BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Konsep Etika Guru Dan Murid Dalam Persfektif Al-Zarnuji Dan Iman Ghazali Kitab Ta'limul Mutaalim Dan Ihya Ulumuddin - Raden Intan Repository

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana strategis untuk meningkatkan kualitas suatu

  bangsa, oleh karenanya kemajuan suatu bangsa dan kemajuan pendidikan adalah suatu determinasi, kemajuan beberapa negara di dunia ini merupakan akibat perhatian mereka yang besar dalam mengelolah sektor pendidikan. Namun tidak jarang pendidikan itu sendiri senantiasa diwarnai oleh berbagai permasalahan yang tentunya tidak habis-habisnya, hal ini disamping karena adanya perubahan orientasi dan tuntutan kehidupan umat manusia juga karena kemajuan teknologi.Ketika masalah pendidikan telah dipecahkan atau diselesaikan, maka akan timbul lagi masalah pendidikan yang baru dengan bobot dan volume yang berbeda dengan masalah yang sebelumnya. Hubungan guru dengan siswa atau anak didik dalam proses belajar mengajar adalah merupakan faktor yang sangat menentukan dan ikut mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Bagaimana baiknya bahan pelajaran yang diberikan, dan sempurnanya metode yang dipergunakan, namun jika hubungan guru murid tidak harmonis maka dapat

  1 menciptakan suasana yang tidak di inginkan.

  Guru adalah yang mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah (kelas). Secara lebih khusus lagi, guru berarti orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak- 1 Hadari Nawawi, Organisasi Sekolah dan Pengelolaan kelas sebagai Lembaga (Jakarta: Gunung Agung, 1982), hal. 10.

  Pendidikan, anak mencapai kedewasaan masing-masing. Artinya, guru tidak hanya memberi materi di depan kelas, tetapi juga harus aktif dan berjiwa kreatif dalam mengarahkan perkembangan murid. Guru menurut paradigma baru ini bukan hanya bertindak sebagai pengajar, tetapi juga sebagai motivator dan fasilitator proses belajar mengajar yang realisasi atau aktualisasi potensi-potensi manusia agar dapat mengimbangi kelemahan pokok yang dimilikinya. Sehingga hal ini berarti bahwa pekerjaan guru tidak dapat dikatakan sebagai suatu pekerjaan yang mudah dilakukan oleh sembarang orang, melainkan orang yang benar-benar memiliki wewenang secara akademisi, kompeten secara operasional dan

  2 profesional.

  Sejarahnya hubungan guru murid ternyata sedikit demi sedikit mulai berubah, nilai-nilai ekonomi sedikit demi sedikit mulai masuk, yang terjadi sekarang adalah; 1. Kedudukan guru dalam islam semakin merosot, 2. Hubungan guru murid semakin kurang bernilai kelangitan, atau penghormatan murid

  3 terhadap guru semakin menurun, 3.Harga karya mengajar semakin menurun.

  Menurut realita yang terjadi di berbagai sekolah, bahwa ternyata sekarang ini banyak sekali anak didik yang notabene sedang mempelajari ilmu-ilmu pengetahuan, tetapi melakukan tindakan-tindakan yang mestinya tidak patut dilakukan oleh anak didik.sebut saja, misalnya: tawuran masal, pengkonsumsi 2 Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi abad 21, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1988), hal. 86. 3 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1994), hal. 77.

  obat-obat terlarang, pelacuran terselubung dan lain sebagainya. Maka tidak heran melihat kenyataan seperti diatas banyak siswa sekarang yang tidak mengenal lagi rasa sopan santun, menganggap gurunya sebagai teman teman sepermainan yang setiap saat bisa diajak bercanda, bermain, duduk di kursi guru bahkan memanggil degan sebutan nama saja tanpa embel- embel “Pak”. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan murid tersebut merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar. Interaksi dalam proses belajar mengajar mempunyai arti yang lebih luas, yaitu tidak hanya sekedar hubungan antara guru dan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini tugas seorang guru bukan hanya menyampaikan pesan berupa materi pelajaran melainkan pemahaman sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar. Melihat realitas pendidikan yang ada, ternyata produk-produk pendidikan kita menghasilkan orang-orang yang korup, suka bertengkar dan mata duitan. Dengan melihat betapa besarnya peran pendidikan Islam dalam membentuk kepribadian anak didik, maka penulis ingin mengkaji pendidikan Islam terutama pendidikan Islam dalam perspektif al-Ghazali. Imam al-Ghazali selain sebagai ulama yang ahli dalam bidang agama, pandangan beliau tentang pendidikan dapat dibilang sangat lengkap, tidak hanya menitik beratkan pada nilai-nilai agama Islam, tetapi juga profesional dalam hal keilmuan. Pendapat al-Ghazali tentang pendidikan tidak menuntut peran anak didik untuk patuh terhadap guru pada kondisi apapun, tetapi wajib mematuhi selama tidak bertentangan dengan perintah Allah. Di sisi lain, al- Ghazali juga menuntut guru untuk profesional dan selalu menjaga diri dari hal-hal yang dilarang Allah, karena guru menjadi teladan bagi murid-muridnya. Baik ilmuan Barat maupun Timur hampir semua mengenal al-Ghazali. Ketenaran al- Ghazali bukan tanpa alasan. Kehadirannya banyak memberikan khazanah bagi kehidupan manusia. Sosok figur al-Ghazali sebagai pengembara ilmu yang sarat pengalaman mengantarkan posisinya menjadi personifikasi di segala bidang dan di setiap zaman. Kedalaman dan keluasan ilmunya tidak membuatnya congkak dan sombong, apalagi gegabah dalam bertindak. Setumpuk kelebihan yang ia miliki justru mengilhami pribadinya semakin tawadhu

   dan taqarrub kepada

4 Tuhan.

  Imam al-Ghazali merupakan seorang pemikir besar, sufi dan praktisi pendidikan di dunia Muslim. Dalam falsafah hidup dan pandangan dunia intelektual al-Ghazali, pendidikan mempunyai kepentingan yang paling utama. Seseorang tidak dapat menghargai pemikirannya tanpa memahami gagasannya

  5

  dalam hal pendidikan, ilmu pengetahuan, dan belajar. Keterlibatannya dalam dunia pendidikan tidak bisa dipandang remeh, pengalamannya sebagai Maha Guru di madrasah Nidzammiyyah kemudian menjadi rektor Universitas Nidzammiyyah di Bagdad, dan bertahun-tahun mendidik dan mengajar membuktikan betapa ia

  6 sangat mengusai dunia pendidikan.

