh di pulau Timor, tanaman ini diduga cocok untuk digunakan sebagai tanaman reklamasi lahan bekas tambang mangan.

  Pengelolaan lahan kritis seperti pada lahan bekas tambang mangan adalah dengan pemberian pupuk kandang kotoran sapi sebagai salah satu sumber bahan organik untuk dapat menambah kandungan unsur hara tanah bekas tambang mangan agar tanaman seperti faloak dapat tumbuh dengan baik. Menurut Gaur (1980)

  

dalam Rofik (2015) bahwa peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah di antaranya merangsang granulasi,

  memperbaiki aerasi tanah, dan meningkatkan kemampuan menahan air. Peran bahan organik terhadap sifat biologis tanah adalah meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang berperan pada fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu seperti N, P, dan K. Peran bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga mempengaruhi serapan hara oleh tanaman. Oleh karena itu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh media tanam tanah bekas tambang mangan terhadap pertumbuhan semai faloak; Pengaruh aplikasi pupuk kandang kotoran sapi terhadap peningkatan pertumbuhan semai faloak; Kandungan N, P, K, C organik dan pH tanah yang terdapat tanah bekas tambang mangan dan pupuk kandang kotoran sapi.

METODE PENELITIAN

  Penelitian ini telah dilakukan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Nusa Cendana. Penelitian berlangsung selama 4 bulan yakni Februari 2018 sampai Mei 2018. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah media tanah bekas tambang mangan, benih faloak, pupuk kandang kotoran sapi, pasir, dan air. Alat

  • –alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan, polybag, mika plastik, alat tulis menulis, penggaris, jangka sorong, oven, kertas label, dan kamera.

  Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan. Perlakuan tersebut adalah : M0 : 100% tanah bekas tambang mangan M1 : 80% tanah bekas tambang mangan + 20% pupuk kandang kotoran sapi M2 : 60% tanah bekas tambang mangan + 40% pupuk kandang kotoran sapi M3 : 40 % tanah bekas tambang mangan + 60% pupuk kandang kotoran sap

  Model matematik Rancangan Acak Lengkap (RAL) menurut Sastrosupadi (2000) adalah sebagai berikut :

  Y ij = i + ij µ + τ ij

  Y : pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ : nilai tengah umum i

  : pengaruh perlakuan ke-i τ ij

  : pengaruh galat percobaan pada beda perlakuan ke-i dan ulangan ke-j ∈ i : 1, 2, 3, 4 (perlakuan) j : 1, 2, 3, ........., 15 (ulangan) Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Sidik Ragam pada taraf uji 5% jika ada perbedaan diantara perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%. Media tanam tanah bekas tambang mangan di ambil dari lokasi bekas tambang yang berada di Desa

  Noebesa, Kecamatan Amanuban Tengah, Kabupaten Timor Tengah Selatan. Tanah bekas tambang mangan diambil pada kedalaman 40 cm dan dibawa ke laboratorium untuk dianalisis kandungan unsur hara N, P, K, C organik, dan pH tanah, yang terdapat dalam tanah tersebut. Media tanam bekas tambang mangan dibersihkan dari kotoran kemudian ditimbang sesuai ukuran tiap perlakuan untuk tiap polybag. Pupuk kandang kotoran sapi dibawa ke laboratorium untuk menganalisis N, P, K, C organik, dan pH tanah, pupuk kandang kotoran sapi dibersihkan dari kotoran dan kemudian ditimbang sesuai dosis masing- masing. Kemudian kedua media tanam tersebut dicampur merata sesuai perlakuan kemudian dimasukan ke dalam polybag. Benih faloak diunduh dari pohonnya kemudian biji faloak dipisahkan dari kulit buahnya. Ciri-ciri buah faloak yang layak untuk diunduh yaitu kulit buahnya berwarna cokelat dan sudah pecah sehingga biji faloak kelihatan. Sebelum penanaman benih faloak direndam dalam air dingin selama 48 jam untuk diseleksi benih faloak yang dianggap baik untuk ditanam. Penaburan dilakukan di bedeng tabur dengan media berupa pasir kasar yang telah distrerilkan dengan dijemur dibawah sinar matahari. Benih faloak ditabur dengan kedalaman 1 cm dan jarak antara benih 2 cm. Setelah berumur 1 bulan dibedeng tabur, faloak kemudian dipindahkan ke dalam polybag yang berisi media tanam tanah bekas tambang mangan dan pupuk kandang kotoran sapi sesuai perlakuan. Proses pemeliharaan berupa kegiatan penyiraman yang di lakukan dua kali dalam satu hari yaitu pagi dan sore dan penyiangan gulma yang di lakukan secara manual yaitu mencabut tanaman pengganggu di sekitar semai faloak.

