MATERI KULIAH KIMIA DASAR DAFTAR ISI - MATERI KULIAH KIMIA DASAR baru

  

MATERI KULIAH KIMIA DASAR

DAFTAR ISI

Bab I. Stoikiometri A. Hukum-Hukum Dasar Ilmu Kimia B. Massa Atom Dan Massa Rumus C. Konsep Mol D. Persamaan Reaksi Bab II. Hitungan Kimia Hitungan Kimia Bab III. Termokimia A. Reaksi Eksoterm Dan Rekasi Endoterm B. Perubahan Entalpi C. Penentuan Perubahan Entalpi dan Hukum Hess D. Energi-Energi Dan Ikatan Kimia Bab IV. Sistem Koloid A. Sistem Dispers Dan Jenis Koloid B. Sifat-Sifat Koloid C. Elektroforesis Dan Dialisis D. Pembuatan Koloid Bab V. Kecepatan Reaksi A. Konsentrasi Dan Kecepatan Reaksi B. Orde Reaksi C. Teori Tumbukan Dan Keadaan Transisi D. Tahap Menuju Kecepatan Reaksi E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Reaksi Bab VI. Kesetimbangan Kimia A. Keadaan Kesetimbangan B. Hukum Kesetimbangan C. Pergeseran Kesetimbangan D. Pengaruh Katalisator Terhadap Kesetimbangan Dan Hubungan Antara Harga Kc Dengan Kp E. Kesetimbangan Disosiasi Bab VII. Larutan A. Larutan B. Konsentrasi Larutan Bab VIII. Eksponen Hidrogen A. Pendahuluan B. Menyatakan pH Larutan Asam C. Menyatakan pH Larutan Basa

  F

  G

Bab IX. Teori Asam-Basa Dan Stokiometri Larutan A. Teori Asam Basa B. Stokiometri Larutan Bab X. Zat Radioaktif A. Keradioaktifan Alam B. Keradioaktifan Buatan, Rumus Dan Ringkasan Bab XI. Kimia Lingkungan Kimia Lingkungan Bab XII. Kimia Terapan Dan Terpakai Kimia Terapan Dan Terpakai Bab XIII . Sifat Koligatif Larutan A. Sifat Koligatif Larutan Non Elektrolit B. Penurunan Tekanan Uap jenuh Dan Kenaikkan Titik Didih C. Penurunan Titik Beku Dan Tekanan Osmotik D. Sifat Koligatif Larutan Elektrolit Bab XIV. Hasil Kali Kelarutan A. Pengertian Dasar B. Kelarutan C. Mengendapkan Elektrolit Bab XV. Reaksi Redoks Dan Elektrokimia A. Oksidasi - Reduksi B. Konsep Bilangan Oksidasi C. Langkah-Langkah Reaksi Redoks D. Penyetaraan Persamaan Reaksi Redoks E. Elektrokimia F. Sel Volta G. Potensial Elektroda H. Korosi I. Elektrolisis J. Hukum Faraday. Bab XVI. Struktur Atom A. Pengertian Dasar B. Model Atom C. Bilangan-Bilangan Kuantum D. Konfigurasi Elektron Bab XVII. Sistem Periodik Unsur-Unsur Sistem Periodik Unsur-Unsur Bab XVIII. Ikatan Kimia

  

  D

  E.

  F

Bab XIX. Hidrokarbon A. Hidrokarbon termasuk senyawa karbon B. Kekhasan atom karbon C. Klasifikasi hidrokarbon D. Alkana E. Isomer alkana F. Tata nama alkana G. Alkena H. Alkuna I. Beberapa hidrokarbon lain Bab XX. Gas Mulia Unsur-Unsur Gas Mulia Bab XXI. Unsur-Unsur Halogen A. Sifat Halogen B. Sifat Fisika Dan Sifat Kimia Unsur Halogen C. Hidrogen, Klor, Brom Dan Iodium Bab XXII. Unsur-Unsur Alkali A. Sifat Golongan Unsur Alkali B. Sifat Fisika Dan Kimia C. Pembuatan Logam Alkali Bab XXIII. Unsur-Unsur Alkali Tanah A. Sifat Golongan Unsur Alkali Tanah B. Sifat Fisika Dan Kimia Unsur Alkali Tanah C. Kelarutan Unsur Alkali Tanah D. Pembuatan Logam Alkali Tanah E. Kesadahan. Bab XXIV. Unsur-Unsur Periode Ketiga Sifat-Sifat Periodik, Fisika Dan Kimia Bab XXV. Unsur-Unsur Transisi Periode Keempat A. Pengertian Unsur Transisi B. Sifat Periodik C. Sifat Fisika Dan Kimia D. Sifat Reaksi Dari Senyawa-Senyawa Krom Dan Mangan E. Unsur-Unsur Transisi Dan Ion Kompleks Bab XXVI. Gas Hidrogen A. Sifat Fisika Dan Kimia B. Pembuatan

BAB I STOIKIOMETRI STOIKIOMETRI adalah cabang ilmu kimia yang mempelajari hubungan kuantitatif dari komposisi zat-zat kimia dan reaksi-reaksinya. A. HUKUM-HUKUM DASAR ILMU KIMIA

  1. HUKUM KEKEKALAN MASSA = HUKUM LAVOISIER "Massa zat-zat sebelum dan sesudah reaksi adalah tetap".

  Contoh: hidrogen + oksigen hidrogen oksida (4g) (32g) (36g)

  2. HUKUM PERBANDINGAN TETAP = HUKUM PROUST "Perbandingan massa unsur-unsur dalam tiap-tiap senyawa adalah tetap" Contoh:

  a. Pada senyawa NH3 : massa N : massa H = 1 Ar . N : 3 Ar . H = 1 (14) : 3 (1) = 14 : 3

  b. Pada senyawa SO3 : massa S : massa 0 = 1 Ar . S : 3 Ar . O = 1 (32) : 3 (16) = 32 : 48 = 2 : 3 Keuntungan dari hukum Proust: bila diketahui massa suatu senyawa atau massa salah satu unsur yang membentuk senyawa tersebut make massa unsur lainnya dapat diketahui.

  Contoh: Berapa kadar C dalam 50 gram CaCO3 ? (Ar: C = 12; 0 = 16; Ca=40) Massa C = (Ar C / Mr CaCO

  3 ) x massa CaCO

  3 = 12/100 x 50 gram = 6 gram massa C Kadar C = massa C / massa CaCO x 100%

  3 = 6/50 x 100 % = 12%

  3. HUKUM PERBANDINGAN BERGANDA = HUKUM DALTON

"Bila dua buah unsur dapat membentuk dua atau lebih senyawa untuk massa salah satu

unsur yang sama banyaknya maka perbandingan massa unsur kedua akan berbanding

sebagai bilangan bulat dan sederhana".

