T RANSPARANSIK OMUNIKASI DALAM BIROKRASIP EMERINTAHAN C OMMUNICATIONT RANSPARANCY ING OVERNMENTB UREAUCRACY

  Transparanso Komunikasi Dalam Birokrasi Pemerintahan Yohanes Museng Ola Buluamang

  

RANSPARANSI OMUNIKASI DALAM BIROKRASI EMERINTAHAN

T K P

C OMMUNICATION T RANSPARANCY IN G OVERNMENT B UREAUCRACY

Yohanes Museng Ola Buluamang

  Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi NTT Kompleks Perkantoran Pemerintah Provinsi NTT, Gedung D Lantai 2 Jalan Basuki Rahmat Nomor 1-

  Kupang 85111, Telpon / Fax: (0380) 8584060 Hp.+62-852-930-9894 Email: oyan_waibaloen@yahoo.co.id

  

diterima tanggal 1 April 2017| direvisi tanggal 13 Juni 2017 | disetujui tanggal 13 Juni 2017

ABSTRACT

  

Bureaucracy reformation requires government institution to implement the principle of transparency in many

areas of life. This research aims to explore the application of communication transparency within the

government bureaucracy. The method used is a qualitative with case study approach. Techniques of data

collection uses the focus group discussions and participant observation that conducted for two years. The

results of research appoints that the transparency of communication within the government bureaucracy still

experiences challenges in aspects of performance transparency, budgets transparency and public

communications policy.

  Bureaucracy, Case Study Keywords: Communication Transparency, Government

  

ABSTRAK

  Reformasi birokrasi menuntut setiap instansi pemerintah melaksanakan prinsip transparansi di berbagai bidang kehidupan. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi penerapan transparansi komunikasi di lingkungan birokrasi pemerintahan. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif, dengan pendekatan studi kasus. Teknik teknik pengumpulan data menggunakan teknik focus group discussion dan observasi partisipan yang dilakukan selama dua tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa transparansi komunikasi dalam lingkungan birokrasi pemerintahan masih mengalami tantangan pada aspek kinerja, anggaran dan kebijakan komunikasi publik.

  Kata kunci: Transparansi Komunikasi, Birokrasi Pemerintahan, Studi Kasus

  komunikasi dalam penyelenggaraan pemerintahan I.

   PENDAHULUAN

  dicermati dalam bingkai penelitian. Dengan Pada prinsipnya, dalam penyelenggaraan berpijak pada sebuah aksioma, kualitas penelitian pemerintahan suatu negara, transparansi semestinya ini difokuskan pada instansi pemerintahan Badan mendapat perhatian di setiap bidang kehidupan

  Penelitian dan Pengembangan Daerah (Fairbanks, et. al, 2007 dalam Ruijer, 2013). (Balitbangda) Provinsi NTT sebagai objek

  Pasalnya, Rawlins (2009) dalam (Ghergari, 2012) penelitian. Aksioma yang dimaksud menandaskan bahwa transparansi mencerminkan menggarisbawahi keunikan pada pola transparansi tanggung jawab organisasi atas kebijakan dan komunikasi yang diterapkan. Letak keunikan tindakannya. Transparansi mensyaratkan sikap tersebut pada fenomena komunikasi pemerintahan menghormati kemampuan individu secara pantas, yang seringkali mengabaikan relasi jabatan secara kesempatan untuk mengakses informasi secara berjenjang. leluasa, dan memanfaatkannya dengan benar. Kaitan dengan itu, problematika transparansi

  Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan Vol. 21 No.1 Juni 2017: 49-57

  Secara faktual, keunikan transparansi komunikasi belum memberi pengaruh yang signifikan terhadap kinerja instansi. Hal ini ditunjukkan dalam assement inspektorat provinsi NTT tahun 2016 yang memperlihatkan kurang optimalnya kinerja Balitbangda provinsi NTT dalam pertanggungjawaban kinerja dan keuangan, meskipun target kerja tercapai dan realisasi anggaran mencapai angka 93 %. Dari perspektif komunikasi, instansi ini meninggalkan sebuah persoalan tentang transparansi komunikasi birokrasi dalam pertanggungjawaban kinerja. Transparansi komunikasi tidak terlihat dalam perencanaan, pengawasan dan evaluasi kinerja yang efektif baik dalam downward communication, upward communication maupun horizontal communication. Di lain pihak, kebijakan komunikasi dalam urusan transparansi komunikasi publik belum menunjukkan kinerja yang baik, seperti; diseminasi hasil-hasil kelitbangan di surat kabar lokal.

