BAB II IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN MUATAN LOKAL TA’LIMUL - IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN MUATAN LOKAL TA’LIMUL MUTA’ALLIM MELALUI KITAB HIDAYATUL MUTA’ALLIM DI MTS TARBIYATUL MUBTADIIN WILALUNG GAJAH DEMAK TAHUN PELAJARAN 2015/2016 - STAIN Kudus Repository

BAB II IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN MUATAN LOKAL TA’LIMUL MUTA’ALLIM MELALUI KITAB HIDAYATUL MUTA’ALLIM A. Deskripsi Pustaka 1. Pembelajaran Muatan Lokal Ta’limul Muta’allim Implementasi berasal dari bahasa inggris”Implementation” yang

  1

  berarti pelaksanaan atau implementasi. Implementasi juga merupakan suatu proses penerapan ide, konsep, kebijakan atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak baik berupa

  2 perubahan pengetahuan keterampilan maupun nilai dan sikap.

  Implementasi dalam kegiatan belajar mengajar dalam dunia pendidikan akan berlangsung efektif dan efesien apabila didukung oleh sumber daya manusia yang profesional untuk mengoperasikan sekolah, dana yang cukup agar sekolah mampu menggaji staf sesuai fungsinya, sarana prasarana yang memadai untuk mendukung proses

  3 belajar mengajar serta dukungan masyarakat ( orang tua) yang tinggi.

  Dengan adanya keseimbangan dalam hal memajukan pendidikan antara beberapa pihak yang terlibat langsung dalam menjamin akan kebutuhan pendidikan yang mencukupi semua kalangan, maka pendidikan semakin maju.

  Pemerintah selaku penanggung jawab atas terlaksananya suatu pendidikan berperan penting dalam membina, membimbing, mengarahkan, mengawasi proses berlangsungnya pendidikan secara umum. Pemerintah senantiasa mengadakan perubahan sistem pendidikan atau kurikulum yang telah distandarkan dengan standar 1 nasional pendidikan agar nantinya setiap lembaga penyelenggara

  John M. Echols dan Hasan Sadily, kamus Lengkap Inggris Indonesia, Jakarta, Gramedia, 2005, hlm. 313. 2 E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep dan Implementasi , Bandung, PT Remaja Rosdakrya, 2003, hlm. 93. 3 E. Mulyasa, Manajemen Berbasis sekolahm Konsep, Strategi dan Implememtasi, pendidikan selalu melakukan perubahan bila sistem yang dianut oleh lembaga tersebut tidak mampu lagi untuk menghadapi tantangan kemajuan iptek dalam era modernitas.

  Pendidik sebagai pelaku pendidikan atau orang yang berkecimpung langsung dalam kegiatan belajar mengajar di dalam kelas senantiasa berkreasi agar apa yang disampaikannya bisa dipahami oleh peserta didik. Pendidik juga dituntut untuk selalu melakukan inovasi dalam pengajarannya agar tercipta suasana belajar mengajar efektif dan efesien. Sedangkan peserta didik senantiasa belajar dengan rajin karena masa depan berada ditangan mereka.

  Tujuan pendidikan secara umum yang dikemukakan oleh Abdul

  4 Fattah Jalal terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Selain

  manusia mencari bekal akhirat, manusia juga tidak melupakan urusan duniawiyah. Hal ini sejalan dengan kalamullah dalam surat Al-Qashas ayat 77:

                                

  Artinya:”Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.(Q.S Al-Qashas:77)

  Maksud ayat tersebut adalah pendidikan haruslah mempersiapkan perkembangan peserta didik agar mampu berperan serta secara berkesinambungan dalam pembangunan manusia yang berkembang terus dan mampu beramal kebajikan selama dalam upaya

4 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendiikan dalam Perspektif Islam, Bandung, Remaja Rosdakarya,

  mencari kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akhirat, kesinambungan antara duniawi dan ukhrowi.

  Pembelajaran merupakan terjemahan dari istilah bahasa inggris, yaitu: “instruction”, Yang berarti sebagai proses interaktif antara guru dan siswa yang berlangsung secara dinamis. Berbeda dengan istilah “

  teaching

  ” yang berarti mengajar dan memiliki konotasi sebagai proses belajar, mengajar yang berlangsung secara satu arah, dimana guru

  5 lebih aktif dari pada siswa.

  Istilah pembelajaran (intruction) secara sederhana bermakna sebagai “ upaya untuk membelajarkan seseorang atau kelompok orang melalui berbagai upaya (effort) dan berbagai strategi, metode dan pendekatan ke arah pencapaian tujuan yang telah direncanakan”. Pembelajaran dapat pula dipandang sebagai kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional untuk membuat siswa belajar

  6 secara aktif yang menekankan pada penyediaan sumber belajar.

  Kisah ini diceritakan oleh Ibnu Katsir dalam menafsirkan Surat An- Nahl ayat 125:

                           

  Artinya:”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk

  ”.(Q.S An-

7 Nahl:125)

  Ayat diatas menjelaskan bahwa seluruh pendidikan dan ilmuwan 5 islam agar menggunakan cara yang tepat dalam mengajak manusia

H. Rayandra Asyhar, Kreatif Mengembangjan Media Pembelajaran , 2012, Jakarta: Referensi, hlm. 16.

  6 7 Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, Bandung: Remaja Rosdakrya, 2013, hlm. 4.

  Al- Qur’an SuratAn-Nahl, ayat 125, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Yayasan menuju kebenaran. Karena semua orang tidak dapat diajak lewat satu cara saja. Artinya, hendaknya menggunakan argumentasi yang kuat dalam mengahadapi orang awam atau masyarakat kebanyakan hendaknya memberikan pelajaran atau nasihat yang baik. Jadi dapat diartikan bahwa pembelajaran dapat dilakukan oleh pendidik yang di sampaikan kepada peserta didik untuk menambah pengetahuan dengan penyampaian yang baik dan dapat diterima oleh peserta didiknya.