  Contoh: Bila unsur Nitrogen den oksigen disenyawakan dapat terbentuk, NO dimana massa N : 0 = 14 : 16 = 7 : 8 NO dimana massa N : 0 = 14 : 32 = 7 : 16

  2

  

Untuk massa Nitrogen yang same banyaknya maka perbandingan massa Oksigen pada

senyawa NO : NO2 = 8 :16 = 1 : 2

4. HUKUM-HUKUM GAS

  Untuk gas ideal berlaku persamaan : PV = nRT dimana: P = tekanan gas (atmosfir) V = volume gas (liter) n = mol gas R = tetapan gas universal = 0.082 lt.atm/mol Kelvin T = suhu mutlak (Kelvin) Perubahan-perubahan dari P, V dan T dari keadaan 1 ke keadaan 2 dengan kondisi-kondisi tertentu dicerminkan dengan hukum-hukum berikut:

  a. HUKUM BOYLE Hukum ini diturunkan dari persamaan keadaan gas ideal dengan n = n dan T = T ; sehingga diperoleh : P V = P

  V

  1

  2

  1

  2

  1

  1

  2

  2 Contoh:

Berapa tekanan dari 0 5 mol O2 dengan volume 10 liter jika pada temperatur

tersebut 0.5 mol NH mempunyai volume 5 liter den tekanan 2 atmosfir ?

3 Jawab:

  P

  2 2.5 = P 2 . 10  P2 = 1 atmosfir b. HUKUM GAY-LUSSAC "Volume gas-gas yang bereaksi den volume gas-gas hasil reaksi bile diukur pada suhu dan tekanan yang sama, akan berbanding sebagai bilangan bulat den sederhana".

  1 V 1 = P

2 V

  Jadi untuk: P 1 = P 2 dan T 1 = T 2 berlaku : V 1 / V 2 = n 1 / n

  2 Contoh: Hitunglah massa dari 10 liter gas nitrogen (N ) jika pada kondisi tersebut 1 liter gas

  2 hidrogen (H ) massanya 0.1 g.

2 Diketahui: Ar untuk H = 1 dan N = 14

  Jawab: V /V = n /n

  1

  2

  1 2  10/1 = (x/28) / (0.1/2)  x = 14 gram Jadi massa gas nitrogen = 14 gram.

  c. HUKUM BOYLE-GAY LUSSAC Hukum ini merupakan perluasan hukum terdahulu den diturukan dengan keadaan

  P

d. HUKUM AVOGADRO

  2 = 12.31 liter

  Jika bilangan Avogadro = L maka :

  1 mol adalah satuan bilangan kimia yang jumlah atom-atomnya atau molekul-molekulnya sebesar bilangan Avogadro dan massanya = M

r

senyawa itu.

  2 Y 4 = 2 x A r . X + 4 x Ar . Y = (2 x 10) + (4 x 50) = 220

  X

  Jawab: M r

  4 ?

  2 Y

  Contoh: Jika Ar untuk X = 10 dan Y = 50 berapakah Mr senyawa X

  ) suatu senyawa merupakan penjumlahan dari massa atom unsur- unsur penyusunnya.

  Massa molekul relatif (M r

  2. Massa Molekul Relatif (M r )

merupakan perbandingan antara massa 1 molekul senyawa dengan 1/12 massa 1 atom karbon

12.

  1. Massa Atom Relatif (A r ) merupakan perbandingan antara massa 1 atom dengan 1/12 massa 1 atom karbon 12

  2 1 x 112.1 / 273 = 1 x V 2 / (273 + 27)  V

  1 . V

  "Pada suhu dan tekanan yang sama, gas-gas yang volumenya sama mengandung jumlah mol yang sama. Dari pernyataan ini ditentukan bahwa pada keadaan STP (0 o

  1 / T

  1 = P

  2 . V

  2 / T

  2

  C 1 atm) 1 mol setiap gas volumenya 22.4 liter volume ini disebut sebagai volume molar gas.

  2 / T

  Contoh: Berapa volume 8.5 gram amoniak (NH

  3 ) pada suhu 27 o

  C dan tekanan 1 atm ? (Ar: H = 1 ; N = 14) Jawab: 85 g amoniak = 17 mol = 0.5 mol Volume amoniak (STP) = 0.5 x 22.4 = 11.2 liter Berdasarkan persamaan Boyle-Gay Lussac: P

  1 . V

  1 / T1 = P

  2 . V

B. MASSA ATOM DAN MASSA RUMUS

C. KONSEP MOL

  23 L = 6.023 x 10 1 mol atom = L buah atom, massanya = A r atom tersebut.

  1 mol molekul = L buah molekul massanya = M r molekul tersehut. Massa 1 mol zat disebut sebagai massa molar zat Contoh: Berapa molekul yang terdapat dalam 20 gram NaOH ? Jawab: M NaOH = 23 + 16 + 1 = 40 r mol NaOH = massa / M = 20 / 40 = 0.5 mol r

  23 Banyaknya molekul NaOH = 0.5 L = 0.5 x 6.023 x 1023 = 3.01 x 10 molekul.

D. PERSAMAAN REAKSI PERSAMAAN REAKSI MEMPUNYAI SIFAT 1.

  Jenis unsur-unsur sebelum dan sesudah reaksi selalu sama Jumlah masing-masing atom sebelum dan sesudah reaksi selalu sama

  2.

  3. Perbandingan koefisien reaksi menyatakan perbandingan mol (khusus yang berwujud

gas perbandingan koefisien juga menyatakan perbandingan volume asalkan suhu den

tekanannya sama)

  Contoh: Tentukanlah koefisien reaksi dari HNO (aq) + H S (g) O (l)

  3 2  NO (g) + S (s) + H

  2 Cara yang termudah untuk menentukan koefisien reaksinya adalah dengan memisalkan koefisiennya masing-masing a, b, c, d dan e sehingga: a HNO

  3 + b H

2 S c NO + d S + e H

  2 O  Berdasarkan reaksi di atas maka atom N : a = c (sebelum dan sesudah reaksi) atom O : 3a = c + e 3a = a + e e = 2a

    atom H : a + 2b = 2e = 2(2a) = 4a b = 3/2 a  2b = 3a  atom S : b = d = 3/2 a

  2 HNO + 3 H S

  2 NO + 3 S + 4 H O

  3 2 

  2 BAB II HITUNGAN KIMIA

Hitungan kimia adalah cara-cara perhitungan yang berorientasi pada hukum-hukum dasar ilmu

kimia. Dalam hal ini akan diberikan bermacam-macam contoh soal hitungan kimia beserta pembahasanya.

