10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Agency

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Agency

  Kompas (2015), menyatakan bahwa dana transfer dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah berupa Dana Alokasi Umum (DAU) dan dana bagi hasil diserahkan dalam bentuk block grant, yaitu bantuan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah yang tidak disertai dengan syarat-syarat tertentu, yang mengakibatkan dana tersebut mengalami pemborosan, pada dasarnya dana-dana tersebut dipergunakan untuk belanja modal guna pembangunan, tetapi kenyataannya sebagian besar dana tersebut dipakai oleh pemerintah daerah guna belanja pegawai. Hal ini mengakibatkan pemerintah tidak dapat menggunakan dana tersebut untuk belanja modal yang bisa menggerakan perekonomian.

  Dengan terjadinya fenomena seperti itu, maka pembangunan yang ada di daerah- daerah yang menggunakan sumber pendanaan baik itu dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) ataupun Dana Alokasi Umum (DAU) yang diberi oleh pemerintah pusat akan terhambat, dikarenakan banyaknya dana yang mengalir untuk belanja pegawai, kemudian alokasi untuk pembangunan daerahnya mengalami keterbatasan dana. Dengan demikian masyarakat tidak akan merasakan secara langsung atas pembangunan yang bersumber dari dana tersebut. Keadaan tersebut terindikasi terciptanya konflik antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, dan juga hubungan masyarakat dengan pemerintah daerah yang saling terdapat perbedaan kepentingan yang disebut konflik keagenan atau agency theory.

  Setiap daerah memiliki tujuan untuk mengoptimalkan potensi lokal yang dimiliki daerah untuk peningkatan kualitas dan kemajuan daerahnya. Peningkatan ini tentunya Pemerintah daerah sebagai pihak yang diserahi tugas menjalankan roda pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat, wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan daerahnya untuk dinilai apakah pemerintah daerah berhasil menjalankan tugasnya dengan baik atau tidak.

  Kaitan teori keagenan dalam penelitian ini dapat dilihat melalui hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, dan juga hubungan masyarakat dengan pemerintah daerah. Hubungan antara masyarakat dengan pemerintah daerah adalah seperti hubungan antara principal dan agent. Masyarakat yang diwakili oleh DPRD adalah principal dan pemerintah adalah agent.Agent diharapkan dalam mengambil kebijakan keuangan menguntungkan principal.Principal memiliki wewenang pengaturan kepada agent, dan memberikan sumber daya kepada agent dalam bentuk PAD dan Dana Perimbangan.

  Pemerintah daerah sebagai pihak yang diserahi tugas menjalankan roda pemerintahan, pembangunan, dan pelayananmasyarakat,wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan daerahnya untuk dinilai apakah pemerintah daerah berhasil menjalankan tugasnya dengan baik atau tidak. Bila keputusan agen merugikan bagi principal maka akan timbul masalah keagenan. Karena tidak mengetahui apa yang sebenarnya dilakukan oleh agen (assymetric information) maka principal membutuhkan pihak ketiga yang mampu meyakinkan principal bahwa apa yang dilaporkan oleh agent adalah benar. (A.A Ngurah Agung Kresnandra:2013).

2.2 Teori Federalisme Fiskal

  Menurut Sugiarthi (2014), Teori Federalisme Fiskal menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi diperoleh dengan desentralisasi fiskal melalui pelaksanaan otonomi daerah. Desentralisasi fiskal diartikan sebagai perlimpahan kewenangan terkait dengan pengambilan keputusan kepada pemerintah tingkat rendah.

  Bentuk pemerintahan federalisme fiskal adalah struktur dari tingkatan pemerintah yang masing-masing mempunyai sumber dari pendapatan dan mempunyai tanggungjawab.

  Dalam penerapan desentralisasi fiskal, setiap daerah juga dituntut untuk membiayai sendiri biaya pembangunannya.Padahal pendapatan daerah tidak bisa membiayai seluruh pengeluarannya. Oleh karena itu, transfer dana dari pusat menjadi sumber penerimaan yang sangat dominan bagi pemerintah daerah.

