PENGARUH INISIASI MENYUSUI DINI (IMD) DENGAN PERUBAHAN SUHU TUBUH NEONATORUM PADA IBU YANG DILAKUKAN SECTIO CAESAREA DI RSI KENDAL - Repository Universitas Muhammadiyah Semarang
PENGARUH INISIASI MENYUSUI DINI (IMD) DENGAN PERUBAHAN SUHU TUBUH NEONATORUM PADA IBU YANG DILAKUKAN SECTIO CAESAREA
Manuscript Oleh: Dewi Masita Sari NIM: G2A216105 PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2018
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Manuskrip dengan judul
PENGARUH INISIASI MENYUSUI DINI (IMD) DENGAN PERUBAHAN
SUHU TUBUH NEONATORUM PADA IBU YANG DILAKUKAN
SECTIO CAESAREA
Telah diperiksa dan disetujui untuk dipublikasikan
Semarang, 05 Maret 2018
Pembimbing I
Dr. Sri Rejeki, S.Kp.,M.Kep.,Sp.Mat
Pembimbing II
Ns. Nikmatul Khayati., M.Kep
PENGARUH INISIASI MENYUSUI DINI (IMD) DENGAN PERUBAHAN SUHU
TUBUH NEONATORUM PADA IBU YANG DILAKUKAN
SECTIO CAESAREA
1 ABSTRAK
2 3 1)
Dewi Masita Sari , Sri Rejeki Nikmatul Khayati
2) Mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan Fikkes UNIMUS, [email protected] 3) Dosen Keperawatan Fikkes UNIMUS, [email protected] Dosen Keperawatan Fikkes UNIMUS, [email protected]
Latar Belakang : Bayi baru lahir kehilangan panas tubuh empat kali lebih besar dari pada orang dewasa,
kemampuan yang belum sempurna dalam memproduksi panas inilah yang menyebabkan bayi berisiko tinggi
mengalami hipotermi. Penanganan hipotermi dilakukan dengan melakukan kontak skin to skin antara ibu dan
bayi dalam 1 jam pertama kelahiran.
Tujuan penelitian : Mengetahui pengaruh Inisiasi Menyusui Dini dengan perubahan suhu tubuh neonatorum.
Metode Penelitian : Jenis penelitian quasi experiment dengan rancangan pretest-posttest nonequivalent control
group design . Sampel dengan teknik purposive sampling sebanyak 26 neonatorum.
Hasil Penelitian : Rata-rata suhu tubuh bayi sebelum dilakukan Inisiasi Menyusui Dini pada kelompok
o o intervensi sebesar 36,2 C dan setelah dilakukan Inisiasi Menyusui Dini sebesar 36,9C. Sedangkan pada o
kelompok kontrol, rata-rata suhu tubuh bayi sebelum dilakukan Inisiasi Menyusui Dini sebesar 36,3 C dan
o setelah dilakukan Inisiasi Menyusui Dini sebesar 36,7C.
Simpulan: Ada pengaruh pemberian Inisiasi Menyusui Dini dengan perubahan suhu tubuh neonatorum dengan
p value 0,000 < α 0,05. Pelaksanaan IMD pada kelompok intervensi membuktikan adanya perubahan suhu tubuh
bayi semakin meningkat.
Saran : Diharapkan perawat dapat melaksanakan IMD lebih lama, tidak hanya di Recovery Room namun
dilanjutkan kontak skin to skin di ruang rawat inap sampai dengan 2 jam pertama agar suhu bayi stabil.Kata kunci: Inisiasi Menyusui Dini, Suhu Tubuh Neonatorum
ABSTRACT
Background:The risk of hypothermia in neonates is four times higher than adult. It is possible since neonates’
body cannot perform the proper body heat production yet. The solution of hypothermia is by skin to skin contact
with the mother for the first an hour after the delivery process .
to find out the influence of early breastfeeding initiation toward body temperature change. It was quasi
experimental research with pretest-posttest nonequivalent control group design.. Research Method: It was quasi experimental research with pretest-posttest nonequivalent control group design.
The neonates at recovery room of Kendal Islamic Hospital were the population of the research. For the sample,
26 neonates were taken as sample using purposive sampling.
Results: The average body temperature before early breast feeding initiation in intervention group was 36.2°C
and after the initiation was 36.9°C. Meanwhile in control group, the average body temperature before the
initiation was 36.3°C and 36.7°C after the initiation.
Conclusion: There was influence of early breast feeding initiation toward neonatal body temperature change
with p value 0.000 < α 0.05. The early breastfeeding initiation in intervention group was proven to be significant in improving body temperature of neonates.