  Contoh-contoh soal :

1. Berapa persen kadar kalsium (Ca) dalam kalsium karbonat ? (Ar: C = 12 ; O= 16 ; Ca=40)

  Jawab : 1 mol CaCO, mengandung 1 mol Ca + 1 mol C + 3 mol O M r CaCO

  3 = 40 + 12 + 48 = 100 Jadi kadar kalsium dalam CaCO = 40/100 x 100% = 40%

  3

  2. Sebanyak 5.4 gram logam alumunium (Ar = 27) direaksikan dengan asam klorida encer berlebih sesuai reaksi :

2 Al (s) + 6 HCl (aq)

  3

  2 AlCl (aq) + 3 H (g) 

  2 Berapa gram aluminium klorida dan berapa liter gas hidrogen yang dihasilkan pada kondisi standar ? Jawab: Dari persamaan reaksi dapat dinyatakan 2 mol Al x 2 mol AlCl

  3  3 mol H

  2 5.4 gram Al = 5.4/27 = 0.2 mol Jadi: AlCl yang terbentuk = 0.2 x M AlCl = 0.2 x 133.5 = 26.7 gram

  3 r

  3 o Volume gas H yang dihasilkan (0

C, 1 atm) = 3/2 x 0.2 x 22.4 = 6.72 liter

  2

3. Suatu bijih besi mengandung 80% Fe O (Ar: Fe=56; O=16). Oksida ini direduksi dengan

  2

  3 gas CO sehingga dihasilkan besi.

  Berapa ton bijih besi diperlukan untuk membuat 224 ton besi ?

  Jawab: 1 mol Fe O mengandung 2 mol Fe

  2

  3 maka : massa Fe O = ( M Fe O /2 A Fe ) x massa Fe = (160/112) x 224 = 320 ton

  2 3 r

  2 3 r Jadi bijih besi yang diperlukan = (100 / 80) x 320 ton = 400 ton

  4. Untuk menentukan air kristal tembaga sulfat 24.95 gram garam tersebut dipanaskan sampai semua air kristalnya menguap. Setelah pemanasan massa garam tersebut menjadi 15.95 gram. Berapa banyak air kristal yang terkandung dalam garam tersebut ? Jawab : misalkan rumus garamnya adalah CuSO . xH O

  4

  2 CuSO 4 . xH

  2 O 4 + xH

2 O

   CuSO 24.95 gram CuSO 4 . xH

2 O = 159.5 + 18x mol

  15.95 gram CuSO = 159.5 mol = 0.1 mol

  4 menurut persamaan reaksi di atas dapat dinyatakan bahwa: banyaknya mol CuS0 . xH O = mol CuSO ; sehingga persamaannya

  4

  2

  

4

24.95/ (159.5 + 18x) = 0.1  x = 5 Jadi rumus garamnya adalah CuS0 4 . 5H

  2 O Rumus Empiris dan Rumus Molekul Rumus empiris adalah rumus yang paling sederhana dari suatu senyawa.

  

Rumus ini hanya menyatakan perbandingan jumlah atom-atom yang terdapat dalam molekul.

Rumus empiris suatu senyawa dapat ditentukan apabila diketahui salah satu:

  • massa dan A masing-masing unsurnya

  r

  • % massa dan A r masing-masing unsurnya
  • perbandingan massa dan A r masing-masing unsurnya

    Rumus molekul: bila rumus empirisnya sudah diketahui dan M juga diketahui maka rumus

  r molekulnya dapat ditentukan.

  Contoh: Suatu senyawa C den H mengandung 6 gram C dan 1 gram H.

  Tentukanlah rumus empiris dan rumus molekul senyawa tersebut bila diketahui Mr nya = 28 ! Jawab: mol C : mol H = 6/12 : 1/1 = 1/2 : 1 = 1 : 2

  Jadi rumus empirisnya: (CH ) 2 n

  Bila M senyawa tersebut = 28 maka: 12n + 2n = 28 r

   14n = 28  n = 2 Jadi rumus molekulnya : (CH ) = C H

  2

  2

  

2

  4 Contoh: Untuk mengoksidasi 20 ml suatu hidrokarbon (C x H y ) dalam keadaan gas diperlukan oksigen sebanyak 100 ml dan dihasilkan CO sebanyak 60 ml. Tentukan rumus

  2 molekul hidrokarbon tersebut !

  Jawab: Persamaan reaksi pembakaran hidrokarbon secara umum C H (g) + (x + 1/4 y) O (g) x CO (g) + 1/2 y H O (l) x y 2 

  2

  2 Koefisien reaksi menunjukkan perbandingan mol zat-zat yang terlibat dalam reaksi.

  Menurut Gay Lussac gas-gas pada p, t yang sama, jumlah mol berbanding lurus dengan volumenya Maka: mol C H : mol O : mol CO = 1 : (x + 1/4y) : x x y

  2

  2 20 : 100 : 60 = 1 : (x + 1/4y) : x 1 : 5 : 3 = 1 : (x + 1/4y) : x atau: 1 : 3 = 1 : x x = 3

   1 : 5 = 1 : (x + 1/4y) y = 8  Jadi rumus hidrokarbon tersebut adalah : C

  3 H

  8

BAB III TERMOKIMIA A. Reaksi Eksoterm Dan Endoterm

  1. Reaksi Eksoterm

Pada reaksi eksoterm terjadi perpindahan kalor dari sistem ke lingkungan atau pada reaksi

tersebut dikeluarkan panas. Pada reaksi eksoterm harga H = ( - )   Contoh : C(s) + O 2 (g)

2 (g) + 393.5 kJ ; H = -393.5 kJ

 CO

  2. Reaksi Endoterm

Pada reaksi endoterm terjadi perpindahan kalor dari lingkungan ke sistem atau pada reaksi

tersebut dibutuhkan panas. Pada reaksi endoterm harga H = ( + )  Contoh : CaCO (s) (g) - 178.5 kJ ; H = +178.5 kJ 

  3  CaO(s) + CO

2 B. Perubahan Entalpi

  ntalpi = H = Kalor reaksi pada tekanan tetap = Qp

Perubahan entalpi adalah perubahan energi yang menyertai peristiwa perubahan kimia pada

tekanan tetap.

  a. Pemutusan ikatan membutuhkan energi (= endoterm) Contoh: H 

  2  2H - a kJ ; H= +akJ

  b. Pembentukan ikatan memberikan energi (= eksoterm) Contoh: 2H + a kJ ; H = -a kJ 

   H

2 Istilah yang digunakan pada perubahan entalpi :

  1. Entalpi Pembentakan Standar ( Hf ):   H untak membentuk 1 mol persenyawaan langsung dari unsur-unsurnya yang diukur pada 298 K dan tekanan 1 atm.