  Teori tentang federalisme fiskal menyatakan bahwa untuk barang atau jasa publik tertentu seperti barang publik daerah, desentralisasi dapat meningkatkan efisiensi dan akuntabilitas alokasi sumber daya karena : (1) Pemerintah daerah dapat lebih baik dikelola menurut daerah dan letak geografisnya; (2) Pemerintah daerah memiliki posisi yang lebih baik untuk mengenali preferensi dan kebutuhan daerah; (3) Tekanan dari persaingan jurisdiksi yang mendorong pemerintah daerah untuk menjadi inovatif dan memiliki akuntabilitas bagi warga dan penduduknya.

2.3 Belanja Modal

  Belanja modal merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Pengeluaran pemerintah yang bersifat menambah aset tetap yang memberikan manfaat lebih dari satu periode.

  Menurut Peraturan Pemerintah No 71 Tahun 2010, Belanja Modal merupakan pengeluaran anggaran untuk memperoleh aset tetap dan aset lainnya yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung, atau bangunan, peralatan dan aset tak terwujud.Sedangkan menurut Abdul Halim (2007:101), Belanja Modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan dan aset lainnya yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal dimaksudkan untuk mendapatkan aset tetap pemerintah daerah yaitu peralatan, bangunan, infrastruktur dan harta tetap lainnya.

  Menurut Nordiawan (2006), Belanja Modal adalah belanja yang dilakukan pemerintah yang menghasilkan aktiva tertentu. Alokasi belanja modal ini akan meningkatkan sarana penunjang aktifitas masyarakat yang diharapkan dapat meningkatkan aktifitas perekonomian masyarakat. Perekonomian masyarakat ini lahir karena fasilitas pendukung yang diberikan pemerintah dalam bentuk belanja modal dapat meningkatkan daya tarik investasi dari masyarakat.

  Belanja modal adalah belanja yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah serta akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan. Dengan pengertian tersebut maka belanja modal akan menambah aset tetap pemerintah daerah sehingga perlu diperhatikan secara matang dalam pemenuhan belanja modal. Tentunya belanja modal harus sangat disesuaikan dengan kebutuhan daerah agar aset tetap yang bertambah tersebut tidak menjadi sia-sia atau malah menambah beban keuangan pemerintah daerah karena peningkatan aset akan meningkatkan biaya pemeliharaan. Kebijakan otonomi daerah yang memberikan kewenangan daerah dalam menjalankan aktifitas pemerintahannya harus dimaksimalkan untuk semakin mendekatkan pelayanan terbaik kepada masyarakat.

  Pemerintah harus mampu menggunakan anggaran pendapatan untuk belanja modal secara proporsional agar tujuan dari otonomi daerah dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik dapat tercapai (Halim, 2001).

  Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Anggaran mendefinisikan Belanja Modal merupakan pengeluaran anggaran yang digunakan dalam rangka memperoleh atau menambah aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi serta melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Belanja Modal dapat dikategorikan dalam 5 (Lima) kategori utama :

  1. Belanja Modal Tanah Belanja modal tanah adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan atau pembelian atau pembebasan penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurungan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat, dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai.

  2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin Belanja modal peralatan dan mesin adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan atau penambahan atau penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai.

  3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan Belanja modal gedung dan bangunan adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan atau penambahan, penggantian dan termasuk untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai.

  4. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan Belanja modal jalan, irigasi, dan jaringan adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan atau penambahan, penggantian dan peningkatan pembanguanan atau pembuatan serta perawatan, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan, dan pengelolaan jalan, irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan, irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai..

  5. Belanja Modal Fisik Lainnya Belanja modal fisik lainnya adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan atau penambahan, penggantian dan peningkatan pembanguanan atau pembuatan serta perawatan fisik lainnya yang tidak dikategorikan kedalam kriteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan irigasi dan jaringan, termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal kontrak sewa beli, pemeblian barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah.

