HASIL DAN PEMBAHASAN - UJI DIABETES SECARA NON-INVASIF BERBASIS KADAR ASAM SIALAT SALIVA - Repository UNRAM
UJI DIABETES SECARA NON-INVASIF BERBASIS KADAR ASAM SIALAT SALIVA
Muhammad Fauzan Harlan, Ni Nyoman Geriputri, I Gede Yasa Asmara FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
Abstract
Background: Diabetes mellitus (DM) is a metabolic disorder of carbohydrate that affects multysistem organ,
characterized by hyperglycemia and glucosuria due to insufficiency insulin secretion relatively or absolute.
Diabetes causes mortality and morbidity especially due to its complications. Self-Monitoring of Blood Glucose
(SMBG) is a major breakthrough in diabetic treatment, because people can determine their glucose level during
daily life. One of problems in diabetic patient is the fear of needles and the pain during the test. In saliva, there is
a glycoprotein component known as sialic acid that can be use as a biomarker for diabetic complication.
Aim: The purpose of this study was to know the possibility of salivary sialic acid level as an non-invasive test for
diabetic patient.Method: This study was a comparative study. The samples used for this study was the saliva of 20 people that
was divided into 2 groups, Group of diabetic patient (D) and Group of normal/non diabetic people (N). The saliva
that has been collected were centrifuged at 8000 rpm. Centrifugation result in the form of 50 μl supernatant was
collected and 100 μl reagent Ninhydrin was added. The resulting mixture was heated at 60°C and read with
spectrophotometer at 570nm. Statistical test was performed by Independent sample T-test.
Result: The mean level of salivary sialic acid in group D and N respectively 4.579 1.113 and 1.204 0.549.
Based on these data, there were a significant difference on the concentration level of salivary sialic acid between
diabetic and non diabetic (P<0.05).
Conclusion: The spectrophotometric quantification of salivary sialic acid level shows a significant increase in
diabetic people as compared with non-diabetics, this prove the possibility of salivary sialic acid level as an non-
invasive test for diabetic patient.Keywords: Diabetic, Salivary Sialic Acid, Non-Invasive Test Abstrak
Latar Belakang: Diabetes mellitus (DM) merupakan kelainan metabolisme karbohidrat yang mempengaruhi
banyak sistem, ditandai dengan hiperglikemia dan glukosauria akibat insufisiensi sekresi insulin absolut atau
relatif, atau resistensi insulin pada target jaringan. Diabetes menyebabkan mortalitas dan morbiditas terutama
karena komplikasinya. Self-Monitoring of Blood Glucose (SMBG) merupakan suatu terobosan besar dalam
penanganan diabetes karena pasien dapat menentukan kadar glukosa mereka selama kehidupan sehari-hari.
Salah satu permasalahan dalam SMBG pada penderita diabetes untuk saat ini adalah rasa takut karena jarum
dan rasa nyeri pada saat pengambilan sampel. Dalam saliva ditemukan suatu komponen glikoprotein yang
disebut sebagai asam sialat yang dapat digunakan sebagai biomarker untuk komplikasi diabetes.
Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji kemungkinan penggunaan kadar asam sialat saliva sebagai
bahan uji non-invasif pada penderita diabetes melitus.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian komparatif. Sampel yang digunakan adalah saliva yang berasal dari
20 orang dan terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok orang dengan diabetes (D), dan kelompok orang
normal/non-DM (N). Saliva yang terkumpul disentrifugasi dengan 8000 rpm. Hasil sentrifugasi berupa supernatan
diambil sebanyak 50 μl dan ditambahkan 100 μl reagen Ninhydrin. Hasil campuran dipanaskan pada suhu 60°C
dan dibaca dengan spektrofotometer pada 570 nm. Uji statistik dilakukan dengan menggunakan Independent
Sample T-testHasil: Rerata kadar asam sialat saliva pada kelompok D dan N masing-masing 4.579 1.113 dan 1.204
0.549. Berdasarkan data tersebut, secara statistik terlihat perbedan kadar asam sialat saliva yang bermakna (
p<0,05).
