Tafsir Qs al Baqarah ayat 256 257 (1)
KAJIAN TAFSIR TAHLILI QS. AL-BAQARAH AYAT 256-257
TIDAK ADA PAKSAAN UNTUK MASUK AGAMA ISLAM
Tarjamah
256. Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah
jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa yang
ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah
berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah
Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
257. Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari
kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). dan orang-orang yang kafir,
pelindung-pelindungnya ialah Thoghut, yang mengeluarkan mereka daripada
cahaya kepada kegelapan (kekafiran). mereka itu adalah penghuni neraka;
mereka kekal di dalamnya.
Mufrodat
( اﻛﺮاهikhrah) secara etimologis berarti paksaan, terbentuk dari kata
akraha-yukhrihu, yang memiliki makna memaksa. Akar katanya ()ﻛﺮه, artinya
ketidaksenangan atau kesulitan yang dihadapi seseorang akibat dibebani sesuatu
5
secara paksa. Pemaksaan adalah pekerjaan yang menyebabkan orang lain tidak
senang atau tidak suka. Dengan demikian, maksud tidak ada ikrah dalam ayat ini
adalah tidak ada paksaan dalam menganut agama.1 Namun perlu dicatat, bahwa
ketidak ada paksaan tersebut adalah menganut akidahnya. Ini berarti jika
seseorang telah memilih satu akidah, katakan saja akidah Islam, maka dia terikat
dengan
tuntutan-tuntutannya,
dia
berkewajiban
melaksanakan
perintah-
perintahnya. Dia terancam sanksi bila melanggar ketetapannya. Dia tidak boleh
berkata, “Allah telah memberi saya kebebasan untuk shalat atau tidak, berzina
atau nikah”. Karena bila dia telah menerima akidahnya, maka dia harus
melaksanakan tuntutannya.2
Ayat ini menggunakan kata ( )رﺷﺪrusyd yang mengandung makna jalan
lurus. Kata ini pada akhirnya bermakna ketepatan mengelola sesuatu serta
kemantapan dan kesinambungan dalam ketepatan itu. Ini bertolak belakang
dengan ( )اﻟﻐﻲal-ghayy, yang memiliki makna jalan sesat. Jika demikian, yang
menelusuri jalan lurus itu pada akhirnya melakukan segala sesuatu dengan tepat,
mantap, dan berkesinambungan.3
Kata ( )طﺎﻏﻮتthaghut, terambil dari akar kata yang berarti melampaui
batas. Biasanya digunakan untuk yang melampaui batas dalam keburukan. Setan,
Dajjal, Penyihir, yang menetapkan hukum bertentangan dengan ketentuan Ilahi,
tirani, semuanya digelar dengan Thaghut.4
( )اﺳﺘﻌﺴﻚistamsaka memiliki makna berpegang teguh pada bubul tali yang
amat kuat, yakni disertai upaya yang sungguh-sungguh, bukan sekedar berpegang
teguh. Kata ini menggunakan huruf sin dan ta’ buka ( )ﻣﺴﻚmasaka. Tali yang
dipegangnya pun amat kuat, dilanjutkan dengan pernyataan tidak akan putus,
sehingga pegangan yang berpegang itu amat kuat, materi tali yang dipegangnya
kuat, dan hasil jalinan materi itu tidaak akan putus.5
1
Kementrian Agama, al-Qur’an dan Tafsirnya: Edisi yang disempurnakan, (Jakarta:
Widya Cahaya, jilid 1, 2011), hlm. 380
2
Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian alQur’an, (Jakarta: Lentera Hati, Vol. 1, Cet. IX, 2007), hlm. 251
3
Ibid., 552
4
Ibid
5
Ibid., 553
6
Kata (‘ )ﻋﺮوةurwah yang diterjemahkan dengan gantungan tali adalah
tempat tangan memegang tali, seperti yang digunakan pada timba untuk
mengambil air di sumur. Ini memberikan kesan bahwa yang berpegang dengan
gantungan itu bagaikan menurunkan timba untuk mendapatkan air kehidupan.6
(ﻲ
ّ )وﻟwaliyy pada ayat 257 pada mulana berarti sesuatu yang langsung
datang atau berada sesudah sesuatu yang lain, tidak ada perantara antar
keduanya. Jika demikian, atau Allah merupakan waliyy
orang-orang beriman, sangat dekat kepada mereka, sehingga Dia langsung
menolong, melindungi, dan membantunya, apalagi Dia adalah yang terdekat
kepada mereka.7
Kata terus-menerus dipahami dari bentuk kata kerja mudhari’ (masa kini
dan datang) yang digunakan ayat ini, yang berarti bahwa mereka terus-menerus
terpelihara, sehingga bila ada kerancuan yang mereka alami, ada keraguan yang
terbetik dalam benak mereka, maka Allah segera akan membimbing dan
melenyapkan keraguan dan kerancuan itu.8
( )ظﻠﻤﺎتdzulumat yang diterjemakan dengan aneka kegelapan adalah
bentuk jamak dari ( )ظﻠﻢdzulum atau gelap. Jika demikian, ada banyak kegelapan,
tetapi kata ( )ﻧﻮرnur berbenruk tunggal. Ini karena cahaya keimanan adalah satu
dalam hakekat dan substansinya, sedang kekufuran itu beraneka ragam.9
Munasabah
Relasi antara Qs. al-Baqarah ayat 256-557 dengan ayat sebelumnya, yakni
ayat 255:
6
Ibid., 553
Ibid., 557
8
Ibid
9
Ibid
7
7
255. Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang hidup
kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak
tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. tiada yang dapat memberi
syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan
mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu
Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi.
dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi
Maha besar.
Ayat terdahulu, yakni ayat 255 ini telah menjelaskan siapa Allah dan
kewajaran-Nya untuk disembah, serta keharusan mengikuti agama yang
ditetapkan-Nya, serta jelas pula bahwa Dia memiliki kekuasaan yang tidak
terbendung, maka bisa jadi ada yang menduga bahwa hal tersebut dapat menjadi
alasan Allah untuk memaksa makhluk untuk menganut agama-Nya, apalagi
dengan kekuasaan-Nya yang tak terkalahkan itu. Untuk menampik dugaan itu
datanglah ayat 256 tersebut yang menegaskan tidak ada paksaan untuk masuk
agama Islam.10
Selain daripada itu Sayd Quthub dalam tafsirnya berpendapat bahwa
seluruh penjelasan Allah terkait kaidah-kaida tasawwur tersebut, yakni kekuasaan
Allah dll itu, agar setiap muslim berjalan di jalannya, dan jelas gambarannya
terhadap akidahnya. Akidah yang menjadi dasar pijakan seluruh manhaj
hidupnya. Kemudian dia berperang di jalan Allah. Bukannya untuk memaksa
10
Ibid., 551
8
manusia kepada akidahnya dan pandangn hidupnya, tetapi untuk menunjukkan
jalan yang benar dari jalan yang sesat, dan untuk menghilangkan faktor-faktor
fitnah dan kesesatan. Setelah itu, biarlah manusia menentukan urusannya.11
Relasi Qs. al-Baqarah ayat 256-257 dengan ayat setelahnya, yakni ayat
258:
258. Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang
Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan
(kekuasaan). ketika Ibrahim mengatakan: "Tuhanku ialah yang menghidupkan
dan mematikan," orang itu berkata: "Saya dapat menghidupkan dan mematikan".
Ibrahim berkata: "Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, Maka
terbitkanlah Dia dari barat," lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.
Ayat 258 ini berbicara terkait kisah Nabi Ibrahim yang mempertahankan
agamanya, yang mana hal tersebut tidak terlepas dari korelasi dengan ayat
sebelumnya yang menyatakan bahwa Thalut senantiasa membawa orang-orang
kafir dari cahaya keimanan menuju gelapnya kekafiiran.