2.4 Pendapatan Asli Daerah (PAD)

  Menurut Mardiasmo (2002:132),”PAD adalah penerimaan yang diperoleh dan sektor pajak daerah,retribusi daerah,hasil perusahaan milik daerah,hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan,dan lain- lain PAD yang sah” PAD adalah pendapatan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan daerah yang dikelola sendiri oleh pemerintah daerah. PAD merupakan tulang punggung pembiayaan daerah,oleh karenanya kemampuan melaksanakan ekonomi diukur dari besarnya kontribusi yang dapat diberikan oleh PAD terhadap APBD,semakin besar kontribusi yang dapat diberikan oleh PAD terhadap APBD berarti semakin kecil ketergantungan pemerintah terhadap bantuan pemerintah pusat.

  Menurut Halim (2004) pendapatan asli daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Sedangkan menurut Siahaan (2005), pendapatan asli daerah merupakan suatu pendapatan yang menunjukan suatu kemampuan daerah menghimpun sumber-sumber dana untuk membiayai kegiatan rutin maupun pembangunan.

  PAD merupakan sumber pembiayaan bagi pemerintahan daerah dalam menciptakan infrastruktur daerah. PAD didapatkan dari hasil pajak daerah,hasil retribusi daerah,hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Untuk itu,dalam masa desentralisasi seperti ini pemerintah daerah dituntut untuk bisa mengembangkan dan meningkatkan PAD-nya masing-masing dengan memaksimalkan sumber daya yang dimiliki supaya bisa membiayai segala kegatan penciptaan infrastruktur atau sarana pra sarana daerah melalui alokasi belanja modal pada APBD. Semakin baik PAD suatu daerah maka semakin besar pula alokasi belanja modalnya (Ardhani 2011).

  Kewenangan pemerintah daerah dalam pelaksanaan kebijakannya sebagai daerah otonomi sangat dipengaruhi oleh kemampuan daerah tersebut dalam menghasilkan pendapatan daerah. Semakin besar pendapatan asli daerah yang diterima,maka semakin besar pula kewenangan pemerintah daerah tersebut dalam melaksanakan kebijakan otonomi. Pelaksanaan otonomi daerah bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik dan memajukan perekonomian daerah. Salah satu cara untuk meningkatkan pelayanan publik dengan melakukan belanja untuk kepentingan investasi yang di realisasikan melalui belanja modal (Solikin 2010 dalam Ardhani 2011). Kebijakan keuangan daerah diarahkan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah sebagai sumber utama pendapatan darah yang dapat dipergunakan oleh daerah dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan daerah sesuai dengan kebutuhannya guna memperkecil ketergantungan dalam mendapatkan dana dan pemerintah tingkat atas (subsidi). Dengan demikian usaha peningkatan pendapatan asli daerah seharusnya dilihat dari perspektif yang lebih luas tidak hanya ditinjau dari segi daerah masing- masing, tapi dalam kaitannya dengan kesatuan perekonomian indonesia. Pendapatan asli daerah itu sendiri, dianggap sebagai alternatif untuk memperoleh tambahan dana yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan pengeluaran yang ditentukan oleh daerah sendiri khususnya keperluan rutin. Oleh karena itu,peningkatan pendapatan tersebut merupakan hal yang dikehendaki setiap daerah (Mamesa 2012:30)

  Menurut Ujang Bahar (2010) PAD dapat didefinisikan sebagai penerimaan yang diperoleh dari sumber-sumber atau potensi dalam wilayahnya yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. PAD dapat pula berasal dari potensi daerah guna membiayai program atau kegiatan daerahnya yang bertujuan memberikan kewenangan kepada Pemda untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan dari desentralisasi. PAD meupakan pendapatan daerah yang bersumber dari pajak daerah ,retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan,dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentrlisasi.