  Widhiastuti (2012) menguraikan komunikasi dalam struktur organisasi hirarkis dihadapkan pada beberapa masalah dalam peran birokrasi, tujuan atau sasaran organisasi yang tidak kompatibel dengan harapan, transparansi, jadwal program, dan beberapa keputusan yang tidak relevan. Lubis (2012) mengungkapkan pula hambatan-hambatan dalam komunikasi birokrasi yang meliputi gaya kepemimpinan, gaya komunikasi dan kompetensi komunikasi yang kurang baik. Stephen P. Robbins (2002) dalam Susanto (2010) memaparkan beberapa faktor yang berpotensi menghambat tercapainya komunikasi, yaitu: pertama, penyaringan atau manipulasi terhadap informasi.

  Kedua, persepsi selektif, melihat dan mendengar

  berdasarkan kebutuhan individual. Tindakan ini cenderung mengabaikan substansi pesan yang lebih luas. Ketiga, emosi atau perasaan penerima ketika menerima pesan. Dari aspek kepemimpinan, terdapat karakter kepemimpinan yang kurang mengedepankan pola komunikasi interaktif dan demokratis serta tidak didukung dengan kompetensi komunikasi yang handal (Ellen & Carl, 1999; Anwaruddin, 2006)

  Florini (2007) dalam Ghergari (2012) menguraikan arti transparansi dalam konteks kehidupan bernegara. Transparansi adalah intrinsik nilai-nilai demokrasi, yang mengharuskan konsentrasi kebijakan informasi dan praktik keterbukaan informasi oleh pemerintah dijalankan dalam kehidupan demokrasi. Hal ini ditegaskan dalam tesisnya bahwa dalam demokrasi, informasi tentang pemerintah menjadi milik rakyat, bukan pemerintah. Sedangkan, makna dari transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan Republik Indonesia dapat dilihat dalam dua hal yaitu;

  pertama , salah satu wujud pertanggung jawaban

  pemerintah kepada rakyat yang diatur dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dengan memperhatikan asas keterbukaan. Kedua, \upaya peningkatan manajemen pengelolaan dan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan mengurangi kesempatan praktek kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) sebagaimana diatur dalam UU 28 tahun 1999. Dalam konteks komunikasi publik di lingkungan pemerintahan, UU No 14 Tahun 2008 merupakan pedoman dalam mengelola informasi. (Moka, 2016). Dengan demikian, transparansi dibangun atas pijakan kebebasan arus informasi yang disediakan untuk dipahami dan selanjutnya dapat dipantau. Transparansi jelas mengurangi tingkat ketidakpastian dalam proses pengambilan keputusan dan implementasi kebijakan publik (Moka, 2016).

  Transparanso Komunikasi Dalam Birokrasi Pemerintahan Yohanes Museng Ola Buluamang

  Pengertian transparansi mengeksplisitkan suatu relasi dengan aspek komunikasi. Berkaitan dengan ini, oleh Heise, 1985 dan Nessmann, 1995 disebut komunikasi pemerintah; Graber, 1992 disebut komunikasi sektor publik; Garnett, 1997 disebut komunikasi administrasi; Weiss, 2002 disebut informasi publik; Lee, 2008 disebut public

  relations pemerintah (Ruijer, 2013). Beberapa

  istilah di atas berkembang dalam kajian komunikasi pemerintahan yang menunjukkan adanya pertukaran informasi antara pemerintah dengan para

  stakeholders . Dalam berbagai terminilogi tersebut,

  komunikasi dapat menghubungkan, memfasilitasi transparansi pemerintah dan partisipasi masyarakat.