Kesimpulan: Terjadi peningkatan kadar asam sialat saliva yang bermakna pada penderita diabetes melitus bila
dibandingkan dengan kadar asam sialat saliva pada orang tanpa diabetes, hal ini menunjukan konsentrasi DNA
saliva dapat digunakan sebagai bahan uji non-invasif pada penderita diabetes melitus.Kata Kunci: Diabetes, Saliva, Asam Sialat, Uji Non-Invasif.
PENDAHULUAN 2030. Indonesia diperkirakan akan menempati
Diabetes melitus merupakan penyakit urutan ke-6 pada tahun 2030 untuk negara kelainan metabolik kronik yang sering terjadi dengan penderita diabetes terbanyak dari 1 dan mempengaruhi jutaan manusia. Pada sebelumnya urutan ke-9 pada tahun 2010. 2 tahun 2010, penderita diabetes diseluruh Menurut World Health Organization pada dunia untuk usia 20-79 tahun mencapai 284 tahun 2012, penyebab kematian langsung oleh juta jiwa dan diperkirakan akan terus diabetes mencapai 1.5 juta, yaitu menempati meningkat mencapai 438 juta jiwa pada tahun urutan ke-8 dari seluruh kematian diseluruh dunia dan 80% kematiannya terjadi pada negara yang sebagian besar penduduknya memiliki sosioekonomi menengah kebawah. Di Indonesia pada tahun 2012, mortalitas terjadi 61.7 per 100.000 populasi untuk kedua jenis kelamin. 3 Diabetes dapat menyebabkan kematian dalam berbagai kasus. Orang dengan diabetes akan memiliki risiko kematian dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan orang tanpa diabetes dengan rentang usia yang sama. Diabetes menyebabkan mortalitas dan morbiditas terutama karena komplikasinya seperti kelainan kardiovaskuler, ginjal, neuropati, kebutaan dan amputasi. 4 Self-Monitoring of Blood Glucose
(SMBG) merupakan suatu terobosan besar dalam penanganan diabetes karena pasien dapat menentukan kadar glukosa mereka selama kehidupan sehari-hari. Dikatakan bahwa penderita diabetes dengan SMBG yang baik (melakukan tes setidaknya 1-2 kali perhari) dapat menurunkan risiko terjadinya komplikasi mikro dan makrovaskuler, terutama menurunkan risiko terjadinya infark miokard sebesar 50% dan stroke sebesar 37%. Penderita diabetes yang melakukan SMBG juga terbukti memiliki kadar HbA1c yang lebih baik dibandingkan dengan penderita diabetes yang tidak. 5-9 Dalam penelitian yang dilakukan Kolb dkk. 10 , pasien dengan diabetes tipe 2
(rata-rata sudah menderita diabetes selama 6,5 tahun) yang melakukan SMBG memiliki risiko komplikasi infark miokard, stroke, amputasi kaki, kebutaan, hemodialisis, dan penyebab kematian lain sebesar 9.2% dalam setahun dibandingkan dengan pasien yang tidak melakukan SMBG yaitu sebesar 13.2%.
Ini menunjukan bahwa SMBG yang baik dapat menurunkan berbagai risiko komplikasi pada penderita diabetes. Hal ini kemungkinan karena penderita diabetes dengan SMBG yang baik terdiagnosis lebih dini, memiliki gaya hidup yang lebih sehat dan penanganan kontrol glikemik yang lebih baik. 8 Salah satu permasalahan dalam
SMBG pada penderita diabetes untuk saat ini adalah rasa takut karena jarum dan rasa nyeri pada saat pengambilan sampel dengan menggunakan fingertip test (FT). 11,12 Dalam penelitian yang dilakukan oleh Carley dkk. 13 , jari merupakan bagian yang sangat sensitif sehingga pasien akan merasa lebih nyeri saat jarum ditusuk pada jari dibandingkan apabila jarum ditusuk ditempat lain atau disebut juga dengan Alternative Site Testing (AST), yaitu pemeriksaan glukosa darah dari lokasi selain ujung jari, seperti pada telinga, paha dan
forearm (antebrachium), karena pada lokasi
tersebut vaskularisasi lebih sedikit dan pendarahan lebih sedikit setelah penusukan jarum. Daerah tersebut juga kurang dipersarafi dengan reseptor nyeri sehingga memungkinkan untuk mengurangi rasa nyeri saat pengambilan sampel (Fineberg dkk., 2001). Tetapi dalam penelitian yang dilakukan oleh Knapp dkk. 15 , dari 174 pasien, tingkat kepatuhan pasien diuji dalam 7 bulan dengan menggunakan FT dan AST. Dari penelitian tersebut, pada kelompok FT, 78% pasien menyelesaikan tes tersebut, sedangkan pada kelompok AST, 87% pasien menyelesaikan tes tersebut (P = 0.003). Hal ini menunjukan kepatuhan metode pengukuran glukosa yang diharapkan lebih baik pada AST, tetapi ternyata lebih baik pada FT. Selain itu, dalam penelitian yang dilakukan Wagner dkk. 16 , dari 339 responden, 63% dari responden tersebut melewatkan SMBG karena prosedur invasif yang digunakan. Oleh sebab itu, diperlukan prosedur SMBG yang tidak invasif dan terhindar dari rasa nyeri.