  Pembelajaran juga dapat diperjelas dalam sebuah hadist, yang berbunyi:

  لا و ر س ق ل ٍ ع الله نلا ن ع ب ن ا ن ع ٌ لا س ه ىل ص ً ك ل ا و ا و ل م ب م ن س

  ) مل علا ب اتك ًف ير اخبلا هج رخا ( ا و ر ن ِّف ت لا و ر ِّس ب و ا و ا و رِّس ع ت

  Artinya:”Dari Anas bin Malik dari Nabi SAW “Mudahkanlah dan jangan kamu persulit. Gembirakanlah dan jangan kamu membuat

  8 lari”.(HR. Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhori al-Ju’fi).

  Hadist diatas menjelaskan bahwa proses pembelajaran harus dibuat dengan mudah sekaligus menyenangkan agar peserta didik tidak tertekan secara psikologis dan tidak merasa bosan terhadap suasana dikelas, serta apa yang diajarkan oleh gurunya. Dan suatu pembelajaran juga harus menggunakan metode yang tepat disesuaikan

  9 dengan mempertimbangkan keadaan orang yang akan belajar.

  Meskipun dalam Islam banyak hal yang telah dimudahkan oleh Allah akan tetapi perlu diperhatikan bahwa maksud kemudahan Islam bukan berarti kita boleh menyepelekan syari’at Islam dalam hal pendidikan, mencari-cari ketergelinciran atau mencari pendapat lemah sebagian ulama agar kita bisa seenaknya, namun kemudahan itu diberikan dengan alasan agar kita selalu melaksanakan perintah-Nya 8 dan menjahui larangan-Nya. 9 Ahmadi Toha, Terjemah Sahih Bukhori, Jakarta, Pustaka Panjimas, 1986, hlm. 89 Ismail, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, Semarang, Rasail Pembelajaran merupakan suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan

  10

  pembelajaran. Berbeda dengan pendapat sebelumnya, menurut Asyhar, pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat membawa informasi pengetahuan dalam interaksi yang berlangsung antara peserta didik dan guru. Selaras dengan pendapat yang sebelumnya menurut Hamruni, pembelajaran menunjukkan suatu usaha peserta didik untuk mempelajari bahan pelajaran sebagai akibat perlakuan guru. Selain itu ia juga menjelaskan makna pembelajaran yang

  11

  ditandai beberapa ciri-ciri sebagai berikut: a.

  Pembelajaran adalah proses berpikir yang menekankan pada proses mencari dan menemukan pengetahuan melalui interaksi antar individu dengan lingkungan.

  b.

  Proses pembelajaran adalah memanfaatkan potensi otak secara maksimal.

  c.

  Pembelajaran berlangsung sepajang hayat, yang terjadi terus- menerus tanpa pembatas.

  Jadi Implementasi pembelajaran adalah penerapan proses perubahan didalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari pada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, dan suatu pengertian.

2. Pembelajaran Muatan Lokal a. Pengertian Muatan Lokal

  Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah yang materinya tidak 10 dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi

Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, Jakarta, Bumi Aksra, 2011, hlm. 57. mata pelajaran muatan lokal dapat ditentukan oleh satuan pendidikan,

  12

  tidak terbatas pada mata pelajaran keterampilan. Menurut Dzakir, muatan lokal adalah program dan pendidikan yang di isi dan penyimpanannya dikaitkan dengan lingkungan alam dan lingkungan budaya serta kebutuhan daerah dan wajib dipelajari oleh murid di

  13 daerah itu.

  Sedangkan menurut Suwardi, muatan lokal merupakan materi pelajaran yang mengenalkan dan memperlihatkan ciri khas dari daerah tertentu yang terdiri dari berbagai macam keterampilan dan kerajinan

  14

  tradisional, budaya serta adat istiadat. Dapat diamati bahwa pembelajaran muatan lokal disini sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Jadi besar kecilnya hasil yang akan dicapai dalam pembelajaran muatan lokal berbanding lurus dengan seberapa pahamkah kita pada lingkungan sekitar dan pengoptimalan manfaat serta potensinya.

b. Dasar dan Tujuan Pembelajaran Muatan Lokal

  Pemerintah memberikan kebijakan untuk pengembangan kurikulum nasional dengan menyertakan kurikulum muatan lokal mulai dari Sekolah Dasar (SD) itu sesuai dengan hukum-hukum perundangan. Jadi dalam pelaksanaan kurikulum muatan lokal bukanlah tanpa dasar. Adapun dasar-dasar pelaksanaan itu adalah sebagai berikut: 1)

  Landasan Idial Sebagaimana dalam pelaksanaan kebijakan pendidikan lainnya, landasan idiel pelaksanaan kurikulum muatan lokal 12 adalah Pancasila dan Undang-undang Dasar (UUD) 1945.

  Masnur Muslih, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, Jakarta: Bumi Aksara, Cet. 7, 2011, hlm. 30 13 Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004, hlm. 102 14 Mukhtar Chaniago dan Tuti Tarwiyah Adi, Analisis SWOT Kebijakan Era Otonomi

  2) Landasan Konstitusional

  Selain landasan idiel, pelaksanaan kurikulum muatan lokal juga memiliki landasan konstitusional atau hukum. Berikut adalah landasan konstitusional atau hukum itu.

  a) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang pelaksanaan pendidikan nasioal. Adapun pasal-pasal yang terkait adalah sebagai berikut: (1)

  Pasal 3, yang berisi bahwa pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan watak serta perdaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdasakan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik agar menjadi manusia yang beriman serta bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu cakap, mandiri dan menjadi warga yang demokratis dan bertanggungjawab. (2)

  Pasal 36 Ayat (1) dan (2), yang menyatakan bahwa pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional diversidikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik.

  b) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang sistem pendidikan nasional

  (1)

  Pasal 7 Ayat (3),(4), (7) dan (8) yang menyatakan bahwa muatan lokal yang relevan merupakan salah satu kurikulum

  (2)

  Pasal 14 Ayat (1), yang menyebutkan bahwa pendidikan berbasis keunggulan daerah lokal dapat dimasukkan

  15 dalam kurikulum sekolah atau madrasah.