Asbab Nuzul
Riwayat Abu Daud, Ibnu Hibban, an-Nasa’i dan Ibnu Jarir menyebutkan
sebab turunnya ayat 256 ini terkait dengan seorang lelaki Ansar dari kalangan
Bani Salim Ibn Auf yang dikenal dengan panggilan al-Husaini. Dia memiliki dua
11
Sayd Quthb, Tafsir fi Dzilalil Qur’an, hlm. 326, Pdf
9
orang anak lelaki yang memeluk agama Nasrani, sedangkan dia sendiri adalah
seorang muslim. Maka ia bertanya kepada Nabi SAW., “Bolehkah aku memaksa
keduanya (untuk masuk Islam)?. Karena sesungguhnya keduanya telah
membangkang dan tidak mau kecuali hanya agama nasrani”. Berkenaan dengan
peristiwa tersebut maka Allah menurunkan ayat ini.12
Disisi lain as-Saddi meriwayatkan hadits yag semakna tetapi dalam
riwayatnya ditambahi sebagai berikut: Keduanya telah masuk agama Nasrani di
tangan para pedagang yang datang dari negeri Syam membawa Zabib (anggur
kering). Ketika keduanya bertekad untuk ikut bersama para pedagang Syam itu,
ayah keduanya bermaksud memaksa keduanya (untuk masuk Islam) dan meminta
Nabi SAW. agar mengutus dirinya untuk menyusul keduanya agar pulang
kembali. Maka turunlah ayat ini.13
Penafsiran Para Mufasir
Sayd Quthb dalam tafsirnya berpendapat bahwa Qs. al-Baqarah ayat 256
ini tidak terlepas dari ayat sebelumnya yakni ayat 255 yang menjelaskan kaidahkaidah tashawwur islami yang menjadi pijakan tegaknya kaum muslimin. Yaitu
penjelasan tentang keesaan Allah dan hidup-Nya, pengurusan-Nya terhadap segala
sesuatu dan tegaknya segala sesuatu karena diurusi-Nya, kekuasaan-Nya yang
mutlah terhadap segala sesuatu, pengetahuan-Nya yang meliputi segala sesuatu,
pemeliharaan-Nya yang sempurna terhadap segala sesuatu, dan kodrat-Nya yang
sempurna serta penjagaan-Nya terhadap segala sesuatu. Tidak ada yang dapat
memberi syafaat di sisi-Nya kecuali yang diberi izin oleh-Nya. Hal itu supaya
setiap muslim berlajan di jalannya, dan jelas gambarannya terhadap akidahnya.
Akidah yang menjadi dasar pijakan seluruh manhaj hidupnya. Disisi lain M.
Quraish Shihab berpendapat bahwa ayat 256 ini turun untuk menampik dugaan
bahwa dengan semua sifat Allah yang sedemikian rupa tersebut Ia akan memaksa
makhluk utuk menganut agama-Nya.
12
Al-Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Kasir ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Kasir dengan judul
asli Tafsir al-Qur’anil ‘Adzim, Penj: Bahrun Abu Bakar, Lc., (Bandung: Sinar Baru Algensindo,
Juz 3, Cet. 3, 2006), hlm. 43
13
Ibid., 44
10
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);
Mengapa ada paksaan, padahal Dia tidak membutuhkan sesuatu; Mengapa
ada paksaan, padahal sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya
satu umat (saja) (Qs. al-Maidah ayat 48). Perlu dicatat, bahwa yang dimaksud
dengan tidak ada paksaan dalam menganut agama adalah menganut akidahnya.
Allah menghendaki agar setiap orang merasakan kedamaian.14 Tidak dibenarkan
adanya paksaan untuk menganut agama Islam. Kewajiban kita hanyalah
menyampaikan agama Allah kepada manusia dengan cara yang baik dan penuh
kebijaksanaan, serta dengan nasihat-nasihat yang wajar, sehingga merek masuk
Islam dengan kesadaran dan kemauan sendiri (Qs. an-Nahl ayat 125).15
Dalam prinsip yang demikian ini tampaklah dengan jelas betapa Allah
memuliakan manusia, menghormati kehendak, pikiran, dan perasaannya. Juga
menyerahkan urusan mereka kepada dirinya sendiri mengenai masalah yang
khusus berkaitan dengan petunjuk dan kesesatan dalam iktikad (keberagamaan)
dan memikul tanggung jawab atas dirinya sebagai konsekuensi amal
perbuatannya. Hal ini cukup berbeda dengan agama sebelumnya, yakni agama
masehi. Sebagai agama terakhir sebelum Islam datang, dalam kesejarahannya
agama masehi pernah melakukan kekerasan dengan memperlakukan hukum besi
dan api, serta bermacam-macam hukuman lain oleh Kerajaan Ramawi hanya
karena kaisarnya telah memeluk Kristen.16
Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.
Pada dasarnya, jika kita menelusuri jalan yang lurus akhirnya kita dapat
melakukan segala sesuatu dengan cepat, tepat, mantap, dan berkesinambungan.
Iman adalah jalan yang lurus. Sedangkan kekafiran adalah jalan yang sesat.17 Dari
sini Ibnu Kasir mena’wil jalan lurus tersebut dengan surga dan jalan sesat dengan
sebaliknya, yaitu neraka.18
14
Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian alQur’an., 551
15
Kementrian Agama, al-Qur’an dan Tafsirnya: Edisi yang disempurnakan., 381
16
Sayd Quthb, Tafsir fi Dzilalil Qur’an, hlm. 332, Pdf.