  Hasan Asari menyatakan, seorang penulis bahkan mengatakan bahwa banyak penulis sesudah al-Ghazali tidak lebih dari sekedar mengulang apa yang telah disebutkan al-Ghazali sebelumnya. Bahkan buku Arab yang paling terkenal 4 5 Zainuddin, Seluk-Beluk Pendidikan dari al-Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hal. 2 Shafique Ali Khan, Ghazali‟s Philosophy Of Education (Filsafat Pendidikan al-Ghazali

  

“Gagasan Konsep dan Filsafat al-Ghazali Mengenai Pendidikan, Pengetahuan dan Belajar”, terj.

  Sape‟i, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2005), hal. 2 tentang pengajaran,

  Ta‟lim al-Muta‟alim karya al-Zarnuji mengandung ide-ide

  yang sangat mirip dengan ide-ide al-Ghazali. Di zaman modern sekarang, ketika para ilmuan Muslim berupaya keras mereformasi sistem pendidikan, al-Ghazali ternyata kembali menjadi rujukan penting, khususnya dalam hal yang berkaitan dengan epistimologi Islam. namun demikian, di bidang ini masih tetap merupakan sisi yang terabaikan, terutama bila dibandingkan dengan segudang kajian yang

  7 telah dilakukan atas pemikirannya di bidang tasawuf, falsafah dan theologi.

  Dengan memahami dan menjalankan nilai-nilai pendidikan dalam perspektif Imam al-Ghazali, diharapkan pendidikan yang selama ini berjalan menjadi lebih bermakna, tidak hanya berorientasi pada hal-hal yang sifatnya materi saja, tetapi juga harus berorientasi pada kehidupan akhirat kelak. Berpijak pada pemahaman di atas, diharapakan ilmu apapun yang dipelajari selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam dapat menjadikan pemilknya mejadi lebih baik, dan tentunya diharapkan bisa merubah wajah bangsa Indonesia menjadi negara yang maju, bebas dari korupsi, tidak ada perselisihan, karena para warganya percaya, bahwa apa yang dilakukan di dunia akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Bahkan kadang-kadang muncul sifat egoisme bahwa ketika seorang pendidik akan melakukan tugasnya termotivasioleh sifat yang materialis dan pragmatis yang tidak lagi dimotivasi oleh rasa keikhlasan panggilan mengembangkan fitrahnya dan fitrah anak didiknya. Konsep pendidkan islam memang sudah mewakili dari pengertian tujuan pendidikan yang diharapkan, yaitu memanusiakan manusia (humanisasi) yang mencakup semua aspek 7 Hasan Asari, Nukilan Pemikiran Klasik Gagasan Pendidikan al-Ghazali, (Yogyakarta: kemanusiaan seperti Kecerdasan Intelektual (IQ), Kecerdasan Emosi (EQ), Kecerdasan Spiritual (SQ), seperti yang telah dicantumkan dalam UU No. 20 Tahun 2003, Bab II pasal 3 “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi beserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,

  8

  dan menjadi warga negara yan g demokratis serta bertanggung jawab”. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan murid tersebut merupakan yarat utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar.Interaksi dalam proses belajar mengajar mempunyai arti yang lebih luas, yaitu tidak hanya sekedar hubungan antara guru dan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini tugas seorang guru bukan hanya menyampaikan pesan berupa materi pelajaran

  9 melainkan pemahaman sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar.

  Melihat fenomena Keadaan dimasa peradaban Islam klasik (masa kejayaan Islam) adalah titik terpenting dalam sejarah kehidupan manusia, karena ia mengandung unsur-unsur yang membawa perubahan-perubahan intelektual, sosial, dan politik.Pada masa kejayaan Islam yang terjadi pada periode ke-empat, pemikir pemikir pendidikan Islam banyak bermunculan pada masa itu, di antaranya: Burhanuddin Al-Zarnuji. Beliau adalah sosok pemikir pendidikan islam yang banyak menyoroti tentang etika dan dimensi spiritual dalam 8 Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang; Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hal. 23. 9 Abuddin Nata, Paradigma Pendidikan Islam (Kapita Selekta Pendidikan Islam),

  pendidikan islam. Dalam karyanya, Burhanuddin al-Zarnuji lebih mengedepankan pendidikan tentang etika dalam proses pendidikan. Hal itu, ditekankan bagi peserta didik untuk dirinya bisa memperoleh ilmu pengetahuan yang bernilai guna bagi masyarakat dan bangsanya, serta etika terhadap pendidik dan peserta didik yang lain. Titik sentral pendidikannya adalah pembentukan budi pekerti yang luhur yang bersumbu pada titik sentral Ketuhanan (religiusitas).Beliau mengisyaratkan pendidikan yang penekanannya pada “mengolah” hati sebagai asas sentral bagi pendidikan. Para ulama klasik seperti al-Gazali, dan al-Zarnuji, memposisikan guru begitu terhormat sebagai orang yang „alim, wara‟ dan sebagai uswah. Dengan demikian, guru dituntut tidak hanya sebagai orang yang „alim akan tetapi juga beramal shaleh sebagai aktualisasi dari keilmuan yang dimilikinya. Sebagai guru, ia juga dianggap bertanggung jawab kepada muridnya, Nama lengkapnya adalah Burhanudin al-Islam al-Zarnuji. Namun demikian, nama ini sebenarnya masih diperdebatkan kebenarannya, karena belum ditemukan data