Suggestion: It is expected for the nurse to allow the longer early breastfeeding initiation, not only in the
recovery room but also in the inpatient room for the first two hours to stabilize the body temperature of
neonates.Keywords : Early Breastfeeding Initiation, Body Temperature of Neonates
PENDAHULUAN
Salah satu tujuan Pembangunan
Millenium Development Goal’s (MDGs) adalah menurunkan Angka
Kematian Bayi (AKG) sebesar 2/3 hingga tahun 2015. Menurut RISKESDAS (2007), penyebab kematian neonatal 0-6 hari adalah gangguan pernafasan (37%), prematuritas (34%), sepsis (12%),
hipotermia (7%), ikterus (6%) dan kelainan congenital (1%). Program Inisiasi Menyusui Dini (IMD)
merupakan langkah penting untuk mencegah kematian bayi di masa awal kehidupannya melalui pemberian ASI di dua jam pertama kehidupan bayi. Inisiasi Menyusui Dini (IMD) yaitu upaya menyusu satu jam pertama kehidupan yang diawali dengan kontak kulit antara ibu dan bayi. Inisiasi Menyusui Dini (IMD) adalah proses bayi menyusu segera setelah dilahirkan dengan air susu ibunya sendiri dalam satu jam pertama kelahiran. Upaya tersebut dilakukan oleh bayi setelah dipotong tali pusatnya, bayi merangkak bergerak ke arah payudara, menemukan menjilat dan mengulum puting, membuka mulut dengan lebar dan melekat dengan baik. Kulit dada ibu yang melahirkan 1 Celcius lebih panas dari ibu yang tidak melahirkan. Dada ibu menghangatkan bayi dengan tepat selama merangkak mencari payudara. Tenaga kesehatan dapat menganjurkan ibu untuk melakukan IMD dengan mengetahui manfaat IMD terhadap perubahan suhu tubuh bayi baru lahir agar suhu tubuh bayi baru lahir terkontrol dalam batas normal sehingga mencegah terjadinya hipotermi (Roesli, 2012). Salah satu penanganan hipotermi adalah dengan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Yohmi (2010) menyatakan bahwa manfaat inisiasi menyusu dini bahwa dada ibu akan menghangatkan bayi dengan tepat. Kulit ibu akan menyesuaikan suhunya dengan kebutuhan bayi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dr.Niels Bergman dari Afrika Selatan membuktikan bahwa dada ibu yang melahirkan satu derajat lebih panas dari ibu yang tidak melahirkan. Jika bayinya kedinginan, suhu kulit ibu otomatis naik dua derajad untuk menghangatkan bayi. Jika bayi kepanasan, suhu kulit ibu otomatis turun satu derajat untuk mendinginkan bayinya (Roesli, 2012). Pada keadaan normal, suhu tubuh bayi lahir mempunyai nilai variasi normal tergantung waktu pengukuran. Suhu tertinggi didapat saat sore menjelang malam hari antara pukul 17.00-19.00 WIB dan suhu terendah didapat saat tengah malam menjelang subuh antara pukul 02.00-06.00 WIB (Wiwik, 2010). Bayi menjalani berbagai perubahan biologis selama jam dan hari pertama setelah lahir. Walaupun kebanyakan bayi dapat menjalani penyesuaian yang dibutuhkan untuk hidup diluar rahim, tanpa banyak kesulitan, tetapi kesehatannya tergantung pada perawatan yang diterimanya (Jensen, 2012). Bayi baru lahir kehilangan panas empat kali lebih besar dari pada orang dewasa, sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan suhu. Pada 30 menit pertama bayi dapat mengalami penurunan suhu 3-4 C. Pada ruangan dengan suhu 20-25 C suhu kulit bayi turun sekitar 0,3 C per menit. Penurunan suhu diakibatkan oleh kehilangan panas secara konduksi, konveksi, evaporasi dan radiasi. Kemampuan bayi yang belum sempurna dalam memproduksi panas maka bayi sangat rentan untuk mengalami hipotermi (Wardani, L. 2009). Suhu bayi yang rendah mengakibatkan proses metabolik dan fisiologi melambat. Kecepatan pernafasan dan denyut jantung sangat melambat, tekanan darah rendah dan kesadaran menghilang. Bila keadaan ini terus berlanjut dan tidak mendapatkan penanganan maka dapat menimbulkan kematian pada bayi baru lahir. Risiko kematian pada bayi baru lahir tinggi pada saat kelahiran dan semakin menurun pada hari dan minggu berikutnya. Sekitar 50% kematian bayi terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran dan sekitar 75% terjadi selama seminggu pertama kelahiran. Kematian bayi dikenal dengan fenomena 2/3, pertama fenomena 2/3 kematian bayi pada bulan pertama, 2/3 kematian bayi pada 1 minggu pertama dan 2/3 kematian bayi pada 24 jam pertama (WHO, 2011). Hipotermi cenderung terjadi pada masa transisi pada bayi baru lahir. Masa transisi bayi merupakan masa yang sangat kritis pada bayi dalam upaya untuk bertahan hidup. Bayi baru lahir harus beradaptasi dengan kehidupan di luar uterus yang suhunya jauh lebih dingin bila dibandingkan suhu di dalam uterus yang relatif lebih hangat sekitar 37
C. Suhu ruangan yang normalnya 25 C-27 C berarti ada penurunan sekitar 10 C. Kemampuan bayi baru lahir tidak stabil dalam mengendalikan suhu secara adekuat, bahkan jika bayi lahir saat cukup bulan dan sehat sehingga sangat rentan untuk kehilangan panas (WHO, 2013).
Peningkatan suhu tubuh inti 0,7 C/jam dengan rerata suhu rektal 36,3 C selama kontak kulit dengan kulit ibu dan bayi. Pengaturan suhu pada bayi baru lahir normal dapat dievaluasi melalui suhu permukaan dan suhu inti, biasanya di bawah kondisi standar karena bayi dipisahkan dari suhu lingkungan normalnya sendiri. Bila tidak dilakukan upaya untuk mempertahankan suhu yang hangat pada lingkungan maka dapat terjadi penurunan pada hari pertama terutama disebabkan pengaturan termoregulasi yang belum sempurna pada bayi baru lahir. Secara bertahap terjadi peningkatan metabolisme basal dan peningkatan kemampuan produksi panas selama hari pertama kelahiran (Fransson, 2013).