17
Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian alQur’an., 551
18
Al-Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Kasir ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Kasir., 45
11
karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah,
Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang
tidak akan putus.
Yang enggan memeluk agama ini pada hahekatnya telah terbawa oleh
rayuan Thaghut, sedang yang memeluknya adalah orang yang ingkar dan menolak
ajakan Thaghut, dan mereka itu adalah orang-orang yang memiliki pegangan yang
kukuh. Karena itu, barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada
Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang tegung kepada buhul tali
(gantungan tali atau tempat tangan memegang tali seperti yang digunakan pada
timba guna mengambil air sumur) amat kuat yang tidak akan putus. Hal ini senada
dengan syahadat yang menegaskan bahwa Tiada Tuhan yang berhak disembah,
baru segera disusul dengan kecuali Allah. Yang mana menyingkirkan keburukan
harus lebih dahulu daripada menghiasi diri dengan keindahan.19
Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari
kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). dan orang-orang yang kafir,
pelindung-pelindungnya ialah Thoghut, yang mengeluarkan mereka daripada
cahaya kepada kegelapan (kekafiran). mereka itu adalah penghuni neraka;
mereka kekal di dalamnya.
Selama sikap manusia senantiasa berpegang pada tali yang kukuh, maka ia
tidak sendiri, karena Allah menjadi walinya. Jika demikian, Allah yang
merupakan wali orang-orang beriman sangat dengat kepada mereka, sehingga Dia
langsung menolong, melindungi, dan membantunya. Karena itu, Allah sebagai
wali terus menerus mengeluarkan mereka dari aneka kegelapan menuju cahaya
(iman). Adapun orang-orang kafir, wali mereka adalah Thaghut yang senantiasa
mengeluarkan mereka dari cahaya (iman) menuju kegelapan (kekafiran). Dan
yang demikian ini adalah penghuni neraka dan kekal di dalamnya.20
Apabila orang kafir itu pada suatu ketika mendapatkan sedikit cahaya
petunjuk dan iman, maka setan segera beruhasa untuk melenyapkanya, sehingga
iman yang mulai bersemi itu menjadi sirna dan mereka kembali kepada
19
Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian alQur’an.,553
20
Ibid,. 555
12
kegelapan. Oleh sebab itu, iman yang telah tertanam dalam hati harus selalu
dipelihar, dirawat dan dipipuk dengan baik sehingga ia terus berkembang dan
bertambah kuat, dan setan-setan tidak akan dapat merusaknya lagi. Pupuk
keimanan adalah ibadah, amal shaleh, dan memperdalam ilmu pengetahuan dan
ajaran-ajaran agama Islam.
Kesimpulan
Dari penafsiran Qs. al-Baqarah ayat 256-257 diatas dapat diambil
kesimpulan, yakni:
1. Tidak ada paksaan dalam masuk agama Islam. Oleh sebab itu orang
Muslim tidak boleh memaksakan kehendaknya atas oarang non
Muslim.
2. Orang yang memilih agama Islam sebagai agamanya adalah bagaikan
orang yang telah mendapatkan pegangan yang kuat dan kokoh, yang
tidak akan putus.
3. Bagi orang yang beriman, Allah adalah walinya. Sedang bagi orang
yang kafir, Thaghut adalah walinya.
4. Allah senantiasa mengeluarkan orang beriman dari aneka kegelapan
menuju satu cahaya, yakni iman. Sedang Thaghut terus-menerus
mengeluarkan manusiadari keimanan menuju gelapnya kekafiran.
5. Sebagai
orang
yang
beriman,
haruslah
senantiasa
menjaga
keimanannya dengan ibadah, amal shaleh dan memperdalam ilmu
pengetahuan dan ajaran-ajaran agama.
Daftar Pustaka
Al-Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Kasir ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Kasir dengan
judul asli Tafsir al-Qur’anil ‘Adzim, Penj: Bahrun Abu Bakar, Lc.,
(Bandung: Sinar Baru Algensindo, Juz 3, Cet. 3, 2006)
Kementrian Agama, al-Qur’an dan Tafsirnya: Edisi yang disempurnakan,
(Jakarta: Widya Cahaya, jilid 1, 2011)
13
Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian alQur’an, (Jakarta: Lentera Hati, Vol. 1, Cet. IX, 2007)
Sayd Quthb, Tafsir fi Dzilalil Qur’an, Pdf.
