BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan - WAHYU DEWANTI HERMEINTARI BAB II

BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan Peneliti tidak menemukan hasil penelitian yang sama persis dengan

  permasalahan yang peneliti teliti, tetapi ada yang dapat dianggap relevan dengan penelitian ini.

1. Penelitian yang berjudul Perbandingan Register Kecantikan pada Majalah

  Femina dan Tabloid Kecantikan edisi Januari - Februari 2016 dan Implikasinya dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Kejuruan disusun oleh Lina Nuryanti (2016) mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

  Persamaan pada penelitian yang berjudul Perbandingan Register Kecantikan

  

pada Majalah Femina dan Tabloid Kecantikan edisi Januari-Februari 2016 dan

Implikasi dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Kejuruan

  yaitu keduanya merupakan penelitian deskriptif kualitatif dan meneliti tentang register. Keduanya sama-sama menggunakan metode simak dengan teknik lanjutan yaitu Simak Bebas Libat Cakap (SLBC). Meskipun demikian ada beberapa perbedaan pada penelitian ini dengan penelitian yang relevan perbedaanya terletak pada dimensi bidang. Jika penelitian yang ditulis oleh Lina Nuryanti membahasa tentang bidang kecantikan, maka penelitian ini menggunakan dimensi bidang lain yaitu tata boga.

  Selain itu, perbedaan selanjutnya yaitu pada data penelitian. Jika pada penelitian yang ditulis oleh Lina Nuryanti menggunakan data yang bersumber dari Majalah Femina dan Tabloid Kecantikan edisi Januari

  • – Februari 2016, maka penelitian yang dilakukan peneliti datanya terdapat pada Tabloid Saji edisi Januari – Februari 2017.

  Selain itu fokus permasalahan dalam penelitian tersebut yaitu arti dan makna serta

  8 implikasinya dalam pembelajaran. Namun dalam penelitian ini objek yang peneliti bahas yaitu bentuk, makna, serta implikasinya dalam pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Kejuruan. Dengan demikian penelitian yang ditulis oleh Lina Nuryanti mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto dapat dikatakan penelitian yang relevan.

2. Penelitian yang berjudul Register Perekonomian pada Rubik Ekonomi Surat

  Kabar Harian Kompas disusun oleh Wahyu Widiharti (2015) mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta.

  Persamaan pada penelitian yang berjudul Register Perekonomian pada Rubik

  

Ekonomi Surat Kabar Harian Kompas dengan penelitian peneliti yang berjudul

Register Bidang Tata Boga pada Tabloid Saji Edisi Januari

  • – Meret 2017 dan

    Implikasi dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Kejuruan

  yaitu keduanya merupakan penelitian deskriptif kualitatif dan meneliti tentang register. Sedangkan perbedaanya yaitu terletak pada dimensi bidang. Penelitian yang ditulis oleh Wahyu Widiharti merupakan bidang perekonomian, sedangkan penelitian ini menggunakan dimensi bidang tata boga. Perbedaan selanjutnya terletak pada data yang digunakan. Jika dalam skripsi yang ditulis oleh Wahyu Widiharti menggunakan teknik pengumpulan data dari sumber rubik ekonomi yang ada pada surat kabar kompas maka peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang bersumber dari tabloid Saji yang dilakukan dengan menerapkan teknik baca catat, maka penelitian yang dilakukan peneliti ini menggunakan teknik SLBC. Selain itu, fokus permasalahan pada penelitian yang disusun oleh Wahyu Widiharti yaitu bentuk, makna dan fungsi bahasa. Meskipun sama-sama meneliti bentuk register namun peneliti bermaksud untuk mendeskripsikan register yang ada dibidang tata boga serta memberikan implikasi dalam pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Kejuruan di kelas X. Dengan demikian, penelitian yang berjudul Register

  

Perekonomian pada Rubik Ekonomi Surat Kabar Harian Kompas disusun oleh Wahyu

Widiharti (2015) mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta dapat dikatakan

  penelitian yang relevan dengan penelitian yang peneliti lakukan.

  

Tabel 01: Perbandingan Penelitian dengan Penelitian Relevan

  Register Register Register No Dimensi

  Kecantikan Perekonomian Tata Boga

  1. Bidang Kecantikan Perekonomian Tata Boga

  2. Fokus

  1. Arti Register

  1. Bentuk

  1. Bentuk Register Permasalahan

  2. Makna Register

  2. Makna Register Register

  2. Makna

  3. Implikasi

  3. Implikasi Register Pembelajaran Pembelajaran

  3. Fungsi Register

  3. Objek Kata Kata, Frasa Kata Penelitian

  4. Sumber Data Tertulis Tertulis Tertulis B.

   Konsep Bahasa 1. Pengertian Bahasa

  Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri.

