BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Komunikasi Matematis - Fitri Yastofi Nurhidayah BAB II

BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Komunikasi Matematis Istilah komunikasi

  atau dalam bahasa inggris “communication” berasal dari kata latin “communicatio” dan bersumber dari kata “communis” yang berarti sama, sama disini maksudnya adalah sama makna (Effendy, 2006). Menurut Turmudi, komunikasi adalah bagian esensial dari matematika dan pendidikan matematik (Fachrurazi, 2011), sedangkan Wahyudin mengungkapkan bahwa komunikasi merupakan cara berbagi gagasan (Fachrurazi, 2011). Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa komunikasi matematis adalah proses penyampaian informasi matematis.

  Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang kepada orang lain (Effendy, 2006).

  Pikiran bisa berupa gagasan, informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari benaknya, sedangkan perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati. Ditinjau dari prosesnya pendidikan adalah komunikasi. Hal tersebut berarti bahwa dalam proses pendidikan terlibat dua komponen yang terdiri atas manusia, yakni guru dan siswa (Effendy, 2006).

  Matematika adalah bahasa yang melambangkan makna dari serangkaian pernyataan yang ingin disampaikan. Cockroft menyatakan bahwa matematika merupakan alat komunikasi yang sangat kuat, teliti, dan tidak membingungkan (Shadiq, 2004). Komunikasi matematis merefleksikan pemahaman matematis dan merupakan bagian dari daya matematis. Siswa mempelajari matematika seakan-akan mereka berbicara dan menulis tentang apa yang sedang mereka kerjakan. Siswa dilibatkan secara aktif dalam mengerjakan matematika ketika mereka diminta untuk memikirkan ide-ide yang ada dibenaknya atau berbicara dan mendengarkan siswa lain dalam berbagi ide, strategi, dan solusi. Menulis mengenai matematika mendorong siswa untuk merefleksikan pekerjaan mereka dan mengklarifikasi ide-ide untuk mereka sendiri dan orang lain (Fachrurazi, 2011).

B. Kemampuan Komunikasi Matematis

  Menurut Permen 22 tahun 2006 (Mahmudi, 2009), tentang Standar Kompetensi Lulusan dalam bidang matematika, dimuat uraian mengenai tujuan mata pelajaran matematika di sekolah, salah satunya adalah kemampuan dalam mengkomunikasikan gagasan matematika. LACOE (Los Angeles County of Education) menyatakan bahwa komunikasi matematis mencakup komunikasi tertulis maupun lisan (Mahmudi, 2009).

  Komunikasi tertulis dapat berupa penggunaan kata-kata, angka, gambar, tabel, grafik, dan lain sebagainya yang menggambarkan proses berpikir siswa. Komunikasi tertulis juga dapat berupa uraian pemecahan masalah atau pembuktian matematika yang menggambarkan kemampuan siswa dalam mengorganisasi berbagai konsep untuk menyelesaikan masalah. Sedangkan komunikasi lisan dapat berupa pengungkapan dan penjelasan verbal suatu gagasan matematika. Komunikasi lisan dapat terjadi melalui interaksi antar siswa, misalnya dalam pembelajaran dengan setting diskusi kelompok. Dengan kata lain komunikasi matematis lisan merupakan suatu penghubung yang menghubungkan pendapat serta masukan dari masing- masing siswa yang kemudian dapat dijabarkan kedalam bentuk tulisan matematis.

  Berdasarkan fakta tersebut, maka indikator kemampuan komunikasi matematis dapat dikembangkan dan dipisahkan menjadi indikator kemampuan komunikasi matematis secara lisan dan secara tertulis. NCTM (Shadiq, 2004) menjelaskan bahwa program pembelajaran di kelas harus memberi kesempatan kepada siswa untuk dapat mengorganisasi dan mengkonsolidasi pemikiran dan ide matematika dengan cara mengkomunikasikan pemikiran matematika secara logis dan jelas kepada teman sejawat, guru, dan orang lain, menganalisis dan mengevaluasi pemikiran matematika orang lain, serta menggunakan bahasa matematika untuk menyatakan ide-ide matematika dengan tepat.

