Berfisika adalah Berimajinasi Mikrajuddin Abdullah

  berFISIKA adalah ber

  I M A J

  I N A S

  I Prof. Mikrajuddin Abdullah The true sign of intelligence is not knowledge but imagination; Imagination is more important than knowledge. For knowledge is limited,

whereas imagination embraces the entire world, stimulating progress,

giving birth to evolution;

  The power of imagination makes us infinite; Any man who reads too much and uses his orn brain too little

  Kata Pengantar

  Banyak pengajaran fisika dari sekolah menengah hingga perguruan tinggi hanya mengandalkan kemampuan menghitung. Siswa dan mahasiswa hanya dituntut untuk menyelesaikan soal-soal fisika dengan cara secerap mungkin tanpa meresapi makna fisika itu sendiri. Fisika menjadi gersang. Pelajaran fisika tidak lebih dari pelajaran matematika yang mengandung soal terkait fisika.

  Yang lebih penting dari fisika adalah imajinasi. Bagaimana siswa atau mahasiswa melihat fenomena alam dan memahami mekanisme apa yang mengontrol mekanisme tersebut. Teori atau hokum-hukum fisika lahir dari imajinasi, melalui penenungan yang lama dan mendalam para ilmuwan terhadap suatu fenomena yang mereka amati. Hukum gravitasi universal Newton lahir dari suatu imjanasi terhadap jatuhnya buah apel. Teori relativitas lahir dari suatu pemikiran yang sangat mendalam atas sejumlah pengaatan pada akhir abad 19 seperti kontraksi Lorentz dan kekonstantan laju cahaya. Teori kuantum lahir dari hasil imajinasi Max Planck terhadap kegagalan teori klasik menjelaskan fenomena radiasi benda hitam dan imajinasi Einstein tentang foton dalam usaha menjelasakan hasil pengamatan efek fotolistrik.

  Berimajinasi adalah kunci menjadi ilmuwah hebat. Matematika adalah perangkat pendukung imajinasi tersebut sehingga menjadi formulasi matematika dalam hentuk hokum atau teori. Tetapi tanpa imajinasi, matematik hanya menjadi alat untuk menyelesaikan soal ujian. Dengan imajinas, kadang perosoalan fisika yang sangat kompleks dapat dijelaskan dengan persamaan matematika yang sangat sederhana.

  Saya coba tulis buku beberapa seri terkait dengan imajinasi fisika. Isinya adalah melihat fenomena fisika yang ada di sekitar dan mencoba memikirkan mekanisme fisika apa yang mengotrol fenomena tersebut. Jika memungkinkan akan dibangun teori atau persamaan yang menjelaskan fenomena tersebut. Saya hanya membahas fenomena sederhana yang mungkin kita sering amati sehari-hari. Tetapi karena kita jarang mau berimajinasi maka fenomena tersebut tampak seperti fenomena fisika biasa yang tidak ada nilai ilmiahnya.

  Saya berharap buku ini bermanfaat bagi anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah menengah atau mahasiswa S1 supaya memiliki ketertarikan lebih baik pada sains. Fisika tidak identik dengan rumus. Rumus digunakan kalau memang diperlukan.

  Bandung, Desember 2018 Mikrajuddin Abdullah

  

Daftar Isi

Pendahuluan

  Imajinasi van der Waals tentang Teori Gas dan Hadiah Nobel

  1 Bab 1 Bahaya Berdiri di Dekat Kereta yang Lewat

  13 Bab 2 Sarang Lebah Berbentuk Heksagonal

  18 Bab 3 Menghitung Luas Permukaan Patung Diponegoro

  25 Bab 4 Teori Pencelupan Biskuit

  30 Bab 5 Mengapa Susah Membuka Kulkas

  34 Bab 6 Tersekap dalam Ruangan Tertutup

  38 Bab 7 Rel Kereta Api di Atas Kerikil

  43 Bab 8 Oven Microwave Menggunakan Gelombang 2,45 GHz

  47 Bab 9 Teori Lunturnya Pakaian yang Dicuci

  52

Bab 10 Beda Tidur di Kasur dan Lantai

  57 Bab 11 Kucuran Air Wastafel

  60 Bab 12 Persamaan Fisika di balik Desain Termometer

  64 Bab 13 Menentukan Massa Jenis Zat Cair tanpa Timbangan dan Gelas Ukur

  69 Bab 14 Permen Kapas

  76 Bab 15 Efek High Heels pada Kaki

  80 Bab 16 Elemen Pemanas Digulung

  87 Bab 17 Mengapa Emas Berwarna Kuning dan Perak Berwarna Putih?

  90 Pendahuluan Imajinasi van der Waals tentang Teori Gas dan Hadiah Nobel

  Di sini saya tulis satu pelajaran yang menarik betapa pentingnya memahami sejumlah asumsi atau hipotesis yang menjadi landasan penurunan persamaan- persamaan fisika. Sekali lagi, ini hanya dapat dicapai dengan membaca secara komprehensif text book-text book standar yang biasanya mengandung cerita yang panjang.

  Kita masih ingat persamaan gas ideal yang sangat terkenal itu: PV = NkT. Persamaan ini mampu menjelesakan dengan sangat baik hasil pengamatan Boyle, Gay Lussac, Charles tentang saling ketergantungan antara volum, tekanan dan suhu gas. Bagaimana asal muasal munculnya persamaan gas ideal? Persamaan itu tidak bias dilepaskan dari pengamatan secara empiric (hasil pengukuran) besaran-besaran gas pada suhu cukup tinggi dan kerapatan cukup rendah oleh Boyle, Gay-Lussac, dan Charles.

