KARAKTERISTIK KEMISKINAN DAN PERILAKU HIDUP S E H A T P A D A M A S Y A R A K A T MISKIN Studi di Desa Buluhcina Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar Dra. Hesti Asriwandari, M.Si (Dosen Jurusan Sosiologi FISEP-UR, Kepaia Laboratorium) Drs. Syafiizal, M.Si
KARAKTERISTIK KEMISKINAN D A N PERILAKU
HIDUP S E H A T P A D A M A S Y A R A K A T MISKIN
Studi di Desa Buluhcina Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar
Dra. Hesti Asriwandari, M.Si (Dosen Jurusan Sosiologi FISEP-UR, Kepaia Laboratorium)
Drs. Syafiizal, M.Si (Dosen Jurusan Sosiologi FISIP-UR, Kepaia Laboratorium)
Prih Wahyuningsih, S.Sos (Alumni Jurusan Sosiologi FISIP-UR)
ABSTRAK
Masih mininmya jumiah akses kesehatan dan pendidikan yang tersedia di Desa Buluhcina sangat
menentukan bagaimana perilaku masyarakat miskin dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan. Keadaan
yang serba kekurangan, kemauan yang rendah serta akses yang sulit dijangkau, menjadikan mereka
berperilaku seperti itu. Selain itu, kondisi geografis Desa Buluhcina yang berada di pinggiran sungai
Kampar, berakibat seringnya mengalami bencana banjir, serta muncuinya kebiasaan M C K di sungai,
mempengaruhi perilaku hidup sehat mereka. Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar mempunyai
10,18% penduduk miskin, dan di Desa Buluhcina masih terdapat 27% keluarga miskin, menjadi landasan
untuk menjawab permasalahan bagaimana karakter kemiskinan yang muncul, serta bagaimana perilaku
hidup sehat masyarakat.
Pengamatan dilakukan terhadap 28 keluarga yang ditetapkan secara purposive menurat
penghasilan, pekerjaan dan lama tinggal. Data yang tericumpul dianalisa secara deskriptif kuantitatif,
dilengkapi interpretasi atas kecenderungan fenomena yang muncul. Analisis dilakukan berdasarkan
Culture of Poverty (Oscar Lewis),
konsep-konsep teoritis tentang Kemiskinan dan Karakter Kemiskinan,zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDC
Tindakan Tradisional (Max Weber), dan Petukaran Sosial (George Homans).
Kemiskinan (penghasilan kecil, rumah tidak permanen, tidak ada pekerjaan sampingan),
rendahnya pendidikan (tidak sekolah, tamat/tidak tamat SD), kecilnya aksesibilitas terhadap fasilitas
kesehatan, berakibat pada rendahnya pemanfaatan masyarakat miskin teriiadap fasilitas modem. Hal ini
dapat dilihat dari seringnya mereka berobat ke dukun, tidak pemah melakukan pengecekkan kesehatan,
dan minimnya interaksi dengan fasilitas kesehatan modem, yang kemudian semua ini mempengaruhi
perilaku mereka dalam menjaga kesehatan sebari-hari. Keterbatasan ekonomi telah memaksa mereka
untuk selalu beradaptasi, dengan mempertahankan keyakinan tradisional serta rendahnya kesadaran
teifaadap pola hidup sehat.
Karakteristik kemiskinan di komunitas yang diamati ini adalah : a) ketidakmampuan memenuhi
kebutuban dasar (basic need) seperti pangan, gizi, sandang, papan pendidikan dan kesehatan ; b)
Inaccessibility, yaitu ketidakmampuan menjangkau sumberdaya sosial dan ekonomi baik akibat
rendahnya daya tawar {bargaining position) maupun keterbatasan modal, teknologi dan sumber daya
manusia ; c)Vulnerability, mudah jatuh dalam kemiskinan (rentan) akibat berbagai resiko seperti
penyakit, bencana alam, kegagalan panen, dan sebagainya, sehingga hams menjual asset produksinya.
Kerentanan ini sering disebut poverty rackets atau roda penggerak kemiskinan.
Keywords : karakter kemiskinan, perilaku hidiqf sehat, pemanfaatan fasilitas kesehatan
1
KARAKTERISTIK KEMISKINAN D A N PERILAKU
HIDUP SEHAT PADA M A S Y A R A K A T MISKIN
Studi di Desa Buluhcina Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar
PENDAHULUAN
Kemiskinan menurut Oscar Lewis bukanlah semata-mata berupa kekurangan dalam
hal ekonomi, tetapi juga melibatkan kekurangan dalam hal kebudayaan dan kejiwaan serta
memberi corak yang tersendiri. Kemiskinan dapat muncul sebagai akibat nilai-nilai dan
kebudayaan yang dianut oleh kaum miskin itu sendiri. Tingkat pendidikan dan pemanfaatan
akses kesehatan yang rendah ini dikarenakan dari kondisi lingkungan yang serba miskin yang
cenderung diturunkan dari generasi kegenerasi. Kaum miskin telah memasyarakatan nilainilai dan perilaku kemiskinan, dan akibat perilaku tersebut melanggengkan kemiskinan, jadi
nilai-nilai dan perilaku terbentuk karena lingkungan kemiskinan.