  Oleh karena itu, eksistensi kepemimpinan birokrasi dalam konteks komunikasi pemerintahan adalah kemampuan pemimpin dalam melakukan komunikasi untuk mempengaruhi orang lain, supaya dapat bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama yang diinginkan (Susanto, 2010). Hakekatnya, komunikasi pemerintahan merupakan proses penyebaran dan pertukaran pesan di dalam dan dengan luar organisasi (Silalahi, 2004; Hasan, 2010). Pace dan Faules (2002 dalam Lubis (2012) menekankan bahwa esensinya, dalam komunikasi pemerintahan lazim digunakan komunikasi formal dan komunikasi informal. Komunikasi pemerintahan merupakan komunikasi antar manusia (human communication) yang terjadi dalam konteks organisasi pemerintahan. Keduanya mencakup downward communication (pertukaran pesan dari atas ke bawah) dan upward

  communication yang terjadi secara berjenjang

  (pertukaran pesan dari bawah ke atas) (Hasan, 2010). Selain itu, pertukaran pesan di antara orang- orang yang memiliki jabatan yang sama tingkat otoritasnya disebut komunikasi horizontal atau

  horizontal communication . Dalam komunikasi

  horizontal terjadi pula komunikasi lintas saluran (Afrianty, 2015).

  Transparansi dan komunikasi di lingkungan pemerintahan, di satu sisi saling meningkatkan. sementara di sisi lain keduanya dapat saling menghambat. Melalui risetnya, Ruijer,(2013) mengembangkan teori komunikasi pemerintah dan sebuah model dari berbagai literatur terkait dengan transparansi sebagai hubungan kelembagaan. Pada aspek saling meningkatkan, Black (2008) dalam Ruijer (2013), yang memfokuskan pada hubungan akuntabilitas dan legitimasi, berpendapat bahwa konsep relasional akuntabilitas menunjukkan apresiasi terhadap struktur komunikatif yang akuntabel. Sedangkan, pada aspek saling menghambat, dengan menggunakan model elaborasi, Grimmelikhuijsen dan Meijer (2011) dalam Ruijer (2013) menguji apakah tingkat pengetahuan dapat melemahkan hubungan antara transparansi dan kepercayaan. Pasalnya, tingginya tingkat pengetahuan seringkali terjadi pemutarbalikkan dan menyembunyikan informasi.

  Maka dari itu, dalam penyelenggaraan pemerintahan, setiap instansi pemerintah dituntut melaksanakan prinsip transparansi di berbagai aspek kehidupan. Bertitik tolak dari uraian singkat di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana transparansi komunikasi yang terjadi dalam kepemimpinan birokrasi? Dengan demikian, yang menjadi tujuan penelitian ini dapat terjawab, yakni untuk mengeksplorasi transparansi komunikasi yang terjadi dalam birokrasi pemerintahan.

  II. METODE PENELITIAN

  Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan Vol. 21 No.1 Juni 2017: 49-57

  Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus. yang menekankan pada kasus-kasus khusus yang terjadi pada objek analisis, yakni Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi NTT. Dalam pengumpulan data digunakan teknik focus group

  discussion yang melibatkan para fungsional peneliti

  dan pimpinan instansi. Peneliti juga menggunakan teknik observasi partisipan dengan waktu penelitian selama dua tahun. Teknik pemeriksaan kebasahan data dilakukan dengan cara triangulasi dan ketekunan pengamatan (Bungin, 2007).

III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

  Temuan hasil penelitian mengungkapkan beberapa hal tentang transparansi komunikasi yang ditunjukkan dalam kepemimpinan birokrasi oleh Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi NTT. Melalui hasil focus group

  discussioan (FGD), diketahui komunikasi formal

  yang berlangsung secara berjenjang dari pimpinan ke bawahan atau downward communication) kurang efektif dalam tahap perencanaan dan evaluasi. Hal ini disebabkan karena minimnya komunikasi formal yang mengikuti hirarkis. Yang dominan terjadi adalah adanya loncatan komunikasi dari pimpinan ke bawahan tanpa mengikuti jenjang jabatan. Frekuensi downward communicaton dan upward

  communication yang berlangsung lebih banyak

  terjadi dengan fungsional peneliti ketimbang struktural. sehingga proses kerja struktural seringkali ditangani oleh fungsional peneliti. Transparansi komunikasi yang berlangsung dalam pembahasan perencanaan program kerja dan penganggarannya minim terjadi antara pimpinan dengan para pejabat eselon. Yang terjadi adalah transparansi komunikasi terlihat dalam penyelenggaran rapat bersama semua staf untuk membahas rancangan program dan rasionalisasi anggaran.