15 Jamal Ma’mur Asmani, Tips Efektif Aplikasi KTSP di Sekolah, Jogjakarta: Bening,

  3) Landasan Sosiologis

  Alasan bahwa negara Indonesia adalah negara yang multi budaya, seni, adat istiadat, bahasa, sumber daya alam, dsb dipandang sangat layak untuk pengembangan potensi-potensi tersebut sesuai dengan daerah masing-masing. Keanekaragaman tersebut merupakan aset kekayaan bangsa yang harus dilestarikan. Adapun upaya pelestarian tersebut dapat dilakukan dengan melaksanakan pendidikan yang berbasia karakteristik lokal

  

16

  masig-masing daerah. Hal tersebut didukung dengan dilaksanakannya sistem Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mengeksplor seluruh potensi yang dimiliki daerah sekitar atau sesuai dengan karakteristik sekolah atau madrasah tersebut. Dengan pelaksanaan kurikulum muatan lokal yang maksimal, diharapkan setiap sekolah dapat melahirkan lulusan-lulusan yang berkarakter sesuai dengan potensi daerah yang berwawasan nasional.

  Jika dilihat dari kepentingannya, muatan lokal dapat

  17

  dikategorikan menjadi dua macam, yaitu:

  a) Kepentingan Nasional

  (1) Mengembangkan dan melestarikan kebudayaan khas daerah

  (2) Mengarahkan nilai dan sikap masyarakat terhadap lingkungan ke arah yang lebih positif.

  b) Kepentingan Peserta didik

  (1) Meningkatkan pemahaman peserta didik dalam memahami lingkungannya (lingkungan sosial, budaya 16 dan alam).

  Subadjah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum , Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1993, hlm. 148 17 Dedi Supriyadi, Membangun Bangsa Melalui Pendidikan, Bandung: Rosda Karya,

  (2) Mengakrabkan peserta didik dengan lingkungannya

  (3) Menerapkan pengetahuan dan ilmu yang dimiliki untuk memecahkan masalah lingkungan atau daerah sekitar

  (4) Memanfaatkan sumber belajar yang terdapat di lingkungan sekitar.

  (5) Mempermudah peserta didik untuk menyerap materi pelajaran.

  Dari beberapa landasan dan keterangan diatas, dapat disebut bahwa muatan lokal agama (takhassus) di madrasah merupakan pengembangan, pemahaman, pengenalan dan pewarisan nilai- nilai ataupun potensi daerah sekitar, dalam hal ini adalah budaya pesantren yang dilaksanakan bersamaan dengan pendidikan nasional. Berarti, dalam pelaksanaan kurikulum muatan lokal bersandingan dan tidak melupakan bahwa kesatuan dan nasionalisme itu lebih penting ( tidak menimbulkan sikap

  caufinisme ).

c. Ruang Lingkup Muatan Lokal

  Materi yang dapat dikembangkan dalam materi muatan lokal dapat berupa bahasa daerah, bahasa asing, kesenian daerah, kesenian dan kerajinan daerah, adat istiadat daerah, pengetahuan tentang karakteristik daerah sekitar, serta hal-hal yang bersangkutan dan

  18 dianggap perlu di masing-masing daerah.

  Selain hal diatas, muatan lokal juga dapat berupa pendidikan agama. Bukan pendidikan agama secara umum. Namun muatan lokal yang biasa dikembangkan di Madrasah Tsanawiyah adalah muatan lokal kajian kitab kuning. Sebagai contoh, kitab taqrib, ta’lim al- muta’allim, fath al qarib dan lain sebagainya. Dalam kajian itu, materi-materi yang dikembangkan kebanyakan dalam hal keimanan 18 (tauhid), fiqih dan akhlak (adab).

E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

  Jika pendidikan muatan lokal sudah dimasukkan dalam kurikulum di sekolah, maka setiap satuan pendidikan muatan lokal harus dikembangkan berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Berkaitan dengan pengembangan materi muatan lokal. Dedi Supriadi menyebutkan bahwa materi pendidikan muatan lokal dapat

  19

  dikembangkan berdasarkan beberapa prinsip yaitu: 1)

  Materinya tidak boleh tumpang tindih dengan materi muatan nasional, agar tidak terjadi pemborosan jam pelajaran. Mengingat jam pelajaran yang sangat terbatas. 2)

  Sesuai dengan kebutuhan dan potensi daerah lokal (sekolah dan peserta didik). Kesesuaian ini sebaiknya dikaji terlebih dahulu oleh siswa dan guru ataupun tenaga ahli lainnya. Sehingga dapat diperoleh hasil yang akurat mengenai apa saja yang seyogyanya diterapkan dn dilakukan. 3)

  Memberikan kemanfaatan bagi peserta didik baik pada saat ini maupun masa yang akan datang. 4)

  Tersedia potensi yang mendukung dan memungkinkan untuk diakses.