  (Kridalaksana, 2011: 24). Bahasa adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat berupa symbol bunyi yang oleh alat ucap manusia (Keraf, 2001: 1). Bahasa mempunyai ciri khas spesifik yang tidak dimiliki oleh yang lain, setiap bahasa mempunyai ciri khas sendiri yang tidak dimiliki oleh bahasa lainnya (Chaer, Abdul 2007: 51). Dari pengertian yang dikemukakan oleh beberapa pakar, dapat disimpulkan bahwa bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang memiliki kekhasan tersendiri, yang dihasilkan dengan alat ucap manusia yang digunakan untuk berinteraksi, baik dengan orang lain maupun dengan diri sendiri.

2. Variasi Bahasa

  Variasi sebagai langue mempunyai sistem dan subsistem yang dipahami sama oleh penutur bahasa. Penutur berada dalam masyarakat heterogen sehingga wujud bahasa menjadi bervariasi. Variasi merupakan padanan dalam bahasa Perancis Variètè yang berarti ragam atau jenis. Adanya variasi bahasa tidak mutlak disebabkan oleh penutur, tetapi juga faktor interaksi sosial yang dilakukan oleh penutur. Keragaman bahasa akan semakin bertambah apabila bahasa tersebut digunakan oleh penutur yang banyak serta berada dalam wilayah yang luas.

  Terjadinya variasi bahasa tidak hanya disebabkan oleh para penutur yang tidak homogen, tetapi juga kerena kegiatan interaksi sosial yang dilakukan manusia sangatlah beragam. Keberagaman akan semakin bertambah apabila bahasa tersebut digunakan oleh penutur yang sangat banyak serta dalam wilayah yang sangat luas (Chaer dkk, 2004: 61). Keberagaman bahasa tersebut digunakan manusia sesuai kepentingan, kebutuhan dan bidang yang berbeda-beda. Dengan demikian timbullah variasi bahasa yang disebabkan oleh jumlah penutur bahasa sangat beragam, serta kegiatan penutur yang beragam pula. Akibat dari interaksi semacam itu, bentuk

  

tuturan (kebahasaannya) akan menunjukkan ciri-ciri tertentu (Holmes dalam Sudaryanto:

2014).

  Ragam bahasa dari segi penggunaan berhubungan dengan situasi penggunaan dan kehidupan yang dilakukan penutur. Misalnya untuk situasi formal digunakan ragam bahasa disebut ragam baku atau ragam standar, untuk situasi yang tidak formal digunakan ragam yang tidak baku atau ragam nonstandar. Dari segi sarana yang digunakan dapat dibedakan adanya ragam lisan dan ragam tulisan. Juga ada ragam bahasa telepon, ragam bahasa dalam manggunakan media sosial, dan sebagainya. Untuk keperluan pemakaiannya dapat dibedakan adanya ragam bahasa ilmiah, ragam bahasa jurnalistik, ragam bahasa militer, dan ragam bahasa hukum (Chaer, 2007: 56).

  Chaer dan Agustina (2004: 62) membagi variasi bahasa dari berbagai segi yaitu: variasi dari segi penutur, yang terdiri atas idiolek, kronolek, dan sosiolek. Dari segi pemakaian, yang biasanya dibicarkan berdasarkan bidang penggunaan; ragam usaha, ragam santai/kasual. Dari segi sarana yang terdiri atas ragam lisan dan tulisan.

a. Variasi dari Segi Penutur

  Variasi dari segi penutur terdapat empat variasi. Terdapat empat variasi bahasa dari segi penutur, yaitu : 1) Idiolek yakni variasi bahasa yang bersifat perseorangan. Variasi ini berkenaan dengan

  “warna” suara, pilihan kata, gaya bahasa, susunan kalimat, dan sebagainya.

  2) Dialek yakni variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif berada pada suatu tempat, wilayah, area tertentu, sebagai tempat tinggal penutur sehingga disebut sebagai dialek areal, dialek regional, atau dialek geografi. 3) Kronolek atau dialek temporal, yakni variasi bahasa yang digunakan oleh kelompok sosial pada masa tertentu. Perbedaan variasi ini terletak pada leksikon karena dalam bidang ini mudah sekali berubah akibat perubahan sosial budaya, ilmu pengetahuan, dan teknologi.

  4) Sosiolek atau dialek sosial yakni variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan, dan kelas sosial para penuturnya. Variasi ini menyangkut semua masalah pribadi para penutur, seperti usia, pendidikan, seks, pekerjaan, tingkat kebangsawanan, keadaan sosial ekonomi.

b. Variasi dari Segi Pemakaian

  Variasi bahasa yang berkenaan dengan penggunaan, pemakaian, atau fungsinya disebut fungsiolek, ragam, atau register. Variasi bahasa berdasarkan bidang pemakaian menyangkut bahasa yang digunakan untuk keperluan atau bidang tertentu. Variasi yang digunakan berdasarkan bidang pemakaiannya misalnya variasi dalam bidang sastra jurnalistik, bidang militer, pertanian, pelayaran, perekonomian perdagangan, pendidikan, dan kegiatan keilmuan. Variasi bahasa dalam bidang pemakaian mempunyai ciri yang membedakan dengan variasi bahasa lainnya, yakni terletak pada kosa kata khusus dan tataran morfologis sintaksis yang tidak digunakan dalam bidang lain.