  Oleh karena itu, kemampuan komunikasi matematis lisan siswa dalam pembelajaran berdasarkan uraian di atas dapat dilihat melalui aspek : 1) dapat berkomunikasi atau berdiskusi dalam suatu aktivitas pembelajaran matematika; 2) dapat menyatakan ide matematika atau pendapat kepada orang lain; 3) dapat membaca gambar, grafik, atau diagram dalam pembelajaran matematika; 4) dapat menjelaskan gambar, grafik, atau diagram kepada orang lain; 5) dapat membuat dan menjelaskan dugaan sementara (konjektur) atas sebuah wacana atau permasalahan matematika kepada orang lain; serta 6) dapat menggunakan bahasa matematika untuk menyatakan ide-ide matematika dengan tepat.

  Sedangkan model komunikasi matematis menurut Cai, Lane, dan Jacobsin (Fachrurazi, 2011) terdiri atas : 1) menulis matematis, pada kemampuan ini siswa dituntut untuk dapat menuliskan penjelasan dari jawaban permasalahannya secara matematis, masuk akal, jelas, serta tersusun secara logis dan sistematis; 2) menggambar secara matematis, pada kemampuan ini siswa dituntut untuk dapat melukiskan gambar, diagram, dan tabel secara lengkap dan benar; 3) ekspresi matematis, pada kemampuan ini siswa diharapkan mampu untuk memodelkan permasalahan matematis secara benar, kemudian melakukan perhitungan atau mendapatkan solusi secara lengkap dan benar. Berdasarkan model komunikasi matematis yang telah diuraikan di atas, maka indikator kemampuan komunikasi matematis tertulis dapat dilihat melalui aspek : 1) kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis melalui tulisan dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual; 2) kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematis secara tertulis maupun dalam bentuk visual lainnya; 3) kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika, dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-model situasi.

  Siswa dikatakan mampu dalam komunikasi pada mata pelajaran matematika apabila ia mampu mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, angka, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. Penguasaan kemampuan seperti itu dapat dilatihkan pada materi pembelajaran matematika dan model pembelajaran yang sesuai, yang berpotensi memberi kesempatan luas kepada siswa untuk mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, angka, tabel, diagram, atau media lain (Wardhani, 2008).

C. Pembelajaran Kooperatif

  Menurut Johnson & Johnson pembelajaran kooperatif biasa didefinisikan sebagai sistem kerja atau belajar kelompok yang terstruktur (Lie, 2008). Adapun yang termasuk dalam struktur ini adalah lima unsur pokok, yaitu : 1) saling ketergantungan positif; 2) tanggungjawab individual; 3) interaksi personal; 4) keahlian bekerja sama; dan 5) proses kelompok.

  Artzt & Newman menyatakan bahwa dalam belajar kooperatif siswa belajar bersama sebagai suatu tim dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama (Trianto, 2011). Jadi, setiap siswa sebagai anggota kelompok dalam kelompok belajarnya memiliki tanggung jawab dan kewajiban yang sama untuk keberhasilan kelompoknya. Pembelajaran ini muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa juga dapat bekerja sama dalam kelompoknya untuk saling membantu memecahkan masalah yang kompleks, serta dapat mengkomunikasikan pendapatnya. Jadi, dalam pembelajaran kooperatif siswa berperan ganda, yaitu sebagai siswa maupun sebagai guru.

  Pada kelas kooperatif, siswa belajar bersama dalam kelompok- kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang siswa yang sederajat, tetapi heterogen dan saling membantu satu sama lain (Trianto, 2011). Tujuan dibentuknya kelompok tersebut adalah memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru dan saling membantu teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar, karena belajar belum selesai jika salah satu anggota kelompok ada yang belum menguasai materi pelajaran (Trianto, 2011).