  Yang dimaksud dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang telah dijelaskan melalui undang-undang No 33 Tahun 2004, adalah hak pemerintah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan. Sesuai dengan undang-undang tersebut tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, bahwa PAD terbagi menjadi 4 sumber sebagai berikut :

1) Pajak Daerah

  Secara umum menurut kamus besar bahasa indonesia,pajak adalah hak untuk mengusahakan sesuatu dengan membayar sewa kepada negara. Menurut undang- undang Nomor 28 Tahun 2007, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh wajib pajak pribadi atau badan yang sifatnya memaksa berdasarkan undang-undang dan tidak mendapatkan imbalan secara langsung digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

  Pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan atau instansi pemerintah yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang. (PERGUB No 13, 2012).

  Pajak daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah dalam melaksanakan pelayanan kepada masyarakat serta mewujudkan kemandirian daerah. Kebijakan daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan, peran serta masyarakat dan akuntabilitas dengan memperhatikan potensi daerah (PerDa Kab Pemalang No 1 Tahun 2012) .

  Pajak adalah gejala masyarakat,artinya pajak hanya ada didalam masyarakat, masyarakat adalah kumpulan manusia yang pada suatu waktu berkumpul untuk tujuan tertentu. Masyarakat terdiri atas individu,individu mempunyai hidup sendiri dan kepentingan sendiri,yang dapat dibedakan dari hidup masyarakat dan kepentingan masyarakat. Namun individu tidak mungkin hidup tanpa adanya masyarakat. (Erly Suandy,Hukum Pajak,2011).

  Pajak merupakan alternatif yang sangat potensial. Sebagai salah satu sumber penerimaan Negara yang sangat potensial., sektor pajak merupakan pilihan yang sangat tepat, selain karena jumlahnya yang relatif stabil juga merupakan cerminan partisipatif masyarakat dalam membiayai pembangunan. Jenis pungutan di Indonesia terdiri dari pajak Negara (pajak pusat), pajak daerah, retribusi daerah, bead an cukai penerimaan Negara bukan pajak. Salah satu sumber Penerimaan Asli Daerah (PAD) dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) adalah pajak daerah.

  Menurut Siahaan (2005:7), “Pajak daerah adalah pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah (baik pemerintah daerah tingkat I,maupun pemerintah daera tingkat II) dan hasil dipergunakan untuk membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan daerah (APBD).

  Jenis Pajak Daerah menurut Undang-undang No 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah adalah :

  1. Jenis Pajak Provinsi :

  a. Pajak Kendaraan Bermotor

  b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

  c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

  d. Pajak Air Permukaan

  e. Pajak Rokok

  2. Jenis Pajak Kabupaten/Kota

  a. Pajak Hotel

  b. Pajak Restoran

  c. Pajak Hiburan

  d. Pajak Reklame

  e. Pajak Penerangan Jalan

  f. Pajak Mineral bukan Logam dan Batuan

  g. Pajak Parkir

  h. Pajak Air Tanah i. Pajak Sarang Burung Walet j. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

2) Retribusi Daerah

  Retribusi daerah atau retribusi adalah pungutan (otonom) sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

  Menurut Ujang Bahar (2010),Retribusi Daerah adalah :“sementara itu pajak retribusi daerah adalah pungutan bagi pembayaran atau izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberilan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi atau badan. Prinsip pengenaan retribusi daerah adalah pembayaran yang berkaitan langsung dengan jasa pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah.

  Umumnya pungutan atas retribusi diberikan atas pembayaran berupa jasa atau pemberian izin tertentu yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah kepada setiap orang atau badan. Misalnya retribusi atas penyediaan tempat penginapan, retribusi penyediaan tempat pencucian mobil, pembiayaan aliran listrik, pembayaran abonemen air minum, retribusi tempat penitipan anak, retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat, retribusi izin mendirikan bangunan, retribusi izin gangguan. Karena kontra-prestasinya langsung dapat dirasakan, maka dari sudut sifat pelaksanaannya lebih mengarah pada hal yang bersifat ekonomis. Artinya, apabila sseorang atau badan tidak mau membayar retribusi maka manfaat ekonominya langsung dapat dirasakan. Namun, apabila manfaat ekonominya telah dirasakan tetapi retribusinya tidak dibayar, maka secara yuridis pelunasannya dapat dipaksakan seperti halnya pajak.Retribusi pada umumnya merupakan sumber pendapatan penyumbang PAD kedua setelah pajak daerah. Bahkan untuk beberapa daerah penerimaan retribusi daerah ini lebih tinggi daripada pajak daerah.