Hipotermi akibat pengeluaran panas secara berlebihan adalah masalah yang membahayakan hidup bayi baru lahir. Hipotermia menyebabkan terjadinya penyempitan pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya metabolis anaerobik, meningkatkan kebutuhan oksigen. Hipotermi juga dapat menyebabkan gangguan pembekuan darah sehingga meningkatkan pulmonal yang menyerupai hipotermi berat, mengakibatkan hipoksemia dan berlanjut dengan kematian (Saifudin, 2012). Asuhan essensial diperlukan pada bayi baru lahir agar dapat mencegah terjadinya komplikasi dan dapat menyelamatkan nyawa bayi seperti segera mengeringkan tubuh bayi baru lahir dan inisiasi menyusui dini sangat diperlukan untuk upaya bayi dapat bertahan hidup dan menunda semua asuhan lainnya minimal satu jam pertama kelahiran. Bayi hipotermi adalah bayi dengan suhu badan di bawah normal. Adapun suhu badan bayi dan neonatal adalah 36,5 C-37,5 C (suhu axila). Adapun gejala hipotermi, apabila suhu <36,5 C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi teraba dingin maka bayi sudah mengalami hipotermi sedang (suhu 32 C-36
C). Disebut hipotermi berat bila suhu <32 C. Pemerintah Indonesia mendukung kebijakan WHO dan UNICEF yang merekomendasikan Inisiasi Menyusui Dini (Sarwono, 2007).
Data dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh Rizki (2009) di Puskesmas Pandanaran Semarang diperoleh data 5 dari 8 orang ibu bersalin yang tidak melakukan Inisiasi Menyusui Dini, bayinya mengalami hipotermi dengan suhu 35 C sedangkan ibu bersalin yang melakukan Inisiasi Menyusui Dini bayinya tidak mengalami hipotermi dengan rata-rata suhu 36,5
C. Pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini sendiri pada tahun 2012 di Provinsi Jawa Tengah hanya dilakukan sebesar 67% pada bayi baru lahir dan terdapat kejadian hipotermi sebesar 44,5% (Dinkes Jateng, 2012).
Hasil studi pendahuluan di RSI Kendal menunjukkan bahwa semuabayi yang baru saja dilahirkan baik persalinan normal atau pun sectio caesarea (SC) langsung dihangatkan pada infant warmer, setelah suhu bayi stabil 36,5 C (suhu axilla) baru dilakukan IMD pada ibu. Hal ini terkadang membuat bayi menjadi kehilangan masa siaganya (alert) bahkan cenderung tidur. Sehingga saat dilakukan rawat gabung dengan ibu di ruang rawat inap, bayi menjadi sulit dan lama untuk berusaha mencari puting ibu sendiri. Sehingga sering kali dokter Sp.A memberikan advice untuk pindah ke ruang perinatalogi dengan malas minum dan hipotermi (35 C-36 C).
METODE
Penelitian ini menggunakan metode Quasi Eksperimental Design dengan bentuk Nonequivalent
Control Group Design . Populasi dalam penelitian ini adalah bayi baru lahir (neonatus) dan ibu
melahirkan secara sectio (SC) RSI Kendal sebanyak 140 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien bersalin dan bayinya di RSI Kendal sebanyak 26 pasien. Teknik sampling dalam penelitian ini adalah menggunakan purposive sampling. Alat pengumpulan data dalam penelitian ini m yaitu termometer digital dan lembar observasi. Analisis data menggnakan analisis univariat dan bivariat menggunakan uji Paired t test dan Independent-Samples t test.
HASIL Karakteristik Responden (Bayi) Usia Gestasi Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia Gestasi Kelompok Min Maks SD Mean Intervensi
36 39 1,109 37,31 Kontrol 36 40 1,235 37,23
Sumber : Data Primer, 2017 Berdasarkan tabel 1 Dapat dilihat bahwa rata-rata usia gestasi kelompok intervensi adalah 37,31 minggu dengan standart deviasi 1,109 dengan usia gestasi termuda 36 minggu dan tertua 39 minggu. Sedangkan rata-rata usia gestasi kelompok kontrol adalah 37,23 minggu dengan standart deviasi 1,235 dengan usia gestasi termuda 36 minggu dan tertua 39 minggu.
Jenis Kelamin
Tabel 2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Bayi
Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol Jenis Kelamin % n % n Laki-Laki 46,2 6 30,8
4 Perempuan 53,8 7 69,2
9 Jumlah 100,0 13 100,0
13 Sumber : Data Primer, 2017
Berdasarkan tabel 2 Menunjukkan bahwa sebagian besar sampel penelitian berjenis kelamin perempuan, yaitu sebanyak 7 bayi (53,8%) pada kelompok intervensi dan 9 bayi (69,2%) pada kelompok kontrol.
Berat Badan Lahir Bayi
Tabel 3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Berat Badan Lahir Bayi
Kelompok Min Maks SD Mean
Intervensi 2550 3350 273,217 2888,46 Kontrol 2500 3400 266,446 2884,62Sumber : Data Primer, 2017 Berdasarkan tabel 3 Dapat dilihat bahwa rata-rata berat badan lahir bayi kelompok intervensi adalah 2888,46 gram dengan standart deviasi 273,217 dengan berat badan lahir bayi terendah 2550 gram dan tertinggi 3350 gram. Sedangkan rata-rata berat badan lahir bayi kelompok kontrol adalah 2884,62 gram dengan standart deviasi 266,446 dengan dengan berat badan lahir bayi terendah 2500 gram dan tertinggi 3400 gram.
Karakteristik Ibu Post Partum Usia Ibu Tabel 4
Distribusi Frekuensi Usia Ibu Post Partum (dalam Tahun)
Kelompok Min Maks SD Mean Intervensi
20 36 4,446 28,54 Kontrol 22 42 5,939 28,46
Sumber : Data Primer, 2017
Berdasarkan tabel 4 Dapat dilihat bahwa rata-rata usia ibu post partum pada kelompok intervensi adalah 28,54 tahun dengan standart deviasi 4,446 dengan usia ibu termuda 20 tahun dan tertua 36 tahun. Sedangkan rata-rata usia ibu post partum pada kelompok kontrol adalah 28,46 tahun dengan standart deviasi 5,939 dengan usia ibu termuda 22 tahun dan tertua 42 tahun.