  Ibrahim (Trianto, 2011) mengungkapkan bahwa, model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran penting, yaitu : 1) hasil belajar akademik, tujuannya untuk meningkatkan kinerja tugas-tugas akademik; 2) Penerimaan terhadap keragaman atau perbedaan individu, tujuannya adalah penerimaan terhadap orang yang berbeda ras, budaya, kelas sosial, maupun kemampuan; dan 3) Pengembangan keterampilan sosial, tujuannya adalah untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama.

  Sedangkan prinsip-prinsip yang mendasari pembelajaran kooperatif menurut Trianto (2011) adalah : 1) para siswa harus memiliki persepsi yang sama bahwa mereka tenggelam (berenang bersama); 2) para siswa memiliki tanggung jawab terhadap siswa lain pada kelompoknya disamping tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi; 3) para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama; 4) para siswa harus membagi tugas dan berbagi tanggung jawab yang sama besarnya diantara para anggota kelompok; 5) para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar; 6) para siswa akan dimintai pertanggungjawaban secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif. Dengan memiliki dasar-dasar tersebut, maka siswa akan menyadari bahwa keberhasilan belajarnya sangat ditentukan oleh pengelolaan belajar dan teman belajar timnya. Dasar-dasar tersebut pada akhirnya mewarnai situasi pembelajaran kooperatif dan akan membedakan dengan situasi belajar kelompok dengan pembelajaran yang lain. Terdapat enam langkah utama pembelajaran kooperatif. Langkah- langkah tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.1 Langkah-langkah pembelajaran kooperatif

  Tahapan Aktivitas Guru

  Tahapan-1 Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran Menyampaikan tujuan yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan dan memotivasi siswa memotivasi siswa belajar.

  Tahapan-2 Guru menyajikan informasi kepada siswa Menyajikan informasi dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.

  Tahapan -3 Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana Mengorganisasikan siswa caranya membentuk kelompok belajar dan ke dalam kelompok membantu setiap kelompok agar melakukan kooperatif transisi secara efisien. Tahapan-4 Guru membimbing kelompok-kelompok belajar Membimbing kelompok pada saat mereka mengerjakan tugas. bekerja dan belajar

  Tahapan-5 Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi Evaluasi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

  Tahapan-6 Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik Memberikan upaya maupun hasil belajar individu dan penghargaan kelompok.

  Ibrahim (Trianto, 2011) Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa pembelajaran kooperatif dimulai dengan guru menginformasikan tujuan-tujuan dari pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar. Tahapan ini diikuti dengan penyajian informasi pembelajaran, kemudian dilanjutkan dengan langkah-langkah dimana siswa di bawah bimbingan guru bekerja bersama- sama untuk menyelesaikan tugas-tugas yang saling bergantung. Tahapan terakhir dalam pembelajaran kooperatif meliputi penyajian produk akhir kelompok atau mengetes apa yang telah dipelajari siswa atau usaha-usaha individu.

D. Pembelajaran Kooperatif Teknik Kancing Gemerincing

  Teknik belajar mengajar Kancing Gemerincing dikembangkan oleh Spencer Kagan (Lie, 2008). Teknik ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.

  Dalam kegiatan Kancing Gemerincing, masing-masing anggota kelompok mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan serta pemikiran angggota yang lain. Keunggulan lain dari teknik ini adalah untuk mengatasi hambatan pemerataan kesempatan yang sering mewarnai kerja kelompok (Lie, 2008). Dalam banyak kelompok belajar sering terjadi ada anggota yang terlalu dominan dan banyak bicara. Sebaliknya, ada anggota yang pasif dan pasrah saja pada teman sekelompoknya yang lebih dominan. Dalam situasi seperti ini, pemerataan tanggung jawab dalam kelompok bisa tidak tercapai karena anggota kelompok yang pasif akan terlalu menggantungkan diri pada anggota kelompok yang dominan. Teknik belajar mengajar Kancing Gemerincing memastikan bahwa setiap siswa mendapatkan kesempatan untuk sama-sama berpartisipasi dalam menghadapi tugas dalam kelompok belajarnya.