  Robert Boyle melakukan pengukuran perubahan volume gas pada suhu yang dipertahankan konmstan jika tekanan diubah-ubah. Gas ditempatkan dalam wadah tertutup kemudian kemudian diberikan tekanan yang berbeda. Secara intuisi kita pasti menduga bahwa jila gas ditekan lebih besar maka volume gas akan makin kecil (gas memampat). Makin besar tekanan yang diberikan pada gas maka makin kecil volume gas tersebut. Namun, pertanyaan selanjutnya adalah seberapa besar pengecilan volume jika tekanan diperbesar? Jika tekanan diperbesar dua kali, maka sebaga banyak volume mengecil? Apakah menjadi setengah atau sepertiga, atau seperemapat tenakan semuka. Dengan kata lain adakah persamaan matematika yang menghubungkan tekanan dan volume tersebut? Jika persamaan ada maka kita bias menghitung. Jika sata beri tekanan sekian maka saya dapat menghitung secara mudah menjadi berapa volume gas tersebut. Persamaan itulah yang ingin ditentukan oleh Robert Boyle.

  

Tekanan rendah, Tekanan tinggi,

volume besar volume kecil Gambar P.1 Jika tekanan gas diperbesar maka volumenya mengecil dan sebaliknya.

  Boyle memberikan sejumlah tekanan pada gas yang berada dalam ruang tertutup. Subu gas dibuat tetap, misalnya dengan menyimpat wadah dalam air yang volumenya sangat besar. Mengama volume air besar? Supaya saat gas ditekan suhu air hampir tidak berubah. Apa yang didapat Boyle adalah kurva seperti pada Gambar P.1. Kurva tersebut secara teliti memenuhi persamaan

  C 1 P

  (P.1)

  V

  dengan

  P adalah tekanan V adalah volum C adalah sebuah konstanta 1 Perubahan tekanan yang menyertai perubahan volume diilustrasikan pada Gambar P.2.

  Hg] m [m an an Tek

  Volume [L]

  Gambar P.2 Perubahan tekanan akibat perubahan volume gas. Pada proses ini suhu dipertahankan konstan.

  Hasil ekperimen Boyle dipublikasi than 1662, yaitu sekitar tiga setengah abad yang lalu.

  Kemudian ahli Fisika Prancis, Joseph Louis Gay-Lussac (1778

  • –1850) melakukan percobaan yang berbeda. Gay-Lussac mengubah-ubah suhu gas dan mengukur perubahan tekanan yang dihasilkan jiga volumenya tetap. Gas ditempatkan dalam wadah yang volumenya tidak berubah seperti diilustrasikan pada Gambar P.2. Suhu gas kemudian dinaikkan. Setelah tercapai suhu tertentu yang konstan maka tekana gas kemudian diukur. Gay-Lussac mencatat hasil bahwa tekanan gas berubah secara linier terhadap suhu jika suhu tersebut dinytatan dalam satuan kelvin. Gay-Lusaac mendapatkan bahwa tekanan gas berubah menurut persamaan

  PC T 2

  (P.2) dengan

  P adalah tekanan

  T adalah suhu dalam kelvin C 2 adalah konstanta.

  Hasil percobaan Gay-Lussac diumumkan tahun 1808, yaitu sekitar dua abad yang lalu.

  

Suhu rendah, Suhu tinggi,

tekanan rendah tekanan tinggi

  Gambar P.2 Pengaruh suhu pada tekanan gas. Makin tinggi suhu maka tekanan gas makin besar. Percobaan dilakukan pada volum tetap.

  Percobaan ketiga terkait gas ideal dilaporkan oleh Charles. Yang diukur adalah perubahan volume gas jika suhunya diubah-ubah tetapi tekanan dipertahankan konstan seperti diilustrasikan pada Gambar P.3. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa volume berubah secara linier terhadap suhu menurut persamaan

  (P.3)

  VC T 3

  dengan

  V adalah volum T adalah suhu dalam kelvin

  adalah konstanta.

  C 3 Suhu rendah, Suhu tinggi,

volume kecil volume besar

  Gambar P.3 Pengaruh suhu pada volum gas. Makin tinggi suhu maka volum gas makin besar. Percobaan dilakukan pada tekanan tetap.

  Tiga persamaan di atas dibanngun dengan mempertahankan salah satu besaran adalah tetap. Contohnya, pada persamaan Boyle, suhu dianggap konstan. Pada persamaan Gay-Lusac, volum dianggap konstan. Pada persamaan Charles, tekanan dianggap konstan. Namun, jika tidak ada satupun tekanan, suhuy, dan volume yangb dianggap konstan maka ketiga persamaan di atas harus digabung menjadi satu persamaan yang lebih umum, yaitu

  T PC 3

  (P.4)

  V dengan C adalah konstanta yang bergantung pada jumlah atom atau molekul 3 penyusun gas. Ini adalah persamaan empirik, yaitu persamaan yang didapat dari data percobaan. Dengan mengamati perubahan data percobaan, para ahlki menebak kita-kira persamaan seperti apa yang dapat menjelasakan besaran gas seperti pada percobaan.

  Namun, ahli fisika tidak puas berhenti di situ saja. Para ahli fisika akan bertanya, mengapa gas memenuhi persamaan yang sangat sederhana itu? Mengapa tekanan bukan berubah terhadap akar atau kuadrat volume atau secara logaritma dengan suhu. Mengapa persamaannya cukup sederhana?

  Sifat gas tentu disumbang ioleh sifat atom atau molekul penyusunya. Dengan demikian menjadi pertanyaan menarik adfalah apa yang terjadi pada atom atau molekul gas sehingga secara maksorsopik gas menenuhi persamaan (P.4)? Bagaimana bentuk gerakan, tumbukan antar molekuk, tumbukan molekul dengan dinding sehingga keluar persamaan itu? Ini adallah tantangan menarik. Dan ini adalah wilayah kerjha fisika nteoretik. Para fisikawan ini mengimajinasikan mekanisme yang terjadi pada atom atau molekul gas sehingga tekanan, volum, dan suhu memenuhi persamaan (P.4).