  Dalam menusun materi muatan lokal agar tidak terjadi tumpang tindih dengan materi muatan nasioanal, maka sekolah atau guru dalam menyusun materi harus menerjemahkan konsep materi bidang studi (pokok bahasan dan sub pokok bahasan) yang terdapat dalam Garis-Garis Program Pengajaran (GBPP). Dengan demikian, keberadaan muatan lokal hanya untuk memperkaya khasanah dan wawasan peserta didik.

d. Proses Belajar Mengajar Muatan Lokal

  Proses dalam pengertiannya disini merupakan interaksi semua komponen atau unsur yang terdapat dalam belajar mengajar yang satu sama lainnya saling berhubungan (interdependent) dalam ikatan untuk

  20

  mencapai tujuan. Sedangkan belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dan individu dengan lingkungannya. Dalam pengertian ini terdapat kata “Change” atau perubahan yang berarti bahwa seseorang telah mengalami proses belajar, akan mengalami perubahan tingkah laku, baik aspek pengetahuannya, keterampilannya maupun aspek sikapnya, misalnya dari tidak tahu bisa menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dari ragu-ragu menjadi yakin, dari tidak sopan menjadi sopan.

  Mengajar diartikan sebagai proses penyampaian informasi atau pengetahuan dari guru kepada peserta didik. Dan mengajar sebagai proses menyampaiakan pengetahuan, sering juga diartikan sebagai proses menanamkan ilmu pengetahuan. Dan bahwa mengajar adalah menanamkan pengetahan atau keterampilan (taeaching is imparting

  knowledge or skill ). Dan mengajar menunjukkan kegiatan yang

  membawa kepada aktivitas belajar seseorang. Mengajar bukan hanya sekedar menceritakan (telling) atau memperlihatkan cara (showing

  how ), akan tetapi merupakan suatu proses atau rangkaian kegiatan

  yang dapat mendorong seseorang untuk melakukan aktivitas sesuai dengan tujuan pengajaran.

  Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggung jawab yang sangat berat. Berhasilnya pendidikan pada peserta didik sangat bergantung pada pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan tugasnya. Mengajar pada prinsipnya membimbing peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar atau mengandung pengertian bahwa mengajar merupakan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan peserta didik dan bahan

  21 20 pengajaran yang menimbulkan proses belajar mengajar.

  Muh Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Cet. 14, 2002, hlm. 5

  Mengajar pada umumnya usaha guru untuk menciptakan kondisi-kondisi atau mengatur lingkungan sedemikian rupa, sehingga terjadi interaksi antara peserta didik dengan lingkungan, termasuk guru, alat pelajaran, dan sebagainya yang disebut proses belajar,

  22 sehingga tercapai tujuan pelajaran yang telah ditentukan.

  Belajar mengajar adalah interaksi edukatif atau hubungan timbal balik antara guru (pendidik) dan peserta didik dalam suatu sistem pengajaran. Interaksi edukatif merupakan faktor penting dalam usaha mencapai terwujudnya situasi belajar dan mengajar yang baik

  23 dalam kegiatan pendidikan dan pengajaran.

  Sedangkan menurut peneliti ,bahwa pengertian interaksi mengandung unsur saling memberi dan menerima, dalam setiap interaksi belajar megajar ditandai dengan sejumlah unsur, yaitu:

  1) Tujuan yang hendak dicapai

  2) Guru dan peserta didik

  3) Bahan pelajaran

  4) Metode yang digunakan untuk menciptakan situasi belajar mengajar

  5) Penilaian yang fungsinya untuk menerapkan seberapa jauh ketercapaiannya tujuan.

  Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan peserta didik atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam hal ini tidak hanya penyampaian materi pelajaran, melainkan penanaman sikap dan nilai pada diri peserta didik yang sedang belajar.

  22 23 Nasution, Teknologi Pendidikan, Jakarta: PT. Bumi Aksara, Cet. 6, 2011, hlm. 43 B. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, Jakarta: PT. Rineka Cipta, Cet.

e. Strategi Pembelajaran Muatan Lokal

  Meskipun strategi lebih sering digunakan dalam bidang militer yang didalamnya tersimpan sederet cara untuk mencapai kemenangan. Begitu juga pada proses pendidikan muatan lokal, strategi juga digunakan dengan maksud apa yang dilakukan sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan. Bahwa strategi diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dengan begitu, pendidikan muatan lokal pun memerlukan perencanaan yang biaanya tercermin dalam perencanaan pembelajaran atau juga dalam silabus.

  Bahwa setidaknya konsep dalam strategi pembelajaran muatan lokal memuat kegiatan-kegiatan berikut ini: Hal pertama yang bisa dilakukan adalah menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku. Kemudian diteruskan dengan menentukan pilihan berkenaan dengan pendekatan masalah belajar mengajar, memilih prosedur, metode dan teknik belajar mengajar. Hal terakhir yang perlu diperhatikan adalah norma dan kriteria keberhasilan belajar mengajar.

  Berdasarkan definisi dan konsep strategi pembelajaran yang terpapar diatas, setidaknya ada dua hal yang harus digaris bawahi dalam proses pembelajaran muatan lokal agama. Pertama, strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan yang akan digunakan untuk mencapai kompetensi yang inin dicapai dalalm pembelajaran muatan lokal agama. Kedua, strategi pembelajaran muatan lokal agama dapat dilakukan dengan penyusunan langkah-langkah pembelajaran, memanfaatkan berbagai fasilitas dan sumber belajar yang semua itu diusahakan untuk mencapai tujuan pembelajaran muatan lokal agama.

  Dalam menentukan strategi pembelajaran muatan lokal, guru setidaknya dapat merencanakan dan menentukan langkah-langkah sebagai berikut:

  Pendekatan yang digunakan dalam proses belajar mengajar banyak mempengaruhi tercapainya tujuan pembelajaran. Dimana tinggi rendahnya kualitas belajar mengajar ditentukan oleh pendekatan dalam mengajar yang dilakukan oleh guru. Semakin tepat pendekatan yang digunakan oleh guru, maka kemungkinan keberhasilan tujuan pembelajaran akan semakin besar.