Kemiskinan seiring waktu semakin bertambah, dimana semakin bertambahnya jumlah
rumah tangga miskin di pedesaan maupun di perkotaan. Rusaknya struktur sosial yang
disebabkan oleh hilangnya suatu pekerjaan serta hilangnya kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan pokok aksesbilitas seperti pendidikan, kesehatan dasar dan Iain-lain. Setiap
keadaan kemiskinan itu berbeda antara satu daerah dengan daerah laiimya, ini tergantung
dengan kebutuhannya masing-masing yang disebabkan oleh faktor kebiasaan, pola konsumsi
dan letak geografis.
Adapun yang menyebabkan terjadinya kemiskinan adalah :
1. Penyebab individual atau patologis yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari
perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin.
2. Penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga.
3. Penyebab sub-budayazyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
(subcultural), yang menghubimgkan kemiskinan dengan
kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar.
4. Penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain
termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi.
5. Penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari
struktur sosial.
Desa Buluhcina yang merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Siak Hulu
juga masih memiliki penduduk miskin. Kemiskinan pada Desa Buluhcina masih terlihat
dimana masih terdapat 111 kk dari 411 kk yang termasuk dalam kategori miskin dari seluruh
2
jumlah penduduk Desa.Buluhcina. Jumlah tersebut tersebar dalam 4 dusun yaitu dusun I
sebanyakzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
37 kk, dusim II sebanyak 28 kk miskin, dustm III sebanyak 20 kk miskin dan dusim
rV sebanyak 26 kk miskin (siunber : Rekapitulasi Laporan Jumlah Penduduk Kec. Siak Hulu
dan Monografi Desa Tahun 2010)
Rata-rata penduduk miskin yang ada di Desa Buluhcina ini bermatapencahanan
sebagai buruh nelayan dan buruh petani. Mereka ikut bekerja dengan orang lain yang
memerlukan tenaga mereka. Penduduk miskin di Desa ini juga terkadang menjadi buruhburuh untuk membersihkan rumput-rumput diladang. Mereka tidak memiliki pekeijaan dan
penghaisilan tetap, mereka memanfaatkan situasi yang ada. Selain itu tenyata penduduk miskin
ini mayoritas merupakan penduduk asli dan memang kelahiran daerah tersebut.
Masyarakat atau orang yang dalam keadaan miskin ini tentu sangat mempengaruhi
bagaimana cara mereka berperilaku, berbuat dan bertingkah laku, karena cara berperilaku
seseorang ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya. Lingkungan disini dimaksudkan
seperti lingkungan alam, lingkungan sosial dan lingkungan transedental
(keagamaan).
Masyarakat yang berada dalam keadaan miskin biasanya memiliki perilaku yang sedikit
konservatif dan apatis. Mereka cendenmg tidak mudah menerima adanya perubahanperubahan yang baru. Termasuk perilaku mereka dalam penggunaan atau pemanfaatan aksesakses sosial yang ada dalam masyarakat. Dalam memanfaatkan aksesbilitas sosial yang ada,
mereka akan berfikir untuk kesekian kalinya imtuk man menggunakan fasilitas yang ada.
Mereka akan cenderung memanfaatkan sesuatu yang dianggap mereka lebih sesuai, baik
secara materil maupun moril. Misalnya saja seperti penggimaan akses-akses sarana kesehatan.
Perilaku masyarakat miskin di Desa Buluhcina yang masih bisa dibilang rendah
partisipasinya ini sebenamya karena selain disebabkan keadaan ekonomi yang rendah dan
akses yang tersedia di Desa tersebut masih minim dan tidak mudah imtuk dijangkau membuat
mereka menjadi bersikap pasrah dan tidak peduli juga karena masalah kemauan dari dalam
diri masyarakat miskin itu sendiri. Ketidakberdayaan yang pada akhimya menimbulkan rasa
kekecewaan mereka inilah yang mengharuskan mereka memiliki berperilaku apatis.
Masih minimnya jumlah akses kesehatan dan pendidikan yang tersedia di Desa
Buluhcina sangat menentukan bagaimana perilaku masyarakat miskin dalam memanfaatkan
fasilitas kesehatan. Keadaan yang serba kekurangan, kemauan yang rendah serta akses yang
sulit dijangkau, menjadikan mereka berperilaku seperti itu. Selain itu, kondisi geografis Desa
Buluhcina yang berada di pii^giran simgai Kampar, berakibat seringnya mengalami bencana
3
banjir, serta muncuinya kebiasaan M C K di sungai, mempengaruhi perilaku hidup sehat
mereka. Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar mempunyai 10,18% penduduk miskin, dan
di Desa Buluhcina masih terdapat 27% keluarga miskin, menjadi landasan untuk menjawab
permasalahan bagaimana karakter kemiskinan yang muncul, serta bagaimana perilaku hidup
sehat masyarakat.
