Perbedaan Pengaruh Senam Lansia Dengan Terapi Tertawa Terhadap Kualitas Tidur Lansia - DIGILIB UNISAYOGYA

  

PERBEDAAN PENGARUH SENAM LANSIA DENGAN

TERAPI TERTAWA TERHADAP

KUALITAS TIDUR LANSIA

SKRIPSI

  Disusun oleh : Faizal Anggoro Jati

  201410301018

  

PROGRAM STUDI FISIOTERAPIS1

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ‘AISYIYAH

  

PERBEDAAN PENGARUH SENAM LANSIA DENGAN

TERAPI TERTAWA TERHADAP

KUALITAS TIDUR LANSIA

SKRIPSI

  Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Fisioterapi

  Program Studi Fisioterapi S1 Fakultas Ilmu Kesehatan di Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta

  Disusun Oleh: Faizal Anggoro Jati

  201410301018

  

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI S1

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS 'AISYIYAH

  

PERBEDAAN PENGARUH SENAM LANSIA DENGAN

TERAPI TERTAWA TERHADAP

  1 KUALITAS TIDUR LANSIA

  

2

  3 Faizal Anggoro Jati , Veni Fatmawati

ABSTRAK

  

Latar belakang:Kualitas tidur adalah ukuran dimana seseorang itu dapat kemudahan

  dalam memulai tidur dan untuk mempertahankan tidur, kualitas tidur seseorang dapat digambarkan dengan lama waktu tidur, dan keluhan

  • – keluhan yang dirasakan saat tidur ataupun sehabis bangun tidur. Tujuan: Untuk mengetahui perbedaan pengaruh senam lansia dengan terapi tertawa terhadap kualitas tidur lansia.Metode: Penelitian ini bersifat quasi experimentaldengan menggunakan pre testandpost test two group

  

design sebanyak 33 lansia di Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha Unit Budi Luhur

  sebagai sampel yang ditentukan dengan metode simple random sampling. Sampel dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok I mendapatkan senam lansia, kelompok

  II mendapatkan terapi tertawa, keduanya dilakukan 2 kali seminggu selama 4 mingguyang diukur dengan PSQI.Hasil: Uji hipotesis kelompok 1 denganpaired

  

sampel t-test didapatkan nilai P=0,000 yang berarti senam lansia berpengaruh

  terhadap kualitas tidur lansia. Pada kelompok 2 dengan paired sampel t-

  

test didapatkan nilai P=0,000 yang berarti terapi tertawaberpengaruh terhadap

  kualitas tidur lansia. Uji independen sampe t-test menunjukan nilai P=0.452 yang berarti tidak perbedaan pengaruh antara kelompok 1 dan kelompok 2. Kesimpulan: Tidak ada perbedaan pengaruh senam lanisa dengan terapi tertawa terhadap kualitas tidur lansia. Saran: Untuk peneliti selanjutnya diharapkan untuk mengontrol aktifitas fisik dan mengontrol stress responden.

  Kata kunci: Kualitas Tidur, Senam Lansia, Terapi Tertawa 1 Daftar pustaka: 88 Buah 2 Judul Skripsi 3 Mahasiswa Program Studi Fisioterapi Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta Dosen Program Studi Fisiot erapi Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta

DIFFERENCES OF THE EFFECT OF GYMNASTIC ELDERLY

  1 AND LAUGH THERAPY ON ELDERLY SLEEP QUALITY

  

2

  3 Faizal Anggoro Jati , Veni Fatmawati

ABSTRACT

  

Background: Sleep quality is a measure in which a person can easily start sleeping

  and maintain sleep. A person's sleep quality can be described by the length of sleep and complaints that are felt during sleep or after waking up. Objective: The aim of the study was to determine the difference of the effect of elderly exercise and laughing therapy on the quality of sleep for the elderly. Methods: This study was a quasi-experimental study using 33 respondents in pre-test and post-test two group designs at the Budi Luhur Unit Elderly Home Care. The samples were determined by simple random sampling method. The samples were divided into 2 groups: group I got elderly exercise, and group II got laughing therapy. Both were done twice a week for 4 weeks as measured by PSQI. Results: Hypothesis test of group 1 with paired sample t-test obtained P value = 0.000 which means that elderly gymnastics had an effect on the quality of sleep for the elderly. In group 2 obtained paired sample t-test P value = 0.000, which means that laughing therapy affected the sleep quality of the elderly. Independent test until t-test showed P value = 0.452 which means that there was no difference in effect between group 1 and group 2. Conclusion: There was no difference in the effect of elderly gymnastics and laugh therapy on elderly sleep quality. Suggestion: The next researcher is expected to control physical activity and control the stress of the respondent.

  Keywords : Sleep Quality, Elderly Gymnastics, Laugh Therapy Bibliography : 88 Pieces

  1 Thesis Title

  2 Student of Physiotherapy Study Program, Unversitas 'Aisyiyah Yogyakarta

  3 Lecturer of Physiotherapy Study Program, Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta

KATA PENGANTAR

  Assalamu’alaikum Wr. Wb Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkansegala rahmat, hidayah dan petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

  Skripsi ini disusun guna melengkapi tugas dan memenuhi syarat kelulusan Program Pendidikan Sarjana Fisioterapi, Fakultas Ilmu Kesehatan di Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta dengan judul Perbedaan Pengaruh Senam Lansia dengan Terapi Tertawa Terhadap Kualitas Tidur Lansia di Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha Kasihan Bantul Yogyakarta.

  Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dorongan dari beberapa pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

  1. Ibu Warsiti, S.Kp., M.Kep., Sp.Mat., selaku Rektor Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta.

  2. Bapak Moh. Ali Imron, S.Sos., M.Fis., selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta.

  3. Bapak Muhammad Irfan, S.Ft., SKM., M.Fis., selaku Ketua Program Studi S1 Fisioterapi dan selaku Dosen Penguji yang sabar dan ikhlas serta telah memberi masukan yang bermanfaat untuk kelancaran penelitian ini.

  4. Ibu Dika Rizki Imania, SST.Ft., M.Fis., selaku Sekertaris Program Studi S1 Fisioterapi Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta.

  5. Bapak Veni Fatmawati, S.ST.Ft., M.Fis, selaku dosen pembimbing yang telah sabar dan ikhlas dalam memberikan bimbingan, arahan, semangat, serta dukungan dalam pembuatan proposal penelitian ini.

  6. Segenap dosen pengajar di Program Studi S1 Fisioterapi Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta yang memberikan ilmunya kepada penulis.

  7. Kepada kedua orang tua saya tercinta yang selalu memberikan dukungan, tenaga, pikiran, serta materiil yang tiada terhingga sehingga dalam penyusunan proposal penelitian ini dapat berjalan dengan lancar.

  8. Terima kasih buat Andina Nur Khasanah yang telah membantu jalannya penelitian.

9. Buat sahabat dan teman –temanku, terimakasih atas motivasi dan dukungannya.

  10. Teman-teman seperjuangan angkatan 2014 S1 Fisioterapi Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta.

  11. Semua pihak yang telah banyak membantu penulis dan tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

  Harapan penulis skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala saran dan kritik atas kekurangan skripsi ini akan sangat membantu. Akhir kata saya selaku penulis mengucapkan banyak terima kasih.

  Wassalamu’alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh

  Yogyakarta, 28 Juni 2018 Penulis

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL ....................................................................................................... i HALAMAN DEPAN ....................................................................................................... ii

  iii HALAMAN PERSETUJUAN ....................................................................................... ........................................................................................... i v

  LEMBAR PENGESAHAN

  .................................................................. v

  HALAMAN KEASLIAN PENELITIAN ABSTRAK .............................................................................................................. xii

  ................................................................................................................ xiii

  ABSTRACT KATA PENGANTAR ................................................................................................ vi DAFTAR ISI ..................................................................................................................... viii

  ............................................................................................................ x

  DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... xi

  xii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................................

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ..................................................................................................

  1 B. Rumusan Masalah .............................................................................................

  4 ..............................................................................................

  C. Tujuan Penelitian 5 ............................................................................................

  D. Manfaat Penelitian

  5 E. Ruang Lingkup Penelitian ...............................................................................

  6 F. Keaslian Penelitian ...........................................................................................

  6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori ...................................................................................................

  9 B. Kerangka Konsep ..............................................................................................

  45 C. Hipotesis .............................................................................................................

  46 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian .......................................................................................

  47 ............................................................................................

  B. Variabel Penelitian

  48 C. Definisi Operasional .........................................................................................

  48 D. Populasi dan Sampel .........................................................................................

  50 .................................................................................................

  E. Etika Penelitian

  51

  G. Metode Pengolahan dan Analisis Data ..........................................................

  53 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

  A. Hasil Penelitian ........................................................................................... 57

  B. Pembahasan ................................................................................................. 63

  C. Keterbatasan Penelitian ............................................................................... 73

  BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ................................................................................................. 74 B. Saran ............................................................................................................ 74 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

  

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Gangguan dan Rasionalisasi ..................................................................... 26Tabel 4.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Usia lansia di BPSTW ............................. 58Tabel 4.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin lansia di BPSTW ............. 69

  Tabel 4.3Hasil Uji Normalitas Data ........................................................................... 60 Tabel 4.4Hasil Uji Homogenitas Data ....................................................................... 61

Table 4.5 Hasil Uji Paired sample t-test lansia di BPSTW ....................................... 61Table 4.6 Hasil Uji Statistic paired t-test lansia di BPSTW ...................................... 62Table 4.7 Hasil Uji Hipotesis III lansia di BPSTW ................................................... 63

  

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Siklus Tidur ............................................................................................ 19Gambar 2.2 Kerangka Konsep ................................................................................... 45

  Gambar 3.1Rancangan Penelitian .............................................................................. 47

DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran 1 : Time Schedule Penelitian Lampiran 2 : Surat Studi Pendahuluan Lampiran 3 : Lembar Permohonan Menjadi Responden Lampiran 4 : Lembar Persetujuan Responden Lampiran 5 : Kuesioner Penelitian PSQI Lampiran 6 : Ethical Clearance Lampiran 7 : Surat Izin Penilitian Lampiran 8 : Surat Izin Penelitian BPSTW Lampiran 9 : Surat Sudah Melakukan Penelitian Lampiran 10 : Data SPSS Lampiran 11 : Kartu Bimbingan Lampiran 12 : Dokumentasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur

  lanjut usia (aging structured population) karena jumlah penduduk yang berusia 60 tahun ke atas sekitar 7,18%. Jumlah penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2006 sebesar kurang lebih dari 19 juta, dengan usia harapan hidup 66,2 tahun. Pada tahun 2010 jumlah lansia sebanyak 14,439.967 jiwa (7,18%) dan pada tahun 2010 mengalami peningkatan menjadi 23.992.553 jiwa (9,77%) sementara pada tahun 2011 jumlah lansia sebesar 20 juta jiwa (9,51%), dengan usia harapan hidup 67,4 tahun dan pada tahun 2020 diperkirakan sebesar 28,8 juta (11,34%), dengan usia harapan hidup 71,1 tahun (Depkes, 2012).