Saat ini, pemeriksaan diagnostik non- invasif seperti saliva, air mata dan keringat sangat menarik perhatian. 17 Saliva merupakan cairan biologis yang secara klinis informatif, dapat berguna untuk penegakan diagnosis, prognosis, monitoring dan manajemen pasien dengan penyakit oral dan sistemik. Saliva mudah diambil dan disimpan dan sangat ideal untuk deteksi dini penyakit karena mengandung sejumlah marker biologis yang sebagian besar terkandung juga dalam darah dan urin. 18 Pemeriksaan glukosa dengan sampel urin juga memiliki banyak kekurangan seperti, nilai glukosa urin tidak menggambarkan kadar glukosa darah saat pemeriksaan dilakukan, kadarnya dipengaruhi oleh volume dan konsentrasi urin, serta terdapat variasi ambang ginjal terhadap glukosa pada masing-masing individu yang berbeda. 19 Selain itu, pengambilan saliva juga lebih mudah dilakukan pada kondisi pasien yang sulit untuk diambil sampel darahnya, seperti anak kecil dan pasien cemas. 20 Diabetes telah diketahui dapat mempengaruhi komposisi dan fungsi saliva. 21 Telah banyak penelitian yang dilakukan untuk mengetahui apa saja perubahan komponen saliva pada diabetes. Saliva berperan penting dalam kesehatan oral karena berbagai fungsi dan kandungannya. Salah satu fungsi saliva adalah melubrikasi mukosa oral. Musin merupakan glikoprotein saliva manusia yang sangat penting dalam melubrikasi. Glikoprotein ini larut, hidrofilik dan mempertahankan sejumlah besar air yang dapat mencegah dehidrasi mukosa. Asam sialat merupakan komponen penting dari musin dan dapat ditemukan sebagai protein yang bebas dan berikatan. Asam sialat disekresikan terutama oleh kelenjar submandibular dan ditemukan pada cabang karbohidrat dari glikoprotein yang dijumpai pada permukaan eksternal membran sel sebagai reseptor membran. Asam sialat terlibat dalam regulasi permukaan eksternal dan internal membran dan menyeimbangkan kondisi antara bagian eksternal dan internal sel. Asam sialat merupakan komponen reseptor insulin, interferon, serotonin, beberapa hormon, protein transport, lipoprotein, mukopolisakarida dan juga ditemukan pada beberapa eksudat. Asam sialat juga diketahui dapat mempengaruhi transport asam amino pada permukaan sel dan menghambat transmisi sinaps. 22,23 Menurut Romero dkk. 23 dalam penelitiannya yang dilakukan pada tikus yang diinduksi diabetes dengan menggunakan
streptozotocin, diabetes dapat mempengaruhi
asam sialat karena diabetes dapat mempengaruhi aktivitas enzim yang terlibat dalam sintesis asam sialat. Perubahan konsentrasi asam sialat pada saliva juga dapat berhubungan dengan oral dryness dan perubahan calmodulin (suatu protein penting yang berperan dalam proses sekresi kelenjar saliva) yang terjadi pada penderita diabetes.