   Contoh: H 2 (g) + 1/2 O 2 (g) 2 0 (l) ; Hf = -285.85 kJ

   H

  2. Entalpi Penguraian: 

H dari penguraian 1 mol persenyawaan langsung menjadi unsur-unsurnya (=

  Contoh: H O (l) (g) + 1/2 O (g) ; H = +285.85 kJ  2  H

  2

  2 

  3. Entalpi Pembakaran Standar ( Hc ):  H untuk membakar 1 mol persenyawaan dengan O dari udara yang diukur pada 298

  2 K dan tekanan 1 atm.

  Contoh: CH (g) + 2O (g) (g) + 2H O(l) ; Hc = -802 kJ 

  4 2  CO

  2

  2

  4. Entalpi Reaksi:  H dari suatu persamaan reaksi di mana zat-zat yang terdapat dalam persamaan reaksi dinyatakan dalam satuan mol dan koefisien-koefisien persamaan reaksi bulat sederhana.

   Contoh: 2Al + 3H

2 SO

  4 2 (SO 4 )

3 + 3H

2 ; H = -1468 kJ  Al

  5. Entalpi Netralisasi:  H yang dihasilkan (selalu eksoterm) pada reaksi penetralan asam atau basa.

  Contoh: NaOH(aq) + HCl(aq) O(l) ; H = -890.4 kJ/mol 

  2

 NaCl(aq) + H

  6. Hukum Lavoisier-Laplace

"Jumlah kalor yang dilepaskan pada pembentukan 1 mol zat dari unsur-unsurya =

jumlah kalor yang diperlukan untuk menguraikan zat tersebut menjadi unsur-unsur

pembentuknya."

Artinya : Apabila reaksi dibalik maka tanda kalor yang terbentuk juga dibalik dari

positif menjadi negatif atau sebaliknya Contoh: N (g) + 3H (g) (g) ; H = - 112 kJ 

  2 2  2NH

  3

  2NH (g) (g) + 3H (g) ; H = + 112 kJ  3  N

  2

2 C. Penentuan Perubahan Entalpi Dan Hukum Hess

PENENTUAN PERUBAHAN ENTALPI

  

Untuk menentukan perubahan entalpi pada suatu reaksi kimia biasanya digunakan alat seperti

kalorimeter, termometer dan sebagainya yang mungkin lebih sensitif. o o

  Perhitungan : H reaksi = H    produk - H   reaktan f f

HUKUM HESS

  

"Jumlah panas yang dibutuhkan atau dilepaskan pada suatu reaksi kimia tidak tergantung pada

jalannya reaksi tetapi ditentukan oleh keadaan awal dan akhir." Contoh: C(s) + O (g) (g) ; H = x kJ 

  2  CO 2  1 tahap C(s) + 1/2 0 (g) ; H = y kJ 

  2  CO(g)  2 tahap 

  CO(g) + 1/2 O 2 (g) 2 (g) ; H = z kJ  CO

  Menurut Hukum Hess : x = y + z

D. Energi-Energi Dan Ikatan Kimia

  

Reaksi kimia merupakan proses pemutusan dan pembentukan ikatan. Proses ini selalu disertai

perubahan energi. Energi yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan kimia, sehingga

membentuk radikal-radikal bebas disebut energi ikatan. Untuk molekul kompleks, energi yang

dibutuhkan untuk memecah molekul itu sehingga membentuk atom-atom bebas disebut energi

atomisasi.

Harga energi atomisasi ini merupakan jumlah energi ikatan atom-atom dalam molekul tersebut.

Untuk molekul kovalen yang terdiri dari dua atom seperti H , 0 , N atau HI yang mempunyai

  2

  2

  2

satu ikatan maka energi atomisasi sama dengan energi ikatan Energi atomisasi suatu senyawa

dapat ditentukan dengan cara pertolongan entalpi pembentukan senyawa tersebut. Secara matematis hal tersebut dapat dijabarkan dengan persamaan :  H reaksi = energi pemutusan ikatan  - energi pembentukan ikatan 

    = energi ikatan di kiri - energi ikatan di kanan Contoh: Diketahui : energi ikatan C - H = 414,5 kJ/Mol C = C = 612,4 kJ/mol C - C = 346,9 kJ/mol H - H = 436,8 kJ/mol Ditanya:  H reaksi = C H (g) + H (g) H (g)

  2

  4 2  C

  2

  6  H reaksi = Jumlah energi pemutusan ikatan - Jumlah energi pembentukan ikatan = (4(C-H) + (C=C) + (H-H)) - (6(C-H) + (C-C))

  = ((C=C) + (H-H)) - (2(C-H) + (C-C)) = (612.4 + 436.8) - (2 x 414.5 + 346.9) = - 126,7 kJ

BAB IV SISTEM KOLOID A. Sistem Dispers Dan Sistem Koloid SISTEM DISPERS A. : partikel zat yang didispersikan berukuran lebih besar Dispersi kasar dari 100 nm.

  (suspensi)

  B. : partikel zat yang didispersikan berukuran antara 1 nm - Dispersi koloid 100 nm.

C. Dispersi molekuler : partikel zat yang didispersikan berukuran lebih kecil (larutan sejati) dari 1 nm.

  Sistem koloid pada hakekatnya terdiri atas dua fase, yaitu fase terdispersi dan medium pendispersi. Zat yang didispersikan disebut fase terdispersi sedangkan medium yang digunakan untuk mendispersikan disebut medium pendispersi.

  JENIS KOLOID

Sistem koloid digolongkan berdasarkan pada jenis fase terdispersi dan medium pendispersinya.

  • koloid yang mengandung fase terdispersi padat disebut sol.
  • koloid yang mengandung fase terdispersi cair disebut emulsi.
  • koloid yang mengandung fase terdispersi gas disebut buih.