  Kebutuhan besar bagi lansia adalah tingkatan kesehatan ,untuh kehidupan yang sejahtera. Kebutuhan yang terbesar bagi lansia adalah tingkatan kesehatan, agar dapat hidup sejahtera. Salah satu aspek utama dari peningkatan kesehatan untuk lansia adalah pemeliharaan tidur untuk memastikan pemulihan fungsi tubuh sampai tingkat fungsional yang optimal dan untuk memastikan keterjagaan disiang hari guna menyelesaikan tugas-tugas dan menikmati kualitas hidup yang tinggi (Stanley & Barre, 2007, dalam Sumedi, 2010).

  Kualitas gangguan tidur adalah tidur yang dialami oleh penderita dengan gejala selalu lelah sepanjang hari, serta terus menerus. Salah satu perubahan yang terjadi pada lansia perubahan fisik dalam sistem saraf yang dapat menyebabkan gangguan tidur terganggu, kebutuhan tersebut peningkatan kebutuhan tidur pada lansia yang dapat merangsang sekresi melatonin optimal dan pengaruh beta- endhoprin dan bantuan dalam meningkatkan pemenuhan kebutuhan tidur lansia (Nugroho, 2007).

  Irwin Feinberg mengungkapkan bahwa sejak meninggalkan masa remaja, kebutuhan tidur seseorang menjadi relatif tetap. Luce dan Segal mengungkapkan bahwa faktor usia merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi kualitas tidur. Keluhan kualitas tidur seiring dengan bertambahnya usia (Nugroho, 2008).

  Tidur sangat penting bagi manusia karena merupakan sutau proses otak yang dibutuhkan oleh seseorang untuk dapat berfungsi dengan baik. Masalah tidur yang dialami seseorang dapat mengganggu aktivitas sehari-harinya, bahkan dapat mengancam jiwa baik secara langsung (misalnya insomnia yang bersifat keturunan dan fatal serta apnea tidur obstruktif) maupun secara tidak langsung misalnya kecelakaan akibat gangguan tidur. Umur, pola tidur dan status kesehatan dapat mempengaruhi tidur. Apabila dibandingkan dengan tidur subyek dengan usia muda, tidur lansia kurang dalam, sering terbangun, dan tidurnya tidak efektif (Amir, 2007).

  Perubahan pola tidur membawa dampak secara keseluruhan terhadap kualitas dan kuantitas tidur serta istirahat pada lansia. Beberapa keluhan mengenai kualitas tidur dapat berhubungan dengan proses penuaan alami, bisa juga sebagai kombinsai dari perubahan karena faktor pada usia lanjut (Miller, 1995, dalam Saputri 2009).

  Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur pada lansia antara lain penyakit, stress psikologis, obat, nutrisi, lingkungan, motivasi, gaya hidup dan latihan senam, Upaya-upaya untuk mempertahankan kesehatan lansia baik yang bersifat perawatan, pengobatan, pola hidup sehat, diantaranya senam lansia (Widianti & Proverawati, 2010).

  Islam mengajak pemeluknya untuk menjadi kuat dan sehat baik secara rohani maupun jasmani. Islam menunjukkan keutamaan kekuatan dan kesehatan sebagai modal besar di dalam beramal saleh dan beraktivitas di dalam urusan agama dan urusan dunia seorang muslim. Anjuran ini tidak lain agar manusia memiliki tubuh yang kuat dan sehat, sehingga dapat optimal beribadah kepada Allah SWT. Dalil yang menjelaskan tentang lansia antara lain:

  َمَلْعَي َلَ ْيَكِل ِرُمُعْلا ِلَذ ْرَأ ٰىَلِإ ُّدَرُي ْنَم ْمُكْنِم َو ۚ ْمُكاهف َوَتَي همُث ْمُكَقَلَخ ُ هاللَّ َو ٌريِدَق ٌميِلَع َ هاللَّ هنِإ ۚ اًئْيَش ٍمْلِع َدْعَب

  Allah menciptakan kamu, kemudian mewafatkan kamu; dan di antara kamu ada yang dikembalikan kepada umur yang paling lemah (pikun), supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang pernah diketahuinya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.(QS. An Nahl ayat 70).

  ا ًروُشُن َراَههنلا َلَعَج َو اًتاَبُس َم ْوهنلا َو اًساَبِل َلْيهللا ُمُكَل َلَعَج يِذهلا َوُه َو