  Variasi bahasa berdasarkan fungsi ini lazim disebut register. Register biasanya dikaitkan dengan masalah dialek. Register dan dialek adalah dua variasi bahasa yang berbeda. Halliday dan Hassan (1992: 57) menyebutkan register merupakan ragam bahasa yang didasarkan pada pemakaiannya (pemakaian dari bahasa itu), sedangkan dialek merupakan variasi yang didasarkan pada pemakainya (siapa penuturnya). Register menurut Halliday dan Hassan (1992: 56) adalah bahasa yang digunakan saat ini, tergantung pada apa yang sedang dikerjakan dan sifat kegiatannya. Berbeda halnya dengan register, dialek dipandang sebagai bahasa yang digunakan oleh pemakainya, yaitu tergantung pada siapa pemakainya, dari mana pemakainya berasal, baik secara geografis dalam hal regional, atau secara sosial dalam kaitannya dengan dialek sosial. Jadi, intinya register menyatakan hal yang berbeda, sedangkan dialek menyatakan hal yang sama dengan cara berbeda.

c. Variasi dari Segi Keformalan

  Berdasarkan tingkat keformalan, Martin Joss (via Chaer dkk, 2004: 70-72) membagi variasi bahasa atas lima macam gaya, yaitu gaya atau ragam beku(frozen), gaya atau ragam resmi (formal), gaya atau ragam usaha (konsultatif), gaya atau ragam santai (casual), dan gaya atau ragam akrab (intimate). Berikut ini penjelasan masing- masing ragam tersebut : 1) Ragam beku adalah variasi yang paling formal, yang digunakan dalam situasi- situasi khidmat, dan uacara resmi; 2) Ragam resmi atau keformalan adalah variasi bahasa yang digunakan dalam buku- buku pelajaran, rapat dinas, surat menyurat. Ragam resmi ini pada dasarnya sama dengan ragam bahasa baku atau standar yang hanya digunakan dalam situasi resmi, dan situasi yang tidak resmi;

  3) Ragam usaha adalah ragam yang paling oprasional. Wujud ragam ini berbeda antara ragam bahasa formal, ragam bahasa informal, ragam bahasa santai; 4) Ragam bahasa santai atau ragam bahasa kasual adalah variasai bahasa yang digunakan dalam situasi tidak resmi, misalnya pada saat berbincang-bincang dengan keluarga, atau sahabat karib;

  5) Ragam akrab atau ragam intim adalah variasi bahasa yang digunakan oleh para penutur yang hubungannya sudah akrab. Ragam ini ditandai dengan penggunaan bahasa yang tidak nlengkap, pendek-pendek, dan dengan artikulasi yang seringkali tidak jelas.

d. Variasi dari Segi Sarana

  Variasi dapat pula dilihat dari sagi atau jalur yang digunakan. Dalam hal ini dapat disebut adanya ragam bahasa lisan dan ragam tulis, atau juga ragam dalam berbahasa dengan menggunakan sarana atau alat tertentu misalnya dalam bertelepon mengirim pesan dalam media sosial.

  1) Ragam lisan, dalam penyampaian informasinya secara lisan dan dapat dibantu dengan nada suara, gerak-gerik tangan, gelengan kepala, dan sejumlah gejala- gajala fisik lainnya;

  2) Ragam tulis, dalam bahasa ini bertujuan menaruh perhatian agar kalimat-kalimat yang disusun dapat dipahami oleh pembaca dengan baik.

  Dari penjelasan di atas peneliti menyimpulkan bahwa variasi bahasa yang digunakan dalam penelitian ini yaitu variasi bahasa dari segi pemakaian dalam bidang tata boga yang berupa istilah-istilah khusus. Dikatakan demikian karena variasi dari segi pemakaian berkenaan dengan bidang-bidang kegiatan salah satunya yaitu bidang tata boga.

C. Konsep Register 1. Pengertian Register

  Variasi bahasa biasanya dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu geografis yang menimbulkan dialek geografis, faktor sosial yang berhubungan dengan kelas sosial, status dan latar belakang pendidikan. Hal ini kemudian menimbulkan dialek sosial dan register (Sunahrowi, 2007: 6). Menurut Haliday dan Hassan (1992: 58) Register merupakan bahasa yang digunakan saat itu misalnya ditentukan oleh apa yang sedang dikerjakan (sifat kegiatan yang menggunakan bahasa). Selain itu, register menurut menurut Wardhaugh (2006: 52) register merupakan pemakaian kosakata khusus yang berkaitan dengan jenis pekerjaan dan kelompok sosial tertentu. Misalnya, pemakaian bahasa oleh bahasa pilot, manajer bank, penjual, penggemar musik jazz, perantara (makelar), dan lain-lain.