B. Sifat-Sifat Koloid

  Sifat-sifat khas koloid meliputi :

  a. Efek Tyndall Efek Tyndall adalah efek penghamburan cahaya oleh partikel koloid.

  b. Gerak Brown Gerak Brown adalah gerak acak, gerak tidak beraturan dari partikel koloid.

  Koloid Fe(OH) 3 bermuatan positif karena Koloid As 2 S 3 bermuatan negatif karena 2- +

permukaannya menyerap ion H permukaannya menyerap ion S

c. Adsorbsi

  Beberapa partikel koloid mempunyai sifat adsorbsi (penyerapan) terhadap partikel atau ion atau senyawa yang lain. Penyerapan pada permukaan ini disebut adsorbsi (harus dibedakan dari absorbsi yang artinya penyerapan sampai ke bawah permukaan).

  Contoh :

  • (i) Koloid Fe(OH) bermuatan positif karena permukaannya menyerap ion H .

  3 (ii) Koloid As S bermuatan negatit karena permukaannya menyerap ion S .

  2

  3

  2

  d. Koagulasi

Koagulasi adalah penggumpalan partikel koloid dan membentuk endapan. Dengan

terjadinya koagulasi, berarti zat terdispersi tidak lagi membentuk koloid.

  Koagulasi dapat terjadi secara fisik seperti pemanasan, pendinginan dan pengadukan

atau secara kimia seperti penambahan elektrolit, pencampuran koloid yang berbeda

muatan.

  e. Koloid Liofil dan Koloid Liofob Koloid ini terjadi pada sol yaitu fase terdispersinya padatan dan medium pendispersinya cairan.

  Koloid Liofil: sistem koloid yang affinitas fase terdispersinya besar terhadap medium pendispersinya.

  Contoh: sol kanji, agar-agar, lem, cat Koloid Liofob: sistem koloid yang affinitas fase terdispersinya kecil terhadap medium pendispersinya.

  Contoh: sol belerang, sol emas.

C. Elektroferisis Dan Dialisis ELEKTROFERESIS

  Elektroferesis adalah peristiwa pergerakan partikel koloid yang bermuatan ke salah satu elektroda.

Elektrotoresis dapat digunakan untuk mendeteksi muatan partikel koloid. Jika partikel koloid berkumpul di elektroda positif berarti koloid bermuatan negatif dan jika partikel koloid berkumpul di elektroda negatif berarti koloid bermuatan positif.

Prinsip elektroforesis digunakan untuk membersihkan asap dalam suatu industri dengan alat Cottrell. permukaannya. Pada proses dialisis ini digunakan selaput semipermeabel.

D. Pembuatan Koloid

1. Cara Kondensasi Cara kondensasi termasuk cara kimia.

  kondensasi Prinsip : Partikel Molekular --------------> Partikel Koloid Reaksi kimia untuk menghasilkan koloid meliputi :

a. Reaksi Redoks

2 H S(g) + SO (aq) O(l)

  2 2  3 S(s) + 2 H

  2

  b. Reaksi Hidrolisis FeCl (aq) + 3 H O(l) (s) + 3 HCl(aq)

  3 2  Fe(OH)

  3

  c. Reaksi Substitusi

2 H AsO (aq) + 3 H S(g) S (s) + 6 H O(l)

  3

  3 2  As

  2

  3

  2 d.

  Reaksi Penggaraman Beberapa sol garam yang sukar larut seperti AgCl, AgBr, PbI , BaSO dapat membentuk

  2

  4 partikel koloid dengan pereaksi yang encer.

  AgNO (aq) (encer) + NaCl(aq) (encer) (aq) (encer) 3  AgCl(s) + NaNO

  3

2. Cara Dispersi

  Prinsip : Partikel Besar ----------------> Partikel Koloid Cara dispersi dapat dilakukan dengan cara mekanik atau cara kimia:

  a. Cara Mekanik

  Cara ini dilakukan dari gumpalan partikel yang besar kemudian dihaluskan dengan cara penggerusan atau penggilingan.

  b. Cara Busur Bredig Cara ini digunakan untak membuat sol-sol logam.

  c. Cara Peptisasi

  Cara peptisasi adalah pembuatan koloid dari butir-butir kasar atau dari suatu endapan dengan bantuan suatu zat pemeptisasi (pemecah). Contoh: - Agar-agar dipeptisasi oleh air ; karet oleh bensin.

  • Endapan NiS dipeptisasi oleh H
  • 2 S ; endapan Al(OH) 3 oleh AlCl 3

    BAB V KECEPATAN REAKSI A. KONSENTRASI DAN KECEPATAN REAKSI Kecepatan reaksi adalah banyaknya mol/liter suatu zat yang dapat berubah menjadi zat lain dalam setiap satuan waktu. Untuk reaksi: aA + bB

       mM + nN maka kecepatan reaksinya adalah: 1 (dA) 1 d(B) 1 d(M) 1 d(N) V = - ------- = - ------- = + -------- = + ---------- a dt b dt m dt n dt dimana:

      = kecepatan reaksi zat A = pengurangan konsentrasi zat A per

    • 1/a . d(A) /dt = r

      A satuan wakru.

      = kecepatan reaksi zat B = pengurangan konsentrasi zat B per

    • 1/b . d(B) /dt = r B satuan waktu. = kecepatan reaksi zat M = penambahan konsentrasi zat M per
    • 1/m . d(M) /dt = r M satuan waktu. = kecepatan reaksi zat N = penambahan konsentrasi zat N per
    • 1/n . d(N) /dt = r N satuan waktu.

      

    Pada umumnya kecepatan reaksi akan besar bila konsentrasi pereaksi cukup besar. Dengan

    berkurangnya konsentrasi pereaksi sebagai akibat reaksi, maka akan berkurang pula

    kecepatannya. Secara umum kecepatan reaksi dapat dirumuskan sebagai berikut: x y

      V = k(A) (B) dimana: V = kecepatan reaksi k = tetapan laju reaksi x = orde reaksi terhadap zat A y = orde reaksi terhadap zat B

      (x + y) adalah orde reaksi keseluruhan (A) dan (B) adalah konsentrasi zat pereaksi.

    B. Orde Reaksi

      Orde reaksi adalah banyaknya faktor konsentrasi zat reaktan yang mempengaruhi kecepatan reaksi. Penentuan orde reaksi tidak dapat diturunkan dari persamaan reaksi tetapi hanya dapat ditentukan berdasarkan percobaan.

      

    Suatu reaksi yang diturunkan secara eksperimen dinyatakan dengan rumus kecepatan reaksi :

      2 v = k (A) (B)

    persamaan tersebut mengandung pengertian reaksi orde 1 terhadap zat A dan merupakan reaksi

    orde 2 terhadap zat B. Secara keselurahan reaksi tersebut adalah reaksi orde 3.