  Dialah yang menjadikan untukmu malam (sebagai) pakaian, dan tidur untuk istirahat, dan Dia menjadikan siang untuk bangun berusaha. (QS. Al-Furqan: 47). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti dengan wawancara pada salah satu pengelola panti khususnya dibidang senam lansia, pada bulan Januari 2017 didapatkan data jumlah lansia yang tercatat sebagai anggota PSTW Unit Budi Luhur sebanyak 46 lansia yang komunikatif. Dari jumlah anggota lansia tersebut, ada 36 lansia (75%) teratur dalam mengikuti kegiatan senam, dan 10 lansia (25%) tidak teratur dalam mengikuti kegiatan senam, dikarenakan berbagai alasan antara lain lansia mengeluh pusing, tidak enak badan, malas dan lain sebagainya, pengelola panti juga mengatakan sebagian hari untuk buang air kecil dan setelah itu sulit untuk tidur kembali atau sering terbangun lebih awal pada dini hari. Hal lainnya yaitu sulit untuk memulai tidur dalam waktu 15 menit hingga 2 jam dan sering tertidur di siang hari walaupun hanya sebentar. Lansia yang mengalami masalah dengan tidurnya tersebut sering melakukan aktivitas lain selain tidur di atas tempat tidur, misalnya hanya tidur- tiduran, membaca, dan mengobrol. Beberapa lansia tidur dalam keadaan stress karena mememikirkan sesuatu masalah. Lansia yang merasa tidak mengantuk di malam harinya dan mengalami kesulitan untuk tidur malam dikarenakan mereka selalu tidur siang. Walaupun begitu, ada juga lansia yang walaupun tidur siang tetapi tidak bermasalah dengan tidurnya. Senam lansia di panti ini dilaksanakan 1 kali dalam 1 minggu. Sedangkan terapi tawa dilaksanakan 2 kali dalam 1 minggu.

  Oleh karena itu fisioterapi bertanggung jawab terhadap peningkatan kualitas tidur pada lansiadengan menerapkan senam lansia dan terapi tawa. Fisioterapi memiliki peran penting dalam meningkatkan kualitas hidup baik masyarakat maupun individu.

  B. Rumusan Masalah

  1. Apakah ada pengaruh senam lansia terhadap kualitas tidur pada lansia?

  2. Apakah ada pengaruh terapi tertawa terhadap kualitas tidur pada lansia?

  3. Apakah ada perbedaan pengaruh senam lansia dengan terapi tertawa terhadap kualitas tidur pada lansia?

  C. Tujuan Penelitian

  1. Tujuan Umum Mengetahui tingkat kualitas tidur pada lansia berdasarkan skor Pittsburgh

  Sleep Quality Index (PSQI) di Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha Kasihan

  2. Tujuan Khusus

  a. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh senam lansia terhadap kualitas tidur pada lansia.

  b. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh terapi tertawa terhadap kualitas tidur pada lansia.

  c. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan pengaruh senam lansia dengan terapi tertawa terhadap kualitas tidur pada lansia.

D. Manfaat Penelitian

  1. Secara Teoritis Hasil penelitian ini akan menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya dibidang gerontologi rehabilitasi medis diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kualitas tidur pada lansia.

  2. Secara Praktisi

  a. Bagi Responden Melalui penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan dalam mengedukasi lansia. Hasil penelitian ini dapat sebagai bahan masukandan juga sebagai alternatif dalam meningkatkan kualitas tidur lansia.

  b. Bagi Tenaga Kesehatan Sebagai masukan bagi profesi khususnya fisioterapi dalam memberikan informasi tentang lansia agar lebih mewaspadai kejadian penurunan kualitas tidur bagi lansia

  E. Ruang Lingkup Penelitian

  1. Ruang Lingkup Materi Ruang lingkup materi dalam penelitian ini adalah tentang fisioterapi lansia, yaitu “Pengaruh pemberian senam lansia dan terapi tertawa terhadab kualitas tidur pada lansia”.

  2. Ruang Lingkup Responden Responden dalam penelitian ini adalah lansia di Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha Kasihan Bantul.

  3. Ruang Lingkup Waktu Penelitian ini dilaksanakan mulai dari penyusunan proposal pada bulan Desember 2017.

  4. Ruang Lingkup Tempat Penelitian ini dilakukan di Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha Kasihan Bantul.

  F. Keaslian Penelitian

  Penelitian yang serupa dengan penelitian ini adalah penelitian yang pernah dilakukan oleh :

  1. Penelitian Miratu Megasari (2017) dengan judul “Efektifitas Senam Lansia

  Terhadap Kualitas Tidur Di Pelayanan Sosial Tresna Werdha Husnul Khotimah

  ” Populasi seluruh lansia di pelayanan sosial werdha khusnul khotimah sebanyak 40 orang dan yang dijadikan sampel pada penelitian ini sebanyak 25 orang lansia yang mengalami gangguan tidur. Hasil penelitian didapatkan perbandingan rata-rata kualitas tidur lansia sebelum dan sesudah dilakukan senam, sebelum dilakukan senam rata-rata kualitas tidur lansia tidur lansia mendapatkan nilai mean 5,72. Berdasarkan uji paired t-test menunjukan pula nilai p value sebesar 0,0001, dimana nilai tersebut (p<0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan kualitas tidur lansia sebelum dan sesudah diberikan senam lansia.

  Perbedaan dengan peneliti adalah jumlah responden peneliti ada 46 lansia yang mampu mengikuti penelitian.

  2. Penelitian Ananta Erfrandau dkk(2017) dengan judul “Pengaruh Terapi Tawa

  terhadap Kualitas Tidur pada Lansia di Unit Pelayanan Teknis Panti Sosial Lanjut Usia (UPT PSLU) Kabupaten Jember Desain penelitian ini adalah

  randomized control group pretest-posttest design. Sampel adalah 30 responden, 15 responden adalah kelompok intervensi dan 15 responden adalah kelompok kontrol. Kualitas tidur diukur dengan menggunakan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Persentase kualitas tidur sebelum terapi pada kelompok kontrol yang buruk sebesar 100%, sedangkan setelah persentase kualitas tidur yang buruk adalah 100%, yang berarti tidak ada peningkatan kualitas tidur pada kelompok kontrol Dapat disimpulkan bahwa Terapi tawa dapat meningkatkan kualitas tidur lansia di UPT PSLU Jember terapi tawa dapat diterapkan untuk meningkatkan kualitas tidur pada lansia.