  10

  yang valid mengenai nama asli al-Zarnuji. Al-Zarnuji, yang hidup pada abad ke 12 termasuk dalam masa kejayaan ilmu pengetahuan di dunia Islam dan ia termasuk tokoh ulama klasik. Ia banyak mengupas permasalahan etika dalam kerangka relasi guru dan murid. Dalam kitabnya Ta‟lim wa al-muta‟allim ia lebih menonjolkan bagaimana murid beretika kepada guru, sementara persoalan etika guru tidak banyak dibicarakan. Konsep pendidikan yang ditawarkan oleh Imam Ghazali dan Burhanuddin Al-Zarnuji, menurut hemat penulis perlu mendapat sorotan yang serius dan sungguh sungguh. Imam Ghazali dan Burhanuddin Al- 10 Abudin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Seri Kajian Filsafat Kajian

  Zarnuji tokoh yang memiliki pemikiran tentang pendidikan? Bagaimanakah sebenarnya bentuk atau pola relasi-etis yang diinginkan keduanya, apakah murid yang beradab itu adalah murid yang patuh secara total atau murid yang boleh bersikap kritis etis? Apakah guru yang dimaksud adalah guru yang memiliki otoritas tinggi sehingga tidak boleh dibantah ataukah guru yang bisa dikritik? Apakah keduanya memiliki konsep tentang gaji bagi guru sebagai sebuah profesi? dan lain sebagainya. Untuk melakukan kontruksi sebagaimana disebutkan di atas diperlukan sebuah penelitian ilmiah yang intensif untuk menjawab sejumlah problem ilmiah yang muncul dari konsep adab guru dan murid menurut Imam Ghazali dan Burhanuddin Al-Zarnuji secara detail dan konprehensif untuk menemukan persamaan dan perbedaan perspektif antara keduanya. Berdasarkan alasan ini, penulis tertarik untuk mengangkat topik ini menjadi bahan penelitian dalam rangka menyusun tesis dengan judul “Etika Guru dan Murid Perspektif Imam Ghazali dan Burhanuddin Al-

  Zarnuji “ Telaah Kitab Ihyaulumuddin dan Ta‟limmutaalim.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

1. Identifikasi Masalah a.

  Kurangnya Etika Guru dan Murid dalam proses pembelajaran b.

  Kurangnya keselarasan hubungan antara Guru dan Murid c. Pendidikan lebih menitik beratkan pada aspek intelektualitas semata dari pada etika d.

  Terjadi dekadensi moral (hubungan Guru dan Murid)

2. Batasan Masalah

  Untuk menghindari adanya penyimpangan dalam pembahasan ini, dan agar tidak keluar dari judul, maka perlu dibatasi pada: a.

  Pemikiran al-Ghazali dan Burhanuddin Jarnuzi tentang Etika Guru dan Murid b. Pemikiran al-Ghazali dan Burhanuddin Jarnuzi tentang Hubungan

  Guru dan Murid c. Studi Komparasi Pemikiran al-Ghazali Burhanuddin Jarnuzi tentang

  Etika Guru dan Murid Telaah Kitab Ihyaulumuddin dan Ta‟limulmutaalim

C. Rumusan Masalah

  Pokok masalah penelitian ini adalah bagaimanakah perspektif Imam Ghazali dan Burhanuddin Al-Zarnuji tentang etika guru dan murid? Selanjutnya pokok masalah ini dijabarkan dalam beberapa subpokok masalah yaitu: 1.

  Bagaimanakah etika guru menurut Syaikh Imam Ghazali dan Burhanuddin Al-Zarnuji? 2. Bagaimanakah etika murid menurut Syaikh Imam Ghazali dan

  Burhanuddin Al-Zarnuji? 3. Bagaimanakah Studi Komparasi Imam Ghazali dan Burhanuddin Al-

  Zarnuji tentang etika Guru dan Murid Telaah Kitab Ihya Ulumuddin dan Ta‟limulmutaalim?

D. Kajian Pustaka

  Dewasa ini tidak sedikit pemikiran al-Ghazali telah diteliti oleh banyak pakar ilmu pendidikan, baik sarjana barat ataupun muslim telah mengakui bahwa pemikiran al-Ghazali sangat luas. Beliau memiliki berbagai disiplin ilmu, tidak hanya dalam kajian sufi saja, tetapi juga dalam kajian pendidikan dan falsafi.

  Berdasarkan kenyataan ini, tidaklah bermaksud mengurangi kemampuan pemikir- pemikir lainnya, jika dikatakan secara akademis tidaklah sedikit pemikiran beliau telah diteliti oleh para ilmuwan. Fatiyah Hasan Sulaiman berusaha meneliti dan memahami alam pemikiran al-Ghazali tentang pendidikan yang terkumpul dalam bukunya “Aliran-aliran Pendidikan”. Dalam buku itu dijelaskan tentang siapa alGhazali, sasaran pendidikan, kurikulum pendidikan, dan metode pengajarannya.

  Dengan berdasar pada fenomena dewasa ini, hal senada juga dilakukan oleh Abudin Nata, ia berusaha meneliti pemikiran pendidikan al-Ghazali dari kacamata sufistik (tasawuf) yang terkumpul dalam karyanya “Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru-M urid”. Begitu juga alzarnuji seorang ulama yang banyak sekali mempunyai kontribusi terutama dalam bidang pendidikan terutama kitab Talimulmutaalim.