  Sebagai contoh register dalam bidang perdagangan menggunakan kata sayur, beli, satu ikat, masih segar, sepi, penglaris. Seorang penceramah agama seringkali menggunakan kata agama, hidayah, surga, dakwah, aqidah, solat. Seorang politikus menggunakan kata partai, parpol, rakyat, pejabat, pemerintahan. Seorang anggota kepolisian juga menggunakan istilah-istilah khusus misalkan, TKP, kuda besi. Seorang juru masak juga menggunakan istilah-istilah khusus misalnya sangrai, margarin, mayones, dan lain sebagainya. Selain itu menurut Purnanto (dalam Damastuti, 2012: 4) Register merupakan variasi bahasa yang disebabkan oleh adanya sifat-sifat khas keperluan pemakainya. Sejalan dengan yang dikemukakan oleh kedua pakar, Chaer dan agustina (2004: 69) juga mengemukakan bahwa register berkenaan dengan masalah bahasa itu digunakan untuk kegiatan apa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa register adalah ragam bahasa berdasarkan pemakaian yang berkaitan erat dengan bidang-bidang tertentu, yang biasanya ditandai dengan istilah khusus.

2. Penggolongan Register

  Register dapat dikategorikan dari sesuatu yang erat dan terbatas sampai sesuatu yang dapat dikatakan bebas dan terbuka. Menurut Halliday register memiliki dua variasi (Halliday dan Hassan, 1992: 53).

  a. Register Selingkung Terbatas

  Register selingkung terbatas merupakan register yang jumlah maknanya kecil dan terbatas. Register ini merupakan register yang tidak mempunyai tempat untuk individualitas dan kreativitas karena maknanya yang terbatas serta digunakan untuk kalangan tertentu misalnya digunakan oleh orang-orang yang terlibat perang dunia yang mengirimkan pesan dalam jumlah kata yang terbatas sehingga ditransmisikan dengan kode angka, namun dapat juga di temui dalam kehidupan sehari-hari misalkan bahasa penerbangan yang harus dipelajari oleh awak pesawat (Halliday dan Hassan

  , 1992: 53-54).

  b. Register Lebih Terbuka

  Register ini memiliki makna yang lebih terbuka, yakni bahasa yang digunakan dalam dokumen-dokumen kecil seperti tiket, kartu ucapan, resep makanan, petunjuk teknis, dokumen hukum, jual-beli di pasar, serta bahasa komunikasi dokter dengan pasien. Variasi register ini dapat kita jumpai pula pada cara seseorang bercakap-cakap, yaitu bentuk wacana yang digunakan dalam berinteraksi dengan orang lain, yakni register terbuka dalam cerita tidak resmi dan percakapan spontan (Halliday, 1992: 54- 55).

  Dari penjelasan di atas peneliti menyimpulkan bahwa register adalah ragam bahasa berdasarkan pemakaian yang berkaitan dengan bidang-bidang kegiatan yang ditandai dengan istilah-istilah khusus. Register tersebut ditandai dengan adanya istilah-istilah khusus yang bergantung pada bidang tertentu. Misalnya register dibidang perdagangan dijumpai istilah sayur, ikat, bungkus. Register bidang kepolisian dijumpai istilah-istilah khusus seperti TKP, 86, dan kuda besi, dan register bidang tata boga dijumpai istilah-istilah khusus seperti spuit, kulit tortila, disangrai, muffin , crumble dan lainnya.

3. Pemanfaatan Register Bidang Tata Boga dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Kejuruan.

  Pemanfaatan Register bidang tata boga dalam pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Kejuruan berkaitan dengan kurikulum. Kurikulum merupakan perencanaan pembelajaran yang menyeluruh yang mencakup kegiatan dan pengalaman yang perlu disediakan dan memberikan kesempatan secara luas kepada peserta didik untuk belajar. Kurikulum adalah niat dan rencana, prosisi belajar mengajar adalah pelaksanaannya (Sudjana, 2008: 02) Pembelajaran di sekolah berpedoman pada kurikulum yang ditetapkan. Pemanfaatan register bidang tata boga juga sesuai dengan kurikulum yang diterapkan disekolah. Dengan adanya kurikulum maka akan tersedia kesempatan dan kemungkinan terselenggaranya proses belajar mengajar (Hamalik, dalam Bintari: 2014).

  Kurikulum 2013 merupakan pengembangan dari kurikulum tingkat satuan pendidikan. Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan efektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia. Kurikulum 2013 telah memenuhi dua dimensi kurikulum yaitu rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran (Bintari, Sudiana dan Putrayasa, 2014:5). Terkait dengan penelitian ini yaitu tentang bahan pelajaran. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Bahan ajar memungkinkan peserta didik dapat mempelajari suatu mata pelajaran secara runtut dan sistematis sehingga secara akumulatif mampu menguasai semua kompetensi yang diharapkan secara utuh dan terpadu.