  Pendekatan dalam mengajar dibagi menjadi dua macam, yaitu: a)

  Pendekatan model personal atau inquiry Pendekatan ini memposisikan peserta didik sebagai objek dan subjek pembelajaran, sehingga guru disini lebih berposisi sebagai pembimbing atau fasilitator. Hal tersebut dikarenakan anggapan bahwa smeua siswa mempunyai kemampuan untuk berkembang sesuai kemampuannya masing-masing.

  Sehingga siswa lebih banyak diberi kesempatan untuk belajar sendiri dan menggali kemmpuannya seoptimal mungkin. Dalam melaksanakan pendekatan inquiry ini, guru setidaknya harus melaksanakan lima hal.

  Pertama, perumusan masalah untuk dipecahkan siswa. Kedua, menetapkan jawaban sementara dan alasan-

  alsasan-alasan yang mendasarinya. Ketiga, guru harus mampu mengkondisikan dan mengkontrol siswa untuk mencari data dan fakta untuk menjawab permasalahan yang telah diberikan. Keempat, membahas dan menarik kesimpulan atau generalisasi. Kelima, mengaplikasikan kesimpulan dalam situasi baru.

  Dalam pendekatan ini, metode yang banyak digunakan adalah metode diskusi, artinya siswa dituntut mampu mengembankan pemikiran dan analisisnya motivator, dan narasumber bag peserta didik. Diharapkan melalui metode itu, dapat tercapai sebuah kesimpulan yang komprehensif dan dapat diaplikasikan.

  b) Pendekatan tingkah laku

  Sesuai dengan namanya, maka metode ini lebih menekankan pada teori tingkah laku atau behaviorisme. Dalam teori belajar semacam ini dinyatakan bahwa perilaku manusia itu dikendalikan oleh respon dan stimulus yang diterimanya.

  Dalam mempraktikkan metode ini, seorang guru harus melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

  Pertama, guru memberikan stimulus belajar pada siswa. Kedua, mengamati respon siswa dalam menanggapi

  stimulus yang dilakukan oleh guru. Ketiga, memberikan latihan pada siswa dalam hal menanggapi stimulus yang diberikan. Keempat, memperkuat respon siswa yang dianggap paling tepat terhadap stimulus.

  Metode yang efektif digunakan mengingat materi muatan lokal agama kebanyakan memakai bahasa Arab dan kitab kuning. Maka respon siswa terhadap gramatikal bahasa tersebut sangat perlu untuk selalu dilatih dan dioptimalkan . 2)

  Metode mengajar Metode dapat dikatakan sebagai cara yang digunakan untuk menjalankan rencana yang telah disusun dalam kegiatan yang nyata agar tujuan pembelajaran yang telah direncanakan dapat tercapai secara optimal. Dapat diketahui, bahwa metode sangat berpengaruh besar dalam menentukan keberhasilan belajar mengajar seorang guru.

  Metode merupakan hal yang sangat penting dalam proses pendidikan tidak menggunakan metode yang tepat maka akan sulit untuk mendapatkan tujuan pembelajaran yang diharapkan. Seluruh pendidik sudah maklum, namun masih saja dilapangan penggunaan metode mengajar ini banyak menemukan kendala. Seperti yang dijelaskan dalam Al-

  Qur’an Surat Al-Maidah ayat 67:

                             

  Artinya:”Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat- Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang

  24 yang kafir (QS.Al-Maidah:67).

  Kendala penggunaan metode yang tepat dalam mengajar banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: ketrampilan guru belum memadai, kurangnya sarana dan prasarana, kondisi lingkungan pendidikan dan kebijakan lembaga pendidikan yang belum menguntungkan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang variatif.

  Kenyataan ini menunjukkan betapa pentingnya metode dalam proses belajar mengajar. Tetapi betapapun baiknya suatu metode tetapi bila tidak diiringi dengan kemampuan guru dalam menyampaikan maka metode tinggallah metode. Ini berarti faktor guru juga ikut menentukan dalam keberhasilan proses kegiatan belajar mengajar. Sepertinya kedua hal ini saling terkait. Metode yang baik tidak akan mencapai tujuan bila guru tidak lihai menyampaikannya. Begitu juga sebaliknya metode yang kurang 24 baik dan konvensional akan berhasil dengan sukses, bila

  Al- Qur’an Surat Al-Maidah, ayat 67, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Yayasan disampaikan oleh guru yang kharismatik dan berkepribadian sehingga peserta didik mampu mengamalkan apa yang disampaikannya tersebut.

  Berikut adalah metode yang sering digunakan dalam pembelajaran muatan lokal agama: a)

  Metode sorogan Praktik dari metode ini adalah sebagai berikut:

  Seorang murid mengahadap guru satu persatu dengan membawa kitab yang dikaji. Selanjutnya ia membaca dan atau memaparkan selanjutnya guru menyimak. Aspek gramatikal adalah hal yang biasanya paling diperhatikan dalam metode ini.

  b) Metode bandongan

  Dalam metode ini, siswa duduk disekililing atau di depan guru yang menerangkan pelajaran secara terjadwal. Kegiatan ini biasanya dimulai dengan pembacaan terjemah, syarah dengan analisis gramatikal serta tinjauan

  

25

sorof dan nahwu.

  c) Metode diskusi

  Metode diskusi merupakan percakapan ilmiah yang responsive berisikan pertukaran pendapat yang dijalin dengan pertanyaan-pertanyaan problematik serta pemunculan ide-ide sedang ide tersebut dikemukakan oleh kelompok yang diarahkan untuk pemecahan dan mencari solusi yang tepat untuk suatu permasalahan. Metode dikusi sebaiknya dilaksanakan setelah peserta didik diberi sedikit pengantar oleh guru. Hal tersebut dimaksudkan untuk memancing pikiran mereka agar terarah pada materi.