  Teori Gas Ideal

  Dalam usaha menjelaskan mengapa gas memenuhi persamaan (P.4) maka para ahli membangun teori gas. Teori yang dibangun harus diawali dengan sejumlah asumsi. Asumsi tersebut dikenal dengan hipotesis. Asumsi yang diuslkan para ahli dalam menurunkan persamaan (P.4) sebagai berikut.

  1) Ukuran atom atau molekul gas ideal sangat kecil dan dapat diabaikan dibandingkan dengan volume wadah. Dengan demikian, wadah yang berisi gas tersebut dianggap ruang kosong saja. Dengan asumsi ini maka kita dapat memperlakukan gas secara sederhana. Kita tidak peduli lagi tentang ukuran molekul gas. Kita tidak peduli bahwa gas yang satu memiliki miolekul yang ukurannya lebih besar atrau lebih kecil dengan gas lain. Kita tidak peduli lagi dengan bentuk molekuk gas yang berbeda-beda karena semuanya dianggap nol.

  Walapun jumlah atom atau molekul gas sangat banyak, kita tetap menganggp bahwa volume semua atom atau molekuk tersebut nol. 2) Atom atau molekuk gas selalu bergerak bebas ke segala arah dan gersifat acak.

  Tiap partikel dapat berada di posisi mana saja dalam ruang. 3) Tidak ada interaksi antar molekul gas. Antara molekl gas tidak ada interaksi.

  Tidak ada gaya tarik maupun gaya tolak antar molekul gas merskipun jarak antar molekuk bias dangat dekat. Juga karena ukuran atom ataiu molekul gas dianggap nol maka tidak ada tumbukan antar molekuk gas. Tidak akan pernah terjadi dua titik yang ukurannya nol bias bersentuhan. Tumbukan yang terjadi hanya tumbuykan antara molekul gas dengan dinding wadah. 4)

  Tumbukan atom atau molekul gas denngan dinding wadah bersifat elastis sempurna. Elastis sempurna artinya energy kinetic sebelum dan sesudah tumbukan tidak berubah. Dengan demikian, selamanya energy kinetic atom atau molekul gas selalu konstan (tidak pernah berubah). Ini pun akan berakibat energy total gas yang ada dalam wadah selalu konstan karena energy tiap atom atau molekuk selalu konstan. 5)

  Dan yang terakhir gerakan atom atau molekul gas serta tumbukannya dengan dinding mememnuhi hokum gerak Newton.

  Apa yang disampaikan di atas adalah hipotesis yang diajuykan dalam rangka mendapatkan persamaan yang berlaku untuk gas. Hipitesis ini tidak muncul tiba- tiba. Hipotesis ini mungkin dirumuskan begitu lama sehingga dengan hipotesis tersebut hokum gas yang diperoleh Boyle, Gay-Lussac, dan Charles benar-benar dapat diperoleh. Hipotesis di atas penuh dengan idealisasi. Salah satunya adalah asumsi bahwa ukuran atom atau molekul gas nol dan tidak ada interaksi antar atom atau molekul gas. Oleh karena itu, teori yang diturunkan dinamakan teori gas ideal.

  Dengan menggunakan hipotesis di atas dan melakukan sejumlah tahapan penusunan matematika para ahli memperoleh persamaan umum untuk gas ideal,

  T

  (P.5)

  PNk

  V

  dengan

  N adalah jumlah atom atau molekul gas k adalah konstanta yang dinamakan konstanta Boltztmann yang dinainya

  • -23 1,38  10 J/K.

  Amati bahwa persamaan di atas persis sama dengan persamaan umum gas yang diperoleh dari percobaan Boyle, Gay-Lussac, dan Charles dengan menyamakan C 3 = Nk. Tampak bahwa nilai C tidak konstan , melainkan merupakan fungsi jumlah 3 atom atau molekul zat dalam wadah. Nilai C 3 hanya tidak bergantung pada suhu, tekanan, dan volume, sehingga kalau besaran tersebut diubah-ubah maka nilai C 3 tidak berubah.

  Dari uraian di atas kita simpulkan bahwa hipoptesi gas ideal dapat dioterima sebagai landasan untuk menjelaskan sifat-sifat gas. Artinya, bahwa atom atau molekul gas berperilaku seperti apa yang dihipotesiskan tersebut. Hukum ini dipakan cukup lama dan sukses menjelaskan sejumlah pengamatan terkait dengan proses yang terjadi pada gas.

  Muncul masalah dengan fenomena pencairan gas.

  Persamaan gas ideal dapat menjelaskan dengan baik hampir semua pengamatan tentang gas. Memang sedikit kesalahan dalam prediksi muncul, tetapi masih dapat ditolerir. Namun, permasalahan serius muncul ketika para ahli mampu menciptakan ruangan bang bershunu sangat rendah, yaitu negative derajat celcius. Pada suhu sangat rendah, sebagian zat berubah wujud menjadi cair. Ini artinya material tersebut bukan lagi gas tetapi sudah menjadi zat cair. Fenoemana ini sama sekali tidak dapat dijelaskan dengan teori gas ideal. Gambar P.4 adalah nitrogen cair o yang berasal dari gas nitrogen yang didinginkan pada suhu di bawah -200

  C.

  Gambar P.4 Gas Nitrogen menjadi cair pada suhu di bnawah suhu -196 oC (IndiaMART)

  Dalam wujud cair, partikel tidak bisa bergerak secara bebas dalam ruang. Partikel umumnya hanya bergerak di seiktar posisi tertentu dan sangat kecil kemungkinan partikel tersebut dapat bergerak sangat jauh dari posisi tertentu.