14
TIDAK ADA PAKSAAN UNTUK MASUK AGAMA ISLAM
Tarjamah
256. Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah
jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa yang
ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah
berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah
Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
257. Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari
kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). dan orang-orang yang kafir,
pelindung-pelindungnya ialah Thoghut, yang mengeluarkan mereka daripada
cahaya kepada kegelapan (kekafiran). mereka itu adalah penghuni neraka;
mereka kekal di dalamnya.
Mufrodat
( اﻛﺮاهikhrah) secara etimologis berarti paksaan, terbentuk dari kata
akraha-yukhrihu, yang memiliki makna memaksa. Akar katanya ()ﻛﺮه, artinya
ketidaksenangan atau kesulitan yang dihadapi seseorang akibat dibebani sesuatu
5
secara paksa. Pemaksaan adalah pekerjaan yang menyebabkan orang lain tidak
senang atau tidak suka. Dengan demikian, maksud tidak ada ikrah dalam ayat ini
adalah tidak ada paksaan dalam menganut agama.1 Namun perlu dicatat, bahwa
ketidak ada paksaan tersebut adalah menganut akidahnya. Ini berarti jika
seseorang telah memilih satu akidah, katakan saja akidah Islam, maka dia terikat
dengan
tuntutan-tuntutannya,
dia
berkewajiban
melaksanakan
perintah-
perintahnya. Dia terancam sanksi bila melanggar ketetapannya. Dia tidak boleh
berkata, “Allah telah memberi saya kebebasan untuk shalat atau tidak, berzina
atau nikah”. Karena bila dia telah menerima akidahnya, maka dia harus
melaksanakan tuntutannya.2
Ayat ini menggunakan kata ( )رﺷﺪrusyd yang mengandung makna jalan
lurus. Kata ini pada akhirnya bermakna ketepatan mengelola sesuatu serta
kemantapan dan kesinambungan dalam ketepatan itu. Ini bertolak belakang
dengan ( )اﻟﻐﻲal-ghayy, yang memiliki makna jalan sesat. Jika demikian, yang
menelusuri jalan lurus itu pada akhirnya melakukan segala sesuatu dengan tepat,
mantap, dan berkesinambungan.3
Kata ( )طﺎﻏﻮتthaghut, terambil dari akar kata yang berarti melampaui
batas. Biasanya digunakan untuk yang melampaui batas dalam keburukan. Setan,
Dajjal, Penyihir, yang menetapkan hukum bertentangan dengan ketentuan Ilahi,
tirani, semuanya digelar dengan Thaghut.4
( )اﺳﺘﻌﺴﻚistamsaka memiliki makna berpegang teguh pada bubul tali yang
amat kuat, yakni disertai upaya yang sungguh-sungguh, bukan sekedar berpegang
teguh. Kata ini menggunakan huruf sin dan ta’ buka ( )ﻣﺴﻚmasaka. Tali yang
dipegangnya pun amat kuat, dilanjutkan dengan pernyataan tidak akan putus,
sehingga pegangan yang berpegang itu amat kuat, materi tali yang dipegangnya
kuat, dan hasil jalinan materi itu tidaak akan putus.5
1
Kementrian Agama, al-Qur’an dan Tafsirnya: Edisi yang disempurnakan, (Jakarta:
Widya Cahaya, jilid 1, 2011), hlm. 380
2
Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian alQur’an, (Jakarta: Lentera Hati, Vol. 1, Cet. IX, 2007), hlm. 251
3
Ibid., 552
4
Ibid
5
Ibid., 553
6
Kata (‘ )ﻋﺮوةurwah yang diterjemahkan dengan gantungan tali adalah
tempat tangan memegang tali, seperti yang digunakan pada timba untuk
mengambil air di sumur. Ini memberikan kesan bahwa yang berpegang dengan
gantungan itu bagaikan menurunkan timba untuk mendapatkan air kehidupan.6
(ﻲ
ّ )وﻟwaliyy pada ayat 257 pada mulana berarti sesuatu yang langsung
datang atau berada sesudah sesuatu yang lain, tidak ada perantara antar
keduanya. Jika demikian, atau Allah merupakan waliyy
orang-orang beriman, sangat dekat kepada mereka, sehingga Dia langsung
menolong, melindungi, dan membantunya, apalagi Dia adalah yang terdekat
kepada mereka.7
Kata terus-menerus dipahami dari bentuk kata kerja mudhari’ (masa kini
dan datang) yang digunakan ayat ini, yang berarti bahwa mereka terus-menerus
terpelihara, sehingga bila ada kerancuan yang mereka alami, ada keraguan yang
terbetik dalam benak mereka, maka Allah segera akan membimbing dan
melenyapkan keraguan dan kerancuan itu.8
( )ظﻠﻤﺎتdzulumat yang diterjemakan dengan aneka kegelapan adalah
bentuk jamak dari ( )ظﻠﻢdzulum atau gelap. Jika demikian, ada banyak kegelapan,
tetapi kata ( )ﻧﻮرnur berbenruk tunggal. Ini karena cahaya keimanan adalah satu
dalam hakekat dan substansinya, sedang kekufuran itu beraneka ragam.9
Munasabah
Relasi antara Qs. al-Baqarah ayat 256-557 dengan ayat sebelumnya, yakni
ayat 255:
6
Ibid., 553
Ibid., 557
8
Ibid
9
Ibid
7
7
255. Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang hidup
kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak
tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. tiada yang dapat memberi
syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan
mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu
Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi.
dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi
Maha besar.
Ayat terdahulu, yakni ayat 255 ini telah menjelaskan siapa Allah dan
kewajaran-Nya untuk disembah, serta keharusan mengikuti agama yang
ditetapkan-Nya, serta jelas pula bahwa Dia memiliki kekuasaan yang tidak
terbendung, maka bisa jadi ada yang menduga bahwa hal tersebut dapat menjadi
alasan Allah untuk memaksa makhluk untuk menganut agama-Nya, apalagi
dengan kekuasaan-Nya yang tak terkalahkan itu. Untuk menampik dugaan itu
datanglah ayat 256 tersebut yang menegaskan tidak ada paksaan untuk masuk
agama Islam.10
Selain daripada itu Sayd Quthub dalam tafsirnya berpendapat bahwa
seluruh penjelasan Allah terkait kaidah-kaida tasawwur tersebut, yakni kekuasaan
Allah dll itu, agar setiap muslim berjalan di jalannya, dan jelas gambarannya
terhadap akidahnya. Akidah yang menjadi dasar pijakan seluruh manhaj
hidupnya. Kemudian dia berperang di jalan Allah. Bukannya untuk memaksa
10
Ibid., 551
8
manusia kepada akidahnya dan pandangn hidupnya, tetapi untuk menunjukkan
jalan yang benar dari jalan yang sesat, dan untuk menghilangkan faktor-faktor
fitnah dan kesesatan. Setelah itu, biarlah manusia menentukan urusannya.11
Relasi Qs. al-Baqarah ayat 256-257 dengan ayat setelahnya, yakni ayat
258:
258. Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang
Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan
(kekuasaan). ketika Ibrahim mengatakan: "Tuhanku ialah yang menghidupkan
dan mematikan," orang itu berkata: "Saya dapat menghidupkan dan mematikan".
Ibrahim berkata: "Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, Maka
terbitkanlah Dia dari barat," lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.
Ayat 258 ini berbicara terkait kisah Nabi Ibrahim yang mempertahankan
agamanya, yang mana hal tersebut tidak terlepas dari korelasi dengan ayat
sebelumnya yang menyatakan bahwa Thalut senantiasa membawa orang-orang
kafir dari cahaya keimanan menuju gelapnya kekafiiran.