Pemeriksaan asam sialat menggunakan saliva merupakan metode pemeriksaan yang non-invasif dan dapat memberikan hasil secepat pemeriksaan darah. 24 Penelitian ini bertujuan untuk menemukan asam sialat sebagai marker biologis pada saliva manusia pasien dengan diabetes, sebagai dasar baru pemeriksaan non-invasif untuk monitoring diabetes.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan studi komparatif. Sampelnya adalah saliva yang berasal dari 20 orang dan terbagi menjadi 2 kelompok, kelompok penderita diabetes (D) dan kelompok individu normal (N) yang diambil dari Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB. Pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana (simple
random sampling) yang memenuhi kriteria
inklusi. Kriteria inklusinya adalah yang bersedia dan menyetujui inform consent untuk menjadi sampel dalam penelitian ini. Variabel dalam penelitian ini meliputi variabel bebas yakni kadar asam sialat saliva, serta variabel terikat yakni Diabetes Melitus.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tabung microfuge, spektrofotometer,
microcentrifuge, storage box, Aquabath dan
alat pemeriksaan glukosa sewaktu. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah saliva.
Prosedur penelitian terdiri dari beberapa tahap yakni pemilihan sampel penelitian yang kemudian dibagi menjadi 2 kelompok (kelompok DM dan kelompok Non-DM), pengambilan sampel sebanyak 2 ml dari setiap individu dengan cara meludah, ditampung dan diberi identitas, kemudian diletakkan dalam storage box berisi es batu. Sampel kemudian dibawa ke Laboratorium Imunologi Fakultas MIPA Universitas Mataram dan dianalisis pada hari yang sama atau dalam waktu 24 jam. Sampel diambil sebanyak 0,5 ml, kemudian disentrifugasi pada kecepatan 8.000 rpm selama 5 menit. Hasil sentrifugasi berupa supernatan diambil sebanyak 50 μl dan ditambahkan 100 μl reagen Ninhydrin. Hasil campuran dipanaskan dengan menggunakan Aquabath pada suhu
60°C selama 10 menit dan dibaca dengan spektrofotometer “DYNEX” pada λ570 nm.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian
Parameter yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah kadar asam sialat saliva. Berikut hasil pengukuran kadar asam sialat saliva individu normal (N) dan penderita diabetes (DM) dengan metode spektrofotometer “DYNEX” pada λ570 nm disajikan pada grafik berikut ini.
Grafik 1. Rerata kadar asam sialat saliva DM dan non-DM Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa rerata kadar asam sialat saliva dari masing- masing kelompok berdasarkan 10 sampel menunjukkan rerata kadar asam sialat saliva pada kelompok DM ditemukan sebesar 4.579 Abs pada λ570 nm dan kelompok non-DM sebesar 1.204 Abs pada λ570 nm.
Data demografi dari sampel penelitian disajikan dalam tabel berikut ini. Tabel 1. Distribusi pasien berdasarkan kelompok usia.
Umur (Tahun ) Jumlah (orang) Presentase (%)
20-29 8 40,0 30-39 2 10,0 40-49 5 25,0 50-59 4 20,0
60-69 1 5,0
Total 20 100,0
Berdasarkan tabel diatas, ditribusi umur pasien terbanyak yaitu kelompok umur 20-29 tahun (40,0%), diikuti dengan kelompok umur 40-49 tahun (25,0%), kelompok umur 50-59 (20,0%), kelompok umur 30-39 tahun (10,0%) dan kelompok usia yang jumlahnya terendah yaitu kelompok usia >59 tahun (5,0%). Tabel 2. Proporsi pasien berdasarkan jenis kelamin.
Kelompo k Laki-laki (%) Perempuan (%)
DM 2 (20%) 8 (80%) Non-DM 3 (30%) 7 (70%)
Total 5 (25%) 15 (75%)
Berdasarkan tabel diatas, distribusi total pasien perempuan (75%) lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki (25%).
Dari hasil uji statistik menggunakan uji
Shapiro Wilk didapatkan bahwa data kedua
kelompok memiliki distribusi normal. Oleh karena itu untuk uji hipotesis yang digunakan adalah uji parametric Independent-Samples T
Test. Dari hasil uji hipotesis didapatkan nilai
sig 0,00 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara konsentrasi asam sialat saliva pada kelompok DM dengan kelompok non-DM.