  Dari penelaahan penulis terhadap sejumlah karya al-Ghazali dan Al- zarnuji di atas, terdapat beberapa tulisan yang berkaitan langsung dengan pokok pikiran al-Ghazali dan Al-zarnuji dalam bidang pendidikan, yang tentu saja harus diakui telah banyak memberi kontribusi bagi penelitian ini, khususnya dalam mengeksplorasikan sumber primer. Sungguh pun demikian posisi tulisan ini diantara karya-karya al-Ghazali dan Al-zarnuji jelas berbeda. Secara spesifik penelitian ini akan mengungkap tentang pemikiran al-Ghazali dan Al-zarnuji dalam hal Etika Guru dan Murid berdasarkan kitab Ihya‟ Ulumuddin dan kitab Ta‟limulmutaalim. Meskipun karya-karya al-Ghazali merupakan pemikiran kritis dialogis (ijtihad) yang tentu saja tidak lepas dari konteks zamannya, tetapi karena keluasan dan kedalaman pemikirannya maka hal itu merupakan khasanah intelektual yang dapat menjadi sumber inspirasi dan referensi dalam menjawab persoalan-persoalan di masa sekarang ini, khususnya dalam dunia pendidikan. Sebagai salah satu ulama besar, al-Ghazali memiliki keistimewaan tentang teori pendidikan, yakni menyatupadukan jasmani (akal), rohani (ilmiah) dan jiwa (agama), tetapi sayangnya berbagai teori pendidikan menurut pandangan al- Ghazali tidak terhimpun dalam satu kitab. Salah satu karya al-Ghazali yang memuat pemikirannya tentang pendidikan adalah kitab Ihya‟ Ulumuddin. Karya ini akan penulis jadikan referensi utama sekaligus sebagai objek kajian ilmiah ini.begitu juga Al-zarnuji seorang ulama yang memiliki keistimewan di bidang pendidikan sehingga karyanya banyak dikaji di Pesantren pesantren serta pendidikan keagamaan tentang bagaimana cara ntuk mendapatkan ilmu dan menjadi guru .

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

  1. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mendeskripsikan guru dan murid dalam perspektif Imam Ghazali dan Burhanuddin Al-Zarnuji. Sedangkan secara khusus tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: a.

  Untuk mengetahui tentang Guru dan Murid menurut para pakar Pendidikan Islam.

  b.

  Untuk memberikan deskripsi-analitis mengenai etika guru dan murid dalam pola relasi-etis guru dan murid dalam perspektif Imam Ghazali dan Burhanuddin Al-Zarnuji c. Untuk melakukan komparasi terhadap gagasan Syaikh Imam Ghazali dan Burhanuddin Al-Zarnuji tentang etika guru dan murid.

  2. Kegunaan Penelitian Pada dasarnya penelitian pemikiran seorang pakar pendidikan mempunyai kegunaan ganda.

  Pertama: Hasil penelitian berguna untuk mengembangkan pengetahuan ilmiah di bidang pendidikan. Hal ini mencakup: a.

  Untuk merumuskan konsep pemikiran baru, sehingga wacana pendidikan Islam semakin kaya.

  b.

  Untuk menata pengkajian pemikiran pakar pendidikan sebagai subyek khusus dengan kelengkapan unsur informasi dan unsur metodologi yang dapat digunakan oleh para peneliti pemula, termasuk mahasiswa yang sedang menyelesaikan penelitian akademis (skripsi, tesis, dan disertasi).

  c.

  Untuk dialihkan ke dalam kegiatan pembelajaran sehingga para mahasiswa akan memperoleh informasi mutakhir tentang pemikiran pakar pendidikan, yang pada ujungnya dapat mendorong peneliti untuk mengembangkan potensi berpikir kreatif sebagaimana dilakukan oleh pakar pendidikan yang ditelitinya.

  d.

  Untuk dijadikan titik tolak bagi penelitian pemikiran pakar pendidikan lebih lanjut, baik oleh penulis maupun oleh peneliti lain, sehingga kegiatan penelitian dapat dilakukan secara berkesinambungan. Kedua: Hasil penelitian berguna bagi pemenuhan hajat hidup manusia, khususnya berkenaan dengan aspek penataan kehidupan kolektif. Ia mencakup: a.

  Untuk mengembangkan apresiasi terhadap pemikiran pakar pendidikan sebagai wujud kebebasan berpikir dan berpendapat dalam entitas kehidupan Muslim.

  b.

  Untuk meningkatkan apresiasi terhadap pandangan dan pemikiran yang berbeda-beda, sehingga akan muncul toleransi yang tinggi terhadap keberagaman pandangan dan pemikiran.

  c.

  Untuk dijadikan salah satu bahan rujukan dalam proses penataan kehidupan manusia yang semakin pelik dan majemuk, dengan cara mencari titik temu dari aneka ragam pemikiran yang dapat diaplikasikan, di antaranya bagi pengembangan pendidikan nasional.

  Apabila hal ini akan digunakan, maka hasil penelitian pemikiran pakar pendidikan diintegrasikan dengan unsur lain dalam konteks sosial dan budaya.

F. Kerangka Fikir

  Agar tidak terjadi kerancuan dan kekeliruan dalam memahami permasalahan yang ingin dibahas dari judul yang ada, maka penulis akan memberikan stressing terhadap judul tersebut, sebagaimana yang akan dikemukakan sebagai berikut: :

  1. Etika guru

  11 Etika atau ethics berasal dari kata-kata Yunani, yakni ethos artinya kebiasaan.

  Etika membicarakan kebiasaan (perbuatan), tetapi bukan menurut arti tata-adat, melainkan tata-adab, yaitu berdasar pada inti sari/sifat dasar manusia; baik

  12 buruk. Menurut Rachmat Djatnika, kata etika sinonim dengan moral dan akhlak.

  Etika berasal dari bahasa latin, ethos yang berarti “kebiasaan”, moral berasal dari bahasa latin juga, mores yang berarti “kebiasaannya”, sedangkan akhlak berasal dari bahasa Arab, Akhlak bentuk jamak dari mufradnya khuluq yang berarti “budi

  13 pekerti”.

  Adapun istilah guru dalam penelitian ini berarti pendidik pada semua level mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan atas dan perguruan tinggi. Istilah guru disini secara operasional mengacu dan mencakup 11 semua istilah yang digunakan oleh Imam Ghazali dan Burhanuddin Al-Zarnuji

  Ethos ialah suatu kehendak baik yang tetap berdasarkan akal pikiran. Orang yang pertama

menggunakan kata ini adalah Aristoteles (384-322 SM). Lihat Kahar Masyhur, Membina Moral

dan Akhlak, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), h.2 12 13 Mudhor Ahmad, Etika dalam Islam, (Surabaya: Al-ikhlas, tt. ) h.15.