  Dari aspek kepemimpinan, temuan di lapangan menunjukkan bahwa pola komunikasi dipengaruhi oleh tipe kepemimpinan yang cenderung transaksional dan gaya kepemimpinan yang laizess faire. Dalam praktiknya, fleksibilitas komunikasi ditunjukkan dengan pihak-pihak tertentu saja. Selain itu, budaya komunikasi masih terpola dengan sistem birokrasi yang memertahankan status quo jabatan turut memengaruhi transparansi komunikasi.

  Sedangkan, dalam urusan pelaksanaan program kerja atau kegiatan yang dibiayai APBD, transparansi komunikasi minim ditunjukkan dalam penentuan job description dan pihak-pihak yang terlibat secara detail. Artinya, pada aspek ini, transparansi komunikasi belum terlihat secara optimal pada keseluruhan proses kerja yang berjalan sesuai dengan uraian pekerjaan. Pekerjaan- pekerjaan administrasi yang rutin dilaksanakan sesuai dengan uraian tupoksi menunjukkan komunikasi yang transparan. Sedangkan, pekerjaan administrasi yang berdampak pada penerimaan honorarium seringkali kurang memperlihatkan transparansi komunikasi.

  Downward communication intens dibangun

  hanya dengan “pihak-pihak” tertentu saja baik dalam penentuan job description maupun pelaksanaan program kerja. Sebagai akibatnya, terjadi pelimpahan tugas atau kewenangan dalam pelaksanaan tugas. Begitupun halnya dengan minimnya komunikasi horizontal yang terjadi di kalangan pejabat struktural dalam membahas

  Transparanso Komunikasi Dalam Birokrasi Pemerintahan Yohanes Museng Ola Buluamang

  program institusi. Dalam konteks pelaksanaan program tertentu saja, baru terjadi downward

  communication . Misalnya; program pelaksanaan

  penelitian yang melibatkan pihak ketiga. Selain itu, hal menarik lainnnya yang ditemukan adalah tingginya frekuensi komunikasi yang berlangsung transparan terlihat pada adanya respek terhadap hasil kerja seseorang karena telah bertanggung jawab atas pekerjaan yang dilaksanakan.

  Hasil observasi partisipan mengungkapkan pula beberapa temuan dalam transparansi komunikasi di instansi Balitbangda Provinsi NTT. Minimnya transparansi downward communication dalam kebijakan pelaksanaan program dan anggaran berimplikasi pada rendahnya frekuensi

  upward communication . Feedback yang

  disampaikan dalam upward communication kurang berjalan berkaitan dengan kritik atas kebijakan anggaran dan ide-ide pembaharuan.

  Hal lainnya yang ditemukan adalah transparansi komunikasi minim pada aspek disiplin. Artinya, kebijakan komunikasi pimpinan tidak menyoroti aspek disiplin secara transparan bagi pihak-pihak yang melakukan pelanggaran disiplin. Ada tendensi sikap inkonsisten dan ketidaktegasan yang ditunjukkan dalam menyikapi pelanggaran disiplin. Inkonsistensi kebijakan menyebabkan inskonsistensi prilaku disiplin bawahan. Kedisiplinan ditunjukkan karena dorongan rasa takut dan ketaatan pada atasan yang mengawasi. Transparansi komunikasi mengenai pelanggaran disiplin lebih intens ditempatkan dalam konteks komunikasi kelompok bilamana berhadapan dengan oknum-oknum tertentu.

  Dari beberapa temuan penelitian di atas, secara taksonomi, transparansi komunikasi dikelompokkan ke dalam dua bagian, yakni transparansi komunikasi internal dan tranparansi komunikasi eksternal. Ada dua aspek yang dipahami secara lebih dalam berkaitan dengan transparansi komunikasi internal di lingkungan birokrasi pemerintahan. Berdasarkan hasil penelitian, transparansi komunikasi yang terjadi di instansi pemerintahan mencakup pelaksanaan kinerja aparatur dan penggunaan anggaran.