  Perbedaan dengan peneliti adalah jumlah responden peneliti ada 46 lansia yang mampu mengikuti penelitian.

  3. Penelitian Hae-Jin Ko1 and Chang-Ho Youn2 (2011) dengan judul

  “Effects of

laughter therapy on depression, cognition and sleep among the community-

dwelling elderlyggi Antara bulan Juli dan September 2007, total sampel

  penelitian terdiri dari 109 subyek berusia di atas 65 dibagi menjadi dua kontrol. Subjek dalam kelompok terapi tawa menjalani terapi tawa empat kali lebih dari 1 bulan. Kami membandingkan Skala Depresi Geriatrik (GDS), Pemeriksaan Mental Negara Mini-Mental (MMSE), Survei Kesehatan Bentuk Pendek-36 (SF-36), Indeks Keparahan Insomnia (ISI) dan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) antara kedua kelompok sebelumnya dan setelah terapi tawa.

  Perbedaan dengan peneliti adalah jumlah responden peneliti ada 46 lansia yang mampu megikuti penelitian . Pada jurnal memakai alat ukur 2 yaitu PSQI dan ISI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis

1. Lansia

  a. Definisi Lansia Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.

  13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008).

  Berdasarkan defenisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual (Efendi, 2009).

  Penetapan usia 65 tahun ke atas sebagai awal masa lanjut usia (lansia) dimulai pada abad ke-19 di negara Jerman. Usia 65 tahun merupakan batas minimal untuk kategori lansia. Namun, banyak lansia yang masih menganggap dirinya berada pada masa usia pertengahan. Usia kronologis biasanya tidak memiliki banyak keterkaitan dengan kenyataan penuaan waktu dan riwayat hidupnya. Setiap lansia adalah unik, oleh karena itu perawat harus memberikan pendekatan yang berbeda antara satu lansia dengan lansia lainnya (Potter & Perry, 2009).

  b. Batasan Umur Lanjut Usia Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi (2009) batasan-batasan umur yang mencakup batasan umur lansia adalah sebagai berikut:

  1) Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas”. 2) Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria berikut : usia pertengahan (middle age) ialah

  45-59 tahun, lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) ialah di atas 90 tahun.

  3) Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase yaitu : pertama (fase inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (fase virilities) ialah 40-55 tahun, ketiga (fase presenium) ialah 55-65 tahun, keempat (fase senium) ialah 65 hingga tutup usia.

  4) Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric age): > 65 tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri dibagi menjadi tiga batasan umur, yaitu young old (70-75 tahun), old (75-80 tahun), dan very old ( > 80 tahun) (Efendi, 2009). c. Klasifikasi Lansia Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia berdasarkan

  Depkes RI (2003) dalam Maryam dkk (2009) yang terdiri dari : pralansia (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun, lansia ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih, lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan, lansia potensial ialah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa, lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

  d. Karakteristik Lansia Lansia memiliki karakteristik sebagai berikut: berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No.13 tentang kesehatan), kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif, lingkungan tempat tinggal bervariasi (Maryam dkk, 2008).

  1) Tipe Lansia Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kodisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho 2000 dalam Maryam dkk, 2008). Tipe tersebut dijabarkan sebagai berikut: a) Tipe arif bijaksana Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.

  b) Tipe mandiri Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.

  c) Tipe tidak puas Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut.

  d) Tipe pasrah Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan pekerjaan apa saja.

  e) Tipe bingung Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.

  Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe independen (ketergantungan), tipe defensife (bertahan), tipe militan dan serius, tipe pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta tipe putus asa (benci pada diri sendiri). e. Proses Penuaan Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Ini merupakan suatu fenomena yang kompleks multidimensional yang dapat diobservasi di dalam satu sel dan berkembang sampai pada keseluruhan sistem. (Stanley, 2006).

  Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan yang maksimal. Setelah itu tubuh mulai menyusut dikarenakan berkurangnya jumlah sel-sel yang ada di dalam tubuh. Sebagai akibatnya, tubuh juga akan mengalami penurunan fungsi secara perlahan-lahan.

  Itulah yang dikatakan proses penuaan (Maryam dkk, 2008).

  Aging process atau proses penuaan merupakan suatu proses biologis yang tidak dapat dihindari dan akan dialami oleh setiap orang. Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan (gradual) kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti serta mempertahankan struktur dan fungsi secara normal, ketahanan terhadap cedera, termasuk adanya infeksi. Proses penuaan sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai dewasa, misalnya dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan saraf, dan jaringan lain sehingg a tubuh ‘mati’ sedikit demi sedikit. Sebenarnya tidak ada batasan yang tegas, pada usia berapa kondisi kesehatan seseorang mulai menurun. Setiap orang memiliki fungsi fisiologis alat tubuh yang sangat berbeda, baik dalam hal pencapaian puncak fungsi tersebut maupun saat menurunnya. Umumnya Setelah mencapai puncak, fungsi alat tubuh akan berada dalam kondisi tetap utuh beberapa saat, kemudian menurun sedikit demi sedikit sesuai dengan bertambahnya usia (Mubarak, 2006).

  Pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai masalah, baik secara biologis, mental, maupun ekonomi. Semakin lanjut usia seseorang, maka kemampuan fisiknya akan semakin menurun, sehingga dapat mengakibatkan kemunduran pada peran-peran sosialnya (Tamher, 2009).

2. Kualitas Tidur

  a. Definisi Kualitas tidur adalah ukuran dimana seseorang itu dapat kemudahan dalam memulai tidur dan untuk mempertahankan tidur, kualitas tidur

  • – seseorang dapat digambarkan dengan lama waktu tidur, dan keluhan keluhan yang dirasakan saat tidur ataupun sehabis bangun tidur. Kebutuhan tidur yang cukup ditentukan selain oleh faktor jumlah jam tidur (kuantitas tidur), juga oleh faktor kedalaman tidur (kualitas tidur). Beberapa faktor yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas tidur yaitu, faktor fisiologis, faktor psikologis, lingkungan dan gaya hidup. Dari faktor fisiologis berdampak dengan penurunan aktivitas sehari
  • – hari, rasa lemah, lelah, daya tahan tubuh menurun, dan ketidak stabilan tanda tanda vital, sedangkan dari faktor psikologis berdampak depresi, cemas, dan sulit untuk konsentrasi (Potter dan Perry. 2005).

  Kualitas tidur yang baik diperlihatkan dengan mudahnya seseorang memulai tidur saat jam tidur, mempertahankan tidur, menginisiasi untuk tidur kembali setelah terbangun di malam hari, dan peralihan dari tidur ke bangun di pagi hari dengan mudah (LeBourgeois et al., 2005 cit. Saputri, 2009).

  b. Faktor

  • – faktor yang mempengaruhi kualitas tidur Pemenuhan kebutuhan tidur bagi setiap orang berbeda
  • – beda , ada yang yang dapat terpenuhi dengan baik bahkan sebaliknya. Seseorang bisa tidur ataupun tidak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu diantaranya sebagai berikut, (Asmadi. 2008). 1) Status kesehatan

  Seseorang yang kondisi tubuhnya sehat memungkinkan ia dapat tidur dengan nyenyak, sedangkan untuk seseorang yang kondisinya kurang sehat (sakit) dan rasa nyeri , makan kebutuhan tidurnya akan tidak nyenyak (Asmadi. 2008).

  2) Lingkungan Lingkungan dapat meningkatkan atau menghalangi seseorang untuk tidur. Pada lingkungan bersih, bersuhu dingin, suasana yang tidak gaduh (tenang), dan penerangan yang tidak terlalu terang akan membuat seseorang tersebut tertidur dengan nyenyak, begitupun sebaliknya jika lingkungan kotor, bersuhu panas, susana yang ramai dan penerangan yang sangat terang, dapat mempengaruhi kualitas tidurnya (Asmadi. 2008). 3) Stres psikologis

  Cemas dan depresi akan menyebabkan gangguan pada frekwensi tidur. Hal ini disebabkan karena kondisi cemas akan meningkatkan norepineprin darah melalui sistem saraf simpatis. Zat ini akan

  4) Diet Makanan yang banyak menandung L

  • –Triptofan seperti keju, susu, daging, dan ikan tuna dapat menyebabkan seseorang mudah tidur. Sebaliknya minuman yang menandung kafein maupun alkohol akan mengganggu tidur (Asmadi. 2008).

  5) Gaya hidup Kelelahan yang dirasakan seseorang dapat pula memengaruhi kualitas tidur seseorang. Kelelahan tingkat menengah orang dapat tidur dengan nyenyak. Sedangkan pada kelelahan yang berlebih akan menyebabkan periode tidur REM lebih pendek (Asmadi. 2008).

  6) Obat –obatan Obat

  • –obatan yang dikonsumsi seseorang ada yang berefek menyebabkan tidur, adapula yang sebaliknya mengganggu tidur (Asmadi. 2008).

  c. Jenis

  • – jenis tidur Pada hakekatnya tidur dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori yaitu dengan gerakan bola mata cepat (Rapid Eye Movement – REM), dan tidur dengan gerakan bola mata lambat Non
  • –Rapid EyeMovement – NREM, (Asmadi. 2008).

  1) Tidur REM Merupakan tidur dalam kondisi aktif atau tidur paradoksial. Hal tersebut bisa disimpulkan bahwa seseorang dapat tidur dengan nyenyak sekali, namun fisiknya yaitu gerakan kedua bola matanya

  • – bersifat sangat aktif. Tidur REM ini ditandai dengan mimpi, otot
cenderung bergerak bolak –balik), sekresi lambung meningkat, ereksi penis tidak teratur sering lebih cepat, serta suhu dan metabolisme meningkat, tanda tanda orang yang mengalami kehilangan tidur REM yaitu, cenderung hiperaktif, emosi sulit terkendali, nafsu makan bertambah, bingung dan curiga (Asmadi. 2008).

  2) Tidur NREM Menurut Asmadi (2008), merupakan tidur yang nyaman dan dalam. Pada tidur NREM gelombang otak lebih lambat dibandingkan pada orang yang sadar atau tidak tidur. Tanda-tanda tidur NREM ini antara lain : mimpi berkurang, keadaan istirahat, tekanan darah turun, kecepatan pernapasan turun, metabolisme turun, dan gerakan bola mata lambat. Pada tidur.