  Pengamatan Persentase perkecambahan

  Persentase perkecambahan dihitung dengan menggunakan satuan persen berdasarkan rumus sebagai berikut:

  n

  Persentase perkecambahan = x 100%

  N

  Keterangan: (n) Jumlah benih yang berkecambah; (N) Jumlah benih yang diuji

  Tinggi tanaman (cm)

  Tinggi tanaman faloak diukur dari permukaan tanah sampai pada ujung tanaman setiap 2 minggu setelah tanam (MST).

  Diameter batang (mm) Pengukuran diameter batang tanaman faloak dilakukan setiap 2 minggu setelah tanam (MST). Jumlah daun tanaman (helai) Jumlah daun faloak dihitung setiap 2 minggu setelah tanam (MST). Kualitas Semaian Kekokohan Semai

  Rumus yang digunakan untuk mendapatkan nilai kekokohan semai (Hendromono, 2003 dalam Junaedi et

  all ., 2010) adalah sebagai berikut:

  Tinggi (cm) Kekokohan =

  Diameter (mm)

  Nisbah Pucuk Akar

  Berat Kering Pucuk (g) Nisbah Pucuk Akar =

  Berat Kering Akar (g)

  Indeks Kualitas Semai

  Indeks kualitas semai akan dihitung ketika tanaman faloak sudah berumur 4 bulan. Indeks Kualitas semai di peroleh dari :

  berat kering pucuk + berat kering akar

  Indeks Kualitas Semai =

  kekokohan semai + nisbah pucuk akar

  Dimana nilai kekokohan yang baik berkisar antara 4-5, nisbah pucuk akar/top ratio idealnya 2-5, dan indeks kualitas semai terbaik adalah lebih besar dari 0,09 (Roller, 1977 dalam Siswadi, dkk., 2014).

  

HASIL DAN PEMBAHASAN

Daya Kecambah

  Perkecambahan benih faloak dilakukan pada media pasir selama 4 minggu (1 bulan) dengan menggunakan metode skarifikasi secara fisis yaitu benih direndam menggunakan air dingin selama 48 jam. Daya kecambah yang diperoleh setelah 4 MST yaitu 59% yang diperoleh dari 100 biji yang dipilih untuk mewakili semua benih faloak yang dikecambahkan Tabel 1).

  Tabel 1. Profil Pohon Faloak Yang Digunakan Sebagai Sumber Benih Profil

  Berat perseratus Tinggi Diameter (cm) Persentase Berkecambah (%) pohon

  Biji (gram)

  1 6 47,92 41,86

  2 5 30,6 37,4

  3 4 20,17 43,64 59% 4 1,5 14,31 43,77

  5 2,5 18,23 33,42 Rata-rata 3,8 26,246 40,018

  Sumber : Data primer, 2018 Perkecambahan merupakan batas antara benih yang masih tergantung pada sumber makanan dari

  

induknya dengan tanaman yang mampu berdiri sendiri dalam pengambilan hara. Perkecambahan ditentukan

oleh kualitas benih (vigor dan kemampuan berkecambah), perlakuan awal dan kondisi perkecambahan (air,

suhu, media, cahaya dan bebas hama penyakit) (Schmidt, 2002).

  Karakteristik Media Tanam Tanah bekas Tambang Mangan dan Pupuk Kandang Kotoran Sapi

  Tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah bekas tambang mangan yang berasal Desa Noebesa, Kecamatan Amanuban Tengah, Kabupaten Timor Tengah Selatan. Hasil analisis sifat-sifat kimia tanah dan pupuk kandang kotoran sapi awal dan akhir penelitian disajikan pada Tabel 2.

  Tabel 2. Hasil Analisis Sifat-Sifat Kimia Tanah Dan Pupuk Kandang Kotoran Sapi Awal Dan Akhir.