Pendidikan
Tabel 5
Distribusi Frekuensi Pendidikan Ibu Post Patum
Kelompok Kontrol Kelompok Intervensi Pendidikan % n % n Tamat SMA/Sederajat 38,5
5 30,8
4 Tamat Diploma 23,1 3 30,8
4 Tamat Sarjana 38,5 5 38,5
5 Jumlah 100,0 13 100,0
13 Sumber : Data Primer, 2017
Berdasarkan tabel 5 Menunjukkan bahwa sebagian besar ibu post partum berpendidikan terakhir Tamat SMA/Sederajat dan Tamat Sarjana, yaitu sebanyak 5 orang (38,5%) pada kelompok intervensi dan 5 orang (38,5%) Tamat Sarjana pada kelompok kontrol.
Pekerjaan
Tabel 6
Distribusi Frekuensi Pekerjaan Ibu Post Patum
Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol Pekerjaan % n % n
IRT 61,5 8 38,5
5 Swasta 23,1 3 30,8
4 PNS 15,4 2 30,8
4 Jumlah 100,0 13 100,0
13 Sumber : Data Primer, 2017
Berdasarkan tabel 6. Menunjukkan bahwa sebagian besar ibu post partum bekerjaan saat ini sebagai Ibu Rumah Tangga, yaitu sebanyak 8 orang (61,5%) pada kelompok intervensi dan 5 orang (38,5%) pada kelompok kontrol.
Paritas
Tabel 7
Distribusi Frekuensi Paritas Ibu Post Patum
Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol Paritas % n % n Paritas I 38,5 5 46,2
6 Paritas II 53,8 7 23,1
3 Paritas III 7,7 1 30,8
4 Total 100,0 13 100,0
13 Sumber : Data Primer, 2017
Berdasarkan Tabel 7 Dapat dilihat sebagian besar paritas ibu post partum pada kelompok intervensi adalah paritas II sebanyak 7 orang (53,8%), sedangkan pada kelompok kontrol adalah paritas I sebanyak 6 orang (46,2%).
Suhu Tubuh Bayi Sebelum dan Setelah Dilakukan Inisiasi Menyusui Dini pada Kelompok Intervensi Tabel 8 Suhu Tubuh Bayi Sebelum dan Sesudah Dilakukan Inisiasi Menyusui Dini pada ° Kelompok Intervensi (dalam C), Januari 2018 (n = 13) Kelompok Intervensi Min Max SD Mean
Sebelum Perlakuan 35,7 36,6 ,2743 36,223
Setelah Perlakuan 36,5 37,3 ,2750 36,931
Sumber : Data Primer, 2017 Berdasarkan tabel 8 Hasil data rata-rata suhu tubuh bayi sebelum dilakukan Inisiasi Menyusui Dini pada kelompok intervensi sebesar 36,223 C dengan standart deviasi 0,2743 dan setelah dilakukan Inisiasi Menyusui Dini pada kelompok intervensi sebesar 36,931 C dengan standart deviasi 0,2750.
Suhu Tubuh Bayi Sebelum dan Setelah Dilakukan Inisiasi Menyusui Dini pada Kelompok Kontrol
Tabel 9
Suhu Tubuh Bayi Sebelum dan Sesudah Dilakukan Inisiasi Menyusui Dini pada Kelompok
Kontrol (dalam
C), Januari 2018 (n = 13) Kelompok Kontrol Min Max SD Mean
Sebelum Perlakuan 35,8 36,7 ,3095 36,3
Setelah Perlakuan 36,2 37,1 ,2594 36,6
Sumber : Data Primer, 2017 Berdasarkan tabel 9 Hasil data rata-rata suhu tubuh bayi sebelum dilakukan Inisiasi Menyusui Dini pada kelompok kontrol sebesar 36,3 C dengan standart deviasi 0,3095 dan setelah dilakukan Inisiasi Menyusui Dini pada kelompok kontrol sebesar 36,6 C dengan standart deviasi 0,2594.
Perbedaan Suhu Tubuh Bayi Sebelum dan Setelah Dilakukan Inisiasi Menyusui Dini pada Kelompok Intervensi
Perbedaan suhu tubuh bayi sebelum dengan setelah dilakukan Inisiasi Menyusui Dini pada kelompok intervensi menggunakan uji statistik Paired-Samples t test melalui bantuan komputerisasi, terdapat data sebagai berikut:
Tabel 10
Perbedaan Suhu Tubuh Bayi Sebelum dengan Sesudah Dilakukan Inisiasi Menyusui Dini pada
Kelompok Intervensi, Januari 2018 (n = 13)
CI 95% Suhu Tubuh Bayi n Perbedaan Rerata ± S.D. ρ Lower Upper Post -Test : Pre -Test 13 0,7077 ± 0,1320 0,6279 0,7875 ,000 Kelompok Intervensi
Berdasarkan tabel 10 Didapatkan hasil peningkatan selisih rata-rata suhu tubuh bayi sebelum dengan sesudah diberikan Inisiasi Menyusui Dini pada kelompok intervensi sebesar 0,7 C, standar deviasi sebesar 0,1320 dengan nilai CI 95% (0,6279 sampai 0,7875). Hasil uji statistik Paired-Samples t test didapatkan p value sebesar 0,000 < α 0,05, maka Ha diterima. Artinya ada perbedaan yang signifikan suhu tubuh bayi sebelum dengan sesudah diberikan Inisiasi Menyusui Dini pada kelompok intervensi.