  Langkah-langkah pembelajaran teknik Kancing Gemerincing menurut Lie (2008) adalah sebagai berikut: 1) Guru menyiapkan satu kotak kecil yang berisi kancing-kancing (bisa juga diganti dengan benda-benda kecil lainnya seperti kacang merah, biji kenari, potongan sedotan, batang-batang lidi, sendok es krim, dan lain sebagainya).

  2) Sebelum kelompok memulai tugasnya, setiap siswa dalam masing- masing kelompok mendapatkan dua atau tiga buah kancing (jumlah kancing bergantung pada sukar tidaknya tugas yang diberikan). 3) Setiap kali seorang siswa berbicara atau mengeluarkan pendapat, dia harus mengeluarkan salah satu kancingnya dan meletakkannya ditengah-tengah meja kelompok. 4) Jika kancing yang dimiliki seorang siswa habis, maka dia tidak boleh berbicara lagi sampai semua temannya juga menghabiskan kancing mereka. 5) Jika semua kancing sudah habis, sedangkan tugas belum selesai, kelompok boleh mengambil kesepakatan untuk membagi-bagi kancing lagi dan mengulangi prosedurnya kembali.

  Berdasarkan langkah-langkah yang dikemukakan oleh Lie (2008) di atas, maka langkah-langkah pembelajaran kooperatif teknik Kancing Gemerincing dapat dikembangkan sebagai berikut : 1) Tahapan-1 : menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

  Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk semangat dalam belajar. 2) Tahapan-2 : menyampaikan informasi

  Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi, melalui bahan bacaan, alat peraga, ataupun dalam bentuk lainnya.

  3) Tahapan-3 : mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok kooperatif Guru membagi siswa ke dalam kelompok yang beranggotakan 4-6 orang siswa secara heterogen.

  Guru membagikan LKS dan 2 buah kancing kepada masing-masing siswa dalam kelompok tersebut.

  Guru menjelaskan teknik mengisi LKS dengan cara diskusi dalam kelompok menggunakan media kancing kepada siswa.

  Guru menjelaskan penggunaan media kancing selama proses diskusi dalam kelompok belajar tersebut berlangsung.

  4) Tahapan-4 : membimbing kelompok bekerja dan belajar Guru menjadi fasilitator dengan cara membimbing kelompok- kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas secara berkelompok. 5) Tahapan-5 : Evaluasi

  Siswa melakukan evaluasi kelompok, yaitu dengan cara mengecek kembali jawaban hasil diskusi kelompok mereka masing-masing.

  Setelah siswa dalam kelompok sudah selesai mengevaluasi hasil kerja kelompoknya, maka beberapa perwakilan siswa dapat mempresentasikan hasil pekerjaannya di papan tulis untuk didiskusikan dengan siswa lain dalam kelas tersebut.

  Guru memberikan tes kemampuan individu untuk mengecek pemahaman masing-masing siswa setelah berdiskusi membahas soal dalam kelompok belajarnya. 6) Tahapan-6 : memberikan penghargaan

  Guru memberikan penghargaan kepada siswa yang aktif mengkomunikasikan jawaban tugasnya di depan kelas.

  Dalam penerapannya, teknik belajar mengajar Kancing Gemerincing memiliki keunggulan dan kelemahan. Keunggulan dan kelemahan teknik belajar mengajar ini menurut Jarolime & Parker (Isjoni, 2011) dan menurut Lie (2008) diantaranya adalah : Keunggulan :

  1) Mengatasi hambatan pemerataan kesempatan yang sering mewarnai kerja kelompok.

  2) Memberikan kesempatan kepada masing-masing siswa sebagai anggota kelompok dalam kelompok belajarnya untuk dapat memberikan kontribusi mereka dan mendengarkan pemikiran anggota kelompok yang lain.

  3) Terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan guru.

  4) Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu. Kelemahan :

  1) Guru harus mempersiapkan pelajaran secara matang, disamping itu juga memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran, dan waktu.