  Pupuk M0

  Akhir N

  Parame-er Kandang o Awal Akhir M1 M2 M3

  C- 1 0,23% (SR*) 0,10 (SR) 30,66% (ST) 1,23 (R) 1,55 (R) 2,01 (S) Organik

  2 N 0,15% (R) 0,10 (SR) 1,23% (ST) 0,35 (N) 0,40 (S) 0,67 (T)

  3 P 27,77 ppm (T) 21,23 (S) 0,50% (SR) 67,10 (ST) 89,44 (ST) 102,56 (ST) 0,77 me/100gr

  4 K 0,56 (S) 0,40% (S) 0,88 (T) 0,97 (T) 1,14 (ST) (T) 5 pH 7,25 (N) 7,28 (N) 7,60 (AA) 7,16 (N) 7,14 (N) 7,10 (N)

  Sumber data: Hasil Analisis Laboratorium Kimia Tanah Fakultas Pertanian Undana, 2018 Kategori: * Pusat Penelitian Tanah, 1983 (Lampiran 25) Keterangan : SR (sangat rendah), R (rendah), S (sedang), T (tinggi), ST (sangat tinggi), T (tinggi), AA (agak alkalis), dan N (Netral)

  Tinggi Semai Faloak

  Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa komposisi media tanam (tanah bekas tambang mangan dan pupuk kandang kotoran sapi) berpengaruh nyata terhadap tinggi semai faloak pada 6 MST, 8 MST, 10 MST, dan 12 MST sedangkan pada 2 dan 4 MST tidak berpengaruh nyata. Data rata-rata tinggi semai faloak dan uji BNT 5% pada umur 2 MST, 4 MST, 6 MST, 8 MST, 10 MST, dan 12 MST disajikan pada Tabel 3.

  Data Tabel 3 menunjukkan bahwa tinggi semai faloak pada umur 2 MST dan umur 4 MST relatif sama di antara semua perlakuan. Selanjutnya pada umur 6 MST-12 MST perlakuan M0 (100% tanah bekas tambang mangan) menghasilkan tinggi semai faloak tertinggi yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya yaitu M1

  (80% tanah bekas tambang mangan + 20% pupuk kandang kotoran sapi), M2 (60% tanah bekas tambang mangan + 40% pupuk kandang kotoran sapi), dan M3 (40 % tanah bekas tambang mangan + 60% pupuk kandang kotoran sapi). Hal ini diduga karena pada umur 2 MST dan 4 MST semai faloak belum membutuhkan unsur hara yang cukup banyak sehingga unsur hara yang ada cukup untuk menunjang pertumbuhan semai faloak meskipun N rendah dan C-Organik yang sangat rendah. Tabel 3. Tinggi Semai Faloak Akibat Perlakuan Komposisi Media Tanam (Tanah Bekas Tambang Mangan dan Pupuk Kandang Kotoran Sapi)

  Tinggi Semai Faloak (cm) Perlakuan

  2MST 4MST

  6MST

  8MST 10MST

  12MST

  M0 (100% tanah bekas tambang

  13.35 15.23 18.17c 19.07c 19.37c 20.06c mangan) M1 (80% tanah bekas tambang mangan + 20% pupuk kandang

  13.35 13.82 15.33a 16.14a 16.33a 17.27b kotoran sapi) M2 (60% tanah bekas tambang mangan + 40% pupuk kandang

  13.51 14.06 15.85ab 17.29b 17.73b 18.49b kotoran sapi) M3 (40 % tanah bekas tambang mangan + 60% pupuk kandang

  14.05 14.73 16.61b 18.11b 17.77b 18.85b kotoran sapi) Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata pada Uji BNT 5%.

  Tinggi semai faloak semua perlakuan komposisi media tanam (tanah bekas tambang mangan dan pupuk kandang kotoran sapi) lebih rendah pada umur 6 MST- 12 MST dari pada semai faloak pada perlakuan M0 (100% tanah bekas tambang mangan). Hal ini diduga karena proses mineralisasi dari pupuk kandang belum berjalan secara baik dimana unsur hara yang ada pada media tanam masih digunakan oleh mikroorganisme sehingga tanaman pada perlakuan tersebut cenderung tertekan. Mineralisasi bahan organik adalah proses peruraian bahan organik menjadi unsur lain yang diperlukan dalam pertumbuhan tanaman (Sutanto, 2005).