  NREM ini mempunyai empat tahap masing

  • –masing tahap ditandai dengan pola perubahan aktivitas gelombang otak.

  a) Tahap I Merupakan tahap tranmisi dimana seseorang beralih dari sadar menjadi tidur. Ditandai dengan seseorang merasa kabur dan rileks, seluruh otot menjadi lemas, kelopak mata menutup mata, kedua bola mata bergerak ke kiri dan kekanan kecepatan jantung dan pernapasan menurun secara jelas, seseorang yang tidur pada tahap ini dapat dibangunkan dengan mudah.

  b) Tahap II Merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menerus. Tahap ini ditandai dengan kedua bola mata berhenti bergerak, suhu tubuh menurun, pernapasan turun dengan jelas. Tahap II ini berlangsung sekitar 10 –15 menit.

  c) Tahab III Merupakan tahap fisik yang lemah lunglai karena tonus otot lenyap secara menyeluruh. Kecepatan jantung, pernapasan, dan proses tubuh berlanjut mengalami penurunan akibat dominasi sistem saraf parasimpatis. Seseorang yang tidur pada tahap III ini sulit untuk dibangunkan.

  d) Tahap IV Merupakan tahap dimana seseorang tersebut tidur dalam keadaan rileks, jarang bergerak karena keadaan fisik yang sudah lemah lunglai, dan sulit dibangunkan. Pada tahap IV ini dapat memulihkan keadaan tubuh.

  Selain keempat tahap tersebut, sebenarnya ada satu tahap lagi yakni tahap V. Tahap ini merupakan tahap tidur REM dimana setelah tahap IV seseorang masuk pada tahap V, yang ditandai dengan kembali bergeraknya kedua bola mata yang berkecepatan lebih tinggi dari tahap

  • – tahap sebelumnya. Tahap ini berlangsung sekitar 10 menit, dan dapat pula terjadi mimpi. Selama tidur malam sekitar 6
  • –7 jam, seseorang mengalami REM dan NREM bergantian sekitar 4 –6 kali (Asmadi. 2008).

   Pre

  • – sleep

  Tahap I Tahap II Tahap III Tahap IV Tidur REM

  Tahap II Tahap III

  2.1 Gambar. Siklus tidur Sumber . Asmadi 2008

  Keterangan : kondisi pre

  • –sleep merupakan dimana seseorang masih dalam keadaan sadar penuh, namun mulai ada keinginan untuk tidur.

  Pada perilaku pre

  • –sleep ini, misalnya, sesorang pergi ke kamar tidur

  lalu berbaring di kasur atau berdiam diri merebahkan badan dan melemaskan otot, namun belum tidur. Selanjutnya mulai merasakan ngantuk, maka orang tersebut memasuki tahap I. Bila tidak bangun, baik itu disengaja ataupun tidak, maka orang tersebut telah memasuki tahap II. Begitu seterusnya sampai tahap IV.Setelah selesai tahap IV, ia akan kembali memasuki tahap III dan selanjutnya tahap II. Ini adalah fase tidur NREM. Dan ketika memasuki tahap V, ini disebut tidur REM. Bila telah terlalui semua, maupun REM. Siklus ini berlanjut selama orang tersebut tidur. Namun, pergantian siklus ini tidak lagi dimulai dari awal tidur, yaitu

  pre

  • –sleep dan tahap I, tetapi langsung tahap II ke tahap selanjutnya

  seperti pada siklus yang pertama. Semua siklus ini berakhir ketika orang tersebut terbangun dari tidurnya (Asmadi. 2008).

  d. Gangguan tidur Gangguan tidur ialah merupakan suatu keadaan seseorang dengan kualitas tidur yang kurang (Gunawan L, 2001 dalam Wahyuningsih

  2007). 1) Insomnia

  Insomnia adalah kesulitan untuk tidur atau kesulitan untuk tetap tidur, atau gangguan tidur yang membuat penderita merasa belum cukup tidur pada saat terbangun. Gejala fisik : Muka pucat, mata sembab, badan lemas dan daya tahan menurun sehingga menjadi mudah terserang penyakit, dan gejala psikisnya : Lesu, lambat menghadapi rangsangan dan sulit berkonsentrasi.

  2) Hipersomnia Hipersomnia adalah gangguan jumlah tidur yang berlebihan dan selalu mengantuk di siang hari. Gangguan ini dikenal sebagai narkolepsi yaitu pasien tidak dapat menghindari untuk tidur. Dapat terjadi pada setiap usia, tapi paling sering pada awal remaja atau dewasa muda. Gejala fisik : mengantuk yang hebat, gugup, depresi, harga diri rendah, hilangnya tonus otot dipicu oleh emosi

  • – mengakibatkan immobilisasi, tidak mampu bergerak waktu mula
mula bangun. Gejala psikis: halusinasi visual atau audio (pendengaran).

  3) Parasomnia Parasomnia adalah gangguan tidur yang tidak umum dan tidak diinginkan, yang tampak secara tiba

  • – tiba selama tidur atau terjadi pada ambang terjaga dan tidur. Sering muncul dalam bentuk mimpi buruk yang ditandai mimpi lama dan menakutkan. Gejala fisik : jalan watu tidur, kadang
  • – kadang berbicara waktu tidur, mendadak duduk ditempat tidur dan matanya tampak membelalak liar. Gejala psikis : penderita jarang memngingat kejadiannya (Anonim, 2004, Mekanisme tidur).