  Pembelajaran Bahasa Indonesia tahun pelajaran 2013/2014, khususnya pada jenjang Sekolah Menengah Kejuruan telah menggunakan kurikulum 2013. Menurut kurikulum 2013, pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk menerapkan pembelajaran berbasis teks. Pembelajaran berbasis teks adalah pembelajaran yang menjadikan teks sebagai dasar, asas, pangkal, dan tumpuan. Teks adalah ungkapan pikiran manusia yang lengkap yang didalamnya ada situasi dan konteksnya. Teks dibentuk oleh situasi penggunaan bahasa di dalamnya ada register atau ragam bahasa yang melatarbelakangi lahirnya teks tersebut (Sufanti, 2013: 38)

  Salah satu bentuk satuan pendidikan yaitu SMK. SMK adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai bagian dari Sistem Pendidikan Nasional, SMK merupakan pendidikan lebih mengutamakan pengembangan kemampuan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu, kemampuan beradaptasi di lingkungan kerja, melihat peluang kerja dan mengembangkan diri di kemudian hari. Dengan demikian, SMK berperan dalam menyiapkan peserta didik agar siap bekerja, baik bekerja sama secara mandiri maupun lowongan pekerjaan yang ada (Premono,2010: 51)

  Pada SMK terdapat berbagai program keahlian, salah satunya yaitu program keahlian tata boga. Dengan mengetahui istilah khusus yang terdapat dalam majalah atau pun media lainnya, dapat mempermudah guru bahasa Indonesia untuk menggunakannya sebagai bahan ajar agar lebih kreatif dan inovatif karena bahan ajar tidak semata hanya terpanjang dengan buku saja melainkan bisa menggunakan bahan ajar yang bersumber dari jurnal ilmiah, televisi, maupun tabloid dan majalah. Hal ini sejalan dengan pendapat Setiyani (2010: 118) yang berpendapat bahwa guru perlu menggunakan bahan ajar yang lebih kreatif dan inovatif. Dapat diasumsikan bahwa register tata boga dan teksnya dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran khususnya mata pelajaran Bahasa Indonseia pada program Tata Boga, dengan teks yang sesuai seperti teks eksposisi.

D. Bentuk Unsur Kebahasaan

  Register merupakan pemakaian bahasa pada bidang tertentu yang bersifat khusus. Adapun kekhususan tersebut tampak pada penggunaan istilah. Oleh karena itu, sebelum mengkaji berbagai macam pembentukan register perlu kiranya memaparkan tentang definisi istilah dalam bahasa Indonesia. Istilah menurut Kridalaksana (2011:97) merupakan kata atau gabungan kata yang dengan cermat mengungkapkan konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam bidang tertentu.

  Proses pembentukan istilah tidak lepas dari proses pembentukan morfologis. Morfologi merupakan bagian dari ilmu bahasa yang mempelajari seluk beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bantuk terhadap golongan dan arti kata (Ramlan,2012: 05). Menurut Ramlan (2012: 28) istilah terdapat bentuk tunggal dan bentuk kompleks. Satuan bentuk tunggal adalah satuan gramatik yang terdiri dari satuan yang tidak lebih kecil lagi, sedangkan bentuk kompleks merupakan satuan gramatikal yang mengalami proses morfologis. Proses morfologis adalah proses pembentukan kata-kata dari satuan lain yang merupakan bentuk dasarnya. Proses morfologis tersebut adalah pembubuhan afiks, pengulangan, dan pemajemukan (Ramlan, 2012: 55).

  1. Bentuk Tunggal

  Ramlan (2012: 28) mendefinisikan bentuk tunggal sebagai satuan gramatik yang tidak terdiri dari satuan yang lebih kecil lagi. Berbeda dengan bentuk kompleks yang merupakan bentuk kata setelah mengalami berbagai macam proses morfologi, baik afiksasi, reduplikasi, pemajemukan, dan sebagainya. Sementara itu, dalam buku

  

Pedoman Umum Pembentukan Istilah (Depdikbud, 2005: 23) bentuk dasar dipilih dari

  kelas utama, yaitu nomina, verba, adjektiva, dan numeralia. Contoh bentuk tunggal adalah kata sepeda, sapu, dan tulis. Dari ketiga bentuk tunggal di atas dapat dibandingkan dengan kata bersepeda, menyapu, dan menulis yang merupakan bentuk turunan setelah melalui afiksasi. Dengan demikian, jelas bahwa bentuk tunggal berbeda dengan bentuk turunan, baik dilihat dari bentuk, makna, serta kedudukannya dalam kelas kata. Berdasarkan pemaparan dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa bantuk tunggal merupakan satuan gramatik yang tidak mengalami proses morfologis atau dapat bardiri sendiri.

  2. Bentuk Kompleks

  Bentuk kompleks merupakan satuan gramatik yang terdiri dari satuan-satuan yang lebih kecil lagi (Ramlan, 2012: 28). Sataun yang lebih kecil lagi merupakan bentuk kata setelah mengalami berbagai macam proses morfologi, baik afiksasi, reduplikasi dan pemajemukan. Menurut Kridalaksana bentuk kompleks disebut dengan bentuk turunan, yang berarti yang berasal daribentuk asal setelah mengalami berbagai proses. Proses yang dimaksud adalah proses morfologis, yaitu proses yang mengubah leksem menjadi kata (Kridalaksana, 2011: 34). Dalam hal ini leksem merupakan input, dan kata merupakan output. Adapun bentuk kompleks yang akan dibahas dalam kajian ini yaitu afiksasi, reduplikasi, dan pemajemukan.