METODA PENELITIAN
Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Buluhcina yang mempakan salah satu Desa di
Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar. Populasi dalam penelitian ini adalah para keluarga
miskin di Desa Buliihcina yakni sebanyak 111 keluarga. Desa Buluhcina ini tersebar dalam
empat dusun dengan masing-masing dusun sebanyak tiga R T .
Pengamatan dilakukan terhadap 28 keluarga yang ditetapkan secara purposive menurut
penghasilan, pekerjaan dan lama tinggal. Dalam penelitian ini ada dua jenis sumber data
yaitu-.l) Data primer, yang didapatkan dari responden secara langsung berupa jawaban
mengenai pertanyaan-pertanyaan seperti kondisi tempat tinggal, masiilah kesehatan serta yang
berkaitan dengan penelitian; 2) Data sekunder, yang diperoleh untuk melengkapi data primer,
seperti: laporan-laporan, literatur-literatur dan lampiran data-data lain yang dapat mendukung
dan menjelaskan masalah serta informasi yang diperoleh dari beberapa instansi, seperti Bno
Pusat Statistik, Kantor Kepaia Desa Setempat, Badan Penelitian Dan Pengembangan serta dari
berbagai pihak lain yang mencakup informasi tentang keadaan masyarakat Desa Buluhcina.
Data yang terkumpul dianalisa secara deskriptif kuantitatif, dilengkiqpi interpretasi atas
kecenderungan fenomena yang muncul. Analisis dilakukan berdasarkan konsep-konsep
teoritis tentang Kemiskinan dan Karakter Kemiskinan,zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
Culture of Poverty (Oscar Lewis),
Tindakan Tradisional (Max Weber), dan Petukaran Sosial (George Homans).
TINJAUAN PUSTAKA
Kemiskinan
Oscar Lewis menyatakan bahwa kemiskinan ymtu mempakan budaya yang teqadi
karena penderitaan ekonomi yang berlangsung lama. Yang dimaksud budaya disini adalah
sebuah cara hidup. Dengan demikian karena kebudayaan adalah sesuatu yang diperoleh
dengan belajar dan sifatnya selalu diturunkan kepada generasi selanjutnya maka kemiskinan
4
menjadi lestari di dalam masyarakat yang berkebudayaan kemiskinan karena pola-pola
sosialisasi, yang sebagian besar berlaku dalam kehidupan keluarga.
Chambers menggambarkan kemiskinan terutama di pedesaan
mempunyai lima
karakteristik yang saling terkait, yaitu : kemiskinan material, kelemahan fisik, keterkucilan
dan keterpencilan, kerentanan, dan ketidakberdayaan. Kerentanan menvnut Chambers dapat
dilihat dari ketidakmampuan keluarga miskin untuk menyediakan sesuatu guna menghadapi
situasi darurat seperti datangnya bencana eilam, kegagalan panen, atau penyakit yang tiba-tiba
menimpa keluarga miskin itu.
Ketidakberdayaan keluarga miskin di kesempatan yang lain mungkin dimanifestasikan
dalam hal seringnya keluarga miskin ditipu dan ditekan oleh orang yang memiliki kekuasaan.
Ketidakberdayaan sering pula mengakibatkan teqadinya bias bantuan untuk si miskin kepada
kelas di atasnya yang seharusnya tidak beriiak memperoleh subsidi, seperti kasus dana
Bantuan Langsung Tunai (BLT). Sedangkan menurut Schiller menjelaskan bahwa kemiskinan
adalah ketidaksanggupan imtuk mendapatkan barang-barang dan pelayananpelayanan yang
memadai untuk memenuhi kebutuhan sosial yang terbatas.
Secara teoritis kemiskinan dapat dipahami melalui akar penyebabnya yang dibedakan
menjadi dua kategori:
•
Kemiskinan Natural atau alamiah yakni, kemiskinan yang timbul sebagai akibat
terbatasnya jumlah sumber daya dan/atau karena tingkat perkembangan teknologi yang
sangat rendah.
•
Kemiskman struktural yakni, kemiskinan yang teijadi karena struktur sosial yang ada
membuat anggota atau kelompok masyarakat tidak menguasai sarana ekonomi dan
fasilitas-fasilitas secara merata.
Secara umum kemiskinan di Indonesia ini dapat ditandai dengan beberapa hal, yaitu
(Hasbullah Thabrany: 2005 :123) :
•
Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan • dasarzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
(basic need) seperti pangan, gizi,
sandang, papan pendidikan dan kesehatan.
•
Unproductiveness, yaitu ketidakmampuan melakukan usaha yang produktif.
•
Inaccessibility, yaitu ketidakmampuan menjangkau sumberdaya sosial dan ekonomi
baik akibat rendahnya daya tawar (bargaining position) maupim keterbatasan modal,
teknologi dan sumber daya manusia.
5
•
Vulnerability,zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
mudah jatuh dalam kemiskinan (rentan) akibat berbagai resiko seperti
penyakit, bencana alam, kegagalan panen, dan sebagainya, sehingga hams menjual
asset produksinya. Kerentanan ini sering disebut poverty rackets atau roda penggerak
kemiskinan.
•
No freedom for poor, tidak memiliki kepercayaan diri dan mental untuk terbebas dari
warisan kemiskinan.