25 Ismail, Dinamika Pesantren dan Madrasah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002, hlm.

  3) Teknik mengajar

  Teknik mengajar bisa diartikan sebagai keterampilan guru untuk mengelola kelas, dimana guru menciptakan kondisi yang optimal,. Tetapi, suatu saat jika dikehendaki maka guru dapat mengembalikannya. Selain itu, teknik mengajar juga bisa disebut sebagai penjabaran dari metode pembelajaran., teknik disini dimaknai sebagai cara dalam mengimplementasikan metode mengajar. Dalam mengimplementasikan teori tersebut, tentu saja guru harus memperhatikan kondisi-kondisi ataupun hal yang berkaitan dengan proses pembelajaran itu. Utuk menunjang keberhasilan teknik dalam mengajar maka perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut:

  a) Menciptakan kondisi belajar yang optimal

  b) Menunjukkan sikap tanggap

  Sikap tanggap ini dimaksudkan agar guu dianggap benar-benar ada di antara peserta didik. Tanggap yang dimaksud disitu bukan hanya pada sikap yang sesuai dengan iklim belajar yang diharapkan tetapi pada sikap yang tidak sesuai pola. Untuk menunjukkan kesan tanggapan ini, guru bisa melakukan hal-hal sebagai berikut: (1)

  Selalu memberikan komentar yang positif pada setiap yang dilakukan peserta didik. Hal ini dimaksudkan untuk menanamkan sikap optimis pada peserta didik. Jika komentar yang diberikan selalu negatif dan bernada larangan, niscaya peserta didik tidak akan merasa nyaman, tetapi merasa tidak nyaman dan pesimistis dengan kemampuannya. (2) Guru dapat menjaga kontak mata dengan peserta didik.

  Oleh sebab itulah kadang-kadang peserta didik merasa ini adalah bahwa pandangan mata guru tidak terlihat menyeramkan atau bernada emosi sehingga murid merasa takut dan tidak nyaman. (3)

  Melakukan gerak mendekat pada siswa. Dengan kata lain, guru harus mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap perilaku peserta didik. Yang tidak kalah penting dari apa yang telah dijelaskan di atas adalah bahwa seorang guru yang tidak mampu mengelola kelas dengan baik akan sangat sulit untuk membawa peserta didik pada sebuah pemahaman yang komprehensif dan sistematis.

f. Komponen Pendukung Dalam Pembelajaran Muatan Lokal

  Ada dua komponen pendukung dalam keberhasilan pembelajaran muatan lokal. Kedua komponen tersebut adalah: 1)

  Sumber daya manusia Sumber daya manusia menjadi faktor penting dalam penyelengaraan pembelajaran muatan lokal, baik dari guru maupun peserta didik itu sendiri.

  Guru sebagai ujung tombak dalam keberhasilan pembelajaran muatan lokal terutama dalam pengembangan perencanaan dan pelaksanaan kurikulum harus memiliki sejumlah kompetensi. Dimulai dari kompetensi pribadi, kompetensi profesional dan kompetensi sosial masyarakat bahwa kualitas

  26

  sumber daya guru dapat dilihat dari dua segi, yaitu:

  a) Segi proses

  Dilihat dari segi ini, guru dinyatakan berhasil jika mampu melibatkan siswa dalam proses pembelajaran baik secara fisik mental maupun sosial.

  b) Segi hasil

  Dari segi ini, guru dikatakan berhasil jika setelah menyampaikan pelajaran peserta didik dapat berubah ke arah kompetensi dasar yang lebih baik. 2)

  Media Pembelajaran Dalam dunia pendidikan media pembelajaran digunakan untuk mempermudah dan mengefektifkan proses pembelajaran atau menjadikan pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan.

  Berikut adalah kegunaan media pendidikan dalam proses

  27

  belajar mengajar:

  a) Memperjelas penyajian pesan agar tidak nampak terlalu verbalitas (hanya berbentuk kata-kata) b)

  Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan indra, misalnya: 1)

  Objek yang terlalu besar, dapat dimunculkan melalui gambar. 2)

  Objek yang terlalu kecil dapat dibantu dengan proyektor 3)

  Kejadian yang terjadi dimasa lalu dapat ditunjukkan melalui film ataupun foto 4)

  Objek yang terlalu kompleks dapat disajikan dalam bentuk desain atau diagram

5) Konsep yang terlalu luas dapat disampaikan melalui film.

  c) Dengan menggunakan media pembelajaran secara tepat, dapat mengurangi kepasifan peserta didik dalam proses belajar mengajar.

  Dari berbagai macam uraian tersebut dapat dikatakan bahwa guru dan peserta didik dapat menjadi subjek proses belajar mengajar. Sehingga untuk mencapai hasil yang diinginkan, maka memerlukan plaining dari guru. Dalam pembelajaran guru, siswa dan lingkungan pendidikan sangat

  27 http:// Mariabans: Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran. html. com. Diakses Pada berpengaruh dalam keberhasilan belajar mengajar mata pelajaran muatan lokal agama.

3. Pembelajaran Ta’lim Muta’allim Melalui Kitab Hidayatul Muta’allim a. Mata Pelajaran Ta’lim Muta’allim

  Ta’lim muta’allim adalah kitab akhlak yang dikarang oleh

  Syaikh Az-Zarnuji yang berisi tentang nilai-nilai etik dan estetik

  28 dalam proses pembelajaran.