  Diameter Batang Semai Faloak

  Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa komposisi media tanam (komposisi tanah bekas tambang mangan dan pupuk kandang kotoran sapi) berpengaruh nyata terhadap diameter semai faloak pada 6 MST, 8 MST, 10 MST, dan 12 MST sedangkan pada 2 MST dan 4 MST tidak berpengaruh nyata. Data rata-rata diameter semai faloak dan uji BNT 5% pada umur 2 MST, 4 MST, 6 MST, 8 MST, 10 MST, dan 12 MST disajikan pada tabel 4. Tabel 4. Diameter Batang (Mm) Semai Faloak Akibat Perlakuan Komposisi Media Tanam (Komposisi Tanah

  Bekas Tambang Mangan Dan Pupuk Kandang Kotoran Sapi)

  Diameter Batang Semai Faloak (mm) Perlakuan

  2MST 4MST 6MST 8MST 10MST 12MST

  M0 (100% tanah bekas tambang mangan)

  1.62 2.28 3.04b 3.74c 4.16b 4.24b M1 (80% tanah bekas tambang mangan + 20%

  1.70 2.15 2.43a 2.91a 3.64a 3.77a pupuk kandang kotoran sapi) M2 (60% tanah bekas tambang mangan + 40%

  1.85 2.40 2.92b 3.25b 4.11b 4.24b pupuk kandang kotoran sapi) M3 (40 % tanah bekas tambang mangan + 60%

  1.84 2.37 3.04b 3.62c 4.09b 4.39b pupuk kandang kotoran sapi) Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata pada Uji BNT 5%.

  Data Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan M1 (80% tanah bekas tambang mangan + 20% pupuk kandang kotoran sapi) menghasilkan diameter batang yang paling rendah dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini diduga karena tanaman faloak pada umur semai pertumbuhan tinggi lebih dominan terjadi, sehingga unsur hara yang tersedia dalam tanah masih banyak digunakan untuk pertumbuhan tinggi tanaman. Pertambahan diameter semai merupakan pertumbuhan sekunder yang pertumbuhannya jauh lebih lambat dibandingkan pertumbuhan tinggi semai (Duryea dan Brown, 1984 dalam Yuniarti, dkk (2004).

  Pertambahan diameter semai pada umur 12 MST tertinggi pada media tanam M3 (40 % tanah bekas tambang mangan + 60% pupuk kandang kotoran sapi). Hal ini disebabkan karena kandungan unsur hara N, P, K semakin meningkat setelah penambahan pupuk kandang kotoran dengan dosis yang lebih tinggi. Kandungan unsur hara yang penting untuk tanaman antara lain unsur (N), posfor (P), dan Kalium (K). Ketiga unsur hara inilah yang paling banyak dibutuhkan oleh tanaman (Muhajir, dkk., 2015).

  Jumlah Daun Semai Faloak

  Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa komposisi media tanam (tanah bekas tambang mangan dan pupuk kandang kotoran sapi) berpengaruh nyata terhadap jumlah daun semai faloak pada 4 MST dan 6 MST, sedangkan pada 2 MST, 8MST, 10 MST, dan 12 MST tidak berpengaruh nyata. Data rata-rata jumlah daun semai faloak dan uji BNT 5% pada umur 2 MST, 4 MST, 6 MST, 8 MST, 10 MST, dan 12 MST disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Jumlah Daun (Helai) Semai Faloak Akibat Perlakuan (Komposisi Tanah Bekas Tambang Mangan Dan

  Pupuk Kandang Kotoran Sapi)

  Jumlah Daun Semai Faloak (helai) Perlakuan

  5

  4.5

  4

  3.5

  3

  2M

  4M

  6M

  8M

  10M

  12M

  2.5 ST ST ST ST ST ST

  2

  1.5

  1

  0.5 Category 1 Category 2 Category 3 Cate

  4.00

  5.27 M0 (100% tanah bekas tambang mangan)

  2.93

  5.47

  5.60

  5.80 a c M1 (80% tanah bekas tambang mangan + 20% pupuk kandang

  3.33

  4.73

  2.60

  5.40

  6.20

  6.60 kotoran sapi) b b M2 (60% tanah bekas tambang mangan + 40% pupuk kandang

  3.20

  4.20

  2.87

  5.40

  6.07

  6.47 kotoran sapi) b a M3 (40 % tanah bekas tambang mangan + 60% pupuk kandang

  3.33

  4.53

  2.80

  5.20

  6.27

  6.60 kotoran sapi) b b Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti berbeda nyata pada Uji BNT 5%.