Perbedaan Suhu Tubuh Bayi Sebelum dengan Setelah Dilakukan Inisiasi Menyusui Dini pada
Kelompok KontrolPerbedaan suhu tubuh bayi sebelum dengan setelah dilakukan Inisiasi Menyusui Dini pada kelompok kontrol menggunakan uji statistik Paired-Samples t test melalui bantuan komputerisasi, terdapat data sebagai berikut:
Tabel 11
Perbedaan Suhu Tubuh Bayi Sebelum dengan Sesudah Dilakukan Inisiasi Menyusui Dini pada
Kelompok Kontrol, Januari 2018 (n = 13)
CI 95% Suhu Tubuh Bayi n Perbedaan Rerata ± S.D. ρ Lower Upper
Post -Test : Pre -Test 13 0,3615 ± 0,1193 0,2895 0,4336 ,000 Kelompok Kontrol
Berdasarkan tabel 11 Didapatkan hasil peningkatan selisih rata-rata suhu tubuh bayi sebelum dengan sesudah diberikan Inisiasi Menyusui Dini pada kelompok kontrol sebesar 0,3 C, standar deviasi sebesar 0,1193 dengan nilai CI 95% (0,2895 sampai 0,4336). Hasil uji statistik Paired-Samples t test didapatkan p value sebesar 0,000 < α 0,05, maka Ha diterima. Artinya ada perbedaan yang signifikan suhu tubuh bayi sebelum dengan sesudah diberikan Inisiasi Menyusui Dini pada kelompok kontrol.
Perbedaan Selisih Peningkatan Suhu Tubuh Bayi pada Kelompok Intervensi dengan Kelompok
KontrolPerbedaan selisih peningkatan secara signifikan rata-rata suhu tubuh bayi yang dilakukan Inisiasi Menyusui Dini pada kelompok intervensi dengan yang dilakukan Inisiasi Menyusui Dini pada kelompok kontrol, menggunakan uji statistik Independent-Samples t test melalui bantuan komputerisasi, terdapat data sebagai berikut:
Tabel 12
Selisih Peningkatan Suhu Tubuh Bayi pada Kelompok Intervensi dengan Kelompok Kontrol,
Januari 2018 (n = 13)
CI 95% Perbedaan n ρ Rerata. Lower Upper
Diberikan IMD
13 (kontrol)
Suhu Tubuh Bayi -0,3462 -0,4480 -0,2443 ,000
Diberikan IMD13 (intervensi)
Berdasarkan tabel 12 Didapatkan hasil perbedaan selisih rerata suhu tubuh bayi kelompok intervensi dengan kontrol sebesar -0,3 C dengan nilai CI 95% (-0,4480 sampai - 0,2443) dengan ρ value 0.000 < α (0.05), sehingga Ha diterima yang artinya “Ada Perbedaan Bermakna Selisih Rata-rata Suhu Tubuh Bayi yang dilakukan Inisiasi Menyusui Dini kelompok intervensi dengan kelompok kontrol
PEMBAHASAN Karakterisitk Responden
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bayi yang menjadi responden rata-rata berusia gestasi kelompok intervensi adalah 37,31 minggu. Sedangkan rata-rata usia gestasi kelompok kontrol adalah 37,23 minggu. Hal ini menunjukkan bahwa semua responden bayi masa gestasi cukup bulan (37-42 minggu), sesuai dengan kriteria sampel yang hanya mengambil bayi cukup bulan. Hal ini karena bayi cukup bulan dapat dilakukan rawat gabung bersama ibu dan dapat dilakukan prosedur IMD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar bayi pada penelitian ini berjenis kelamin perempuan baik pada kelompok intervensi dan pada kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa bayi baru lahir didominasi jenis kelamin perempuan. Jenis kelamin merupakan karakteristik bayi yang didasarkan atas perbedaan laki-laki dan perempuan. Belum ada penelitian yang menunjukkan adanya perbedaan penurunan suhu tubuh bayi setelah dilahirkan berdasarkan jenis kelamin, sehingga dapat dikatakan bahwa apapun jenis kelaminnya, baik laki-laki maupun perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk terjadi penurunan suhu tubuh setelah dilahirkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata berat badan lahir bayi kelompok intervensi adalah 2888,46 gram. Sedangkan rata-rata berat badan lahir bayi kelompok kontrol adalah 2884,62 gram. Hal ini menunjukkan bahwa semua bayi tidak mengalami BBLR. Sesuai dengan kriteria sampel penelitian yang hanya mengambil sampel bukan bayi BBLR, karena pada bayi BBLR tidak dapat dilakukan rawat gabung bersama ibu.
Sementara karakteristik ibu bayi rata-rata usia ibu post partum pada kelompok intervensi adalah 28,54 tahun. Sedangkan rata-rata usia ibu post partum pada kelompok kontrol adalah 28,46 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa usia ibu kategori usia produktif. Usia produktif diharapkan sudah cukup matang secara fisik, mental dan sosial yang seharusnya seseorang lebih mudah untuk menerima berbagai informasi yang dapat diperoleh melalui TV, radio, majalah, maupun petugas kesehatan terutama informasi tentang IMD. Sesuai dengan teori Notoatmodjo (2012) seseorang yang berumur produktif (muda) lebih mudah menerima pengetahuan dibandingkan seseorang yang berumur tidak produktif (lebih dewasa) karena orang dewasa telah memiliki pengalaman yang mempengaruhi pola pikir sehingga sulit diubah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ibu post partum berpendidikan terakhir tamat SMA/Sederajat dan tamat Sarjana pada kelompok intervensi dan tamat Sarjana pada kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden berpendidikan menengah ke atas.