      Contoh soal: Dari reaksi 2NO(g) + Br (g)

      2  2NOBr(g) dibuat percobaan dan diperoleh data sebagai berikut: Kecepatan Reaksi

      No. (NO) mol/l (Br 2 ) mol/l mol / 1 / detik

      1.

      0.1

      0.1

      12 2.

      0.1

      0.2

      24 3.

      0.1

      0.3

      36 4.

      0.2

      0.1

      48 5.

      0.3 0.1 108 Pertanyaan:

      a. Tentukan orde reaksinya !

      b. Tentukan harga k (tetapan laju reaksi) ! Jawab: x y

    a. Pertama-tama kita misalkan rumus kecepatan reaksinya adalah V = k(NO) (Br 2 ) : jadi kita harus mencari nilai x den y.

      

    Untuk menentukan nilai x maka kita ambil data dimana konsentrasi terhadap Br2 tidak

    berubah, yaitu data (1) dan (4).

    Dari data ini terlihat konsentrasi NO naik 2 kali sedangkan kecepatan reaksinya naik 4 kali

    maka : x

      2 = 4  x = 2 (reaksi orde 2 terhadap NO)

      

    berubah yaitu data (1) dan (2). Dari data ini terlihat konsentrasi Br naik 2 kali, sedangkan

      2 kecepatan reaksinya naik 2 kali, maka : y

      

    2

      2 = 2 )  y = 1 (reaksi orde 1 terhadap Br

      

    2

    Jadi rumus kecepatan reaksinya : V = k(NO) (Br 2 ) (reaksi orde 3)

      b. Untuk menentukan nilai k cukup kita ambil salah satu data percobaan saja misalnya data (1), maka:

    2 V = k(NO) (Br )

      2

      2 12 = k(0.1) (0.1)

      3 -2 2 -1 k = 12 x 10 mol 1 det

    C. Teori Tumbukan Dan Teori Keadaan Transisi

      Teori tumbukan didasarkan atas teori kinetik gas yang mengamati tentang bagaimana suatu

    reaksi kimia dapat terjadi. Menurut teori tersebut kecepatan reaksi antara dua jenis molekul A

    dan B sama dengan jumiah tumbukan yang terjadi per satuan waktu antara kedua jenis molekul

    tersebut. Jumlah tumbukan yang terjadi persatuan waktu sebanding dengan konsentrasi A dan

    konsentrasi B. Jadi makin besar konsentrasi A dan konsentrasi B akan semakin besar pula jumlah tumbukan yang terjadi.

      

    TEORI TUMBUKAN INI TERNYATA MEMILIKI BEBERAPA KELEMAHAN, ANTARA

    LAIN :

    • tidak semua tumbukan menghasilkan reaksi sebab ada energi tertentu yang harus

      dilewati (disebut energi aktivasi = energi pengaktifan) untak dapat menghasilkan reaksi.

      Reaksi hanya akan terjadi bila energi tumbukannya lebih besar atau sama dengan energi

      pengaktifan (E a ).
    • molekul yang lebih rumit struktur ruangnya menghasilkan tumbukan yang tidak sama jumlahnya dibandingkan dengan molekul yang sederhana struktur ruangnya.

      Teori tumbukan di atas diperbaiki oleh tcori keadaan transisi atau teori laju reaksi absolut.

    Dalam teori ini diandaikan bahwa ada suatu keadaan yang harus dilewati oleh molekul-molekul

    yang bereaksi dalam tujuannya menuju ke keadaan akhir (produk). Keadaan tersebut dinamakan keadaan transisi. Mekanisme reaksi keadaan transisi dapat ditulis sebagai berikut: A + B --> C + D

    • dimana:

       T

    • A dan B adalah molekul-molekul pereaksi
      • T adalah molekul dalam keadaan transisi

    • C dan D adalah molekul-molekul hasil reaksi

      

    SECARA DIAGRAM KEADAAN TRANSISI INI DAPAT DINYATAKAN SESUAI KURVA

    BERIKUT Dari diagram terlibat bahwa energi pengaktifan (E a ) merupakan energi keadaan awal sampai dengan energi keadaan transisi. Hal tersebut berarti bahwa molekul-molekul pereaksi harus memiliki energi paling sedikit sebesar energi pengaktifan (Ea) agar dapat mencapai keadaan

    • transisi (T ) dan kemudian menjadi hasil reaksi (C + D).

      Catatan : energi pengaktifan (= energi aktivasi) adalah jumlah energi minimum yang dibutuhkan oleh molekul-molekul pereaksi agar dapat melangsungkan reaksi.

    D. Tahap Menuju Kecepatan Reaksi

      Dalam suatu reaksi kimia berlangsungnya suatu reaksi dari keadaan semula (awal) sampai keadaan akhir diperkirakan melalui beberapa tahap reaksi. Contoh: 4 HBr(g) + O (g) O(g) + 2 Br (g)

      2

      2

      

    2

     2 H

    Dari persamaan reaksi di atas terlihat bahwa tiap 1 molekul O bereaksi dengan 4 molekul HBr.

      2 Suatu reaksi baru dapat berlangsung apabila ada tumbukan yang berhasil antara molekul- molekul yang bereaksi. Tumbukan sekaligus antara 4 molekul HBr dengan 1 molekul O 2 kecil sekali kemungkinannya untuk berhasil. Tumbukan yang mungkin berhasil adalah tumbukan

    antara 2 molekul yaitu 1 molekul HBr dengan 1 molekul O . Hal ini berarti reaksi di atas harus

      2 berlangsung dalam beberapa tahap dan diperkirakan tahap-tahapnya adalah : Tahap 1: HBr + O

      2 (lambat)

       HOOBr Tahap 2: HBr + HOOBr (cepat)  2HOBr Tahap 3: (HBr + HOBr O + Br ) x 2 (cepat)  H

      2

      2

    4 HBr + O --> 2H O + 2 Br

      2

      2

      2 Dari contoh di atas ternyata secara eksperimen kecepatan berlangsungnya reaksi tersebut ditentukan oleh kecepatan reaksi pembentukan HOOBr yaitu reaksi yang berlangsungnya paling lambat.

      

    Rangkaian tahap-tahap reaksi dalam suatu reaksi disebut "mekanisme reaksi" dan kecepatan

    berlangsungnya reaksi keselurahan ditentukan oleh reaksi yang paling lambat dalam mekanisme reaksi. Oleh karena itu, tahap ini disebut tahap penentu kecepatan reaksi.