  2) Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang sedang dibahas meluas, sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

E. Pembelajaran Langsung (Direct Instruction)

  Direct Instruction adalah suatu model pengajaran yang bersifat

teacher center (Trianto, 2011). Pengajaran langsung menurut Kardi dapat

  berbentuk ceramah, demonstrasi, pelatihan, atau praktek (Trianto, 2011). Pengajaran langsung digunakan untuk menyampaikan pelajaran yang ditransformasikan langsung oleh guru kepada siswa.

  Langkah-langkah pembelajaran langsung menurut Kardi & Nur (Trianto, 2011) dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.2 Langkah-langkah pembelajaran langsung (direct instruction)

  Tahapan Peran Guru

  Tahapan-1 Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa

  Guru memberikan informasi latar belakang pelajaran, pentingnya pelajaran, serta mempersiapkan siswa untuk belajar. Tahapan-2

  Mendemonstrasikan pengetahuan dan Guru mendemonstrasikan keterampilan dengan benar, atau menyajikan informasi tahap demi keterampilan tahap.

  Tahapan-3 Guru merencanakan dan memberi Membimbing Pelatihan bimbingan pelatihan awal. Tahapan-4 Mengecek apakah siswa telah

  Mengecek pemahaman berhasil melakukan tugas dengan dan memberikan umpan baik, memberi umpan balik. balik

  Tahapan-5 Guru mempersiapkan kesempatan Memberikan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan, untuk pelatihan lanjutan dengan perhatian khusus pada penerapan kepada situasi lebih kompleks dalam kehidupan sehari-hari. Tahap persiapan pada tabel di atas menunjukkan bahwa guru memotivasi siswa agar siap menerima presentasi materi pelajaran.

  Pembelajaran diakhiri dengan pemberian kesempatan kepada siswa untuk melakukan pelatihan dan pemberian umpan balik terhadap keberhasilan siswa.

  Dalam penerapannya, direct instruction memiliki keunggulan dan kelemahan. Keunggulan dan kelemahan pembelajaran ini menurut Trianto (2011) diantaranya adalah : Keunggulan :

  1) Guru dapat dengan mudah mengatur tahapan pemberian materi pelajaran yang harus dibahas.

  2) Guru memiliki banyak waktu untuk menjelaskan materi pembelajaran.

  Kelemahan : 1) Pembelajaran berpusat pada guru sehingga siswa kurang dapat mengembangkan kemampuan komunikasi selama pembelajaran.

  2) Siswa kurang diberi kesempatan berpikir, melainkan hanya mendengar, mencatat, dan menghafal apa yang disampaikan oleh guru. 3) Latihan individu yang diberikan kepada siswa secara berkelanjutan dan terus-menerus dalam jangka waktu yang lama dapat membuat kejenuhan pada siswa.

  Pengajaran langsung memerlukan perencanaan dan pelaksanaan yang sangat hati-hati di pihak guru. Menurut Kardi dan Nur, meskipun tujuan pembelajaran langsung dapat direncanakan bersama oleh guru dan siswa, model ini tetap berpusat pada guru. Oleh karena itu, sistem pengelolaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru harus menjamin terjadinya keterlibatan siswa, terutama melalui memperhatikan, mendengarkan, dan tanya jawab yang terencana (Trianto, 2011).

  F.

  

Materi Pelajaran Matematika Sub Pokok Bahasan Kubus dan Balok

Standar Kompetensi : Memahami sifat-sifat kubus, balok, prisma,

  limas, dan bagian-bagiannya serta menentukan pengukurannya.

  

Kompetensi Dasar : Menghitung luas permukaan dan volume kubus,

balok, prisma, dan limas.

  Indikator : - Menentukan rumus dan menghitung luas permukaan kubus dan balok.

  • Menentukan rumus dan menghitung volume kubus dan balok.
  • Menggunakan konsep-konsep luas permukaan dan volume kubus dan balok untuk menyelesaikan masalah sehari-hari.