  Pertama, transparansi kinerja. Kinerja dalam

  transparansi komunikasi yang transparan menentukan berlangsungnya proses kerja yang kondusif dan memengaruhi performa institusi. Di samping itu, bagaimana mengkomunikasikan atau mendistribusikan informasi kepada para komunikan secara berjenjang dalam birokrasi pemerintahan menentukan iklim komunikasi yang berlangsung. Akan tetapi, pola komunikasi yang demikian tidak terlihat dalam institusi pemerintahan pada umumnya, seperti; instansi pemerintahan Balitbangda Provinsi NTT. Temuan penelitian mengungkapkan bahwa kinerja merupakan suatu problem yang masih dialami dalam transparansi komunikasi. Hal ini ditunjukkan dalam tahap perencanaan dan evaluasi pelaksanaan program kerja.

  Kedua, transparansi anggaran. Transparansi

  anggaran merupakan suatu prinsip yang membuka diri terhadap siapa saja untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penggunaan keuangan negara dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara (Moka, 2016). Transparansi anggaran yang mendapat sorotan

B. Pembahasan

  Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan Vol. 21 No.1 Juni 2017: 49-57

  Di samping itu, bentuk komunikasi motivation dalam downward communication cenderung berlangsung dalam konteks komunikasi kelompok. Implikasinya adalah feedback dalam upward

  communication gap dan terjadi loncatan

  Hal ini menimbulkan iklim komunikasi organisasi yang berpotensi memunculkan

  dicapai memengaruhi transparansi komunikasi dalam meningkatkan kualitas kinerja dan pengembangan institusi.

  upward communication tentang kinerja yang

  pimpinan seringkali diabaikan karena terkungkung dalam budaya pola komunikasi yang terbentuk di lingkungan birokrasi. Padahal, feedback dalam

  communication dalam merespon pesan dari

  bentuk komunikasi tersebut berlangsung dalam komunikasi formal, seperti pada saat pelaksanaan rapat. Dalam konteks persoalan tertentu bentuk- bentuk komunikasi tersebut ditempatkan dalam konteks komunikasi informal melalui komunikasi interpersonal, sehingga terbuka ruang terjadinya komunikasi dialogis yang intens.

  dalam temuan penelitian ini memiliki kaitan dengan transparansi kinerja. Pola transparansi komunikasi yang menyangkut urusan anggaran tidak menunjukkan unsur “keterbukaan” dalam hal pemberian reward atas kinerja yang dicapai. Artinya, dalam pelaksanaannya kebijakan pemberiaan reward tidak dilakukan secara transparan. Yang dimaksudkan dengan transparan di sini adalah pemberian reward masih didasarkan pada pola relasi yang dibangun.

  communication hanya berfungsi pada bentuk job instruction, job rationale, indoctrination, policy dan procedures information. Lebih lanjut, bentuk-

  Pada situasi ini, transparansi komunikasi ditentukan oleh konteks relasi yang dibangun, sehingga frekuensi komunikasi yang berlangsung minim terjadi antara pimpinan dengan para pejabat eselon secara berjenjang. Katz dan Kahn, (1978); Huseman (1984) dalam Silalahi (2004) dijelaskan bahwa dalam hubungan kerja tersebut, downward

  atau merujuk pada relasi jabatan. Sebagai akibatnya, Silalahi (2004) menandaskan bahwa komunikasi internal pemerintah layak mendapatkan perhatian, karena sebagian besar aparatur kurang memaksimalkan waktu untuk berkomunikasi secara efektif dalam institusi.

  downward communication dan upward communication yang berlangsung secara berjenjang

  Dalam risetnya, Hoogervorst, van der flier dan Koopman (2004) menekankan bahwa komunikasi yang berlangsung dalam sebuah organisasi ditentukan oleh konteks organisasi tersebut, termasuk birokrasi pemerintahan yang merujuk pada struktur dan task division . Artinya, komunikasi pemerintahan secara internal lebih merupakan komunikasi dalam hubungan kerja (Silalahi, 2004)). Oleh karena itu, transparansi komunikasi yang terjadi di lingkungan birokrasi cenderung terlihat pada dimensi relasi, seperti

  1. Transparansi Komunikasi Internal: Menelaah Transparansi Kinerja dan Anggaran

  komunikasi. Berada dalam iklim komunikasi tersebut, kualitas kinerja aparatur tidak menyebar secara merata. Meskipun kerja sama antara aparatur hanya dilakukan oleh segelintir orang, namum transparansi komunikasi dengan pimpinan masih melalui “pihak-pihak” tertentu saja, sehingga kadangkala muncul kecurigaan. Ada tendensi munculnya disharmoni organisasi sebagai akibat

  Transparanso Komunikasi Dalam Birokrasi Pemerintahan Yohanes Museng Ola Buluamang

  transparansi kinerja dan anggaran yang belum optimal.