    E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECEPATAN REAKSI

      

    Beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi antara lain konsentrasi, sifat zat yang

    bereaksi, suhu dan katalisator.

      1. KONSENTRASI

    Dari berbagai percobaan menunjukkan bahwa makin besar konsentrasi zat-zat yang bereaksi

    makin cepat reaksinya berlangsung. Makin besar konsentrasi makin banyak zat-zat yang bereaksi sehingga makinbesar kemungkinan terjadinya tumbukan dengan demikian makin besar pula kemungkinan terjadinya reaksi.

      2. SIFAT ZAT YANG BEREAKSI

    Sifat mudah sukarnya suatu zat bereaksi akan menentukan kecepatan berlangsungnya reaksi.

      Secara umum dinyatakan bahwa: - Reaksi antara senyawa ion umumnya berlangsung cepat.

      

    Hal ini disebabkan oleh adanya gaya tarik menarik antara ion-ion yang muatannya

    berlawanan.

      2+ 2+ Contoh: Ca (aq) + CO (aq) (s)

      3  CaCO

      

    3

    Reaksi ini berlangsung dengan cepat.

    • - Reaksi antara senyawa kovalen umumnya berlangsung lambat.

      

    Hal ini disebabkan karena untuk berlangsungnya reaksi tersebut dibutuhkan energi

    untuk memutuskan ikatan-ikatan kovalen yang terdapat dalam molekul zat yang

    bereaksi. Contoh: CH (g) + Cl (g) Cl(g) + HCl(g)

      4 2  CH

      3 Reaksi ini berjalan lambat reaksinya dapat dipercepat apabila diberi energi misalnya cahaya matahari.

      3. SUHU

    Pada umumnya reaksi akan berlangsung lebih cepat bila suhu dinaikkan. Dengan menaikkan

    suhu maka energi kinetik molekul-molekul zat yang bereaksi akan bertambah sehingga akan

    lebih banyak molekul yang memiliki energi sama atau lebih besar dari Ea. Dengan demikian

    lebih banyak molekul yang dapat mencapai keadaan transisi atau dengan kata lain kecepatan

    reaksi menjadi lebih besar. Secara matematis hubungan antara nilai tetapan laju reaksi (k)

    • -E/RT k = A . e

      dimana: k : tetapan laju reaksi A : tetapan Arrhenius yang harganya khas untuk setiap reaksi E : energi pengaktifan o o

      R : tetapan gas universal = 0.0821.atm/mol K = 8.314 joule/mol K o

      T : suhu reaksi ( K)

    4. KATALISATOR

      

    Katalisator adalah zat yang ditambahkan ke dalam suatu reaksi dengan maksud memperbesar

    kecepatan reaksi. Katalis terkadang ikut terlibat dalam reaksi tetapi tidak mengalami perubahan

    kimiawi yang permanen, dengan kata lain pada akhir reaksi katalis akan dijumpai kembali dalam bentuk dan jumlah yang sama seperti sebelum reaksi.

      Fungsi katalis adalah memperbesar kecepatan reaksinya (mempercepat reaksi) dengan jalan memperkecil energi pengaktifan suatu reaksi dan dibentuknya tahap-tahap reaksi yang baru.

      

    Dengan menurunnya energi pengaktifan maka pada suhu yang sama reaksi dapat berlangsung

    lebih cepat.

    BAB VI KESETIMBANGAN KIMIA A. Keadaan Kesetimbangan Reaksi yang dapat berlangsung dalam dua arah disebut reaksi dapat balik. Apabila dalam suatu

      reaksi kimia, kecepatan reaksi ke kanan sama dengan kecepatan reaksi ke kiri maka, reaksi dikatakan dalam keadaan setimbang. Secara umum reaksi kesetimbangan dapat dinyatakan sebagai:

      A + B C + D ADA DUA MACAM SISTEM KESETIMBANGAN, YAITU :

    1. Kesetimbangan dalam sistem homogen

      a. Kesetimbangan dalam sistem gas-gas Contoh: 2SO (g) + O (g) (g) 2 2  2SO

      3

    b. Kesetimbangan dalam sistem larutan-larutan

      Contoh: NH OH(aq) (aq) + OH (aq) 4  NH

      4

    2. Kesetimbangan dalam sistem heterogen

      a. Kesetimbangan dalam sistem padat gas Contoh: CaCO 3 (s) 2 (g)

       CaO(s) + CO

      b. Kesetimbangan sistem padat larutan

    • 2-

      Contoh: BaSO (s)

      4 2 (aq) + SO

    4 (aq)

     Ba

      c. Kesetimbangan dalam sistem larutan padat gas

      2 Contoh: Ca(HCO ) (aq) (s) + H O(l) + CO (g) 3  CaCO

      3

      2

      2 B. Hukum Kesetimbangan Hukum Guldberg dan Dalam keadaan kesetimbangan pada suhu tetap, maka hasil kali Wange: konsentrasi zat-zat hasil reaksi dibagi dengan hasil kali konsentrasi pereaksi yang sisa dimana masing-masing konsentrasi itu dipangkatkan dengan koefisien reaksinya adalah tetap.

      Pernyataan tersebut juga dikenal sebagai hukum kesetimbangan. Untuk reaksi kesetimbangan: a A + b B  c C + d D maka:

      c d a b

    Kc = (C) x (D) / (A) x (B)

    K adalah konstanta kesetimbangan yang harganya tetap selama suhu tetap. c

    BEBERAPA HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN

    • - Jika zat-zat terdapat dalam kesetimbangan berbentuk padat dan gas yang dimasukkan

      dalam, persamaan kesetimbangan hanya zat-zat yang berbentuk gas saja sebab konsentrasi zat padat adalah tetap den nilainya telah terhitung dalam harga Kc itu.

      Contoh: C(s) + CO 2 (g)  2CO(g)

      2 K c = (CO) / (CO 2 )

    • - Jika kesetimbangan antara zat padat dan larutan yang dimasukkan dalam perhitungan K

      c hanya konsentrasi zat-zat yang larut saja. 2+ 2+

      Contoh: Zn(s) + Cu (aq) (aq) + Cu(s)  Zn

      2+ 2+ K = (Zn ) / (CO ) c

    • - Untuk kesetimbangan antara zat-zat dalam larutan jika pelarutnya tergolong salah satu

      reaktan atau hasil reaksinya maka konsentrasi dari pelarut itu tidak dimasukkan dalam

      perhitungan Kc.