  Retribusi daerah memiliki karakteristik yang berbeda dengan pajak daerah. Pajak daerah merupakan pungutan yang dilakukan pemerintah daerah kepada wajib pajak daerah tanpa ada kontraprestasi langsung yang bisa diterima wajib pajak atas pembayaran pajak tersebut. Sementara itu, retribusi daerah merupakan pungutan yang dilakukan pemerintah daerah kepada wajib retribusi atas pemanfaatan suatu jasa tertentu yang disediakan pemerintah.

  Ciri-Ciri Retribusi (Ensiklopedia Kementerian Keuangan,2015):

  1. Dipungut oleh pemerintah daerah,berdasarkan kekuatan peraturan perundang- undangan.

  2. Dapat dipungut apabila ada jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dan dinikmati oleh orang atau badan.

  3. Pihak yang membayar retribusi daerah mendapatkan imbalan/balas jasa secara langsung dari pemerintah daerah atas pembayaran yang dilakukannya.

  4. Wajib retribusi yang tidak memenuhi kewajiban pembayaran retribusi daerah dapat dikenakan sanksi ekonomis,yaitu jika tidak membayar retribusi daerah tidak memperoleh jasa yang diselenggrakan oleh pemerintah daerah.

  5. Hasil penerimaan retribusi daerah di setor ke kas daerah.

  Jenis Retribusi:

  1. Retribusi Jasa Umum

  • Objek Retribusi Jasa Umum : pelayanan yang disediakan atau diberikan

  Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh pribadi atau Badan.

  • Jenis Retribusi Umum adalah :

  a. Retribusi Pelayanan Kesehatan

  b. Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan

  c. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil

  d. Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat e. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum

  f. Retribusi Pelayanan Pasar

  g. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor

  h. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran i. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta j. Retribusi penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus k. Retribusi Pengolahan Limbah Cair l. Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang m. Retribusi Pelayanan Pendidikan n. Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi

  • Prinsip penentuan tarif : besarnya biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat dan aspek keadilan.

  2. Retribusi Jasa Usaha

  • Objek Retribusi Jasa Usaha: pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial yang meliputi:

  a. Pelayanan dengan menggunakan/memanfatakan kekayaan daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal b. Pelayanan oleh Pemerintah Daerah sepanjang belum disediakan secara memadai oleh pihak swasta.

  • Jenis Retribusi Jasa Usaha :

  a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah

  b. Retribus Pasar Grosir dan/atau Pertokoan

  c. Retribusi Tempat Pelelangan

  d. Retribusi Terminal

  e. Retribusi Tempat Khusus Parkir f. Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa

  g. Retribusi Rumah Potong Hewan

  h. Retribusi Pelayanan ke Pelabuhan i. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga j. Retribusi Penyeberangan Air k. Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah.

  3. Retribusi Perizinan Tertentu

  • Objek Retribusi Perizinan Tertentu: pelayanan perizinan tertentu oleh

  Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang,pengunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

  • Jenis Retribusi Perizinan Tertentu:

  a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan

  b. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Berakohol

  c. Retribusi Izin Gangguan

  d. Retribusi Izin trayek

  e. Retribusi Izin Usaha Perikanan

  3)

Hasil Pengelolaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah

yang dipisahkan

  Menurut Halim (2004:86), hasil pengelolaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan seperti berikut :

  (1) bagian laba perusahaan milik daerah, (2) bagian laba lembaga keuangan Bank, (3) bagian laba keuangan non Bank, (4) bagian laba atas penyertaan modal/investasi.