Pembahasan
Penelitian ini merupakan penelitian komparatif yang memiliki tujuan untuk mengkaji kemungkinan penggunaan asam sialat saliva sebagai bahan uji non-invasif pada penderita diabetes mellitus. Pada diabetes terjadi peningkatan kadar protein fase akut yang sebagian besar merupakan glikoprotein, dengan asam sialat sebagai komponen rantai sampingnya. Peningkatan kadar protein fase akut ini disebabkan oleh kerusakan jaringan yang ditimbulkan oleh karena komplikasi diabetes, terutama komplikasi mikrovaskuler. 25 Penelitian tentang perbandingan kadar asam sialat saliva pada penderita diabetes mellitus masih tergolong jarang dilakukan dan dipublikasikan. Selain itu, penderita diabetes yang meninggal akibat komplikasi di Indonesia jumlahnya semakin meningkat dan masih banyaknya masyarakat yang menghindari pemeriksaan gula darah untuk diabetes karena prosedur invasif yang digunakan. 3,4,16
Asam sialat umumnya diperiksa kadarnya dalam darah, namum penelitian yang dilakukan oleh Kumar 24 mencoba memeriksa kadarnya dalam saliva. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Belce dkk. 22 dan Romero dkk. 23 juga menunjukan bahwa sampel saliva dapat memberikan hasil yang sama dibandingkan dengan darah untuk pemeriksaan kadar asam sialat.
Saliva juga memiliki keunggulan yang lebih dibandingkan dengan darah dan urin, karena saliva merupakan cairan biologis yang secara klinis informatif, dapat berguna untuk monitoring pasien dengan penyakit oral dan sistemik. Saliva mudah diambil dan disimpan dan sangat ideal untuk deteksi dini penyakit karena mengandung sejumlah marker biologis yang sebagian besar terkandung juga dalam darah dan urin. 18 Selain itu, pengambilan saliva juga lebih mudah dilakukan pada kondisi pasien yang sulit untuk diambil sampel darahnya, seperti anak kecil dan pasien cemas. 20 Dalam penelitian ini, ditemukan adanya peningkatan kadar asam sialat saliva secara dengan kelompok non-DM. Rerata kadar asam sialat saliva pada kelompok DM ditemukan sebesar 4.579 Abs pada λ570 nm dan kelompok non-DM sebesar 1.204 Abs pada λ570 nm. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kumar 24 , yaitu pada kelompok DM kadar asam sialatnya
1.0627 Abs pada λ570 nm dan pada kelompok non-DM 0.1867 Abs pada λ570 nm. Walaupun nilainya berbeda, tetapi perbandingannya relatif sama.
Peneliti menduga perbedaan hasil pengukuran kadar asam sialat saliva disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, pada penelitian ini peneliti menggunakan sampel saliva sebanyak 50 μl dan ditambahkan dengan reagen Ninhydrin sebanyak 100 μl, sedangkan Kumar 24 menggunakan sampel saliva sebanyak 0,5 ml dan reagen Ninhydrin sebanyak 1 ml. Kedua, setelah saliva ditambahkan dengan reagen Ninhydrin, peneliti memanaskan campuran pada suhu 60°C. Pemanasan berfungsi untuk denaturasi protein, jadi saat dipanaskan asam amino pada protein akan terurai kecuali asam sialat. Karena asam sialat tidak terurai, muncul reaksi Ninhydrin yang mengikat asam sialat sehingga menyebabkan perubahan warna, sedangkan Kumar 24 tidak melakukannya. 26 Ketiga, untuk menghitung kadar asam sialat saliva peneliti menggunakan spektrofotometer DYNEX, sedangkan kumar menggunakan spektrofotometer NanoVue.