Asbab Nuzul
Riwayat Abu Daud, Ibnu Hibban, an-Nasa’i dan Ibnu Jarir menyebutkan
sebab turunnya ayat 256 ini terkait dengan seorang lelaki Ansar dari kalangan
Bani Salim Ibn Auf yang dikenal dengan panggilan al-Husaini. Dia memiliki dua
11
Sayd Quthb, Tafsir fi Dzilalil Qur’an, hlm. 326, Pdf
9
orang anak lelaki yang memeluk agama Nasrani, sedangkan dia sendiri adalah
seorang muslim. Maka ia bertanya kepada Nabi SAW., “Bolehkah aku memaksa
keduanya (untuk masuk Islam)?. Karena sesungguhnya keduanya telah
membangkang dan tidak mau kecuali hanya agama nasrani”. Berkenaan dengan
peristiwa tersebut maka Allah menurunkan ayat ini.12
Disisi lain as-Saddi meriwayatkan hadits yag semakna tetapi dalam
riwayatnya ditambahi sebagai berikut: Keduanya telah masuk agama Nasrani di
tangan para pedagang yang datang dari negeri Syam membawa Zabib (anggur
kering). Ketika keduanya bertekad untuk ikut bersama para pedagang Syam itu,
ayah keduanya bermaksud memaksa keduanya (untuk masuk Islam) dan meminta
Nabi SAW. agar mengutus dirinya untuk menyusul keduanya agar pulang
kembali. Maka turunlah ayat ini.13
Penafsiran Para Mufasir
Sayd Quthb dalam tafsirnya berpendapat bahwa Qs. al-Baqarah ayat 256
ini tidak terlepas dari ayat sebelumnya yakni ayat 255 yang menjelaskan kaidahkaidah tashawwur islami yang menjadi pijakan tegaknya kaum muslimin. Yaitu
penjelasan tentang keesaan Allah dan hidup-Nya, pengurusan-Nya terhadap segala
sesuatu dan tegaknya segala sesuatu karena diurusi-Nya, kekuasaan-Nya yang
mutlah terhadap segala sesuatu, pengetahuan-Nya yang meliputi segala sesuatu,
pemeliharaan-Nya yang sempurna terhadap segala sesuatu, dan kodrat-Nya yang
sempurna serta penjagaan-Nya terhadap segala sesuatu. Tidak ada yang dapat
memberi syafaat di sisi-Nya kecuali yang diberi izin oleh-Nya. Hal itu supaya
setiap muslim berlajan di jalannya, dan jelas gambarannya terhadap akidahnya.
Akidah yang menjadi dasar pijakan seluruh manhaj hidupnya. Disisi lain M.
Quraish Shihab berpendapat bahwa ayat 256 ini turun untuk menampik dugaan
bahwa dengan semua sifat Allah yang sedemikian rupa tersebut Ia akan memaksa
makhluk utuk menganut agama-Nya.
12
Al-Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Kasir ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Kasir dengan judul
asli Tafsir al-Qur’anil ‘Adzim, Penj: Bahrun Abu Bakar, Lc., (Bandung: Sinar Baru Algensindo,
Juz 3, Cet. 3, 2006), hlm. 43
13
Ibid., 44
10
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);
Mengapa ada paksaan, padahal Dia tidak membutuhkan sesuatu; Mengapa
ada paksaan, padahal sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya
satu umat (saja) (Qs. al-Maidah ayat 48). Perlu dicatat, bahwa yang dimaksud
dengan tidak ada paksaan dalam menganut agama adalah menganut akidahnya.
Allah menghendaki agar setiap orang merasakan kedamaian.14 Tidak dibenarkan
adanya paksaan untuk menganut agama Islam. Kewajiban kita hanyalah
menyampaikan agama Allah kepada manusia dengan cara yang baik dan penuh
kebijaksanaan, serta dengan nasihat-nasihat yang wajar, sehingga merek masuk
Islam dengan kesadaran dan kemauan sendiri (Qs. an-Nahl ayat 125).15
Dalam prinsip yang demikian ini tampaklah dengan jelas betapa Allah
memuliakan manusia, menghormati kehendak, pikiran, dan perasaannya. Juga
menyerahkan urusan mereka kepada dirinya sendiri mengenai masalah yang
khusus berkaitan dengan petunjuk dan kesesatan dalam iktikad (keberagamaan)
dan memikul tanggung jawab atas dirinya sebagai konsekuensi amal
perbuatannya. Hal ini cukup berbeda dengan agama sebelumnya, yakni agama
masehi. Sebagai agama terakhir sebelum Islam datang, dalam kesejarahannya
agama masehi pernah melakukan kekerasan dengan memperlakukan hukum besi
dan api, serta bermacam-macam hukuman lain oleh Kerajaan Ramawi hanya
karena kaisarnya telah memeluk Kristen.16
Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.
Pada dasarnya, jika kita menelusuri jalan yang lurus akhirnya kita dapat
melakukan segala sesuatu dengan cepat, tepat, mantap, dan berkesinambungan.
Iman adalah jalan yang lurus. Sedangkan kekafiran adalah jalan yang sesat.17 Dari
sini Ibnu Kasir mena’wil jalan lurus tersebut dengan surga dan jalan sesat dengan
sebaliknya, yaitu neraka.18
14
Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian alQur’an., 551
15
Kementrian Agama, al-Qur’an dan Tafsirnya: Edisi yang disempurnakan., 381
16
Sayd Quthb, Tafsir fi Dzilalil Qur’an, hlm. 332, Pdf.