  Wujud cair menunjukkan adanya gaya tarik menarik antar partikel penyusun gas. Mengapa demikian? Wujud cair menandakan bahwa partikel tersebeut tidak lagi bebas. Partikel menjadi tidak ebbas kalau ada gaya antar partikel. Jadi teori gas ideal tidak dapat menjelaskan fenomena pencairan gas karena teori tersebut dibangun atas hipotesis bahwa antar partikel gas tidak ada interaksi. Kalau negitu, bagaimana kita menjelaskan fenomena pencairan gas?

  Gambar P.5 Johannes Diderik van der Waals (1837-1923) (en.Wikipedia.com) Fonemena ini menantang ahli Fisika Belanda yang bernama van der Waals.

  Van der Walls mencoba mecoba membangun teori baru tentang gas tanpa memulai dari nol. Van der Waals menganalisis ulang hipotesis yang digunakan dalam membangun teori gas ideal. Adakah dari hiptesis tersebut yang kurang tepat dan perlu diperbaiki? Dua hipotesi yang menarik perhatian van der Walls adalah Hipotesis bahwa volume total semua atom atau molekul gas adalah nol. Memang ukuran atom atau molekul gas sangat kecil. Tetapi jumlah atom atau molekul gas dalam wadah sangat besar, yaitu dalam orde bilangan Avogadro. 23 Bilangan Avogadro adalah N A = 6,23  10 . Jadi, jika kita memiliki gas dalam wadah yang memiliki volume beberapa liter maka jumlah atom atau molekul di 23 dalamnya skeitar 10 buah. Ini adalah jumlah yang sangat besar sehingga walaupun ukuran satu atom atau molekul gas sangat kecil, kalu dikalihan dengan bilangan tersebut maka nilainya menjadi tidak terlalu kecil lagi. Nah, untuk membangun teorinya, van der Waals memperhitungkan kembali volume volume total molekul has tersebut.

  Jika volume satu atom atau molekul gas adalah u dan jumlah atom atau molekul dalam wadah adalah N maka volum total atom atau molekul gas dalam wadah adalah

  (P.6)

  vNu

  Dengan adanya volume total atom atau molkul gas ini maka volum ruang kosong dalam wadah hanya (P.7)

  V '  VNu

  Dengan adanya koreksi volum ruang kosong ini maka menurut van der Waals, persamaan gas ideal harus dikoreksi dari persamaan (P.5) menjadi persamaan

  T P Nk

  

  V ' T Nk

  (P.8)

   VNu Dalam perumusan gas ideal, interkasi antar partikel gas dianggap tidak ada.

  Menurut van der Waalls interkasi tersebut ada meskipun pada suhu kamar dapat diabikan. Tetapi pada suhu yang sangat renda ketiga gas akan mencair, interkasi tersebut sangat besar. Interkasi tersebut berupa gaya tarik seperti diilustrasikan pada Gambar P.6. Gaya tarik inilah yang menyebabkan atom atau molekul gas berkumpul sehingga berubah menjadi zat cair.

  

F F

Molekul gas Molekul gas

  Gambar P.6 Ilustrasi interaksi antar molekul gas. Apa akibat adanta interaksi ini? Interaksi tersebut menyebabkan munculnya gaya tarikl antar partikel gas. Gaya tarik tersebut menyebabkan partikel yang menjauhi kumpulan partikel lain akan daitarik kembali. Ini menyebabkan partikel yang bergerak ke dinding wadah dan akan menumbuk wadah akan ditarik kembali oleh semua partikel lainnya ke arah tengah wadah. Akibatnya, kekuatan tumbukan partikel pada dinding wadah menjadi lebih lemah dibandingkan dengan partikel dalam gas ideal. Tumbukan yang lemah pada dinding berimplikasi tekanan yang dihasilkan oleh gas menjadi lebih kecil. Degan demikian, tekanan yang tertulis pada persamaan (P.8) terlalu besar. Tekanan sebenarnya harus lebih kecil dari itu. Oleh karena itu van der Walls mengoreksi lagi persamaan (P.8) menjadi

  T PNk   P (P.9) VNu

  di mana  P adalah pengurangan tekanan akibat tarikan kembali oleh molekul- molekul lainnya. Memang pada suhu yang cukup tinggi nilai P dapat dibaikan dari suku lainnya pada persamaan (P.9). Namun pada suhu sangat rendah, nilai

  P menjadi mirip dengan nilai suku lainnya sehingga tidak dapat dibaikan. Pertanyaan berikutnya adalah berapa nilai P.

  Dengan menggunakan matematika yang sedikit tinggi, van der Waals mebuktikan bahwa P memenuhi persamaan

  2 N

  (P.10)

   Pc 2 V

  dengan c adalah sebuah konstanta. Sunstitusi ke dalam persamaan (P.9) maka diperoleh 2 T N

  PNkc 2 VNu

  V

  atau 2 N T

  PcNk 2 V VNu

  atau 2

   N

  (P.11)

  Pc2 VNu   NkT  

  V   Persamaan (P.11) adalah persamaan van der Waals yang sangat terkenal.

  Persamaan ini dapat menjelaskan dengan baik fenomena pencairan gas. Dengan teori ini, van der Walls mendapat penghargaan Nobel tahun 1910. Di sini kita melihat bagaimana imajinasi van der Waals berjalan. Van der Waals hanya menganalisis kembali apa yang terlupakan oleh para ahli dalam membangun teori gas ideal. Kemudian van der Waals memmperhitungak kembali apa yang dilupakan tersebut sehingga diperoleh persamaan yang berbeda. Kita juga melihat bahwa matematik yang digunakan van der Walls dalam membangun teorinyta tidak terlampau rumit. Karena meman g matematika hanya alat bantu dalam Fisika. Fisika tidak sama dengan matematika.