3. Terapi Tertawa

  a. Definisi Terapi tertawa merupakan metode terapi dengan menggunakan humor dan tawa dalam rangka membantu individu menyelesaikan masalah mereka, baik dalam bentuk gangguan fisik maupun gangguan mental (Zajonc, 2010).

  Terapi tawa (laughter therapy) merupakan suatu sesi latihan tawa berupa gabungan antara beberapa latihan yoga (pernafasan, peregangan, latihan tawa dengan stimulus, dan pengolahan sikap bermain anak-anak) (Kataria; Setyowati, 2011 dalam Yani, 2014).

  Terapi Tawa merupakan metode terapi dengan menggunakan humor dan tawa untuk membantu individu menyelesaikan masalah, baik dalam bentuk gangguan fisik maupun gangguan mental. Penggunaan tawa dalam terapi akan menghasilkan perasan lega pada individu. Ini disebabkan tawa secara alami

  Jadi, terapi tertawa adalah suatu terapi yang menggunakan tawa untuk mencapai kegembiraan sehingga dapat mempertahankan dan meningkatkan status kesehatan.

  b. Jenis-Jenis Terapi Tertawa 1) Humour Therapy

  Terapi humor terdiri dari penggunaan bahan-bahan lucu seperti buku, pertunjukan, film, atau cerita untuk mendorong diskusi spontan dari pasien yang memiliki pengalaman lucunya sendiri. Terapi ini dapat diberikan secara individu maupun setting kelompok. Proses terapi ini biasanya difasilitasi oleh seorang profesional. Hal ini juga dapat digunakan dalam percakapan antara profesional medis dan pasien (Dumbre, 2012).

  2) Laughter Therapy Terapi tertawa adalah terapi yang memiliki bentuk yang sedikit berbeda dengan jenis terapi yang lain dimana klien diperlakukan secara lebih individual. Dalam terapi ini, dokter atau profesional akan mengkaji secara spesifik pemicu tawa pada klien yang dapat membuat klien itu sendiri tertawa. Ini kemudian akan digunakan untuk membangun sebuah profil humor dan klien akan diajarkan latihan dasar yang dapat membantu mengajarkan individu pentingnya hubungan dan dukungan sosial sambil memberikan mereka dengan tawa sebagai alat untuk membantu mereka mengatasi stres (Dumbre, 2012).\

  3) Laughter Meditation Meditasi tawa memiliki kesamaan dengan meditasi tradisional. Namun, pada terapi ini tertawa ini memfokuskan seseorang untuk lebih tahapan yang harus dilalui yaitu peregangan, tertawa sengaja dan periode meditasi diam. Terapi ini kadang-kadang dilakukan berkelompok (Dumbre, 2012). 4) Laughter Yoga

  Yoga tawa dikatakan hampir mirip dengan yoga tradisional. Terapi ini adalah terapi yang menggabungkan latihan pernapasan, yoga san teknik peregangan bersama dengan tawa. Yoga tawa memiliki format terstruktur yang meliputi beberapa latihan tertawa untuk jangka waktu 30 sampai 45 menit difasilitasi oleh instruktur yang sudah terlatih. Terapi ini dapat digunakan sebagai terapi komplementer atau terapi pencegahan (Dumbre, 2012).

Dokumen yang terkait

Terapi Musik Rebana Mampu Meningkatkan Kualitas Tidur Lansia

0 0 6

Pengaruh Life Review Therapy Terhadap Tingkat Harga Diri pada Lansia di Tejokusuman Notoprajan Ngampilan Yogyakarta - DIGILIB UNISAYOGYA

0 0 13

Pengaruh Senam Lansia terhadap Tingkat Depresi pada Lansia di Posyandu Lansia Teratai Dusun Ngrenak Kidul 10 Sidomoyo Godean Sleman - DIGILIB UNISAYOGYA

0 0 12

Pengaruh Pemberian Seduhan Daun Alpukat Terhadap Perubahan Tekanan Darah Pada Lansia Penderita Hipertensi Di Posyandu Lansia Dusun Jetak Mutihan Gantiwarno Klaten - DIGILIB UNISAYOGYA

0 0 14

Pengaruh Senam Ergonomis terhadap Perubahan Kualitas Tidur pada Lansia di Padukuhan Bonosoro Bumirejo Lendah Kulon Progo - DIGILIB UNISAYOGYA

0 0 16

Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup Lansia di Desa Pogungrejo Porworejo - DIGILIB UNISAYOGYA

1 1 15

Pengaruh Senam Aerobik Low Impact terhadap Perubahan Tekanan Darah Lansia Hipertensi di Posyandu Lansia Rambutan I Desa Donokerto Turi Sleman Yogyakarta - DIGILIB UNISAYOGYA

0 0 14

NASKAH PUBLIKASI - Pengaruh Senam Lansia Dengan Core Stability Dan Senam Lansia Dengan Balance Trategy Terhadap Peningkatan Keseimbangan Pada Lansia - DIGILIB UNISAYOGYA

0 0 18

Pengaruh Penambahan Static Stretching Pada Senam Lansia Terhadap Kemampuan Fungsional Lansia Di BKL Abiyoso Balai Kota Yogyakarta - DIGILIB UNISAYOGYA

1 1 16

Perbedaan Pengaruh Senam Aerobik Low Impact Dengan Senam Yoga Terhadap Penurunan Gula Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus - DIGILIB UNISAYOGYA

0 1 143