  Kitab Ta’lim Muta’allim adalah salah satu kitab klasik yang dikarang oleh Burhan Al- Islam Al Zarnuji , kitab ini merupakan karya terkenal yang berisi tentang sikap kepatuhan dari pada murid sepenuhnya kepada para gurunya. Bagi banyak kiyai kitab ini merupakan salah satu tiang penyangga utama pendidikan pesantren

  29 dan madrasah.

  Ta’lim Muta’allim mempunyai arti pembelajaran bagi pelajar atau penuntut ilmu.

  Kitab T

  a’lim Muta’allim karangan Syaikh Az-Zarnuji ini ditulis

  dikarenakan beberapa hal diantaranya, beliau melihat banyaknya orang yang mencari ilmu dengan bersungguh-sungguh tetapi tidak menghasilkan apa-apa, atau menghasilkan ilmu, tetapi tidak memberi

  30 manfaat.

  Pertama kali diketahui, naskah kitab ini dicetak dijerman tahun

  31

  1709 M oleh Ralandus, jika kitab ini diasumsikan masuk ke Indonesia dibawah oleh Walisongo, maka kitab ini diajarkan di Indonesia mulai abad 14 Masehi, tapi jika diasumsikan bahwa dia masuk bersama periode kitab-kitab karangan imam Nawawi banten, maka 28 Ta’lim Muta’allim baru masuk ke Indonesia pada akhir periode

  Asy-Syekh Az-Zarnuji, Pedoman Belajar Untuk Pelajar dan Santri, Surabaya: Al- Hidayah, 2006, hlm. 8 29 Martin Van Bruinessen , Kitab Kuning ( Pesantren Dan Tarekat), Bandung: Mizan, 1995, hlm. 164-165 30 Aly As’ad, Terjemahan Ta’lim Muta’allim (Bimbingan Bagi Penuntut, Ilmu Pengetahuan ), Menara Kudus, 2007, hlm. 1 abad 19 Masehi. Karena belum pernah diketahui secara pasti kapan

  32 kitab Ta’lim Muta’allim pertama kali masuk ke Indonesia.

  Salah satu ayat Al- Qur’an yang digunakan untuk menjelaskan tentang salah satu bab yang di dalam kitab

  Ta’lim Muta’allim ini

  adalah Al- Qur’an surat Al-Baqarah ayat 31-32 yang berbunyi :

                               

  Artinya:”Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar(31). Mereka menjawab: "Maha suci Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana."(Q.S Al-

33 Baqarah:31-32)

  Ayat ini menunjukkan terjadinya proses pengajaran (ta’lim) kepada Adam sekaligus menunjukkan kelebihannya karena ilmu yang dimilikinya yang tidak diberikan Allah kepada para makhluk lainnya,

  34 maka proses ta’lim itu hanya bisa terjadi pada makhluk berakal.

  Pelajaran dalam pendidikan Islam ini juga dapat diketahui bahwa manusia yang telah dikaruniai ilmu pengetahuan yang lebih banyak dari pada makhluk Allah yang lainnya, hendaklah selalu mensyukuri nikmat tersebut, serta tidak menjadi sombong dan angkuh karena ilmu pengetahuan serta kekuatan akal dan daya pikir yang dimilikinya.

  Berdasarkan penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang mendorong Az-Zarnuji menyusun kitab

  Ta’lim Muta’allim 32 adalah sebagai berikut: 33 Ibid, hlm. ix Al- Qur’an , Surat Al-Baqarah, ayat 31-32, Departemen Agama Republik Indonesia, al- Qur’an dan Terjemahannya, Surabaya: Mekar, 2004, hlm. 6 a) Az-Zarnuji memandang bahwa banyak penuntut ilmu itu salah menempuh jalan, sehingga mereka tidak memperoleh apa yang menjadi tujuan, baik sedikit maupun banyak.

  b) Dari pernyataan tersebut diatas, maka Az-Zarnuji ingin menjelaskan cara-cara yang harus ditempuh di dalam menuntut ilmu dengan mengacu pada kitab-kitab yang ditulis sebelumnya dan paparan yang didengar dari guru beliau dengan harapan agar mendapatkan keberuntungan dan keselamatan di akhirat.

  Kitab Ta’lim Muta’allim sendiri memiliki makna menunjukkan jalan atau cara-cara menuntut ilmu kepada para pencari ilmu. Supaya para penuntut ilmu bisa menghasilkan ilmu yang bermanfaat, bisa diamalkan dan menambah pahala bagi pemilik ilmu tersebut. Maka dari itu, supaya mudah dimengerti dan dipahami, kitab Ta’lim

  Muta’allim dalam karangan Aly As’ad diperinci dalam 13 bahasan

  35

  yaitu:

  a)

  Bab 1 tentang pengertian Ilmu, Fiqih dan Keutamaannya

  b)

  Bab 2 tentang Niat Dalam Belajar

  c)

  Bab 3 tentang Memilih Ilmu, Guru, Teman dan tentang Ketabahan

  d)

  Bab 4 tentang Penghormatan terhadap ilmu dan Ulama’

  e)

  Bab 5 tentang Tekun dan Semangat

  f)

  Bab 6 tentang memulai Belajar, Pengaturannya dan Urutannya

  g)

  Bab 7 tentang Tawakal

  h)

  Bab 8 tentang Waktu Keberhasilan i) Bab 9 tentang Kasih Sayang dan Nasehat j) Bab 10 tentang Istifadah (memperoleh manfaat ilmu) k)

  Bab 11 tentang Waro’ Ketika Belajar (menjaga diri dari perkara haram) l)

Bab 12 tentang Penyebab Hafal dan Penyebab Lupa

  m)

Bab 13 tentang Sumber dan Penghambat Rizqi, Penambah dan Pemotong Usia b. Metode Belajar dalam Ta’lim Muta’allim Adapun metode dalam mata pelajaran T

  a’limul Muta’allim

  adalah sebagai berikut:

  a) Metode musyawarah

  Metode musyawarah merupakan penyajian bahan pelajaran yang dilakukan dengan cara siswa membahasnya bersama-sama melalui tukar pendapat tentang suatu topik atau masalah tertentu

  36

  yang ada dalam kitab kuning. Dalam kegiatan ini guru bertindak sebagai moderator. Dengan metode ini diharapkan dapat memacu para siswa untuk dapat lebih aktif dalam belajar.