17
Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian alQur’an., 551
18
Al-Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Kasir ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Kasir., 45
11
karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah,
Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang
tidak akan putus.
Yang enggan memeluk agama ini pada hahekatnya telah terbawa oleh
rayuan Thaghut, sedang yang memeluknya adalah orang yang ingkar dan menolak
ajakan Thaghut, dan mereka itu adalah orang-orang yang memiliki pegangan yang
kukuh. Karena itu, barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada
Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang tegung kepada buhul tali
(gantungan tali atau tempat tangan memegang tali seperti yang digunakan pada
timba guna mengambil air sumur) amat kuat yang tidak akan putus. Hal ini senada
dengan syahadat yang menegaskan bahwa Tiada Tuhan yang berhak disembah,
baru segera disusul dengan kecuali Allah. Yang mana menyingkirkan keburukan
harus lebih dahulu daripada menghiasi diri dengan keindahan.19
Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari
kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). dan orang-orang yang kafir,
pelindung-pelindungnya ialah Thoghut, yang mengeluarkan mereka daripada
cahaya kepada kegelapan (kekafiran). mereka itu adalah penghuni neraka;
mereka kekal di dalamnya.
Selama sikap manusia senantiasa berpegang pada tali yang kukuh, maka ia
tidak sendiri, karena Allah menjadi walinya. Jika demikian, Allah yang
merupakan wali orang-orang beriman sangat dengat kepada mereka, sehingga Dia
langsung menolong, melindungi, dan membantunya. Karena itu, Allah sebagai
wali terus menerus mengeluarkan mereka dari aneka kegelapan menuju cahaya
(iman). Adapun orang-orang kafir, wali mereka adalah Thaghut yang senantiasa
mengeluarkan mereka dari cahaya (iman) menuju kegelapan (kekafiran). Dan
yang demikian ini adalah penghuni neraka dan kekal di dalamnya.20
Apabila orang kafir itu pada suatu ketika mendapatkan sedikit cahaya
petunjuk dan iman, maka setan segera beruhasa untuk melenyapkanya, sehingga
iman yang mulai bersemi itu menjadi sirna dan mereka kembali kepada
19
Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian alQur’an.,553
20
Ibid,. 555
12
kegelapan. Oleh sebab itu, iman yang telah tertanam dalam hati harus selalu
dipelihar, dirawat dan dipipuk dengan baik sehingga ia terus berkembang dan
bertambah kuat, dan setan-setan tidak akan dapat merusaknya lagi. Pupuk
keimanan adalah ibadah, amal shaleh, dan memperdalam ilmu pengetahuan dan
ajaran-ajaran agama Islam.
Kesimpulan
Dari penafsiran Qs. al-Baqarah ayat 256-257 diatas dapat diambil
kesimpulan, yakni:
1. Tidak ada paksaan dalam masuk agama Islam. Oleh sebab itu orang
Muslim tidak boleh memaksakan kehendaknya atas oarang non
Muslim.
2. Orang yang memilih agama Islam sebagai agamanya adalah bagaikan
orang yang telah mendapatkan pegangan yang kuat dan kokoh, yang
tidak akan putus.
3. Bagi orang yang beriman, Allah adalah walinya. Sedang bagi orang
yang kafir, Thaghut adalah walinya.
4. Allah senantiasa mengeluarkan orang beriman dari aneka kegelapan
menuju satu cahaya, yakni iman. Sedang Thaghut terus-menerus
mengeluarkan manusiadari keimanan menuju gelapnya kekafiran.
5. Sebagai
orang
yang
beriman,
haruslah
senantiasa
menjaga
keimanannya dengan ibadah, amal shaleh dan memperdalam ilmu
pengetahuan dan ajaran-ajaran agama.
Daftar Pustaka
Al-Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Kasir ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Kasir dengan
judul asli Tafsir al-Qur’anil ‘Adzim, Penj: Bahrun Abu Bakar, Lc.,
(Bandung: Sinar Baru Algensindo, Juz 3, Cet. 3, 2006)
Kementrian Agama, al-Qur’an dan Tafsirnya: Edisi yang disempurnakan,
(Jakarta: Widya Cahaya, jilid 1, 2011)
13
Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian alQur’an, (Jakarta: Lentera Hati, Vol. 1, Cet. IX, 2007)
Sayd Quthb, Tafsir fi Dzilalil Qur’an, Pdf.
14