  Memang matematika penting dalam fisika. Namun yang lebih penting lagi adalah IMAJINASI. Bahnyak ahli fisika hebat tidak terlalu hebat dalam matematika. Banyak penemuan hebat dalam fisika yang tidak melibatkan matematika rumit. Matematika yang digunakan kadang sangat sederhana, tetapi dibangun dengan imajinasi yang luar biasa.

Bab 1 Bahaya Berdiri di Dekat Kereta yang Lewat Ketika kita berada di stasiun kereta api maka pada tempat berdiri saat

  menunggu kereta berhenti terdapat garis kuning pada peron seperti ditunjukkan pada Gambar 1.1. Garis itu adalah batas terdekat dengan kereta yang diijinkan bagi calon penumpang untuk berdiri. Jika kita berdiri melampaui batas tersebut maka sangat berbahaya. Kita bisa ketarik ke arah kereta yang sedang melintas dan jatuh ke kereta. Tarikan terasa makin keras jika kecepatan kereta makin cepat. Pertanyaan yang menarik adalah mengapa jika berdiri dekat ke kereta yang sedang melintas maka kita bisa ketarik ke arah kereta?

Gambar 1.1 Garis kuning pada peron sebagai batas terdekat calon penumpang berdiri.

  Penumpang tidak boleh berdiri di sisi selebal dalam garis kuning tersebut (sumber gambar: Flickr.com) Penjelasan atas larangan tersebut sebagai berikut. Ketika tidak ada kereta yang lewat maka udara di stasiun dalam keadaan diam. Namun, ketika kereta lewat maka udara yang bersinggungan dengan kereta kereta hingga jarak beberapa puluh sentimeter dari permukaan kereta bergerak searah gerakan kereta. Pada persentuhan dengan body kereta, kecepatan udara sama dengan kecepatan kereta. Makin menjauh dari body kereta, kecepatan udara makin kecil dan tetap nol (diam) pada jarak yang cukup jauh dari kereta. Jadi kita memiliki daerah yang mengandung udara yang bergerak (dekat body kereta) dan yang diam (jauh dari body kereta). Pertanyaan, apa akibatnya dengan adanya udara yang memiliki kecepatan berbeda tersebut?

  P < P

  1

  2 Posisi 1 (dekat kereta) P P

  1

  2 ak ak t

  

Gaya ke arah t

er er g pa g kereta amba ce ber ber l h h a a lebi lebi

  Posisi 2 (jauh dari kereta) Udar ong Udar or ya d Ga

Gambar 1.2 (kiri) Pada posisi dekat kereta terdapat udara yang berkerak dan jauh dari

  kereta udara diam. (kanan) Jika orang berdiri di antara udara yang diam dan yang bergerak atau antara udara yang bergerak cepat dan yang bergerak lambat maka orang akan terdorong kea rah udara yang bergerak lebih cepat.

  Dalam plejaran fluida dinamik kita pasti telah belajar tentang persamaan Bernoulli, yaitu

  1 2

  

1

2     PghvPghv (1.1) 1 1 1 2 2 2

  2

  

2

  di mana

  P 1

  2

  (1.3) Dengan adanya selisih tekanan ini maka akan muncul gaya dorong ke arah kereta. Besarnya gaya dorong bergantung pada luas permukaan benda. Jika ada orang berdiri sekitar kereta lewat maka orang tersebut akan merasakan gaya dorong yang

  1 P v P P     

  2

  (1.2) Jelas dari persamaan (1.2) bahwa dengan adanya aliran udara di sekitar body kereta maka tekanan udara sekitar body kereta mengecil. Tekanan udara yang jauh dari kereta lebih besar daripada tekanan udara yang bersentuhan dengan body kereta. Selisih ketakan tersebut adalah 2 1 1 2

  2

  atau 2 1 2 1

  1 2 2 1 1      gh P v gh P   

  yang sama, h 1 = h 2 = h maka persamaan Bernoulli menjadi

  adalah tekanan udara pada posisi 1;

   v . Kita ambil dua titik yang memiliki ketinggian

  dengan kecepatan kereta dan 2

  v kira-kira sama

  Kita pilih posisi 1 adalah posisi yang berada di dekat body kereta dan posisi 2 adalah posisi yang jauh dari body kereta. Dengan demikian 1

  g adalah percepatan gravitasi bumi; h 1 adalah ketinggian posisi 1; h 2 adalah ketinggian posisi 2; v 1 adalah kecepatan udara di posisi 1; v 2 adalah kecepatan udara di posisi 2.

   adalah massa jenis udara;

  P 2 adalah tekanan udara pada posisi 2;

1 P v P   

  bergantung pada selisih kecepatan udara di sisi badan yang menghadap kereta dan sisi badan yang menjauhi kereta serta luas permukaan badan.

  Sebagai ilustrasi, misalkan tubuh didekati dengan semuah balok dengan tinggi 1,6 meter dan lebar 30 cm = 0,3 m. Misalkan pula ada kereka yang melintas 3 dengan kecepatan 72 km/jam = 20 m/s. Massa jenis udara adalah  = 1 kg/m . Luas 2 penampang tubuh adalah A = 1,6  0,3 = 0,48 m . Perbedaan tekanan udara

  1 2

  1 2   Pv   1 1  20 = 200 Pa

  2

2 Gaya dorong kea rah kereta

  F   PA  200  , 48 = 96 N

  Gaya ini kira-kira sama dengan berat benda yang bermassa 9,8 kg. Dengan demikian besar gaya tersebut cukup besar.