  Situasi seperti ini yang menumbuhkan kultur organisasi patronage di lingkungan birokrasi pemerintahan. Kinerja dalam aspek disiplin dan sebagainya masih dipengaruhi oleh pimpinan bukan kesadaran diri sendiri. Susanto (2012) menggambarkan bahwa salah satu kelemahan dalam birokrasi adalah, sumber daya manusia tidak dimanfaatkan sepenuhnya karena kecurigaan, ketakutan akan pembalasan, dan tersaingi sehingga yang disokong adalah perilaku cari selamat.Selain itu, kinerja aparatur ditentukan oleh trust yang dibangun antara pimpinan dengan “pihak-pihak” tertentu saja. Hoogervorst, van der Flier dan

  Koopman (2004) menegaskan bahwa komunikasi tidak diterima dalam konteks yang netral. Transparansi komunikasi tentang pelaksanaan program kegiatan dan pemberian reward kepada aparatur hanya terlihat dalam ruang lingkup tersebut. Penyampaian informasi tentang pekerjaan ataupun tugas yang sudah dilaksanakan dalam upward communitaion berlangsung satu arah. Sedangkan, penyampaian saran-saran perbaikan, penyampaian keluhan bawahan tentang dirinya sendiri dan pekerjaannya berlangsung dalam konteks yang rendah dan satu arah.

  Dalam lingkaran relasi ini, transparansi komunikasi mengalami pergeseran pada dimensi isi. Pergeseran pada dimensi isi terjadi pada bentuk lain dari relasi. Relasi jabatan yang terjadi tidak terpelihara dalam pelaksanaan dan pengembangan institusi serta peningkatan kinerja. Relasi mengalami pergeseran pada subjek dan bentuk yang cenderung dilatarbelakangi atau terpola dalam relasi kekuasaan dan budaya. Artinya, dengan menggunakan kekuasaan yang dimiliki terbangunlah pola relasi yang terbentuk dengan pendekatan budaya, seperti; berdasarkan etnis, kesamaan kepentingan dan kesamaan sikap politik (Miulescu 2014).

  Dengan menggunakan kekuasaan sebagai seorang pimpinan tercipta komunikasi yang intens dengan pihak-pihak tertentu. Arus penyampaian dan penerimaan pesan yang dilakukan lebih cenderung melalui jaringan dan hubungan informal (Perez, 2000). Di bawah iklim transparansi komunikasi yang kuat, diberdayakan para aparatur yang dinilai loyal dan bekerja secara tulus. Komunikasi intens dalam rangka pengawasan pekerjaan secara ketat. Hal ini dilakukan untuk mencapai tujuan pekerjaan yang sifatnya jangka pendek. Frekuensi komunikasi yang tinggi dalam pengawasan pekerjaan menyebabkan minimnya kesempatan untuk mengembangkan diri (Anwaruddin, 2006).

  2. Transparansi Komunikasi Eksternal: Menyoal Kebijakan Komunikasi Publik

  Hasil penelitan menunjukkan bahwa transparansi kinerja dalam upward communication kurang menghasilkan gagasan-gagasan baru. Komunikasi publik yang berkaitan dengan diseminasi hasil-hasil kelitbangan melalui surat kabar lokal masih minim dilaksanakan. Persoalan ini berkaitan dengan kebijakan komunikasi yang ditetapkan seorang pimpinan. Dalam lingkungan birokrasi pemerintahan, kendali pimpinan masih menentukan transparansi komunikasi yang berkaitan dengan aspek kebijakan komunikasi (Abramson, et.al , 2008). Maka dari itu, kepemimpinan birokrasi dalam menjalankan komunikasi publik secara transparan masih menjadi perhatian utama institusi negara pasca reformasi.

  Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan Vol. 21 No.1 Juni 2017: 49-57

  Hal ini ditunjukkan dengan transparansi informasi Sedangkan, rendahnya transparansi informasi baik dalam komunikasi internal pemerintahan dalam komunikasi publik ditunjukkan dengan maupun komunikasi eksternal (Susanto, 2012). minimnya diseminasi hasil-hasil kelitbangan

  Menurut perspektif teori kepemimpinan, kepada publik. Hal ini disebabkan karena belum transparansi komunikasi dipengaruhi oleh gaya adanya kebijakan komunikasi yang ditetapkan. kepemimpinan, gaya komunikasi dan cara me- B.

   Saran manage yang cenderung transaksional

  Untuk menciptakan transparansi komunikasi (Anwaruddin, 200). Kepemimpinan birokrasi dalam birokrasi pemerintahan baik dalam hal cenderung berorientasi pada kekuasaan secara kinerja, anggaran maupun kebijakan komunikasi rasional, legal dan hierarkis, serta pengawasan maka perlu diperhatikan pilihan bentuk komunikasi pelaksanaan kerja (Scott, 2015). Hal ini secara tepat dan kompetensi komunikasi yang mengakibatkan kebijakan komunikasi publik yang dimiliki. Penggunaan bentuk-bentuk komunikasi dihasilkan kurang menyentuh ranah publik. organisasi yang tepat disesuaikan dengan frekuensi

  Impilkasinya adalah rendahnya transparansi komunikasi dan dimensi komunikasi. informasi yang disampaikan kepada publik. Padahal, komunikasi publik eksternal merupakan sarana menginformasikan dan membujuk publik

  UCAPAN TERIMA KASIH tentang pendapat dan kebutuhan masyarakat.

  Ucapan terima kasih disampaikan kepada buat Melalui komunikasi publik, dapat disampaikan semua pihak yang telah membantu penulis dalam informasi, penyebaran ide-ide (sharing ideas), menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. seperti diseminasi hasil-hasil kelitbangan instruksi

  (instruction), atau perasaan-perasaan (feelings)

DAFTAR PUSTAKA

  berhubungan dengan tindakan dan kebijakan pemerintah (Sanjay dan James, 2006).

  Anon, 2013. H.J.M. (Erna) Ruijer, 2013 All Rights Reserved.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

  Anon, 2012. Investigating Transparency In Government Of Canada Citizen-Focused A.

   Kesimpulan Communications Kori Ghergari Thesis

  Problematika transparansi komunikasi dalam

  submitted to the Faculty of Graduate and Postdoctoral Studies In partial fulfillment

  penyelenggaraan pemerintahan masih meliputi

  of the requirements for the Master of Arts

  transparansi kinerja, anggaran dan kebijakan

  degree in Communication S upervisor :

  komunikasi. Melalui hasil penelitian diketahui

  Dr . Evan Potter Department of Communication Faculty of Arts

  bahwa transparansi komunikasi mengenai kinerja

  University of Ottawa © Kori Ghergari ,

  dan anggaran tidak ditunjukkan dalam tahap

  Ottawa , Canada , 2012 Keywords : Transparency , openness , public sector

  perencanaan dan evaluasi program kegiatan. Hal ini

  communications , two-way

  disebabkan karena rendahnya frekuensi komunikasi

  communications , Government of Canada dalam downward communication secara berjenjang. , qualitative , semi-structured interviews ,

  Transparanso Komunikasi Dalam Birokrasi Pemerintahan Yohanes Museng Ola Buluamang

  

Anon, 2015. Transformational Leadership And Komunikasi Universitas Tarumanagara

A Jakarta Pendahuluan. , pp.1 Communication Satisfaction : –18.

  Correlational Study In A Federal Widhiastuti, H., 2012. The Effectiveness of Procurement Office by Collette Scott Communications in Hierarchical Copyright 2015 A Dissertation Presented Organizational Structure. , 2(3). in Partial Fulfillment of the Requirements for the Degree Doctor of Management in Organizational Leadership University of Phoenix. Anwaruddin, A., Pendahuluan Mengapa

  Transformasi Kepemimpinan Perlu Dilakukan ? , pp.4–22.