a. Afiksasi

  Afiks (Ramlan, 2012: 57) ialah suatu satuan gramatik yang terikat di dalam suatu kata merupakan unsur yang bukan kata, yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk kata atau pokok kata baru. Afiksasi menurut Ramlan (2012: 56) menyebutkan bahwa afiksasi merupakan proses pembubuhan afiks pada sesuatu satuan, baik satuan itu berupa bentuk tunggal maupun bentuk kompleks, untuk membentuk kata. Disisi lain Afiksasi (Kridalaksana, 2007: 28) adalah proses yang mengubah leksem menjadi kata kompleks. Adapun Jenis-jenis afiks oleh Kridalaksana (2007: 28-31) dibagi ke dalam tujuh jenis, yaitu prefiks, infiks, sufiks, simulfiks, konfiks, superfiks, dan kombinasiafiks. Prefiks merupakan afiks yang diletakkan di muka dasar, contoh: me-, di-,ber-, ke-, ter-, pe-, per, dan se.

  

Infiks adalah afiks yang diletakkan di dalam dasar,contoh: -el, -er, -em, dan -in-.

  Sufiks adalah afiks yang diletakkan di belakang dasar, contoh: -an, -kan, dan –i. Simulfiks yaitu afiks yang dimanifestasikan dengan ciri-ciri segmental yang dileburkan pada dasar, contoh: kopi

  • – ngopi, soto– nyoto, sate – nyate. Konfiks, yaitu

  afiks yang terdiri dari dua unsur, satu dimuka bentuk dan satu di belakang bentuk dasar; dan berfungsi sebagai satu morfem terbagi, contoh dalam bahasa Indonesia konfiks ke-an, pe-an, per-an, dan ber-an. Superfiks disebut juga afiks yang dimanifestasikan dengan ciri-ciri suprasegmental atau berhubungan dengan morfem suprasegmental. Afiks ini tidak ada dalam bahasa Indonesia. Contoh dalam bahasa Jawa, kata suwé

  „lama‟ dan suwĭ „lama sekali‟. Kombinasi afiks merupakan kombinasi dari dua afiks atau lebih yang bergabung dengan dasar, contoh dalam bahasa Indonesia kombinasi afiks yang lazim ialah me-kan, me-i, memper-kan, memper-i, ber-kan, ter-kan,per-kan, pe-an, dan se-nya .

b. Reduplikasi

  Proses pengulangan atau reduplikasi (Ramlan, 2012: 65) ialah pengulangan satuan gramatik, baik seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem, maupun tidak. Adapun hasil dari proses ini disebut dengan kata ulang, sedangkan satuan yang menjadi dasar pembentukan kata ini disebut bentuk dasar. Untuk menentukan bentuk dasar bagi kata ulang, Ramlan (2012: 65-67) menjelaskan ada dua cara, yaitu 1) pengulangan pada umumnya tidak mengubah golongan kata, 2) bentuk dasar selalu berupa satuan yang terdapat dalam penggunaan. Berdasarkan cara mengulang bentuk dasarnya, pengulangan dapat di golongkan menjadi empat golongan (Ramlan, 1987: 69-75). Pertama, pengulangan seluruhnya, ialah pengulangan seluruh bentuk dasar, tanpa perubahan fonem dan tidak berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks. Misalnya: sepeda-sepeda, buku-buku, sekali-sekali, dan sebagainya. Kedua, pengulangan sebagian, ialah pengulangan sebagian dari bentuk dasarnya. Disini bentuk dasar tidak diulang seluruhnya. Hampir semua bentuk pengulangan golongan ini berupa bentuk kompleks, akan tetapi ada yang berbentuk tunggal seperti kata lelaki dari bentuk dasar laki, tetamu dari bentuk dasar tamu, dan sebagainya. Adapun untuk bentuk dasar berupa kompleks seperti kata mengambil-

  

ambil, meloncat-loncat . Ketiga, pengulangan yang berkombinasi dengan proses

  pembubuhan afiks, yaitu bentuk dasar diulang seluruhnya dan berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks, maksudnya pengulangan itu terjadi bersama-sama pula mendukung satu fungsi. Misalnya, pada kata anak menjadi anak-anakan dan pada kata rumah menjadi rumah-rumahan. Keempat, pengulangan dengan perubahan fonem, dalam bahasa Indonesia, kata ulang dengan perubahan fonem ini cukup sedikit. Contoh: Kata bolak-balik → kata dasar balik → dari /a/ menjadi /o/ dan /i/menjadi /a/. Kata robak-robek → kata dasar robek → dari /e/ menjadi /a/ dan /e/menjadi /e/.

c. Pemajemukan

  Pemajemukan adalah proses penggabungan dua kata atau lebih yang membentuk kata baru dan makna baru. Hasil dari pemajemukan ini disebut dengan kata majemuk. Ramlan (2012: 77) mendefinisikan kata majemuk sebagai kata yang terdiri dari dua kata sebagai unsurnya. Di samping itu, ada juga kata majemuk yang terdiri dari satu kata dan satu pokok kata sebagai unsurnya seperti kata daya tahan dan