Tindakan Sosial: Max Weber
Weber mempelajari satuan-sauan sosial yang lebih besar, yang didasarkan pada
tindakan-tindakan yang khas, dari individu-individu yang khas dan dalam situasi sosial yang
khas pula. Rasionalitas dan peraturan yang biasa mengenai logika merupakan suatu kerangka
acuan bersama secara luas, dimana aspek-aspek subyektif perilaku dapat dinilai secara
obyektif (Doyle Paul Johnson: 1986 :219-220)
Kemiskinan merupakan suatu gejala yang nyata dan teijadi serta terdapat dimanapun
wilayah. Masalah kemiskinan ini bukan merupakan sesuatu yang diinginkan oleh pihak
manapun, baik manusia yang mengalami kemiskinan itu sendiri maupim bagi pihak
pemerintahan, karena ini masalah yang rumit. Semua ini akan mempengaruhi mereka baik
dari cara berperilaku maupun cara berfikir mereka.
Max Weber mengklasifikasikan ada empat jenis tindakan sosial mengapa seseorang
bisa berperilaku tertentu, yaitu (J.Dwi Narwoko :2007 :19).
•
Rasionalitas instrumental. Disini tindakan sosial yang dilakukan seseorang didasarkan
atas pertimbangan dan pilihan sadar yang berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan
ketersediaan alat yang dipergunakan untuk mencapainya.
•
Rasionalitas yang berorientasi pada nilai. Pada jenis tindakan ini, alat-alat yang ada
hanya merupakan pertimbangan dan perhitungan yang sadar, sementara tujuantujuaimya sudah ada didalam hubungannya dengan nilai-nilai individu yang bersifat
absolut.
•
Tindakan tradisional. Seseorang memperlihatkan perilaku tertentu karena kebiasaan
yang diperoleh dari nenek moyang, tanpa refleksi yang sadar atau perencanaan
(kebiasaan yang turun-temurun).
•
Tindakan afektif. Tindakan ini didominasi dengan perasaan atau emosi tanpa refleksi
intelektual atau perencanaan sadar. Tindakan ini bersifat spontan, tidak rasionai, dan
merupakan ekspresi emosional dari individu.
Pertukaran Sosial: George Homans
Perilaku setiap individu dalam sistem internal dibimbing oleh norma-norma, yaitu ideide yang dapat dibuat dalam bentuk perayataan yang memperinci apa yang seharusnya
dilakukan, seyogyanya dilakukan, diharapkan dilakukan oleh anggota atau orang lain dalam
suatu lingkungan tertentu. Kepatuhan terhadap norma-norma kelompok akan memperoleh
ganjaran, sedangkan pengingkaran akan memperoleh hukuman (Margaret M.P, 2007; 57).
Saat berperilaku manusia pada dasaranya tidak mencari keuntungan maksimal, tapi
senantiasa ingin mendapatkan keimtimgan dari interaksi tersebut. Manusia tidak bertindak
secara rasionai sepenuhnya, tapi senantiasa berfikir untung mgi pada saat berinteraksi walau
manusia tidak memiliki info yang cukup untuk mengembangkan alternatif, tapi dapat
menggunkan
itifo
yang
terbatas
tersebut
untuk
mengembangkan
alternatif
guna
memperhitungkan untung rugi. Manusia terbatas, tapi dapat berkompetisi untuk mendapat
keuntungan. Walau manusia senantiasa berusaha mendapat keuntungan dari hasil interaksi,
tapi mereka dibatasi oleh sumber-sumber yang tersedia.
Seseorang dalam berperilaku atau bertindak itu menggunakan nalar atau rasio,
berhitung, mempertimbangkan dan mengevaluasi cara-cara gar bisa mencapai sebuah tujuan.
Subyek akan menyeimbangkan antara biaya dan keuntungan dari tindakannya tersebut
(Anthony Giddens dkk, 2005 : 284)
Untuk dapat menjelaskan permasalahan diatas digunakan teori Pertukaran perilaku
Homans. Walaupun teori ini lebih cenderung dalam konsep ekonomi, akantetapi teori
pertukaran ini memandang babwasannya perilaku sosial yang bersumber dari adanya interaksi
sosial ini mirip dengan transaksi ekonomi.
Perilaku pemanfaatan fasilitas kesehatan ini diukur dari beberapa indikator berikut:
1. Ketersediaan sarana kebersihan dan kondisi tempat tinggal
2. Pengobatan saat mengalami sakit
3. Melakukan pengecekkan kesehatan rutm (6 bulan sekali) atau upaya pencegahan.
7
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Ketersediaan Sarana Kebersihan dan Kondisi Tempat Tinggal
Terdapat 20 responden (71,43 %) memiliki rumah yang masih semi permanen, dan ini
pun tidak semua milik pribadi. Diantaranya ada yang masih menumpang dirumah orang tanpa
dipungut biaya sewa, mereka hanya menempati saja. Sedangkan 8 responden (28,57%)
memiliki rumah yang kondisinya telah permanen, hasil bentuan pemerintah. Kriteria yang
telah mendapatkan rumah bantuan tersebut adalah rumah yang memang kondisinya jauh dari
kelayakan diantara rumah-rumah keluarga yang lainnya.