  A Rachmat Djatnika, Sistem Ethika Islam (Akhlak Mulia), (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1996), h. 26. Jadi yang dimaksud etika guru dalam tesis ini adalah sopan santun guru atau tata aturan guru ketika berinteraksi dengan murid. 2. Etika murid Dalam peneletian ini istilah murid digunakan secara umum yakni semua peserta didik tanpa memperhatikan jenis dan tingkat pendidikan. Selain itu, istilah murid disini secara operasional merupakan istilah yang digunakan untuk mencakup semua istilah peserta didik yang dipakai oleh Imam Ghazali dan Burhanuddin Al-Zarnuji.

  Lingkup masalah yang berkaitan dengan murid adalah bagaimana etika murid dalam interaksi edukatif mereka dengan gurunya. Istilah etika murid berarti serangkaian etika yang harus diaplikasikan murid dalam relasinya dengan guru. Jadi yang dimaksud etika murid dalam tesis ini adalah sopan santun murid atau tata aturan murid ketika berinteraksi dengan guru.

  3. Perspektif Perspektif adalah sudut pandang, cara melukiskan suatu benda pada permukaan yang mendatar sebagaimana yang terlihat oleh mata dengan tiga

  

14

dimensi (panjang, lebar, dan tingginya).

  Adapun perspektif yang dimaksud dalam tesis ini adalah bagaimana pendapat Syaikh Imam Ghazali dan Burhanuddin Al-Zarnuji tentang etika guru dan murid.

G. Metode Penelitian

  Penelitian ini pada dasarnya merupakan studi kepustakaan (libray

  

research ) mengenai kajian pemikiran pendidikan Islam. Untuk memperoleh data yang diperlukan, sekaligus untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam penelitian ini, maka pendekatan, teknik dan langkah-langkah penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Mengumpulkan data dan berbagai imformasi yang sesuai dan menunjang tema penelitian. Berbagai dokumen kepustakaan yang telah terkumpul akan ditelaah kembali berdasarkan kepentingan penelitian. Adapun bukubuku yang akan ditelaah adalah buku-buku karangan dari kedua tokoh yang akan diteliti sebagai data primer. Adapun buku Syaikh Burhanudin jarnuzi telaahan langsung dari kitab ta‟limulmutaalim dan Syaikh Imam Ghazali telaahan kitab Ihya Ulumuddin. Untuk menunjang data primer maka nantinya juga akan ditunjang dengan data sekunder dari buku-buku karangan tokoh-tokoh lainnya.

  2. Mengulas dan membaca kembali data yang diperoleh dengan pendekatan

  

content analysis dengan paradigma kualitatif agar data tersebut dapat memberikan

  gambaran dan penjelasan yang holistik. Tujuannya adalah untuk mendapatkan suatu kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

  3. Menuliskan kembali hasil penelitian yang konstruktif dan konseptual menjadi penjelasan yang utuh dan komprehensif agar mudah dipahami menurut sistematika yang telah ditentukan.

H. Sistematika Penulisan

  Berdasarkan ruang lingkup pembahasan sebagaimana yang dikemukakan di atas, penulisan tesis ini disajikan dalam lima bab dengan sistematika sebagai berikut: BAB I, memuat tentang Latar Belakang Masalah, Identifikasi dan Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Penelitian, Kajian Pustaka, Kerangka Fikir, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan. BAB II, memuat penjelasan tentang Etika Guru dan Murid BAB III, memuat penjelasan tentang Etika Guru dan Murid menurut Syaikh Imam Ghazali dan Burhanudin Jarnuzi BAB IV, memuat Analisis pemikiran Syaikh Imam Ghazali dan Burhanudin Jarnuzi tentang Etika Guru dan Murid telaah kitab Ihya Ulumuddin dan Ta‟limulmutaalim. BAB V, kesimpulan dari pemikiran Syaikh Imam Ghazali dan Burhanudin Jarnuzi tentang Etika Guru dan Murid

BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian Guru dan Murid Terdapat banyak pengertian tentang “Guru”, dari segi bahasa kata guru

  15 berasal dari bahasa Indonesia yang berarti orang yang pekerjaannya mengajar.

  Selanjutnya dalam konteks pendidikan Islam banyak sekali kata yang mengacu pada pengertian guru, seperti kata yang lazim dan sering digunakan di antaranya

  

Murabbi, Mu‟allim, dan Mu‟addib. Ketiga kata tersebut memiliki penggunaan

  sesuai dengan peristilahan pendidikan dalam konteks pendidikan Islam. Di samping itu guru kadang disebut melalui gelarnya, seperti al-Ustadz dan asy-

16 Syaikh.

  Dalam hal ini diperjelas dalam bukunya Chabib Toha yang berjudul „Kapita

  Selekta Pendidikan Islam‟ sebagai berikut:

  1. Murabbi; sebagai guru pendidikan agama Islam harus memiliki sifat rabbani, bijaksana dan shaleh sehingga akan memiliki kasih sayangnya kepada peserta didiknya seperti kasih Allah kepada makhluk-Nya.

  2. Mu‟allim; sebagai guru Pendidikan Agama Islam harus mengetahui dan menguasai ilmu teoritik yang berhubungan dengan ilmu mengajar, kreatifitas dan komitmen dalam mengembangkan ilmu akan menjunjung nilai-nilai ilmiah. 15 Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: 16 Balai Pustaka, 1997), hlm. 330 Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Tri Genda Karya,

  1993), hlm. 167

  3. Muaddib ; merupakan integritas dari murabbi dan mu‟allim bahwa guru

  Pendidikan Agama Islam harus memiliki akhlak yang baik sebagai contoh dan

  17 tauladan bagi siswanya.

  Adapun pengertian guru secara terminologi memiliki banyak arti, menurut pandangan beberapa pakar pendidikan adalah sebagai berikut :

  1. Ahmad Tafsir mendefinisikan pendidik dalam Islam sama dengan teori di Barat, yaitu siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak

  18 didik, baik potensi kognitif, afektif, maupun potensi psikomotorik.