  Gaya dorong yang dialami lebih besar lagi jika kecepatan kereta makin besar. Jika kita berdiri rileks, maka gaya sebesar itu biaa membuat kita terdorong ke arah kereta. Sama dengan saat kita berdiri rileks maka jika tiba-tiba didorong oleh teman dengan dorongan yang pelan pun dapat menyebabkan kita terjatuh.

  Apa maksudnya garis batas yang ada di tempat tunggu stasiun? Jika kita berdiri di belakang garis batas tersebut maka beda kecepatan udara di depan dan di belakang badan sangat kecil karena kita sudah cukup jauh dari body kereta. Akibatnya gaya dorong kea rah kereta yang dialami tubuh menjadi sangat kecil. Dengan demikian, dalam keadaan rireks pun kita tidak sanggup didorong kea rah kereta.

  Gaya akibat perbedaan kecepatan udara ini disebu gaya Bernoulli. Disebut gaya Bernoulli karena diturunkan dari persamaan Bernoulli. Gaya yang sama bekerja pada sayap pesawat atau sayap burung. Kecepatan udara di sisi atas sayap lebih besar daripada kecepatan udara di sisi bawah sayap. Akibatnya, tekanan udasa di atas sayap lebih kecil daripada di sisi bawah sayap. Dengan demikian sayap mengalami gaya angkat.

  Untuk menghasilkan perbedaan kecepatan tersebut maka sisi atas pesawat harus lebih lengkung dibandingkan dengan sisi bawah seperti diilustrasikan pada

Gambar 1.3. Akibatnya, pada sisi atas pesawat udara menempuh jarak lebih panjang daripada sisi bawah. Karena udara melewati sayap pada selang waktu yang maka

  maka kecepatan udara di sisi atas menjadi lebih besar daripada di sisi bawah.

  

Gaya angkat Bernoulli

Kecepatan lebih besar (tekanan lebih kecil)

  Arah terbang

Kecepatan lebih kecil (tekanan lebih besar)

Gambar 1.3 Saya pesawat berbentuk sedikit melengkung di sisi atas dan agak datar di sisi

  bawah. Akibatnya kecepatan udara di sisi atas pesawat lebih kecil daripada kecepatan di sisi bawah. Tekanan udara pada sisi bawah menjadi lebih besar daripada di sisi atas sehingga pesawat mengalami gaya angkat.

  Bab 2 Sarang Lebah Berbentuk Heksagonal Gambar 2.1 Contoh sarang lebah. Sayap tersusun atas ruang-ruang dengan geometri

  berbentuk heksagonal (suumber gambar: http://www.beebehavior.com/ foundationless_frames_brood_area.php)

Gambar 2.1 adalah contoh sarang lebah. Perhatikan bentuk geometrinya secara seksama. Susunannya adalah berulang-ulang secara teratur periodik. Tidak

  ada ruang kosong yang tidak diisi oleh bentuk heksagonal tersebut. Bentuk geometri yang dapat mengisi seluruh ruang secara periodic hanya beberapa saja, yaitu: segitiga, persegi, persegi panjang, jajaran genjang, dan segi enam sama sisi (heksagonal). Lingkaran, segi lima, segi tujuh, dan segi-segi yang lain tidak dapat disusun tanpa meninggalkan ruang kosng di antaranya.

Gambar 2.2 adalah contoh geometri yang dapat disusun: (a) segitiga, (b) heksagonal, (c) segilima, (d) segitujuh, dan (e) lingkaran. Untuk segitiga dan

  heksagonal maka kita dapat menempatkan bangunan untuk mengisi seluruh ruang.

  Namun, untuk segilima, segitujuh, dan lingkaran pasti akan meninggalkan ruang yang tak terisi jika kita susun.

  (a) (b) (c) (e) (d)

Gambar 2.2 Contoh geometri yang dapat disusun: (a) segitiga, (b) heksagonal, (c) segilima, (d) segitujuh, dan (e) lingkaran.

  Pertanyaan menarik adalah apa keunggulan segi enam sama sisi (heksagonal)? Mengapa lebah membentuk sarang berbentuk heksagonal dibandingkan dengan bentuk periodik lainnya seperti segitiga atau persegi? Kalau dilihat dari bentuk geometri, tentu heksagonal (yang memiliki enam sisi sama panjang) lebih susah untuk dibangun dibandingkan dengan segitiga atau persegi.

  Namun mengapa lebah memilih heksagonal? Mari kita coba analisis.

  Lebah membentuk sarang dengan membangun dinding berbentuk heksagonal. Jadi lebah harus mengumpulkan material untuk membentuk dinding sel. Lebah akan mendapatkan keuntungan jika dapat menggunakan material sesedikit mungkin untuk menghasilkan ruang dengan volume sebesar mungkin. Dan bentuk heksagonal adalah bentuk yang memungkinkan efisiensi itu dapat dicapai. Berikut kini kita coba bandingkan jumlah material dinding yang dibutuhkan untuk menghasilkan volume yang sama untuk bentuk segitiga sama sisi, persegi, dan heksagonal. Untuk mudahnya perhatikan Gambar 2.3.

  (a) (b) (c)

t

c t c c a a b t c c a

b

c

  (d) (e) c c o o

  60 a a

  6 c in s o a

  60 a /2 /2 a

Gambar 2.3 Bangunan dengan bentuk penampang yang berbeda-benda: (a) segitiga sama sisi, (b) persegi, dan (c) heksagonal. (d) Menghitung tinggi segitiga sama sisi dan (e)

  heksagonal merupakan susunan enam buah segitiga sama sisi. Misalkan tinggi semua sel adalah sama, yaitu h dan dinding semua sel sama, yaitu t. Sel-sel tersebut hanya berbeda dalam bentuk penampang, yaitu segitiga, persegi, dan heksagonal. Volume satu sel sama dengan tinggi dikali luas penampang. Sekarang kita hitung luas penampang masing-masing.