Luas rumah atau tempat tinggal disesuaikan dengan daya tampxmg penghuniya.
Berdasarkan data, responden yang memiliki luas rumah
HIDUP S E H A T P A D A M A S Y A R A K A T MISKIN
Studi di Desa Buluhcina Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar
Dra. Hesti Asriwandari, M.Si (Dosen Jurusan Sosiologi FISEP-UR, Kepaia Laboratorium)
Drs. Syafiizal, M.Si (Dosen Jurusan Sosiologi FISIP-UR, Kepaia Laboratorium)
Prih Wahyuningsih, S.Sos (Alumni Jurusan Sosiologi FISIP-UR)
ABSTRAK
Masih mininmya jumiah akses kesehatan dan pendidikan yang tersedia di Desa Buluhcina sangat
menentukan bagaimana perilaku masyarakat miskin dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan. Keadaan
yang serba kekurangan, kemauan yang rendah serta akses yang sulit dijangkau, menjadikan mereka
berperilaku seperti itu. Selain itu, kondisi geografis Desa Buluhcina yang berada di pinggiran sungai
Kampar, berakibat seringnya mengalami bencana banjir, serta muncuinya kebiasaan M C K di sungai,
mempengaruhi perilaku hidup sehat mereka. Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar mempunyai
10,18% penduduk miskin, dan di Desa Buluhcina masih terdapat 27% keluarga miskin, menjadi landasan
untuk menjawab permasalahan bagaimana karakter kemiskinan yang muncul, serta bagaimana perilaku
hidup sehat masyarakat.
Pengamatan dilakukan terhadap 28 keluarga yang ditetapkan secara purposive menurat
penghasilan, pekerjaan dan lama tinggal. Data yang tericumpul dianalisa secara deskriptif kuantitatif,
dilengkapi interpretasi atas kecenderungan fenomena yang muncul. Analisis dilakukan berdasarkan
Culture of Poverty (Oscar Lewis),
konsep-konsep teoritis tentang Kemiskinan dan Karakter Kemiskinan,zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDC
Tindakan Tradisional (Max Weber), dan Petukaran Sosial (George Homans).
Kemiskinan (penghasilan kecil, rumah tidak permanen, tidak ada pekerjaan sampingan),
rendahnya pendidikan (tidak sekolah, tamat/tidak tamat SD), kecilnya aksesibilitas terhadap fasilitas
kesehatan, berakibat pada rendahnya pemanfaatan masyarakat miskin teriiadap fasilitas modem. Hal ini
dapat dilihat dari seringnya mereka berobat ke dukun, tidak pemah melakukan pengecekkan kesehatan,
dan minimnya interaksi dengan fasilitas kesehatan modem, yang kemudian semua ini mempengaruhi
perilaku mereka dalam menjaga kesehatan sebari-hari. Keterbatasan ekonomi telah memaksa mereka
untuk selalu beradaptasi, dengan mempertahankan keyakinan tradisional serta rendahnya kesadaran
teifaadap pola hidup sehat.
Karakteristik kemiskinan di komunitas yang diamati ini adalah : a) ketidakmampuan memenuhi
kebutuban dasar (basic need) seperti pangan, gizi, sandang, papan pendidikan dan kesehatan ; b)
Inaccessibility, yaitu ketidakmampuan menjangkau sumberdaya sosial dan ekonomi baik akibat
rendahnya daya tawar {bargaining position) maupun keterbatasan modal, teknologi dan sumber daya
manusia ; c)Vulnerability, mudah jatuh dalam kemiskinan (rentan) akibat berbagai resiko seperti
penyakit, bencana alam, kegagalan panen, dan sebagainya, sehingga hams menjual asset produksinya.
Kerentanan ini sering disebut poverty rackets atau roda penggerak kemiskinan.
Keywords : karakter kemiskinan, perilaku hidiqf sehat, pemanfaatan fasilitas kesehatan
1
KARAKTERISTIK KEMISKINAN D A N PERILAKU
HIDUP SEHAT PADA M A S Y A R A K A T MISKIN
Studi di Desa Buluhcina Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar
PENDAHULUAN
Kemiskinan menurut Oscar Lewis bukanlah semata-mata berupa kekurangan dalam
hal ekonomi, tetapi juga melibatkan kekurangan dalam hal kebudayaan dan kejiwaan serta
memberi corak yang tersendiri. Kemiskinan dapat muncul sebagai akibat nilai-nilai dan
kebudayaan yang dianut oleh kaum miskin itu sendiri. Tingkat pendidikan dan pemanfaatan
akses kesehatan yang rendah ini dikarenakan dari kondisi lingkungan yang serba miskin yang
cenderung diturunkan dari generasi kegenerasi. Kaum miskin telah memasyarakatan nilainilai dan perilaku kemiskinan, dan akibat perilaku tersebut melanggengkan kemiskinan, jadi
nilai-nilai dan perilaku terbentuk karena lingkungan kemiskinan.