  2. Ahmad D. Marimba mengartikan guru atau pendidik sebagai orang yang memikul pertanggungan jawab untuk mendidik, yaitu manusia dewasa yang

  19 karena hak dan kewajibannya bertanggungjawab tentang pendidikan si terdidik.

  3. Zakiah Daradjat mendefinisikan kata guru sebagai pendidik profesional, sebab secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian

  20

  tanggungjawab pendidikan yang terpikul dipundak para orang tua. Akan tetapi istilah guru untuk masa sekarang sudah mendapat arti yang lebih luas dalam masyarakat dari arti di atas, yakni semua orang yang pernah memberikan suatu ilmu atau kependidikan tertentu kepada seseorang atau sekelompok orang dapat

  17 Chabib Toha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Semarang: Pustaka Pelajar, 1996), hlm.

  11-12 18 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 19 1994), hlm. 74 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al- Ma‟arif, 1980), hlm. 37 disebut sebagai “guru”, misalnya guru silat, guru mengetik, guru menjahit, bahkan

  21 guru mencopet.

  Dari berbagai pengertian di atas dapat penulis simpulkan mengenai pengertian guru yaitu orang dewasa yang bertanggungjawab terhadap perkembangan anak didik dengan mengupayakan seluruh potensi anak didik baik potensi kognitif, potensi afektif, maupun potensi psikomotorik, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah SWT dan mampu sebagai makhluk sosial dan makhluk individu yang mandiri. Berbicara tentang guru, maka tidak lepas dari murid. Menurut Abudin Nata, dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam, menyebutkan bahwa kata murid berasal dari bahasa Arab, yaitu: artinya

  22

  orang yang menginginkan. Berdasarkan pengertian tersebut maka anak didik dapat dicirikan sebagai orang tengah memerlukan pengetahuan atau ilmu, bimbingan dan pengarahan. Di samping kata murid dijumpai istilah lain yang sering digunakan dalam bahasa

  23 Arab, yaitu tilmidz

  ” “ yang berarti murid atau pelajar, jamaknya “talamidz” kata ini lebih merujuk pada murid yang belajar di madrasah. Kata lain yang berkenaan dengan murid adalah “ “ yang artinya “pencari ilmu, pelajar,

  24 Kata inilah yang banyak dipakai oleh al-Zarnuji dalam kitab mahasiswa”. 21 Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000), hlm. 139 22 23 Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam., (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 79 Mahmud Yunus, Kamus Arab - Indonesia, (Jakarta: Hida Karya Agung, t.th), hlm. 79 Ta‟lim al-Muta‟allim untuk memberi julukan kepada para murid. Mengacu dari beberapa istilah mengenai murid di atas, murid diartikan sebagai orang yang berada dalam taraf pendidikan, yang dalam berbagai literatur disebut sebagai anak didik. Muhaimin dan Abdul Mujib mendefinisikan anak didik dalam pendidikan Islam adalah sama dengan teori Barat yaitu anak yang sedang tumbuh dan berkembang baik secara fisik maupun psikologis untuk mencapai tujuan

  25

  pendidikannya melalui lembaga pendidikan. Menurut H.M. Arifin, menyebut “murid” dengan manusia didik sebagai makhluk yang sedang berada dalam proses perkembangan atau pertumbuhan menurut fitrah masing-masing yang memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju ke arah titik

  26 optimal yakni kemampuan fitrahnya.

  Dari berbagai pengertian di atas dapat penulis simpulkan mengenai pengertian murid yaitu setiap orang yang memerlukan ilmu pengetahuan yang membutuhkan bimbingan dan arahan untuk mengembangkan potensi diri (fitrahnya) secara konsisten melalui proses pendidikan dan pembelajaran, sehingga tercapai tujuan yang optimal sebagai manusia dewasa yang bertanggung jawab dengan derajat keluhuran yang mampu menjalankan fungsinya sebagai khalifah di bumi.

  25 26 Muhaimin dan Abdul Mujib, Op.Cit., hlm. 177

H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1996), hlm. 144

B. Tugas, Tanggung Jawab dan Hak Guru

  Guru merupakan orang yang diserahi tanggung jawab sebagai pendidik di

  27

  dalam lingkungan kedua setelah keluarga (sekolah). Karena pada dasarnya tanggung jawab pendidikan terhadap anak adalah sebagai tanggung jawab orang tua (bapak/ibu) dalam sebuah lingkungan keluarga. Tanggungjawab ini bersifat kodrati, artinya bahwa orang tua adalah pendidik pertama dan utama yang bertanggungjawab terhadap perkembangan jasmani maupun rohani anak didik. Di samping itu karena kepentingan orang tua terhadap kemajuan dan perkembangan

  28

  anaknya. Tanggung jawab utama orang tua terhadap anak didik tersebut berdasar atas firman Allah SWT dalam Al- qur‟an surat Al-Tahrim : 6

  

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari siksa

api neraka …” ( Q.S. Al-Tahrim : 6 )

  Seiring dengan perkembangan pengetahuan, ketrampilan, sikap serta kebutuhan hidup yang semakin luas dan rumit, maka orang tua tidak mampu melaksanakan tugas-tugas pendidikan terhadap anaknya. Sehingga di zaman yang telah maju ini banyak tugas orang tua sebagai pendidik sebagian diserahkan

  29

  kepada guru disekolah. Secara tidak langsung guru sebagai penerima amanat dari orang tua untuk mendidik anaknya. Sebagai pemegang amanat guru 27 Ngalim Puirwanto, Ilmu Pendidikan Teoritik dan Praktis, (Bandung: Remaja

  Rosdakarya, 2000), hlm. 138 28 29 Ahmad Tafsir, Op.Cit., hlm. 74 Ahmad Tafsir, Op. Cit., hlm. 75 bertanggung jawab atas amanat yang diserahkan kepadanya.Sebagai pengemban amanat dari orang tua untuk mendidik anak, maka menurut Abdullah Nasih Ulwan, guru bertugas untuk melaksanakan pendidikan ilmiah, sebab ilmu mempunyai pengaruh yang besar terhadap pembentukan kepribadian dan

  30

  emansipasi harkat manusia. Akan tetapi di zaman sekarang jabatan guru telah menjadi sumber mata pencaharian, yakni guru bukan hanya sebagai penerima amanat pendidikan, melainkan juga orang yang menyediakan dirinya sebagai

  31 pendidik profesional.