  Untuk segitiga sama sisi dengan sisi a, luas sama dengan setengah tinggi dikali alas. Panjang alas adalah a dan dengan mengacu pada Gambar 2.3(d) tinggi segitiga adalah

  o

  3

  (2.1)

  pa sin 60  a

2 Dengan demikian, luas penampang segitiga adalah

  1

  3 2 Aapa st

  (2.2)

  2

  4

  dan volume ruang dalam segitiga adalah

  3 2 V A h a h (2.3) st st  

4 Volume materiat dinding bangunan segitiga adalah keliling  tinggi  tebal, atau

  (2.4)

  v  ( st 3 a ) ht

  Kemudian kita hitung untuk ruang dengan penampang persegi. Luas penampang adalah 2 (2.5)

  Ab p

  dan volume ruang dalam persegi adalah 2 VA hb h p p (2.6)

  Volume material dinding bangunan persegi adalah kelilingtinggitebal, atau

  ( 4 )

  (2.7)

  vb ht p

  Tearkhir, untuk heksagonal kita hitung sebagai berikut. Penampang heksagonal dapat diapndang sebagai enal buah penampang segitiga sama sisi dengan sisi c (Gambar 2.3(e)). Dengan menggunakan persamaan (2.2) maka luas penampang heksagonal adalah

  3 2

  3

  3 2

  (2.8)

  Ahk 6  cc

  4

  2

  dan volume ruang dalam heksagonal adalah

  3

  3 2

  (2.9)

  VA hc h hk hk

2 Volume materiak dinding bangunan heksagonal adalah keliling  tinggi  tebal,

  atau (2.10)

  v  ( hk 6 c ) ht

  Kita ingin membanding jumlah material dinding yang dibutuhkan untuk membangun sel dengan volume yang sama. Jadi kondisi yang harus dinehui adalah (2.11)

  Vst p hk V

  V Persamaan pertama yang kita dapatkan adalah Vst p

  V

  atau

  3 2 2 a h b h

  

  4

  atau

  2

  (2.12)

  ab 1 / 4

3 Persamaan kedua yang kita dapatkan adalah

  Vp hk

  V

  atau 2

  3

  3 2 b hc h

  2

  atau

  2

  (2.13)

  cb

  3

  3 Substitusi persamaan (2.12) ke dalam persamaan (2.4) maka kita dapatkan bahwa jumlah material untuk memnagun sel geometri segitiga adalah

  6 vbhtst 1 / 4 4 , 559  bht (2.14)

3 Substitusi persamaan (2.13) ke dalam persamaan (2.10) maka kita dapatkan bahwa

  jumlah material untuk memnagun sel geometri heksagonal adalah

  6

  2

  (2.15)

  vbhthk 3 , 722  bht

  3

3 Kita simpulkan dari persamaan (2.7), (2.14), and (2.15) bahwa

  v hk < v p < v st

  Dengan kata lain, untuk menghasilkan sel dengan volume yang sama maka jumlah material untuk membuat dinding heksagonal lebih sedikit daripada untuk membentuk dinding persegi atau dinding segitiga. Jadi, untuk membuat ruang madu dengan volume tertentu maka bentuk heksagonal memerlukan material dinding paling sedikit.

Gambar 2.4 Mengukur dimensi sel sarang lebah.

  (http://www.beebehavior.com/foundationless_frames_brood_area.php) Berapakah ukuran sel sarang lebah? Kita dapat memperkirakan dengan memperhatikan Gambar 2.4. Bedasarkan gambar tersebut maka terlihat bahwa panjang 10 sel sekitar 70 mm atau 7 cm atau panjang satu sel sekitar 0,7 cm. Dengan memperhatikan Gambar 2.4, maka panjang satu sel sama dengan o

  2 c sin 60  3 c . Dengan demikian, panjang sisi sel sarang lebah sekitar , 7 c  = 0,4 cm.

  3

Bab 3 Menghitung Luas Permukaan Patung Diponegoro Menghitung luas permukaan benda yang bentuknya teratur sangat mudah. Sudah ada rumus-rumus yang dapat digunakan langsung. Contonya, luas permukaan

  2

bola adalah D dengan D adalah diameter bola. Luas permukaan silinder adalah

2 2 /2 +

DDL dengan L adalah panjang silinder. Luas permukaan kubus adalah 6a

dengan a adalah panjang sisi kubus. Luas permukaan balok adalah 2(pl + pt + lt)

dengn p adalah panjang balok, l adalah lebar balok, dan t adalah tinghgi balok.

Tetapi bagaimana dengan benda yang bentuk permukaannya tidak teraktur?

Bagaimana kita mengktung luas pemukaanya?

  Sebagai contoh, Gambar 3.1 adalah patung Pangeran Diponegoro yang

sedang menunggang kuda. Permukaan badan kuda maupun badan Pangeran

Diponegoro memiliki geometri tidak teratur seperti pada geometri bola atau kubus.

Bagaimana menghitung luas permukaan tersebut? Di sinilah imajinasi para

ilmuwan. Karena pengukuran langsung tidak dapat digunakan maka digunakan cara

pengukuran tidak langsung. Bagaimaan caranya? Salah satu cara mudah sebagai berikut. Kita siapkan bola-bola kecil yang

berukuran seragam (diameter sama) dalam jumlah cukup banyak. Contoh bola

tersebut adalah kereleng atau manik-manik. Lalu kita tempelkan bola-bola tersebut

ke seluruh permukaan patung sambil mencatat jumlah bola yang ditempel. Jika luas

penampang lintang satu bola diketahui maka luas permukaan yang ditempeli bola

diketahui. Dengan demikian luas permukaan patung diketahui.