Kemiskinan seiring waktu semakin bertambah, dimana semakin bertambahnya jumlah
rumah tangga miskin di pedesaan maupun di perkotaan. Rusaknya struktur sosial yang
disebabkan oleh hilangnya suatu pekerjaan serta hilangnya kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan pokok aksesbilitas seperti pendidikan, kesehatan dasar dan Iain-lain. Setiap
keadaan kemiskinan itu berbeda antara satu daerah dengan daerah laiimya, ini tergantung
dengan kebutuhannya masing-masing yang disebabkan oleh faktor kebiasaan, pola konsumsi
dan letak geografis.
Adapun yang menyebabkan terjadinya kemiskinan adalah :
1. Penyebab individual atau patologis yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari
perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin.
2. Penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga.
3. Penyebab sub-budayazyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
(subcultural), yang menghubimgkan kemiskinan dengan
kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar.
4. Penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain
termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi.
5. Penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari
struktur sosial.
Desa Buluhcina yang merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Siak Hulu
juga masih memiliki penduduk miskin. Kemiskinan pada Desa Buluhcina masih terlihat
dimana masih terdapat 111 kk dari 411 kk yang termasuk dalam kategori miskin dari seluruh
2
jumlah penduduk Desa.Buluhcina. Jumlah tersebut tersebar dalam 4 dusun yaitu dusun I
sebanyakzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
37 kk, dusim II sebanyak 28 kk miskin, dustm III sebanyak 20 kk miskin dan dusim
rV sebanyak 26 kk miskin (siunber : Rekapitulasi Laporan Jumlah Penduduk Kec. Siak Hulu
dan Monografi Desa Tahun 2010)
Rata-rata penduduk miskin yang ada di Desa Buluhcina ini bermatapencahanan
sebagai buruh nelayan dan buruh petani. Mereka ikut bekerja dengan orang lain yang
memerlukan tenaga mereka. Penduduk miskin di Desa ini juga terkadang menjadi buruhburuh untuk membersihkan rumput-rumput diladang. Mereka tidak memiliki pekeijaan dan
penghaisilan tetap, mereka memanfaatkan situasi yang ada. Selain itu tenyata penduduk miskin
ini mayoritas merupakan penduduk asli dan memang kelahiran daerah tersebut.
Masyarakat atau orang yang dalam keadaan miskin ini tentu sangat mempengaruhi
bagaimana cara mereka berperilaku, berbuat dan bertingkah laku, karena cara berperilaku
seseorang ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya. Lingkungan disini dimaksudkan
seperti lingkungan alam, lingkungan sosial dan lingkungan transedental
(keagamaan).
Masyarakat yang berada dalam keadaan miskin biasanya memiliki perilaku yang sedikit
konservatif dan apatis. Mereka cendenmg tidak mudah menerima adanya perubahanperubahan yang baru. Termasuk perilaku mereka dalam penggunaan atau pemanfaatan aksesakses sosial yang ada dalam masyarakat. Dalam memanfaatkan aksesbilitas sosial yang ada,
mereka akan berfikir untuk kesekian kalinya imtuk man menggunakan fasilitas yang ada.
Mereka akan cenderung memanfaatkan sesuatu yang dianggap mereka lebih sesuai, baik
secara materil maupun moril. Misalnya saja seperti penggimaan akses-akses sarana kesehatan.
Perilaku masyarakat miskin di Desa Buluhcina yang masih bisa dibilang rendah
partisipasinya ini sebenamya karena selain disebabkan keadaan ekonomi yang rendah dan
akses yang tersedia di Desa tersebut masih minim dan tidak mudah imtuk dijangkau membuat
mereka menjadi bersikap pasrah dan tidak peduli juga karena masalah kemauan dari dalam
diri masyarakat miskin itu sendiri. Ketidakberdayaan yang pada akhimya menimbulkan rasa
kekecewaan mereka inilah yang mengharuskan mereka memiliki berperilaku apatis.
Masih minimnya jumlah akses kesehatan dan pendidikan yang tersedia di Desa
Buluhcina sangat menentukan bagaimana perilaku masyarakat miskin dalam memanfaatkan
fasilitas kesehatan. Keadaan yang serba kekurangan, kemauan yang rendah serta akses yang
sulit dijangkau, menjadikan mereka berperilaku seperti itu. Selain itu, kondisi geografis Desa
Buluhcina yang berada di pii^giran simgai Kampar, berakibat seringnya mengalami bencana
3
banjir, serta muncuinya kebiasaan M C K di sungai, mempengaruhi perilaku hidup sehat
mereka. Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar mempunyai 10,18% penduduk miskin, dan
di Desa Buluhcina masih terdapat 27% keluarga miskin, menjadi landasan untuk menjawab
permasalahan bagaimana karakter kemiskinan yang muncul, serta bagaimana perilaku hidup
sehat masyarakat.
METODA PENELITIAN
Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Buluhcina yang mempakan salah satu Desa di
Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar. Populasi dalam penelitian ini adalah para keluarga
miskin di Desa Buliihcina yakni sebanyak 111 keluarga. Desa Buluhcina ini tersebar dalam
empat dusun dengan masing-masing dusun sebanyak tiga R T .