4) Lain-lain PAD yang sah

  Jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut objek pendapatan yang antara lain : a. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan secara tunai atau angsuran b. Jasa giro

  c. Pendapatan bunga

  d. Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah

  e. Penerimaan komisi, potongan atau bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah f. Penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing g. Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan

  h. Pendapatan denda pajak i. Pendapatan denda retribusi j. Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan k. Pendapatan dari pengembalian l. Fasilitas sosial dan fasilitas umum m. Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan n. Pendapatan dari Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)

2.5 Dana Perimbangan

  Pemerintah pusat memiliki kewajiban untuk membiayai pemerintah daerah yang ada di Indonesia. Pembiayaan tersebut berupa dana perimbangan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Terdapat tiga komponen dalam dana perimbangan, yaitu Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK).

  Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah (otonom) untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Jumlah Dana Perimbangan ditetapkan setiap tahun anggaran dalam APBN (Ensiklopedia).

  Dana Perimbangan merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk menbiayai kebutuhan daerah. Dana Perimbangan disebut juga transfer atau grants. Transfer merupakan konsekuensi dari tidak meratanya keuangan dan ekonomi daerah. Selain itu, tujuan transfer adalah mengurangi keuangan horizontal antar daerah, mengurangi kesenjangan vertical pusat daerah, mengatasi persoalan efek peleyanan publik antar daerah, dan untuk menciptakan stabilitas aktivitas perekonomian di daerah (Abdullah dan Halim 2003)

  Dana Perimbangan menurut Undang-undang No 23 Tahun 2014, Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari APBD yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

  Dana Perimbangan menurut PERMENDAGRI N0 37 Tahun 2014, terdiri dari :

  1. Dana Bagi Hasil Dana bagi hasil terdiri dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah (BPHTB), Pajak Penghasilan (PPh) perorangan dan penerimaan dari sumber daya alam yakni, minyak bumi, gas bumi, pertambangan umum, kehutanan dan perikanan. Penetapan besarnya dana bagi hasil pajak dan non pajak didasarkan atas presentase dengan tarif dan basis pajaknya.

  2. Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Umum dialokasikan sesuai Peraturan Presiden tentang Dana Alokasi Umum Provinsi, Kabupaten dan Kota. Dana alokasi umum bersifat blok

  grant yang berarti penggunaannya diserahkan kepada daerah sesuai dengan

  prioritas dan kebutuhan daerah untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

  3. Dana Alokasi Khusus Dana Alokasi Khusus identik dengan special grant yang ditentukan berdasarkan pendekatan kebutuhan yang sifatnya insidental dan mempunyai sifat secara khusus, namun prosesnya tetap dari bawah (botton up).

2.6 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 No Variabel Penelitian Hasil Penelitian

  1.

  “Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Dana Perimbangan terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah di Sumatera Barat” Salman Alfararisi H (2009)

  Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Dana Perimbangan berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan.

  2.

  “Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Dana Perimbangan terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah di Provinsi Kepulauan Riau” Wan Vidi Rukmana

  Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berpengaruh positif, dan Dana Perimbangan berpengaruh positif terhadap Kinerja Keuangan

  (2013) Pemerintah Daerah. Lanjutan Tabel 2.1

  PAD berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah.

  “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, PAD, DAU terhadap Belanja Modal” Yovita (2011)

  11.

  PAD, Dana Alokasi Umum, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran berpengaruh positif terhadap Belanja Modal.

  “Pengaruh PAD, Dana Alokasi Umum, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran terhadap Belanja Modal” Sugiarthi (2014)

  10.

  PAD dan Dana Perimabangan berpengaruh negatif terhadap Belanja Daerah.

  “PAD dan Dana Perimbangan terhadap Belanja Daerah” Sina Muhammad Salman Farizi (2012)

  9.

  DAU dan PAD berpengaruh terhadap Belanja Modal, sedangkan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Luas Wilayah tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal.

  “Pengaruh Dana Alokasi Umum, PAD, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Luas Wilayah terhadap Belanja Modal” Kusnandar (2011)

  8.

  “Analisis PAD terhadap Kinerja Keuangan pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara” Asha Florida (2007)

Tabel 2.1 No Variabel Penelitian Hasil Penelitian 3.