  Ketika kita menuyun bola maka tidak mungkin meniadakan celah antar

bola. Gambar 3.2 adalah ilustrasi penyusunan bola. Tampak bahwa ada ruang

kosong yang berlokasi antara empat bola berdekatan. Ketika kita akan menghitung

luas permukaan yang ditutup bola saat menempekan bola pada permukaan patung

2

maka kita dapat mengambil bahwa luas daerah yang ditutupi bola adalah D dengan

  

D adalah diameter bola. Tentu saja luas ini lebih kecil daripada luas penampang

2 2

bola yang hanya = /4. Dengan demikianb, jika terdapat N buah bola yang

RD 2 dipasang ke seluruh tubuh patung, maka luas permukaan patung kira-kira ND .

Gambar 3.1 patung Pangeran Diponegoro yang sedang menunggang kuda. Geometri permukaan sangat rumit sehingga sulit dihitung secara langsung (sumber gambar:

  

tribunnews.com)

Hasil pengukuran menjadi lebih teliti jika ukuran bola makin kecil karena

bola dapat memasuki lekukan-lekukan permukaan patung hingga yang berukuran

kecil. Namun, kosenkuensi adalah diperlukan waktu lebih lama untuk menempel

bola-bola tersebut.

  Prinsip ini kelihatannya sederhana. Namun, prinsip ini telah digunakan

dalam mendesain alat ukur luas permukaan benda yang bekerja berdasarkan metode

BET (Brauner-Emmett-Teller). Alat ini digunakan untuk mengukur luas permukaan

material dengan menempelkan atom atau molekul pada permukan material tersebut.

Alat ini memberikan informasi jumlah molekul gas yang menempel di lapisan

pertama (tepat menyentuh permukaan benda). Luas molekul gas sudah ada datanya.

  2 Sebagai contoh, luas penampang molekul N adalah 0,162 nm . Gas N adalah gas 2 2

paling paling sering dipakai dalam pengukuran BET. Molekul N akan menempel di

2

permukaan sampel (teradsorpsi). Dengan mengetahui jumlah molekul gas yang

menempel di lapisan pertama maka luas permukaan benda dapat ditentukan.

  D D

Gambar 3.2 Bola yang disusun pasti meninggalkan ruang kosong di antaranya. Luas daerah yang diwakili satu bola dapat dianggap sama dengan luas kotak persegi.

  Pada tekanan dan suhu tertentu atom atau molekul dapat menepel pada

permukan material. Jika suatu material dimasukkan dalam ruang vakum kemudian

ke dalamnya dimasukkan gas dengan tekanan tertentu maka lama-kelamaan tekanan

gas dalam ruang terseut menurun. Penyebabnya adalah adanya sebagian molekul

gas yang menempel pada permukaan material. Proses tersebut dinamakan adsorpsi.

Jika ditunggu cukup lama maka tekanan gas makin kecil hingga mencapai tekanan

konstan. Dalam keadaan ini permukaan material telah tertutupi maksimal oleh atom

atau molekul gas. Berdasarkan penurunan tekanan gas dibandingkan dengan

tekanan mula-muka maka jumlah atom atau molekul yang menenpel pada

  

permukaan benda. Dengan menggunakan data luas penampang lintang ataom atau

molekul gas maka luas permukaan yang ditutupi oleh atom atau molekul tersebut

dapat dirtetukan. Proses inilah yang berlandung pada peralanat BET.

Gambar 3.3 Contoh molekul yang menempel pada permukaan silica gel. Molekul ada yang membentuk satu lapis hingga bebrapa lapis. Tertempelnya molekul menyebabkan

  

jumlah molekul yang menempel dapat diketauhi, selanjutnya luas pemukaan sampel dapat

dihitung (Gambar diadopsi dari J. White, LITERATURE REVIEW ON ADSORPTION

COOLING SYSTEMS)

Alat ini merupakan alat utama untuk menentukan luas permukaan spesifik

zat, porositas zat, dan bisa juga untuk menentukan ukuran partikel hingga orde

nanometer. Gambar 3.4 adalah contoh peralatan BET produksi NanoQAM.

Laboratorium yang melakukan riset tentang nanomaterial atau material berpori

perlu memiliki alat ini. Dengan alat ini maka luas spesifik material dapat

ditentukan. Luas spesifik adalah luas permukaan total dibagi massa. Data data luas

permukaan spesifik maka ukuran partikel maupun ukuran poros dapat ditentukan.

Gambar 3.4 Contoh alat BET produksi NanoQAM (suber gambar: NanoQAM)

Bab 4 Teori Pencelupan Biskuit Kalian pasti pernah makan biskuit, dan mungkin sering. Salah satu cara

  makan biskuit yang enak adalah mencelupkan biskuit ke dalam susu atau teh baru dimakan. Gambar 4.1 adalah contoh mencelupkan biscuit ke dalam susu sebelum dimakan. Rasa biskuit bercampur dengan rasa susu atau teh menghasilkan rasa baru yang lebih enak. Apalagi biskuit yang tidak mengandung susu. Pencelupan dalam susu menghasilkan rasa yang lebih gurih.

Gambar 4.1 Biskuit dicelupkan ke dalam susu sebelum dimakan.

  Namun kalau kita apamti secara seksama, ketika biskuit dicelupkan ke dalam susu atau teh di dalam gelas maka volume susu atau teh berkurang ketika biskuit dicelupkan. Hal ini disebabkan zat cair tersebut masuk ke dalam pori-pori biskuit. Makin lama volume susu atau teh makin berkurang seiring dengan masih basahnya biskuit. Namun suatu saat volume susu atau teh tidak lagi berubah ketika biskuit sudah basah sempurna. Susu atau teh tidak bisa lagi masuk ke dalam biscuit karena semua pori sudah terisi dengan cairan susu atau teh.