Pengamatan dilakukan terhadap 28 keluarga yang ditetapkan secara purposive menurut
penghasilan, pekerjaan dan lama tinggal. Dalam penelitian ini ada dua jenis sumber data
yaitu-.l) Data primer, yang didapatkan dari responden secara langsung berupa jawaban
mengenai pertanyaan-pertanyaan seperti kondisi tempat tinggal, masiilah kesehatan serta yang
berkaitan dengan penelitian; 2) Data sekunder, yang diperoleh untuk melengkapi data primer,
seperti: laporan-laporan, literatur-literatur dan lampiran data-data lain yang dapat mendukung
dan menjelaskan masalah serta informasi yang diperoleh dari beberapa instansi, seperti Bno
Pusat Statistik, Kantor Kepaia Desa Setempat, Badan Penelitian Dan Pengembangan serta dari
berbagai pihak lain yang mencakup informasi tentang keadaan masyarakat Desa Buluhcina.
Data yang terkumpul dianalisa secara deskriptif kuantitatif, dilengkiqpi interpretasi atas
kecenderungan fenomena yang muncul. Analisis dilakukan berdasarkan konsep-konsep
teoritis tentang Kemiskinan dan Karakter Kemiskinan,zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
Culture of Poverty (Oscar Lewis),
Tindakan Tradisional (Max Weber), dan Petukaran Sosial (George Homans).
TINJAUAN PUSTAKA
Kemiskinan
Oscar Lewis menyatakan bahwa kemiskinan ymtu mempakan budaya yang teqadi
karena penderitaan ekonomi yang berlangsung lama. Yang dimaksud budaya disini adalah
sebuah cara hidup. Dengan demikian karena kebudayaan adalah sesuatu yang diperoleh
dengan belajar dan sifatnya selalu diturunkan kepada generasi selanjutnya maka kemiskinan
4
menjadi lestari di dalam masyarakat yang berkebudayaan kemiskinan karena pola-pola
sosialisasi, yang sebagian besar berlaku dalam kehidupan keluarga.
Chambers menggambarkan kemiskinan terutama di pedesaan
mempunyai lima
karakteristik yang saling terkait, yaitu : kemiskinan material, kelemahan fisik, keterkucilan
dan keterpencilan, kerentanan, dan ketidakberdayaan. Kerentanan menvnut Chambers dapat
dilihat dari ketidakmampuan keluarga miskin untuk menyediakan sesuatu guna menghadapi
situasi darurat seperti datangnya bencana eilam, kegagalan panen, atau penyakit yang tiba-tiba
menimpa keluarga miskin itu.
Ketidakberdayaan keluarga miskin di kesempatan yang lain mungkin dimanifestasikan
dalam hal seringnya keluarga miskin ditipu dan ditekan oleh orang yang memiliki kekuasaan.
Ketidakberdayaan sering pula mengakibatkan teqadinya bias bantuan untuk si miskin kepada
kelas di atasnya yang seharusnya tidak beriiak memperoleh subsidi, seperti kasus dana
Bantuan Langsung Tunai (BLT). Sedangkan menurut Schiller menjelaskan bahwa kemiskinan
adalah ketidaksanggupan imtuk mendapatkan barang-barang dan pelayananpelayanan yang
memadai untuk memenuhi kebutuhan sosial yang terbatas.
Secara teoritis kemiskinan dapat dipahami melalui akar penyebabnya yang dibedakan
menjadi dua kategori:
•
Kemiskinan Natural atau alamiah yakni, kemiskinan yang timbul sebagai akibat
terbatasnya jumlah sumber daya dan/atau karena tingkat perkembangan teknologi yang
sangat rendah.
•
Kemiskman struktural yakni, kemiskinan yang teijadi karena struktur sosial yang ada
membuat anggota atau kelompok masyarakat tidak menguasai sarana ekonomi dan
fasilitas-fasilitas secara merata.
Secara umum kemiskinan di Indonesia ini dapat ditandai dengan beberapa hal, yaitu
(Hasbullah Thabrany: 2005 :123) :
•
Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan • dasarzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
(basic need) seperti pangan, gizi,
sandang, papan pendidikan dan kesehatan.
•
Unproductiveness, yaitu ketidakmampuan melakukan usaha yang produktif.
•
Inaccessibility, yaitu ketidakmampuan menjangkau sumberdaya sosial dan ekonomi
baik akibat rendahnya daya tawar (bargaining position) maupim keterbatasan modal,
teknologi dan sumber daya manusia.
5
•
Vulnerability,zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
mudah jatuh dalam kemiskinan (rentan) akibat berbagai resiko seperti
penyakit, bencana alam, kegagalan panen, dan sebagainya, sehingga hams menjual
asset produksinya. Kerentanan ini sering disebut poverty rackets atau roda penggerak
kemiskinan.
•
No freedom for poor, tidak memiliki kepercayaan diri dan mental untuk terbebas dari
warisan kemiskinan.