Pada penelitian ini, terdapat perbedaan yang bermakna pada kadar asam sialat saliva antara kelompok DM dengan non-DM (P
<0.05). Hal ini sesuai dengan beberapa teori
yaitu: (1) kadar asam sialat dalam darah akan meningkat pada diabetes akibat dari kerusakan jaringan yang ditimbulkan oleh komplikasi diabetes, terutama komplikasi mikrovaskuler. Pada saat kerusakan jaringan, dilepaskannya protein-protein fase akut yang sebagian besar merupakan glikoprotein, dan asam sialat merupakan komponen rantai samping dari glikoprotein tersebut. 25,27 (2)Walaupun sebagian besar senyawa organik saliva diproduksi oleh kelenjar saliva, tetapi beberapa molekul dapat lewat dari darah menuju saliva. Biomolekul dapat masuk ke saliva dengan cara difusi pasif atau transpor aktif. 20 (3) permeabilitas membran basal pada kelenjar parotis meningkat pada penderita diabetes, sehingga komponen seperti glukosa, amilase dan protein dari darah kadarnya akan meningkat pada saliva. 28 Teori lain juga mengatakan bahwa sekresi asam sialat merupakan proses yang
calmodulin-dependent. 29 Calmodulin
merupakan kompleks calcium binding protein yang berperan dalam proses sekresi kelenjar saliva. Diabetes telah diketahui dapat mempengaruhi konsentrasi glycated
calmodulin dan menyebabkan perubahan
konsentrasi musin. Diduga hal ini yang menyebabkan terjadinya peningkatan kadar asam sialat dalam saliva. 30 KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian tentang uji diabetes secara non-invasif berbasis kadar asam sialat saliva didapatkan hasil bahwa terjadi peningkatan kadar asam sialat saliva yang bermakna pada penderita diabetes melitus bila dibandingkan dengan kadar asam sialat saliva pada orang tanpa diabetes, hal ini menunjukan konsentrasi DNA saliva dapat digunakan sebagai bahan uji non-invasif pada penderita diabetes melitus.
DAFTAR PUSTAKA
15.Knapp PE, Showers KM, Phipps JC, Speckman JL, Sternthal E, Freund KM dkk.
A, Seymen HO. Evaluation of Salivary Sialic Acid Level and Cu-Zn Superoxide Dismutase Activity in Type 1 Diabetes
22.Belce A, Ulsu E, Kucur M, Umut M, Ipbuker
Journal of Oral Science, Vol. 52, No. 3, 359-368, 2010.
Estimation of Salivary Glucose, Salivary Amylase, Salivary Total Protein, and Salivary Flow Rate in Diabetic in India.
21.Panchbhai AS, Degwekar SS, Bhowte RR.
20.Pfaffe T, Cooper-White J, Beyerlein P, Kostner K, Punyadeera C. Clinical Chemistry 57:5 675–687, 2011.
Test of Glycemia in Diabetes. Diabetes Care July 2004 vol. 27 no. 7 1761 – 1773.
19.Goldstein DE, Little RR, Lorenz RA, Malone JI, Nathan D, Petterson CM dkk.
2011 January ; 55(1): 159–178. doi:10.1016/j.cden.2010.08.004, 2010.
18.Malamud D, Rodriguez-Chavez IR. Saliva as Diagnostic Fluid. Dent Clin North Am.
17.Satish BN, Srikala P, Maharudrappa B, Awanti SM, Kumar P, Hugar D. Saliva : A Tool Assessing Glucose Level in Diabetes Mellitus. Journal of International Oral Health 2014; 6(2):114-117.
Invasiveness as a Barrier to Self-Monitoring Blood Glucose in Diabetes. 2005 Aug;7(4):612-9.
16.Wagner J, Malchoff C, Abbott G.
Self-Monitoring of Blood Glucose with Finger Tip Versus Alternative Site Sampling: Effect on Glycemic Control in Insulin-Using Patients with Type 2 Diabetes. DIABETES TECHNOLOGY & THERAPEUTICS Volume 11, Number 4, 2009.
1. Shaw JE, Sicree RA, Zimmed PZ. Global Estimates of Prevalence of Diabetes for 2010 and 2030. Diabetes research and clinical practice 87 (2010) 4 – 14.
2. World Health Organization. Diabetes, Death per 100.000 Data by Country. Global Health Observatory Data Repository, 2012.
BMJ VOLUME 321 1 JULY 2000.
13.Carley SD, Libetta C, Flavin B, Butler J, Tong N, Sammy I. An Open Prospective Randomised Trial to Reduce the Pain of Blood Glucose Testing: Ear Versus Thumb.
12.Ong WM, Chua SS, Ng CJ. Barriers and Facilitators to Self-Monitoring of Blood Glucose in People with Type 2 Diabetes Using Insulin: A Qualitative Study. Patient Preference and Adherence 2014:8 237– 246.
2004 Jan-Feb;30(1):112-25.
11.Vincze G, Barner JC, Lopez D. Factor Associated with Adherence to Self Monitoring of Blood Glucose Among Persons with Diabetes. Diabetes Educ.