  Eko, O. & Susanto,

  H., Eksistensi Kepemimpinan dan Transparansi Informasi Dalam Reformasi Birokrasi. , pp.1 –11.

  Ellen, F. & Carl, L., 1999. Communicating with employees : Building on an ethical foundation.

  Flier, V. Der, 2004. Implicit communication in organisations : The impact of culture , ... Information, H. & Arbor, A., Information to users. Lubis, E.E., 2012. Hambatan-Hambatan

  Komunikasi. , 1, pp.18 –25.

  Miulescu, V., 2014. Communication and culture : cultural paradigms and referentials. , 6(1), pp.691

  • –700. Mongondow, K.B., 2016. Artikel Tesis. Dosen Pembimbing : Prof. Dr. J. Ronald Mawuntu, SH, MH ; Dr. Jemmy Sondakh, SH, MH 2 Mahasiswa pada Pascasarjana Unsrat, NIM. 0923208036. ,

  IV(3), pp.59 –66. Pelalawan, K., Jom FISIP Volume 2 No . 1- Februari 2015 Jom FISIP Volume 2 No .

1-Februari 2015 Page 1. , 2(1).

  Pemerintahan, K. & Dan, M., Komunikasi pemerintahan: mengirim dan menerima informasi tugas dan informasi publik. , 3(1), pp.36 –54. Sanjay, K. & James, L., 2006. Exploring Public

  Sector Communication Performance : Testing a Model and Drawing Implications.

  Susilo, P. & Yudhoyono, B., Kelambanan Reformasi Birokrasi dan Pola Komunikasi Lembaga Pemerintah Oleh : Eko Harry Susanto Fakultas Ilmu

  Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan Vol. 21 No.1 Juni 2017: 49-57

Dokumen yang terkait

RESPON HIDROLOGI AKIBAT PENERAPAN POLA AGROFORESTRI PADA PENGGUNAAN LAHAN YANG TIDAK SESUAI KESESUAIAN LAHAN (STUDI KASUS DI DAS CIMUNTUR) (Hydrological Responses of Agroforestry System Application which is Not Based on Land Suitability, A Case Study in C

0 1 13

ESTIMASI JUMLAH DAN KOMPOSISI SIMPANAN BIJI DALAM TANAH DI SAVANA (Estimating The Abundance and Composition of Soil Seed Bank at Bekol Savanna in Baluran National Park, West Java)

0 0 10

IDENTIFIKASI POTENSI PERKEMBANGAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN SLEMAN DALAM KONTEKS URBAN-RURAL LINKAGE

0 0 12

Strategi WOW (Wide Open Wonder) Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Prestasi Matematika Siswa (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas VII C SMPN 4 Geyer Grobogan pada 20142015)

1 1 6

Valentinus Singgih Yudanto1 ,Excelsior T P2 , Luthfi Wahyudi3

0 0 9

Untung Wachyudi1 ,Excelsior T P

0 0 14

PENGARUH JUMLAH TANGGUNGAN KELUARGA, PENDAPATAN TERHADAP PARTISIPASI KERJA TENAGA KERJA WANITA PADA INDUSTRI KERUPUK KEDELAI DI TUNTANG, KAB SEMARANG Oleh Endang Purwanti STIE AMA Salatiga Erna Rohayati Alumni STIE AMA Salatiga Abstrak - PENGARUH JUMLAH T

0 0 11

PENGARUH PENGALAMAN KERJA TERHADAP TINGKAT PROFESIONAL SEORANG AUDITOR DALAM BIDANG AUDITING (Study Survei di KAP wilayah Surakarta dan Yogyakarta) Oleh Jumingan Dosen Tetap Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Surakarta Abstrak - PENGARUH PENGALAMAN KERJA TERHADA

1 0 11

JOURNAL REVIEW : STRATEGI UNTUK MENERAPKAN TALENT MANAGEMENT (MANAJEMEN TALENTA) DALAM PERUSAHAAN

0 0 12

EMPOWERING LEADERSHIP DAN PERAN INTRINSIC MOTIVATION SEBAGAI VARIABEL MEDIASI DALAM UPAYA MENINGKATKAN EMPLOYEE CREATIVITY

0 0 11