Tindakan Sosial: Max Weber
Weber mempelajari satuan-sauan sosial yang lebih besar, yang didasarkan pada
tindakan-tindakan yang khas, dari individu-individu yang khas dan dalam situasi sosial yang
khas pula. Rasionalitas dan peraturan yang biasa mengenai logika merupakan suatu kerangka
acuan bersama secara luas, dimana aspek-aspek subyektif perilaku dapat dinilai secara
obyektif (Doyle Paul Johnson: 1986 :219-220)
Kemiskinan merupakan suatu gejala yang nyata dan teijadi serta terdapat dimanapun
wilayah. Masalah kemiskinan ini bukan merupakan sesuatu yang diinginkan oleh pihak
manapun, baik manusia yang mengalami kemiskinan itu sendiri maupim bagi pihak
pemerintahan, karena ini masalah yang rumit. Semua ini akan mempengaruhi mereka baik
dari cara berperilaku maupun cara berfikir mereka.
Max Weber mengklasifikasikan ada empat jenis tindakan sosial mengapa seseorang
bisa berperilaku tertentu, yaitu (J.Dwi Narwoko :2007 :19).
•
Rasionalitas instrumental. Disini tindakan sosial yang dilakukan seseorang didasarkan
atas pertimbangan dan pilihan sadar yang berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan
ketersediaan alat yang dipergunakan untuk mencapainya.
•
Rasionalitas yang berorientasi pada nilai. Pada jenis tindakan ini, alat-alat yang ada
hanya merupakan pertimbangan dan perhitungan yang sadar, sementara tujuantujuaimya sudah ada didalam hubungannya dengan nilai-nilai individu yang bersifat
absolut.
•
Tindakan tradisional. Seseorang memperlihatkan perilaku tertentu karena kebiasaan
yang diperoleh dari nenek moyang, tanpa refleksi yang sadar atau perencanaan
(kebiasaan yang turun-temurun).
•
Tindakan afektif. Tindakan ini didominasi dengan perasaan atau emosi tanpa refleksi
intelektual atau perencanaan sadar. Tindakan ini bersifat spontan, tidak rasionai, dan
merupakan ekspresi emosional dari individu.
Pertukaran Sosial: George Homans
Perilaku setiap individu dalam sistem internal dibimbing oleh norma-norma, yaitu ideide yang dapat dibuat dalam bentuk perayataan yang memperinci apa yang seharusnya
dilakukan, seyogyanya dilakukan, diharapkan dilakukan oleh anggota atau orang lain dalam
suatu lingkungan tertentu. Kepatuhan terhadap norma-norma kelompok akan memperoleh
ganjaran, sedangkan pengingkaran akan memperoleh hukuman (Margaret M.P, 2007; 57).
Saat berperilaku manusia pada dasaranya tidak mencari keuntungan maksimal, tapi
senantiasa ingin mendapatkan keimtimgan dari interaksi tersebut. Manusia tidak bertindak
secara rasionai sepenuhnya, tapi senantiasa berfikir untung mgi pada saat berinteraksi walau
manusia tidak memiliki info yang cukup untuk mengembangkan alternatif, tapi dapat
menggunkan
itifo
yang
terbatas
tersebut
untuk
mengembangkan
alternatif
guna
memperhitungkan untung rugi. Manusia terbatas, tapi dapat berkompetisi untuk mendapat
keuntungan. Walau manusia senantiasa berusaha mendapat keuntungan dari hasil interaksi,
tapi mereka dibatasi oleh sumber-sumber yang tersedia.
Seseorang dalam berperilaku atau bertindak itu menggunakan nalar atau rasio,
berhitung, mempertimbangkan dan mengevaluasi cara-cara gar bisa mencapai sebuah tujuan.
Subyek akan menyeimbangkan antara biaya dan keuntungan dari tindakannya tersebut
(Anthony Giddens dkk, 2005 : 284)
Untuk dapat menjelaskan permasalahan diatas digunakan teori Pertukaran perilaku
Homans. Walaupun teori ini lebih cenderung dalam konsep ekonomi, akantetapi teori
pertukaran ini memandang babwasannya perilaku sosial yang bersumber dari adanya interaksi
sosial ini mirip dengan transaksi ekonomi.
Perilaku pemanfaatan fasilitas kesehatan ini diukur dari beberapa indikator berikut:
1. Ketersediaan sarana kebersihan dan kondisi tempat tinggal
2. Pengobatan saat mengalami sakit
3. Melakukan pengecekkan kesehatan rutm (6 bulan sekali) atau upaya pencegahan.
7
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Ketersediaan Sarana Kebersihan dan Kondisi Tempat Tinggal
Terdapat 20 responden (71,43 %) memiliki rumah yang masih semi permanen, dan ini
pun tidak semua milik pribadi. Diantaranya ada yang masih menumpang dirumah orang tanpa
dipungut biaya sewa, mereka hanya menempati saja. Sedangkan 8 responden (28,57%)
memiliki rumah yang kondisinya telah permanen, hasil bentuan pemerintah. Kriteria yang
telah mendapatkan rumah bantuan tersebut adalah rumah yang memang kondisinya jauh dari
kelayakan diantara rumah-rumah keluarga yang lainnya.
Luas rumah atau tempat tinggal disesuaikan dengan daya tampxmg penghuniya.
Berdasarkan data, responden yang memiliki luas rumah