  G. Penelitian yang Pernah Dilakukan

  Berdasarkan penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh Fitri (2012) dalam penelitian eksperimennya yang berjudul : Pengaruh

  

Penggunaan Model Pembelajaranan Kooperatif Teknik Kancing

Gemerincing Terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa Kelas XI

  , menyimpulkan bahwa pada hasil

  SMA N 1 Koto Balingka Pasaman Barat

post test menunjukkan kelas eksperimen yang menerapkan pembelajaran

  kooperatif teknik Kancing Gemerincing selama proses pembelajaran memiliki rata-rata nilai sebesar 65,74, sedangkan untuk kelas kontrol rata- rata nilai yang diperoleh hanya mencapai 58,95. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis pada penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemahaman konsep matematis siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif teknik Kancing Gemerincing lebih baik daripada pemahaman konsep matematis siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional.

  H. Kerangka Berpikir

  Secara umum komunikasi adalah proses berbagi makna melalui perilaku verbal dan nonverbal. Matematika merupakan alat komunikasi yang sangat kuat, teliti, dan tidak membingungkan. Kemampuan komunikasi matematis merupakan suatu kemampuan dalam mengekspresikan ide-ide matematika secara jelas kepada teman, guru, dan lainnya melalui bahasa lisan dan tulisan.

  Siswa dikatakan mampu dalam komunikasi pada mata pelajaran matematika apabila ia mampu mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, angka, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. Penguasaan kemampuan tersebut dapat dilatihkan pada materi pembelajaran matematika dan model pembelajaran yang sesuai serta berpotensi memberi kesempatan luas kepada siswa untuk mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, angka, diagram, atau media lain.

  Pembelajaran kooperatif teknik Kancing Gemerincing merupakan suatu pembelajaran yang diduga dapat mengoptimalkan dan memberikan manfaat positif terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa. Dalam pembelajaran ini, masing-masing siswa mendapatkan kesempatan yang sama. Mereka diharuskan memberi kontribusi dan mendengarkan pemikiran siswa lain di dalam kelompok belajarnya dengan bantuan media kancing. Pada saat siswa mengajukan kancing di tengah-tengah kelompok, siswa diwajibkan untuk serta merta menyampaikan ide matematis yang dimilikinya secara lisan dalam proses penyelesaian soal matematika yang dihadapi di dalam kelompok tersebut. Selain itu di dalam proses penyampaian ide matematisnya, siswa juga dapat sekaligus menuliskan pendapatnya ke dalam bentuk tulisan matematis, menggambar secara matematis, serta melakukan ekspresi matematis yang juga dapat mengoptimalkan kemampuan komunikasi matematis tertulis mereka.

  Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan pembelajaran ini memastikan bahwa setiap siswa mendapatkan kesempatan untuk ikut serta mengkomunikasikan ide dan gagasan dalam upaya menyelesaikan permasalahan matematika yang dihadapi bersama baik secara lisan maupun secara tertulis.

  Sedangkan direct insruction adalah suatu model pembelajaran yang bersifat teacher center. Guru berperan sebagai pembicara utama di dalam proses pembelajaran. Pengajaran tersebut digunakan untuk menyampaikan pelajaran yang ditransformasikan langsung oleh guru kepada siswa.

  Pada hakikatnya, pembelajaran yang ideal di dalam kelas adalah pembelajaran yang menimbulkan adanya interaksi antara guru dengan siswa. Siswa harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk menemukan kembali ide atau konsep matematika. Siswa juga bebas mengeluarkan berbagai ide yang dimiliki, serta mampu mengkomunikasikan pemikiran- pemikiran mereka bersama siswa yang lainnya. Hal tersebut bertujuan agar pemerataan kemampuan komunikasi matematis siswa dapat tersebar merata. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka pembelajaran kooperatif teknik kancing Gemerincing diduga lebih baik untuk mengoptimalkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

I. Hipotesis

  Hipotesis dalam penelitian ini adalah kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif teknik Kancing Gemerincing lebih baik daripada yang diajar dengan direct instruction .