  

kamar tunggu , akan tetapi ada pula yang terdiri dari pokok kata semua, misalnya kata

lomba lari dan simpan pinjam. Menurut Pedoman Umum Pembentukan Istilah

  (Depdiknas, 2010: 86) istilah bentuk majemuk atau kompositum merupakan hasil penggabungan dua bentuk atau lebih yang menjadi satuan leksikal baru. Kata majemuk memiliki ciri dalam satuan unsurnya, yakni salah satu atau semua unsurnya berupa pokok kata dan unsurnya tidak dapat dipisahkan atau tidak dapat berubah strukturnya. Misalnya, kata “rumah sakit”, rumah sakit terdiri dari dua unsur kata, yakni kata “rumah” dan “sakit”, kedua unsur kata tersebut tidak dapat dipisahkan atau diubah strukturnya (Ramlan, 2012: 20).

E. Makna

  Cabang ilmu linguistik yang mempelajari tentang makna atau arti dalam bahasa adalah semantik (Chaer, 2013: 2). Dalam analisis semantik, bahasa digunakan sebagai objek penelitian karena bahasa tersebut bersifat unik dan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan budaya masyarakat pemakainya, sehingga bahasa hanya berlaku pada bahasa itu saja (Chaer, 2013: 4). Studi semantik yang menyebutkan satuan bahasa adalah leksem. Leksem merupakan istilah kata yang lazim digunakan dalam studi morfologi, sintaksis dan sebagai satuan gramatikal bebas terkecil. Kumpulan dari leksem suatu bahasa disebut leksikon (Chaer, 2013: 8). Menurut de Saussure (via Chaer, 2013: 29) setiap tanda linguistik terdiri dari dua unsur, yaitu 1) signified yakni konsep atau makna dari sesuatu tanda bunyi 2) signifier yakni bunyi yang terbentuk dari fonem bahasa yang bersangkutan. Studi semantik yang menyebutkan satuan bahasa adalah leksem. Makna yang sudah tetap dan pasti merupakan makna istilah. Makna istilah memiliki makna yang tetap dan pasti. Ketetapan dan kepastian makna istilah itu kerena istilah itu hanya digunakan dalam bidang kegiatan atau keilmuan tertentu. Jadi, tanpa konteks kalimatnya makna istilah sudah pasti. Misalkan, kata “tahanan” masih bersifat umum, namun dalam istilah bidang hukum k ata “tahanan” sudah pasti maknanya sebagai orang yang ditahan sehubungan dengan perkara (Chaer, 2013: 70). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa makna pada suatu bidang tertentu memiliki makna yang tetap dan pasti apabila tergantung pada situasi dan konteks yang menyertai istilah tersebut di dalam suatu lingkungannya.

F. Karakteristik Tata Boga

  Menurut Kamus besar Bahasa Indonesia (2008: 1636) tata boga adalah teknik meramu, mangolah dan menyediakan serta menghidangkan makanan dan minuman.

  Menurut Ulfah ( 2013) Tata boga adalah pengetahuan di bidang boga (seni mengolah masakan) yang mencakup ruang lingkup makanan, mulai dari persiapan pengolahan sampai dengan menghidangkan makanan itu sendiri yang bersifat tradisional maupun internasional. Selain itu menurut Setiawan (dalam Ulfah: 2013) tata boga ,merupakan kegiatan yang berkaitan dengan cara masak memasak cara penyajiannya, serta pemahaman yang komperhensif mengenai kandungan gizi/nutrisi yang ada pada setiap masakan. Dari pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa tata boga adalah cara masak-memasak dengan mencakup persiapan hingga menghidangkan suatu makanan.

  Sejalan dengan pendapat para ahli diatas, tata boga tidak hanya pengetahuan mengenai cara memasak saja, melainkan pengetahuan dari awal hingga akhir memasak, sehingga tata boga mencakup pengetahuan menganai alat yang digunakan, bahan yang dibutuhkan, cara memasak, hingga mengetahui nama dari masakan maupun makan yang dibuat. Dengan demikian, berdasarkan pemahaman mengenai pengertian tata boga dalam penelitian ini terdapat karakteristik register berdasarkan empat hal yaitu, (1) register berdasarkan alat yang digunakan, (2) register berdasarkan bahan yang dibutuhkan, (3) register berdasarkan cara membuat makana (4) register berdasarkan nama makanan.

G. Tabloid Saji

  Tabloid menurut Depdiknas (2008:1581) adalah surat kabar ukuran kecil (setengah dari ukuran surat kabar biasa) yang banyak memuat berita secara singkat, padat, dan bergambar, mudah dibaca umum; surat kabar sensasi; surat kabar kuning; tulisan dalam bentuk ringkas dan padat (tentang kritik paparan, dan sebagainya). Tabloid juga dapat diartikan sebagai barang cetakan yang bentuknya setengah dari surat kabar harian dan umumnya full color. Tabloid adalah istilah suatu format dari surat kabar, dengan waktu penerbitan non harian, bisa mingguan atau dwimingguan. Tabloid memiliki ukuran, bahan, ketebalan bentuk yang menyerupai surat kabar, hanya saja umumnya disajikan full color. Gaya desain maupun gaya penulisan dari tabloid tidak seformal surat kabar. Sirkulasi tabloid tidak secepat surat kabar yang terbit harian, sehingga berita yang ditampilkan bisa lebih personal dan mendetail dan disajikan dengan gaya jurnalistik yang khas.