  Metode ini akan tumbuh berkembang pemikiran-pemikiran kritis, analisis dan logis. Adapun kegiatan mudzarakah dapat diartikan sebagai pertemuan ilmiah yang membahas masalah diniyah.

  b) Metode bandongan

  Metode bandongan adalah cara penyampaian ajaran kitab kuning dimana seorang guru membacakan dan menjelaskan isi ajaran atau kitab kuning tersebut, sementara siswa mendengarkan, memaknai dan menerima. Dalam metode ini guru berperan aktif,

  37 sementara siswa bersikap pasif.

  Menurut Zamakhsyari Dhofier metode bandongan ini dapat diartikan sebagai cara dimana santri mendengarkan sambil meberi

  38

  catatan (ngesahi, Jawa) pada kitab yang sedang dibaca. Dalam dunia pendidikan metode ini sekarang diistilahkan dengan metode 36 layanan kolektif.

  Departemen Agama RI, Pola Pengembangan Pondok Pesantren, Jakarta: Direktorat Jendreral Kelembagaan Agama Islam, 2003, hlm. 46 37 Arnai, Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Pers, 2002, hlm. 44 38 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai,

  c) Metode Sorogan

  Zamakhsyari Dhofier menjelaskan bahwa metode sorogan merupakan suatu metode yang ditempuh dengan cara guru

  39 menyampaikan pelajaran kepada santri secara individual.

  Dalam metode sorogan sebaliknya dari metode bandongan, di mana siswa yang menyodorkan yang akan dibahas dan sang guru mendengarkan, setelah itu guru memberikan komentar dan

  40 bimbingan yang dianggap perlu lagi siswa.

  d) Metode Ceramah

  Metode ceramah adalah cara menyampaikan sebuah materi pelajaran dengan cara penuturan lisan kepada anak didik atau

  41

  khalayak ramai. Dari definisi ini, terlihat bahwa substansi metode ini adalah sama yaitu menerangkan materi pelajaran kepada anak didik dengan penuturan kata atau lisan. Metode ceramah ini dikenal juga sebagai metode kuliah karena banyak dipakai di perguruan tinggi dn disebut juga pidato atau”khutbah”. Dalam metode sistem majelis taklim (ceramah) biasanya

  42 disampaikan dalam kegiatan tabligh atau kuliah umum.

Dokumen yang terkait

PENANAMAN NILAI-NILAI KEIMANAN MELALUI PEMBELAJARAN KITAB AQIDATUL AWAM PADA MUATAN LOKAL DI MTS MIFTAHUL ULUM TRIMULYO KAYEN PATI TAHUN PELAJARAN 2013/2014 - STAIN Kudus Repository

0 0 119

PERAN GURU DALAM PEMBELAJARAN MUATAN LOKAL MUSYAFAHAH DAN TAJWID DI MTS NU BANAT KUDUS TAHUN PELAJARAN 2016/2017 - STAIN Kudus Repository

1 1 13

PERAN GURU DALAM PEMBELAJARAN MUATAN LOKAL MUSYAFAHAH DAN TAJWID DI MTS NU BANAT KUDUS TAHUN PELAJARAN 2016/2017 - STAIN Kudus Repository

0 0 28

PERAN GURU DALAM PEMBELAJARAN MUATAN LOKAL MUSYAFAHAH DAN TAJWID DI MTS NU BANAT KUDUS TAHUN PELAJARAN 2016/2017 - STAIN Kudus Repository

0 0 10

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KITAB HILYATU AT- TILAWAH DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA AL-QUR’AN SISWA PADA MUATAN LOKAL TAJWID DI MTS NU BANAT KUDUS TAHUN PELAJARAN 2015/2016 - STAIN Kudus Repository

0 0 6

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KITAB HILYATU AT- TILAWAH DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA AL-QUR’AN SISWA PADA MUATAN LOKAL TAJWID DI MTS NU BANAT KUDUS TAHUN PELAJARAN 2015/2016 - STAIN Kudus Repository

0 1 32

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KITAB HILYATU AT- TILAWAH DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA AL-QUR’AN SISWA PADA MUATAN LOKAL TAJWID DI MTS NU BANAT KUDUS TAHUN PELAJARAN 2015/2016 - STAIN Kudus Repository

0 0 10

2. Tinjauan Historis MTs NU Banat Kudus - IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KITAB HILYATU AT- TILAWAH DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA AL-QUR’AN SISWA PADA MUATAN LOKAL TAJWID DI MTS NU BANAT KUDUS TAHUN PELAJARAN 2015/2016 - STAIN Kudus Repository

0 0 33

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MUATAN LOKAL TAUHID DI MTS MIFTAHUL ‘ULUM TAMBAKROMO PATI TAHUN PELAJARAN 2017/2018 - STAIN Kudus Repository

0 1 25

ANALISIS PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MUATAN LOKAL USHUL FIQH DENGAN KITAB AS-SULAM KARYA ABDUL HAMID HAKIM DI MA FUTUHIYYAH-1 MRANGGEN DEMAK TAHUN PELAJARAN 2016/2017 - STAIN Kudus Repository

0 0 24