  Sebagai pendidik profesional, guru memiliki banyak tugas baik terkait oleh dinas maupun di luar dinas dalam bentuk pengabdian. Apabila dikelompokkan terdapat tiga jenis tugas guru, yaitu : tugas dalam bidang profesi, tugas kemanusiaan dan tugas dalam bidang kemasyarakatan. Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti mengembangkan nilai nilai hidup, mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, sedangkan melatih berarti

  

32

mengembangkan ketrampilan pada siswa.

  Tugas kemanusiaan salah satu segi dari tugas guru. Sisi ini tidak dapat diabaikan, karena guru harus terlibat dengan kehidupan dimasyarakat dengan interaksi sosial. Guru harus menanamkan nilai-nilai kemanusiaan kepada anak 30 Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 1999),

  hlm. 301 31 32 Hery Nur Aly, Op.Cit., hlm. 94 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: RemajaRosda Karya, 2001), hlm.6-7 didik, sehingga anak didik memiliki sifat-sifat kesetiakawanan sosial. Di samping itu guru harus dapat menempatkan diri sebagai orang tua kedua, sebagai tugas yang diemban dari orang tua kandung (wali murid) dalam waktu tertentu.Sehingga pemahaman terhadap jiwa dan watak anak didik diperlukan agar dengan mudah

  33

  dapat memahami jiwa dan watak anak didik. Dibidang kemasyarakatan merupakan tugas guru yang tidak kalah pula pentingnya. Pada bidang ini guru mempunyai tugas mendidik dan mengajar masyarakat untuk menjadi warga

  34 negara Indonesia yang bermoral Pancasila.

  Mencermati tiga tugas guru sebagai pendidik profesional di atas, dapat dipahami bahwa tugas guru tidak hanya terbatas pada lingkungan sekolah dan ruangan kelas saja, akan tetapi mencakup lingkup yang lebih luas lagi, yakni guru juga sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat. Sedangkan menurut Ahmad D.Marimba, di samping guru memiliki tugas untuk membimbing, mencari pengenalan terhadap anak didik melalui pemahaman terhadap jiwa dan watak, guru juga mempunyai tugas lain yang sangat urgen, yaitu :

  1. Menciptakan situasi untuk pendidikan, yakni suatu keadaan dimana tindakan pendidikan dapat berlangsung baik dengan hasil yang memuaskan

  2. Memiliki pengetahuan yang diperlukan, terutama pengetahuan-pengetahuan agama

33 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta:

  Rineka Cipta, 2000), hlm. 37

  3. Selalu meninjau diri sendiri, tidak malu apabila mendapat kecaman dari murid. Sebab guru juga manusia biasa yang memiliki sifat-sifat yang tidak sempurna

  4. Mampu menjadi contoh dan teladan bagi murid sekaligus tempat beridentifkasi

  35 (menyamakan diri).

  Guru terkait dengan tugas yang diembannya yang sangat banyak, maka secara otomatis menuntut tanggungjawab yang sangat tinggi, sebab baik dan tidaknya mutu hasil pendidikan tergantung pada seberapa besar pertanggung jawaban guru dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai guru dan pendidik yang profesional.

  Sedangkan Athiyah al-Abrasyi menyoroti sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang guru dalam pendidikan, menurut kaca mata Islam, antara lain :

  1. Bersifat Zuhud tidak mengutamakan materi dalam mengajar, karena mencari keridloan Allah

  2. Kebersihan guru, baik jasmani maupun rohani, seperti terhindar dari dosa besar, tidak bersifat

  riya‟ menghindari perselisihan dan lain-lain

  3. Ikhlas dalam pekerjaan, seperti adanya kesesuaian antara kata dan perbuatan serta menyadari kekurangan dirinya

  4. Suka pemaaf, yakni sanggup menahan diri dari kemarahan, lapang hati, sabar dan tidak pemarah karena hal-hal kecil, sehingga terpantul kepribadian dan harga diri

  5. Seorang guru merupakan seorang bapak, sebelum ia menjadi menjadi seorang guru. Guru harus mencintai murid-muridnya seperti cintanya kepada anak- anaknya sendiri dan memikirkan keadaan murid-muridnya seperti memikirkan keadaan anak-anaknya.

  6. Harus mengetahui tabiat murid. Seorang guru harus mengatahui tabiat, pembawaan, adat kebiasaan, rasa dan pemikiran murid agar tidak salah dalam mendidik murid, termasuk dalam pemberianmata pelajaran harus sesuai dengan tingkat perkembangannya.

  7. Harus menguasai mata pelajaran. Seorang guru harus benar-benar menguasai mata pelajaran yang diberikan kepada murid, serta memperdalam pengetahuannya

  36 tentang ilmu itu, sehingga pelajaran yang diajarkan tidak bersifat dangkal.

  Mencermati sifat-sifat sebagaimana tersebut di atas, memang sudah seharusnya seoarang guru yang notabenenya sebagai pendidik dengan segala tugas yang diembannya dalam menghantarkan anak didik untuk memiliki pengetahuan, kepandaian, serta berbagai ilmu dalam rangka mengembangkan diri secara optimal melalui bimbingan, arahan, serta didikan guru, sehingga melalui itu semua dapat tercipta insan-insan didik yang berkualitas tidak hanya dari segi ilmu pengetahuan saja, tapi juga dibarengi dengan kepribadian dan keluhuran sifat. Perbedaan utama pekerjaan profesi guru dengan yang lainnya terletak pada tugas dan tanggung jawabnya. Kedua jabatan itu akan memiliki persyaratan sebagai profesi jika dikaji dari kritierianya. Namun belumlah dapat dibedakan kedua

36 Moh. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar pokok Pendidikan Islam, terj. Bustani A.

  Ghani, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), hlm. 137-139 macam profesi tersebut sebelum melihat tugas dan tanggung jawab yang

  37 dipangkunya.