      Contoh: CH (aq) + H O(l) COO COOH(aq) + OH (aq)

      3

      

    3

      2  CH

    • c = (CH

      3 COOH) x (OH ) / (CH

    • K

      3 COO ) Contoh soal:

      1. Satu mol AB direaksikan dengan satu mol CD menurut persamaan reaksi: AB(g) + CD(g)

       AD(g) + BC(g) Setelah kesetimbangan tercapai ternyata 3/4 mol senyawa CD berubah menjadi AD dan BC. Kalau volume ruangan 1 liter, tentukan tetapan kesetimbangan untuk reaksi ini ! Jawab:

    Perhatikan reaksi kesetimbangan di atas jika ternyata CD berubah (bereaksi) sebanyak 3/4 mol

    maka AB yang bereaksi juga 3/4 mol (karena koefsiennya sama). Dalam keadaan kesetimbangan: (AD) = (BC) = 3/4 mol/l (AB) sisa = (CD) sisa = 1 - 3/4 = 1/4 n mol/l K = [(AD) x (BC)]/[(AB) x (CD)] = [(3/4) x (3/4)]/[(1/4) x (1/4)] = 9 c

      2. Jika tetapan kesetimbangan untuk reaksi: sama dengan 0.25, maka berapakah besarnya tetapan kesetimbangan bagi reaksi:

      2C(g)  1/2A(g) + B(g) Jawab:

      4

      2

    • Untuk reaksi pertama: K = (C) /[(A) x (B) ] = 0.25

      1 1/2

      2

    • Untuk reaksi kedua : K 2 = [(A) x (B)]/(C)
    • Hubungan antara K1 dan K2 dapat dinyatakan sebagai:

      2 K = 1 / (K ) = 2

      1 2  K

      2 C. Pergeseran Kesetimbangan

    Azas Le Chatelier menyatakan: Bila pada sistem kesetimbangan diadakan aksi, maka sistem

    akan mengadakan reaksi sedemikian rupa sehingga pengaruh aksi itu menjadi sekecil-kecilnya.

      Perubahan dari keadaan kesetimbangan semula ke keadaan kesetimbangan yang baru akibat adanya aksi atau pengaruh dari luar itu dikenal dengan pergeseran kesetimbangan. Bagi reaksi:

      A + B C + D KEMUNGKINAN TERJADINYA PERGESERAN

      

    1. Dari kiri ke kanan, berarti A bereaksi dengan B memhentuk C dan D, sehingga jumlah

    mol A dan Bherkurang, sedangkan C dan D bertambah.

      

    2. Dari kanan ke kiri, berarti C dan D bereaksi membentuk A dan B. sehingga jumlah mol

    C dan Dherkurang, sedangkan A dan B bertambah. FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT MENGGESER LETAK KESETIMBANGAN ADALAH :

      a. Perubahan konsentrasi salah satu zat

      b. Perubahan volume atau tekanan

      c. Perubahan suhu

    1. PERUBAHAN KONSENTRASI SALAH SATU ZAT

      Apabila dalam sistem kesetimbangan homogen, konsentrasi salah satu zat diperbesar, maka kesetimbangan akan bergeser ke arah yang berlawanan dari zat tersebut. Sebaliknya, jika

    konsentrasi salah satu zat diperkecil, maka kesetimbangan akan bergeser ke pihak zat tersebut.

      Contoh: 2SO (g) + O (g) (g)

      2 2  2SO

      3

    • Bila pada sistem kesetimbangan ini ditambahkan gas SO 2 , maka kesetimbangan akan bergeser ke kanan.
    • - Bila pada sistem kesetimbangan ini dikurangi gas O , maka kesetimbangan akan bergeser ke

      2 kiri.

    2. PERUBAHAN VOLUME ATAU TEKANAN

      

    Jika dalam suatu sistem kesetimbangan dilakukan aksi yang menyebabkan perubahan volume

    (bersamaan dengan perubahan tekanan), maka dalam sistem akan mengadakan berupa pergeseran kesetimbangan.

      

    Jika tekanan diperbesar = volume diperkecil, kesetimbangan akan bergeser

    ke arah jumlah Koefisien Reaksi Kecil.

    Jika tekanan diperkecil = volume diperbesar, kesetimbangan akan bergeser

    ke arah jumlah Koefisien reaksi besar. Pada sistem kesetimbangan dimana jumlah koefisien reaksi sebelah kiri = jumlah koefisien sebelah kanan, maka perubahan tekanan/volume tidak menggeser letak kesetimbangan.

      Contoh: N (g) + 3H (g) (g)

      2 2  2NH

    3 Koefisien reaksi di kanan = 2

      Koefisien reaksi di kiri = 4

    • Bila pada sistem kesetimbangan tekanan diperbesar (= volume diperkecil), maka kesetimbangan akan bergeser ke kanan.
    • Bila pada sistem kesetimbangan tekanan diperkecil (= volume diperbesar), maka kesetimbangan akan bergeser ke kiri.

    C. PERUBAHAN SUHU Menurut Van't Hoff:

    • - Bila pada sistem kesetimbangan subu dinaikkan, maka kesetimbangan reaksi akan bergeser

      ke arah yang membutuhkan kalor (ke arah reaksi endoterm).
    • - Bila pada sistem kesetimbangan suhu diturunkan, maka kesetimbangan reaksi akan bergeser

      ke arah yang membebaskan kalor (ke arah reaksi eksoterm).

      Contoh:

      2NO(g) + O (g) (g) ; H = -216 kJ  2  2NO

      2 - Jika suhu dinaikkan, maka kesetimbangan akan bergeser ke kiri.

    • Jika suhu diturunkan, maka kesetimbangan akan bergeser ke kanan.

      

    D. Pengaruh Katalisator Terhadap Kesetimbangan Dan Hubungan Antara Harga Kc

    Dan Kp

    PENGARUH KATALISATOR TERHADAP KESETIMBANGAN

      

    Fungsi katalisator dalam reaksi kesetimbangan adalah mempercepat tercapainya kesetimbangan

    dan tidak merubah letak kesetimbangan (harga tetapan kesetimbangan K c tetap), hal ini disebabkan katalisator mempercepat reaksi ke kanan dan ke kiri sama besar. HUBUNGAN ANTARA HARGA K DENGAN K

    c p

      Untuk reaksi umum: a A(g) + b B(g)

       c C(g) + d D(g) Harga tetapan kesetimbangan: c d a b

      K = [(C) . (D) ] / [(A) . (B) ] c c d a b