10.Kolb H, Schneider B, Heinemann L, Lodwig V, Scherbaum WA, Martin S. Altered Disease Course after Initiation of Self- Monitoring of Blood Glucose in Noninsulin- Treated Type 2 Diabetes (ROSSO 3). J Diabetes Sci Technol. 2007 Jul; 1(4): 487– 495.
9. Martin S, Kolb H, Schneider B, Heinemann L, Weber C, Kocher S dkk. Myocardial Infartcion and Stroke in Early Years after Diagnosis of Type 2 Diabetes : Risk Factor and Relation to Self-Monitoring of Blood Glucose. 2009, Apr;11(4):234-41.
2006 Feb;49(2):271-8. Epub 2005 Dec 17.
8. Martin S, Schneider B, Heinemann L, Lodwig V, Kurth HJ, Kolb H dkk. Self- Monitoring of Blood Glucose in Type 2 Diabetesand Long-Term Outcome: an Epidemiological Cohort Study.
7. Martin S, Kolb H, Schneider B, Heinemann L, Lodwig V, Weber C dkk. Natural Course of Type 2 Diabetes Before Macrovaskular Event: Impact of SMBG. Diabetes;Jun2007 Supplement 1, Vol. 56, pA118.
6. Kolb H, Kempf K, Martin S, Stumvoll M, Landgraf L. On what Evidence-Base do we Recommend Self-Monitoring of Blood Glucose? 2010 Feb;87(2):150-6.
5. Kolb H, Schneider B, Heinemann L, Heise T, Lodwig V, Tshiananga JK dkk. Type 2 Diabetes Phenotype and Progression in Significantly Different if Diagnosed before versus after 65 Years of Age. J Diabetes Sci Technol. 2008 Jan; 2(1): 82–90.
4. Centers for Disease Control and Prevention. National diabetes fact sheet: national estimates and general information on diabetes and prediabetes in the United States, 2011.
3. World Health Organization. The Top 10 Causes of Death, 2014.
14.Fineberg SE, Bergenstal RM, Bernstein RM, Laffel LM, Schwartz SL. Use of an Automated Device for Alternative Site of Blood Glucose Monitoring. Diabetes Care 24:1217–1220, 2001. Mellitus. Tohoku J. Exp. Med., 2000, 192,
27.Lindberg G, Eklund GA, Gullberg B, & 219-225.
Råstam L. Serum sialic acid concentration
23.Romero AC, Ibuki FK, Nogueira FN. Sialic and cardiovascular Acid Reduction in the Saliva of mortality. Bmj, 302(6769), 143-146, 1991.
Streptozotocin Induced Diabetic Rats.
28.Edgar WM. Saliva: its secretion, Archives of Oral Biology 57 (2012) 1189 – composition and functions. British dental 1193.
journal, 172(8), pp.305-312, 1992.
24.Kumar J. Saliva – a Marker for the Diabetic:
29.Komabayashi T, Nakano K, Nakamura T, A Comparative Study of Healthy and the Tsuboi M. Stimulation of amylase and sialic Diabetic Individuals. Indian J. Innovations acid releases from dog submandibular Dev., Vol. 1, No. 2 (Feb 2012). gland slices by pilocarpine or high K+
25.Crook MA, Pickup JC, Lumb PJ, Georgino medium: A possible role of calmodulin for
F, Webb DJ, & Fuller JH. Relationship their releases. The Japanese journal of Between Plasma Sialic Acid Concentration physiology, 33(6), 921-930, 1983. and Microvascular and Macrovascular 30.Nicolau J, de Souza, DN, Carrilho M. Complications in Type 1 Diabetes The Increased glycated calmodulin in the EURODIAB Complications Study. Diabetes submandibular salivary glands of care, 24(2), 316-322, 2001. streptozotocin‐induced diabetic rats. Cell
26.MacFadyen DA, Fowler N. ON THE
biochemistry and function, 27(4), 193-198,
MECHANISM OF THE REACTION OF 2009. NINHYDRIN WITH α-AMINO ACIDS II. A SPECTROPHOTOMETRIC STUDY OF HYDRINDANTIN REACTIONS. Journal of Biological Chemistry. 1950 Sep 1;186(1):13-22.