  Di samping itu untuk memanifestasikan kedudukan guru yang sangat mulia dan terhormat dan juga membangun relasi antara guru dan murid maka guru harus memberikan peran yang dibutuhkan oleh murid dan masyarakat antara lain:

  1. Sebagai korektor/ Evaluator : guru bisa membedakan mana nilai yang buruk dan mana nilai yang baik.

  2. Sebagai informator : guru harus dapat memberikan informasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi selain bahan pelajaran yang telah diprogramkan dalam mata pelajaran dalam kurikulum.

  3. Sebagai inspirator : guru harus memberikan ilham (petunjuk) yang baik atas kemajuan anak didik.

  4. Sebagai organisator : guru harus mampu mengorganisasikan segala sesuatu yang berkaitan dengan proses belajar mengajar demi tercapainya efektifitas dan efisiensi dalam belajar pada diri anak didik.

  5. Sebagai motivator : guru harus mampu mendorong anak didiknya agar bergairah dan aktif dalam belajar.

  6. Sebagai inisiator : guru harus mampu menjadi pencetus ide-ide kemajuan dalam pendidikan dan pengajaran.

  7. Sebagai fasilitator : guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang memudahkan belajar anak didik. 37 Sudarwan Danim, Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme (Bandung: Pustaka Setia, 2002), hlm. 133.

  TenagaKependidikan,

  8. Sebagai pembimbing : guru hendaknya mengarahkan anak didiknya terhadap potensinya sehingga mereka menjadi manusia dewasa yang sempurna, baik ilmu dan akhlaknya.

  9. Sebagai supervisor : guru hendaknya dapat membantu dan memperbaiki serta menilai terhadap proses pengajaran secara kritis dan juga peranan lain yang dapat mendukung dan mewujudkan kedudukan guru sebagai manusia terhormat dan

  38

  mulia. Dalam beberapa pendapat para ahli di atas, disadari atau tidak, tanggung jawab dan tugas guru sangat berat sekali. Jelasnya seorang guru harus mampu menjadi guru bagi dirinya sendiri sebelum menjadi guru bagi orang lain. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa guru tanggung jawabnya terlalu berat, oleh karena itu tidak semua orang mampu menjadi guru, sebab guru dituntut persyaratan serta memiliki kompetensi dasar dalam bidang yang digelutinya. Selain memiliki tugas dan tanggung jawab guru mempunyai hak-hak sebagaimana dijelaskan dalam Undang-undang guru dan dosen No. 14 Tahun 2005 dijelaskan bahwa pendidik dalam pasal 14 berhak memperoleh :

  1. Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial

  2. Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja

  3. Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual

  4. Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi

  5. Memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan

  6. Memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas

  7. Memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi

  8. Memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan

  9. Memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi

  39 10. Memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.

C. Hak dan Kewajiban Murid

  Sebagaimana guru yang memiliki tugas dan kewajiban, seorang murid juga memiliki hak dan kewajiban (tugas

  • –tugas) yang sangat penting dan harus diperhatikan dalam pendidikan. Menurut Athiyah al-Abrasyi, bahwa hak
  • –hak murid yang paling utama adalah dimudahkannya jalan bagi tercapainya ilmu pengetahuan kepada mereka serta adanya kesempatan belajar tanpa membedakan

  40

  kaya dan miskin. Oleh karena itulah Islam selalu menghimbau kepada para pengikutnya untuk berusaha keras dalam menuntut ilmu, kemudian mengajarkan dan menyumbangkan ilmu yang telah didapat tersebut kepada segenab manusia. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

  

“Menceritakan Mahmud bin Ghailan, menceritakan Abu Usamah A‟mas ari Abi

Shalih dari Abi Hurairah berkata, Rasulullah SAW,bersabda: Dan barang siapa

39 UU tentang Guru dan Dosen No 14 Tahun 2005, (Jakarta: BP Cipta Jaya, 2006), hlm.

  14 40 Moh. Athiyah Al-Abrasyi, Op.Cit., hlm. 146

  

menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan jalan

  41 baginya untuk menuju surga.” (HR.Tirmidzi)

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian - Konsep Etika Peserta Didik Menurut Burhanuddin Al-Zarnuji - Repository UIN Sumatera Utara

0 0 8

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pentingnya Etika Dan Hubungan Kerja Dalam Meningkatkan Kinerja Pegawai Di Kantor Walikota Medan

0 0 7

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Pengaruh Supervisi Bimbingan Dan Konseling Terhadap Kinerja Guru Bimbingan Dan Konseling SMA Negeri Se-Kota Jambi - Repository Unja

0 0 10

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Pembelajaran seni baca al-quran di Ukm Hiqma UIN Raden Intan Lampung - Raden Intan Repository

0 0 14

Konsep Etika Guru Dan Murid Dalam Persfektif Al-Zarnuji Dan Iman Ghazali Kitab Ta'limul Mutaalim Dan Ihya Ulumuddin - Raden Intan Repository

0 0 6

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Kepemimpinan Kepala Madrasah Dalam Upaya Meningkatkan Kinerja Guru di MIN 2 Tanggamus Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus - Raden Intan Repository

0 0 21

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Konsep Pempikiran Al - ‘Ijazul Al – ‘Ilmi (Mu’jizat Ilmiah) Harun Yahya Dalam Analisis Pemberdayaan Masyarakat Islam - Raden Intan Repository

0 1 14

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - TERORISME DALAM PERSEPEKTIF TAFSIR IBNU KATSĪR - Raden Intan Repository

0 0 30

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Metode Dakwah Menurut Al-Qur'an Dalam Pengembangan Masyarakat Islam - Raden Intan Repository

0 0 32

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Konsep pendidikan menurut Syeikh al-zarnuji dalam kitab Ta'lim Al-Muta'allim - Raden Intan Repository

0 0 120