  Saji adalah sebuahliner yang paling lengkap yang menyajikan berita

  terkini seputarresep makanan dengan olahan bahan olahan makanan yang beraneka macam. Tidak hanya itu dalam tabloid Saji menyajikan artikel mengenai peluang usaha di bidang tata boga, modifikasi masakan tradisional maupun internasional, serta tips-tips seputar masakan baik dalam pemilihan dan penggunaan alat yang sesuai, bahan yang dibutuhkan, maupun cara pengolahan makanan yang benar. Tabloid Saji pertama kali terbit pada tahunditerbitkan oleh PT Gramedia Majalah di Jakarta. Tabloid Saji diterbitkan setiap haridan tersebar di berbagai wilayah indonesia, seperti pulau Jawa, Bali, NTB, dan NTT. Jangkauan yang luas membuat tabloid ini lebih mudah dijumpai diberbagai wilayah, termasuk wilayah Purwokerto, Jawa Tengah.

H. Topik Pembelajaran di SMK Kelas X yang Dapat Diimplikasikan Kedalam Register Bidang Tata Boga

  Topik pembelajaran di SMK Kelas X yang dapat diimplikasikan kedalam register bidang tata boga yaitu menggunakan teks eksposisi. Teks eksposisi dalam penelitian ini digunakan sebagai implikasi hasil penelitian dalam pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Kejuruan khususnya pada program keahlian tata boga di kelas X. Hasil penelitian dapat dijadikan bahan ajar dalam pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya pada saat memproduksi teks eksposisi.

1. Pengertian Teks Eksposisi

  Hakikat teks eksposisi terletak pada opini dan argumen penulis. Teks eksposisi biasanya memuat isu atau persoalan tentang topik tertentu dan pernyataan yang menujukkan posisi penulis dalam menanggapi isu persoalan tersebut (Yustinah, 2014: 37). Selain itu menurut Kosasih (2014: 25) eksposisi merupakan karangan yang menyampaikan argumentasi dengan tujuan untuk meyakinkan orang lain . Teks eksposisi mengemukakan suatu persoalan tertentu berdasarkan sudut pandang penulisnya. Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa teks eksposisi yaitu teks yang memaparkan sejumlah pengetahuan atau informasi dalam menanggapi suatu isu atau permasalahan untuk meyakinkan pembaca mengenai opini yang disampaikan penulis.

  2. Struktur Teks Eksposisi

  Menurut Kosasih (2014: 24) Teks eksposisi dibentuk oleh tiga bagian, yakni sebagai berikut.

  a. Tesis bagian yang memeperkenalkan persoalan, isu atau pendapat umum yang merangkum keseluruhan isi tulisan. Pendapat tersebut biasanya sudah mejadi kebenaran umum yang tidak terbantahkan lagi.

  b. Rangkaian argumen, yang berisi sejumlah pendapat dan fakta-fakta yang mendukung tesis.

  c. Kesimpulan, yang berisi penegasan kembali tesis yang diungkapkan pada bagian awal.

  Bentuk teks eksposisi meliputi berita, resep, artikel, laporan maupun buku pelajaran. Meksipun tiap bentuk teks eksposisi tesebut memiliki struktur yang berbeda, namun secara umum memiliki kesamaan dalam kata-kata yang digunakan, yaitu menggunkan kata-kata yang lugas. Maksudnya bermakna apa adanya, tidak mengandung kata kias atau penambahan arti dari maksud tertentu.

  3. Ciri Kebahasaan Teks Eksposisi

  Ciri kebahasaan teks eksposisi menurut Kosasih (2014: 25) yaitu, banyak menggunakan pernyataan-pernyataan persuasif, banyak menggunakan pernyataan yang menyatakan fakta untuk mendukung membuktikan kebenaran argumentasi penulis/penuturnya, banyak menggunakan konjungsi, selian itu banyak menggunakan istilah, dan menggunakan bahasa baku. Akhir teks berupa penegasan: bagian akhir dari teks eksposisi berupa penguatan kembali atau penegasan terhadap pendapat yang telah ditunjang oleh fakta-fakta.

I. Kerangka Berpikir

  Bahasa Variasi Bahasa

  Segi

  Segi Segi Segi

  Pemakaian

  Penutur Keformalan Sarana Register

  Register Register Register

  Register berdasarkan berdasarkan berdasarkan berdasarkan alat yang bahan yang cara membuat nama makanan digunakan dibutuhkan makanan

  Tabloid Saji Edisi Bentuk

  Makna Januari - Februari

  2017 Implikasi dalam Pembelajaran Bahasa

  Indonesia di Sekolah Menengah Kejuruan Kelas X