Pendidikan menengah keatas diharapkan sudah memiliki kemampuan untuk merawat bayi. Pendidikan diartikan sebagai suatu usaha sendiri untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan adalah salah satu proses perubahan tingkah laku, merupakan bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan (Nursalam, 2008). Sutrisno (2012) menyatakan bahwa seseorang yang berpendidikan tinggi lebih baik keberhasilannya dibandingkan seseorang yang berpendidikan rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ibu post partum pekerjaan saat ini sebagai Ibu Rumah Tangga pada kelompok intervensi dan pada kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa responden dalam peneltiian ini didominasi ibu yang memiliki pekerjaan sebagai Ibu Rumah Tangga. Menurut teori Notoatmodjo (2010) pekerjaan merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan. Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung. Ibu yang bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga diharapkan mampu melakukan IMD.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar paritas ibu post partum pada kelompok intervensi adalah paritas II sedangkan pada kelompok kontrol adalah paritas I. Hal ini menunjukkan bahwa pada kelompok intervensi ibu lebih berpengalaman melakukan IMD dibandingkan ibu pada kelompok kontrol yang memiliki paritas I.
Perbedaan Suhu Tubuh Bayi Sebelum dengan Setelah Dilakukan Inisiasi Menyusui Dini pada Kelompok Intervensi
Rata-rata suhu tubuh bayi baru lahir sebelum pelaksanaan IMD pada kelompok intervensi sebesar 36,223 C dengan suhu tubuh bayi baru lahir setelah pelaksanaan IMD sebesar 36,931
C. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan suhu sebesar 0,7077 C yang menandakan adanya pengaruh IMD kelompok intervensi terhadap suhu tubuh bayi baru lahir. Uji statistik parametrik Paired-Samples t test dengan sistem komputerisasi didapatkan hasil yaitu nilai ρ value = 0,000. Dari hasil tersebut diketahui bahwa nilai ρ ≤ 0,05 yang menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara rata-rata suhu bayi baru lahir sebelum dengan sesudah pelaksanaan inisiasi menyusu dini kelompok intervensi. Menurut Roesli (2012), bayi yang dilakukan IMD berada dalam suhu yang aman. Karena suhu payudara ibu meningkat 0,5 C dalam dua menit jika bayi diletakkan di dada ibu. Hal ini terbukti bahwa suhu tubuh bayi setelah pelaksanaan IMD mengalami peningkatan dan berada dalam batas normal yaitu 37,3
C. Hasil penelitian sama dengan penelitian Ruri dengan judul ”Pengaruh Inisiasi
Menyusu Dini Terhadap Suhu Tubuh Bayi Baru Lahir di BPS Hj. Yayah Sarlan dan BPS Hj. Yetti Sudiati Kabupaten Subang Tahun
2011”, dengan hasil penelitian p value = 0,0001 yang mana pada alpha 0,05, p value < α yang berarti ada pengaruh inisiasi menyusu dini terhadap suhu bayi baru lahir di BPS Hj. Yayah Sarlan dan BPS Hj. Yetti Sudiati Kabupaten Subang 2011. Menurut pendapat peneliti bahwa rata-rata suhu bayi baru lahir sebelum dilakukan Inisiasi Menyusu ° Dini adalah 36,2 C yang disebabkan oleh pengaturan panas tubuh yang tidak adekuat setelah kelahiran, dan juga eksposure suhu lingkungan yang dingin, sedangkan rata-rata suhu bayi baru lahir setelah dilakukan IMD adalah 36,9 C dimana hal tersebut pada saat melakukan IMD apabila dada ibu menghangatkan bayi dengan tepat selama bayi merangkak mencari payudara. Proses pelaksanaan IMD dilakukan selama 1 jam. Hasil penelitian sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Dr.Niels Bergman dari Afrika Selatan bahwa dada ibu yang melahirkan satu derajat lebih panas dari ibu yang tidak melahirkan. Jika bayinya kedinginan, suhu kulit ibu otomatis naik dua derajad untuk menghangatkan bayi. Jika bayi kepanasan, suhu kulit ibu otomatis turun satu derajat untuk mendinginkan bayinya (Roesli, 2012).
Perbedaan Suhu Tubuh Bayi Sebelum dengan Setelah Dilakukan Inisiasi Menyusui Dini pada Kelompok Kontrol
Rata-rata suhu tubuh bayi baru lahir sebelum pelaksanaan IMD pada kelompok kontrol sebesar 36,3 C dengan suhu tubuh bayi baru lahir setelah pelaksanaan IMD kelompok kontrol sebesar 36,6 C. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan suhu sebesar 0,3 C yang menandakan adanya pengaruh IMD kelompok kontrol terhadap suhu tubuh bayi baru lahir. Uji statistik parametrik Paired-Samples t test dengan sistem komputerisasi didapatkan hasil yaitu nilai ρ value = 0,000. Dari hasil tersebut diketahui bahwa nilai ρ ≤ 0,05 yang menunjukan bahwa terdapat perbedaan rata-rata suhu bayi baru lahir sebelum dengan sesudah pelaksanaan inisiasi menyusu dini kelompok kontrol.
Menurut Roesli Utami (2012), inisiasi menyusu dini (early initiation) atau permulaan menyusu dini adalah bayi mulai menyusu sendiri segera setelah lahir. Jadi, sebenarnya bayi manusia seperti juga bayi mamalia lain yang mempunyai kemampuan menyusu sendiri, asalkan dibiarkan kontak kulit bayi dengan ibunya, setidaknya selama satu jam segera setelah lahir. Cara bayi melakukan inisiasi menyusu dini (IMD) dinamakan the breast crawl atau merangkak mencari payudara sendiri. Hal ini dapat terjadi karena kulit ibu memiliki kemampuan untuk menyesuaikan suhunya dengan suhu yang dibutuhkan bayi (Thermoregulator Thermal Synchrony). Jika bayinya kedinginan, suhu kulit ibu akan meningkat otomatis 2 Celcius untuk menghangatkan bayi. Jika bayi kepanasan, suhu kulit ibu otomatis turun 1 Celcius untuk mendinginkan bayi (Roesli, 2012).