  Data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan M0 (100% tanah bekas tambang mangan) umur 4 MST dan 6 MST menghasilkan jumlah daun paling banyak dan berbeda nyata dengan perlakuan lain, tetapi pada umur 12 MST jumlah daun pada perlakuan M1 (80% tanah bekas tambang mangan + 20% pupuk kandang kotoran sapi), M2 (60% tanah bekas tambang mangan + 40% pupuk kandang kotoran sapi), dan M3 (40 % tanah bekas tambang mangan + 60% pupuk kandang kotoran sapi) meningkat. Hal ini disebabkan oleh kandungan unsur hara P dan K yang masih tinggi di awal pertumbuhan pada media tanam M0 (100% tanah bekas tambang mangan) tetapi semakin berkurang setelah 12 MST sehingga pertambahan jumlah daun semai faloak rendah. Pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara dalam tanah (Muhajir, dkk., 2015).

  Indeks Kualitas Semai Faloak

  Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa komposisi media tanam (tanah bekas tambang mangan dan pupuk kandang kotoran sapi) berpengaruh nyata terhadap Indeks Kualitas semai faloak pada 12 MST, tidak berpengaruh nyata terhadap kekokohan semai faloak dan berpengaruh nyata terhadap nisbah pucuk akar semai faloak. Data rata-rata nisbah pucuk akar, kekokohan semai dan indeks kualitas semai faloak dan uji BNT 5% disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Rata-Rata Indeks Kualitas Semai Faloak Akibat Perlakuan Komposisi Media Tanam (Tanah Bekas

  Tambang Mangan Dan Pupuk Kandang Kotoran Sapi) Perlakuan Nisbah Pucuk Akar Kekokohan Semai Indeks Kualitas Semai

  M0 0,56a 48,75 0,11d M1 0,93c 46,97 0,09c M2 0,80b 44,23 0,02b M3 0,62a 46,54 0,01a

  Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti berbeda nyata pada Uji BNT 5%.

  Data Tabel 6 menunjukkan bahwa perlakuan M0 (100% tanah bekas tambang mangan), M1 (80% tanah bekas tambang mangan + 20% pupuk kandang kotoran sapi), M2 (60% tanah bekas tambang mangan + 40% pupuk kandang kotoran sapi) dan M3 (40 % tanah bekas tambang mangan + 60% pupuk kandang kotoran sapi) memiliki nilai kekokohan semai yang baik. Kekokohan semai yaitu perbandingan antara tinggi dengan diameter semai dan nilai kekokohan yang baik berkisar antara 4-5 (Siswadi., dkk, 2013).

  Nilai kekokohan semai yang kecil menunjukkan bahwa tanaman memiliki harapan yang lebih tinggi untuk bertahan hidup, terlebih pada angin dan lahan kering. Rasio yang tinggi menunjukkan bahwa bibit tersebut kurus sedangkan rasio yang lebih rendah mengindikasikan bibit tersebut gemuk. Bibit dengan rasio kekokohan semai yang tinggi akan rentan terhadap kerusakan pada saat penanganan, angin dan kekeringan (Haase, 2008 dalam Yudohartono dan Fambayun, 2012). Berdasarkan pendapat Jaenicke (1999) dalam Yudohartono dan Fambayun (2012), maka diurutkan berdasarkan rasio kekokohan maka yang paling baik yaitu pada perlakuan M2 dimana nilai rasionya paling kecil. Kekokohan semai juga merupakan sifat yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman di lapangan.

  Nisbah pucuk akar dapat menunjukkan kondisi fisiologis suatu tanaman, karena nilai tersebut tersusun atas nilai total produksi pertumbuhan yaitu berat kering pucuk dengan perakarannya dan nilai ideal untuk nisbah pucuk akar adalah 2-5 dan yang terbaik adalah yang mendekati nilai ideal ( Fandeli, 1979 dalam Siswadi, 2014).

  Nilai nisbah pucuk akar semai faloak pada Tabel 6 menunjukkan bahwa perlakuan media tanam M0, M1, M2, dan M3 dibawah nilai ideal. Nisbah Pucuk Akar juga menunjukkan kesiapan semai untuk dipindahkan ke lapangan (Danu et al., 2006 dalam Rahayu, dkk., 2016). Nilai ideal yang dibawah standar menunjukan semai faloak pada semua perlakuan belum siap ditaman di lapangan. Hal ini karena semai faloak baru berumur 3 bulan dan semai faloak masih membutuhkan air dan unsur hara dalam jumlah yang besar untuk mendukung pertumbuhan sehingga akarnya lebih banyak dan panjang.

  Indeks kualitas semai merupakan perbandingan antara berat kering total dengan kekokohan semai dan nisbah pucuk akar. Menurut Roller (1977) dalam Siswadi, dkk (2014) bahwa semai dengan indeks kualitas semai lebih besar dari 0,09 akan lebih mudah tumbuh setelah ditanam di lapangan. Semai yang baik adalah yang memiliki keseimbangan yang baik antar pertumbuhan tinggi dan diameter. Data Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai indeks kualitas semai yang memenuhi nilai ideal untuk ditanam di lapangan yaitu pada media tanam M0 (100% tanah bekas tambang mangan) dengan nilai 0,11.

  

PENUTUP

Simpulan

  1. Komposisi media tanam (tanah bekas tambang mangan dan pupuk kandang kotoran sapi) berpengaruh terhadap tinggi, diameter batang, dan jumlah daun dan indeks kualitas semai faloak.

  2. Perlakuan media tanam 100% tanah bekas tambang mangan pada usia 3 bulan tanam memberikan hasil terbaik terhadap tinggi, diameter batang, jumlah daun dan indeks kualitas semai faloak.

  3. Komposisi media tanam pada perlakuan M2 (60% tanah bekas tambang mangan + 40% pupuk kandang kotoran sapi) memiliki nilai kekokohan semai faloak yang tinggi dibandingkan perlakuan karena memiliki nilai yang lebih kecil yaitu 44,23.

  4. Kandungan C-organik, N, P, K dan pH bertambah setelah penambahan pupuk kandang kotoran sapi M1 (80% tanah bekas tambang mangan + 20% pupuk kandang kotoran sapi), M2 (60% tanah bekas tambang mangan + 40% pupuk kandang kotoran sapi) dan M3 (40 % tanah bekas tambang mangan + 60% pupuk kandang kotoran sapi) dan berkurang pada perlakuan M0 (100% tanah bekas tambang mangan) pada usia 3 bulan setelah tanam.

  Saran

  1. Perlu adanya penelitian lanjut dengan komposisi media tanam (tanah bekas tambang mangan dan pupuk kandang kotoran sapi) untuk pertumbuhan semai faloak dengan waktu penelitian yang lebih panjang.

  2. Apabila persemaian faloak menggunakan media tanam (tanah bekas tambang mangan) dilakukan lebih dari 3 bulan maka perlu adanya penambahan pupuk.

DAFTAR PUSTAKA.

  Barsio, S. R. 2015. Pertambangan Batu Mangan di Nusa Tenggara Timur . https://blogs.uajy.ac.id/sautbarcio/2015/03/03/pertambangan-batu-mangan-di-nusa-tenggara-timur/. Diakses pada 17 juni 2017.

  Muhajir., Muslimin., dan H. Umar. 2015. Pertumbuhan Semai Jati (Tectona Grandis L.F) pada Perbandingan Media Tanah dan Pupuk Organik Limbah Kulit Kakao. Warta Rimba. Volume 3, Nomor 2. Hal: 80-87.