Penelitian yang mendukung Rizki (2009), di Puskesmas Pendanaran Semarang diperoleh data 5 dari 8 orang ibu bersalin yang melakukan inisiasi menyusu dini konvensional, bayinya mengalami hipotermi dengan rata-rata suhu 35 C sedangkan 3 ibu bersalin yang melakukan inisiasi menyusu dini bayinya tidak mengalami hipotermia dengan rata-rata suhu bayi baru lahir 36,5
C. Menurut pendapat peneliti, suhu tubuh bayi baru lahir setelah pelaksanaan IMD kelompok kontrol berada dalam keadaan stabil, ibu tampak lebih tenang dan bahagia dengan kehadiran bayi didekapannya. Dada ibu yang melahirkan mampu mengontrol kehangatan kulit dadanya sesuai kebutuhan tubuh bayinya, hal ini membuat bayi akan berada pada suhu tubuh yang optimal sehingga bayi merasa lebih tenang dan nyaman, tidak hanya memberikan keuntungan untuk mencegah hipotermi saja, keadaan emisional ibu dan bayi dengan kata lain ikatan kasih sayang (bonding) antara ibu dan bayi terjalin dengan baik, hal ini akan memberikan dampak yang besar untuk perkembangan bayi, karena ikatan kasih sayang telah terjalin dengan baik.
Perbedaan Selisih Peningkatan Suhu Tubuh Bayi pada Kelompok Intervensi dengan Kelompok
KontrolPada kelompok intervensi yang diberikan Inisiasi Menyusui Dini mengalami peningkatan suhu tubuh sebesar 0,7 C, sementara pada kelompok kontrol yang diberikan Inisiasi Menyusui Dini Kelompok
Kontrol mengalami peningkatan suhu tubuh sebesar 0,3
C. Hal ini menunjukkan adanya selisih perbedaan pada kelompok intervensi dengan kelompok kontrol sebesar 0,3 C.
Uji statistik parametrik Independent-Samples t test dengan sistem komputerisasi didapatkan hasil yaitu nilai ρ value = 0,000. Dari hasil tersebut diketahui bahwa nilai ρ ≤ 0,05 yang menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara rata-rata suhu bayi kelompok intervensi dengan kelompok kontrol.
Ini menunjukkan bahwa setelah dilakukan IMD terhadap bayi baru lahir terjadi perubahan suhu tubuh yaitu yang pada awalnya suhu tubuh bayi hampir seluruhnya bersuhu tubuh rendah mengalami ° ° kenaikan 1 -2 C hingga suhu tubuh dalam nilai normotermi. IMD dan kontak kulit antara ibu dan bayi dapat menurunkan kejadian hipotermi: luas permukaan tubuh bayi ± 3 kali luas permukaan tubuh orang dewasa. Lapisan insulasi jaringan lemak di bawah kulit tipis, kecepatan kehilangan panas pada ° tubuh bayi baru lahir ± 4 kali pada orang dewasa. Pada ruang bersalin dengan suhu 20-25 ° °
C, suhu kulit bayi akan turun 0,3 C, suhu tubuh bagian dalam turun 0,1 C/menit. Selama periode dini setelah bayi ° baru lahir biasanya berakibat kehilangan panas komulatif 2-3 Celsius. Kehilangan panas ini terjadi melalui konveksi, konduksi, radiasi dan evaporasi (Nelson, 2010). ° Suhu badan ibu yang melahirkan 1 C lebih panas dari pada suhu dada ibu sebelum melahirkan, jika ° bayi yang diletakkan di dada ibu ini kepanasan maka suhu dada ibu akan turun 1 °
C. Jika bayi kedinginan maka suhu dada ibu akan meningkat 2 C untuk menghangatkan bayi (Roesli, 2012). Selama bayi melakukan kontak kulit dengan ibu, bayi menjilati dada ibu dan menghentakan kepala ke dada ibu, menyentuh puting susu ibu dengan tangan dan menjilatnya, gerakan ini memberikan keuntungan bagi bayi dan ibu, selama bayi menjilati kulit dada ibu bayi mendapatkan bakteri yang dapat membatu pencernaan bayi, terutama untuk pematangan dinding usus bayi. Hal ini tidak hanya memiliki manfaat bagi bayi tetapi juga ibu dan tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan, saat bayi berada di dada ibu, ibu merasa lebih tenang dan fokus kepada bayinya seakan semua nyeri persalinannya hilang, selama bayi merangkak mencari puting susu ibu hal ini membatu proses pengeluaran plasenta, dimana keadaan bayi merangkak mencari puting susu ibunya akan merangsang pengeluaran hormon oksitosin yang merangsang kontrasi rahin sehingga membatu pengeluaran plasenta dan mencegah perdarahan pada ibu. Hal ini juga didukung oleh penelitian Edmond, pada 10.947 bayi, menunjukkan bahwa menunda IMD akan meningkatkan kematian bayi. Jika bayi diberi kesempatan menyusu dalam 1 jam pertama dengan dibiarkan kontak kulit ke kulit ibu maka 22% nyawa bayi di bawah 28 hari dapat diselamatkan. Jika menyusu pertama saat bayi berusia di atas dua jam dan di bawah 28 hari yang dapat diselamatkan. Menurut pendapat peneliti bayi baru lahir tidak seharusnya langsung dibungkus atau dibedong, melainkan di lakukan inisisiasi menyusu dini untuk terjadinya skin to skin antara ibu dan bayi, tidak hanya memberikan kehangatan pada bayi melainkan adanya kontak dini antara ibu dan bayi. Air susu ibu yang pertama kali keluar (kolostrum) juga berguna bagi bayi sebagai antibodi pada tubuh bayi.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Karakteristik ibu post partum (sectio caesarea) berdasarkan usia rata-rata usia ibu post partum pada kelompok intervensi adalah 28,54 tahun. Sedangkan rata-rata usia ibu post partum pada kelompok kontrol adalah 28,46 tahun. Sebagian besar ibu post partum berpendidikan terakhir Tamat SMA/Sederajat dan Tamat Sarjana pada kelompok intervensi dan Tamat Sarjana pada kelompok kontrol. Sebagian besar ibu post partum bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Sebagian besar paritas ibu post partum pada kelompok intervensi adalah paritas II sedangkan pada kelompok kontrol adalah paritas I.