  Diakses dari : http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/WartaRimba/article/viewFile/6353/5052. Rahayu, A. A. D. dan R. Wahyuni. 2016. Pengaruh Media Organik Sebagai Media Sapih Terhadap Kualitas

  Bibit Bidara Laut (Strychnos Lucida R. Brown). Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan . Vol.10 No.1, Juni

  2016, p. 13 – 21. Diakses dari https://media.neliti.com/media/publications/124177-ID-none.pdf. Rofik, 2015. Percepatan pengembalian kesuburan tanah Pasca Tambang dengan Sapi. Dinas Peternakan

  Provinsi Kalimantan Timur. Diakses dari http://peternakan .kaltimprov.go.id. Diakses pada 26 September 2017. Schmidt, L. 2002. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Subtropis. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Departemen Kehutanan, Jakarta. 530.

  Siswadi, Saragih, G.S., Rianawati, H. 2013. Potential Distribution and Utilization of Faloak (Sterculia

  quadrifida R.Br 1844) on Timor Island, East Nusa Tenggara. Forest and Biodiversity. Proceeding International Conference Manado, 5-6 July 2013.

  Siswadi dan Rianawati, H. 2014. Variasi Morfologi Faloak (Sterculia quadrifida R.Br) Dari Tiga Populasi Asal

  Nusa Tenggara Timur. Prosisding Seminar Nasional II Pembaruan Silvikultur untuk Mendukung

  Pemulihan Fungsi Hutan menuju Ekonomi Hijau.Yogyakarta 28-29 Agustus 2014. Fakultas Kehutanan Universitas Gaja Mada. Sutanto, Rachman. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah Konsep dan Kenyataan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Yuniarti, N., Y. Heryati dan T. Rostiwati. 2004. Pengaruh Media Tanam Dan Frekuensi Pemupukan Kompos

  Terhadap Pertumbuhan dan Mutu Bibit Damar (Agathis Loranthifolia Salisb). Error! Hyperlink reference not valid.

  . Yudohartono, T. P. dan R. A. Fambayun. 2012. Karakteristikpertumbuhan Semai Binuang Asal Provenan

  

Pasaman Sumatera Barat Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan. Vol 6 No. 3, November 2012, 143

– 156.

  Diakses dari https://media.neliti.com/media/publications/122777-ID-karakteristik-pertumbuhan-semai- binuang.pdf.

Dokumen yang terkait

Identifikasi Sistem Pengolahan Sampah Organik dan Anorganik Studi Kasus di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

7 70 76

Pedoman/Panduan 2007-2008 Program Studi Bahasa Inggris D-III Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara

0 28 31

Anita Kamilah Dosen Program Magister Ilmu Hukum dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Suryakancana E-mail: anita.kamilahyahoo.co.id Yuyun Yulianah Dosen Fakultas Hukum Universitas Suryakancana E-mail: yuyunyuliana01gmail.com ABSTRAK - LAND TENURE SYSTEM DA

0 0 21

1) Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman 2) Alumni Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman E-mail: hvd1208gmail.com ABSTRAK - View Journal

0 0 15

Mohammad Iqbal Dosen Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Elektro Universitas Muria Kudus Email: iqbal.umkgmail.com Solekhan Dosen Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Elektro Universitas Muria Kudus Email: solekhangmail.com ABSTRAK - Perancangan Wheel

0 1 11

Yohana Very Beauty Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Industri Universitas Sebelas Maret Email: yohanaverybgmail.com Rahmaniyah Dwi Astuti Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Industri Universitas Sebelas Maret niyah22gmail.com ABSTRAK - PERBAIKAN MET

0 5 8

Dosen Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian UNMA ABSTRAK - Daya Dukung Sumber Daya Pertanian Kabupaten Majalengka Terhadap Penyediaan Bahan Pakan Penyusun Ransum Ayam Broiler

0 0 6

1. Dosen Program Studi Agrobisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Majalengka 2. Alumni Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Majalengka e-mail : sri.ayuandayaniyahoo.com - Pendapatan Usahatani Padi Sawah Berdasarkan Penerapan Sekolah La

0 0 18

Program Studi Penyuluhan Pertanian

1 3 18

PENGARUH PEMBERIAN MYOINOSITOL DAN ARANG AKTIF PADA MEDIA SUB KULTUR JARINGAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium SP) PEBRA HERIANSYAH, TRINOP SAGIARTI, ROVER Program Studi Agroteknologi,Fakultas Pertanian Universitas Islam Kuantan Singingi, Teluk Kuantan. Jln. G

0 1 9