Karakteristik bayi berdasarkan usia rata-rata usia gestasi kelompok intervensi adalah 37,31 minggu. Sedangkan rata-rata usia gestasi kelompok kontrol adalah 37,23 minggu. Sebagian besar sampel penelitian berjenis kelamin perempuan pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Berdasarkan berat badan rata-rata berat badan lahir bayi kelompok intervensi adalah 2888,46 gram. Sedangkan rata-rata berat badan lahir bayi kelompok kontrol adalah 2884,62 gram.
Rata-rata suhu tubuh bayi sebelum dilakukan Inisiasi Menyusui Dini pada kelompok intervensi sebesar 36,223 C dan setelah dilakukan Inisiasi Menyusui Dini kelompok intervensi sebesar 36,931 C.
Rata-rata suhu tubuh bayi sebelum dilakukan Inisiasi Menyusui Dini pada kelompok kontrol sebesar 36,3 C dan setelah dilakukan Inisiasi Menyusui Dini kelompok kontrol sebesar 36,6 C.
Ada perbedaan yang signifikan suhu tubuh bayi sebelum dengan sesudah diberikan Inisiasi Menyusui Dini kelompok intervensi. Ada perbedaan yang signifikan suhu tubuh bayi sebelum dengan sesudah diberikan Inisiasi Menyusui Dini kelompok kontrol. Ada perbedaan bermakna suhu tubuh bayi yang diberikan Inisiasi Menyusui Dini pada bayi kelompok intervensi dengan yang diberikan Inisiasi Menyusui Dini pada kelompok kontrol.
Saran
Bagi Perawat Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian bagi perawat tentang manfaat pelaksanaan IMD bagi bayi baru lahir dan sebagai inovasi dalam memberikan asuhan keperawatan berbasis Evidence
Based Practice secara komprehensif melalui penerapan terapi non farmakologis dengan metode
perawatan Inisiasi Menyusui Dini pada bayi dengan hipotermia.Bagi Pasien Hasil penelitian ini diharapkan semua bayi dapat dilakukan IMD sesuai SOP sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan bayi baru lahir yang dirawat di rumah sakit.
Bagi rumah sakit Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi manajemen rumah sakit agar membuat kebijakan untuk mengatur pelaksanaan IMD bisa dijadikan sebagai program yang dilakukan kepada bayi baru lahir dan dilakukan sesuai SOP, sehingga mendukung program RSI Kendal yang akan menjadikan RSI sebagai RSSIB (Rumah Sakit Sayang Ibu dan Bayi).
Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan referensi sebagai informasi mengenai terapi terapi non farmakologis khususnya metode perawatan Inisiasi Menyusui Dini dalam mencegah terjadinya penurunan suhu tubuh agar untuk kemudian hari dapat dilakukan penelitian lebih lanjut dan kompleks.
DAFTAR PUSTAKA
Bobak, Lowdermilk, Jensen. 2012. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC Edmond. CZ, Maria. A. Quigley. 2009. Seeba Amenga-Etego, Seth Owusu-Agyel and Betty R.
.
Kirkwood. Delayed Breast feeding Initiation Increases Risk of Neonatal Mortality
Fransson, A.L 2013. Temperature variation in newborn babies: impoirtance of physical contact with the mother . Arch dis child fetal neonatal. Nelson. 2010. Buku Kesehatan Anak. Jakarta : EGC Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Notoatmodjo, S. 2012. Pendidikan dan Prilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Nursalam, 2008. Manajemen keperawatan : Aplikasi Dalam Praktek Keperawatan Profesional.
Jakarta : Salemba Medika Profil Dinas Kesehatan Jawa Tengah. 2012. Buku Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Rizki, 2009. Hubungan inisiasi Menyusu Dini terhadap Hipotermi .Tersedia: Diakses tanggal 28 Oktober 2017 Roesli U. 2012. Inisiasi Menyusu Dini plus ASI Ekslusif, cetakan ke-4. Jakarta: Pustaka Bunda Ruri. Yuni A, Aniyati. L. 2011. Pengaruh Inisiasi Menyusu Dini terhadap Suhu Tubuh Bayi Baru Lahir Di BPS Hj. Yayah Surlan Kuningan dan Di BPS Yetti Sudiati Cilimus Kuningan Regency .
Saifudin, AB. 2012. Buku Panduan Praktis pelayanan Kesehatan Maternaldan Neonatal. Jakarta: YBP-SP
Sarwono, 2007. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta:Yayasan BinaPustaka Sarwono Prawirahardjo
Sutrisno, E. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Kencana Wardani, L, (Dinas Kesehatan Surabaya). 2009. Dikutip dari WHO, 2011. The World Health Statistics 2011. (diunduh 19 Oktober 2017) WHO, 2013 Infant Nutrition. Ditelusur 30 Oktober
2013 Wiwik, 2010. Hipotermia. Diakses dari Diakses Selasa 25 Oktober 2017 Yohmi, E. 2010. Indonesia menyusui.Jakarta : Badan Penerbit IDAI.