  7.

  PAD berpengaruh negatif terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah, sedangkan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tidak dominan mempengaruhi Kinerja Keuangan.

  “Analisis PAD terhadap Kinerja Keuangan pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Selatan” Wenny (2012)

  6.

  Semua Variabel berpengaruh terhadap Pemerintah Provinsi seluruh Indonesia.

  “Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Dana Perimbangan pada Pemerintah Provinsi seluruh Indonesia” Herli Rosdiani Tumangger (2014)

  5.

  Hasil penelitiannya menunjukan bahwa Dana Perimbangan berpengaruh Positif terhadap Kinerja Keuangan Daerah.

  4 “Pengaruh Dana Perimbangan terhadap Kinerja Keuangan Daerah” Halleina Rejeki Putri Hartono (2013)

  PAD dan Dana Perimbangan berpengaruh positif terhadap belanja modal, dan keduanya secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal.

  “Pengaruh PAD dan Dana Perimbangan terhadap Belanja Modal” Muhammad Edwin Kadafi (2013)

  Variabel Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh positif terhadap Belanja Modal, sedangkan DAU berpengaruh negatif terhadap Belanja Modal. Lanjutan tabel 2.1

Tabel 2.1 No Variabel Penelitian Hasil Penelitian

  12.

  “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, PAD, DAU terhadap Belanja Modal” Kuncoro (2013)

  Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh positif terhadap Belanja Modal.

  13.

  “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, PAD, DAU , DBH, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran dan Luas Wilayah terhadap Belanja Modal” Maryadi (2014)

  DAU, DBH, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran dan Luas Wilayah berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal, sedangkan PAD berpengaruh negatif terhadap Belanja Modal.

  14.

  “Pengaruh PAD, Dana Alokasi Umum, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran dan Luas Wilayah terhadap Belanja Modal” Purnama (2014)

  PAD, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran dan Luas Wilayah berpengaruh terhadap Belanja Modal.

  15.

  “Pengaruh PAD dan Dana Perimbangan terhadap Pengalokasian Belanja Modal” Ardhani (2011)

  Hasil penelitian menunjukan bahwa PAD dan Dana Perimbangan berpengaruh terhadap Pengalokasian Belanja Modal.

2.7 Kerangka Pemikiran

  Dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang dibuat diatas, yaitu menganalisis Variabel Independen Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan terhadap Variabel Dependen Belanja Modal di Kabupaten/Kota di Jawa Tengah.

  Penyelenggaraan otonomi daerah dengan diubahnya sistem sentralisasi (memusat) menjadi desentralisasi (menyebar) maka sebagai pemerintah daerah harus dapat menggali potensi daerahnya masing-masing dengan mandiri tanpa harus bergantung dengan pemerintah pusat. Kebijakan tersebut bukan berarti pemerintah pusat lepas tangan, akan tetapi tetap memberikan bantuan jika suatu daerah tidak dapat mengembangkan daerahnya. Maka dalam pelaksanaan program tersebut masing-masing daerah mampu memberikan kontribusi kepada Pemerintah Daerah, maka timbulah pertanyaan bahwa seberapa besar Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan terhadap Belanja Modal untuk mengembangkan daerahnya?

  Berdasarkan laporan realisasi APBD, Pengeluaran Daerah terdiri dari dua komponen yaitu Belanja tidak Langsung dan Belanja Langsung. Namun dalam penelitian ini, saya hanya menggunakan salah satu pengeluaran dari Belanja Langsung yaitu Belanja Modal sebagai variabel dependen

  

Gambar 2.1

  H1 (+)

  Pendapatan Asli Daerah (PAD) (X1) Belanja Modal (Y)

  H2 (+)

  Dana Perimbangan (X2) H2 (+)

2.8 Hipotesis Penelitian

2.8.1 Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Modal

  PAD merupakan sumber pembiayaan bagi pemerintahan daerah dalam menciptakan infrastruktur daerah. PAD didapatkan dari hasil pajak daerah,hasil retribusi daerah,hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Untuk itu,dalam masa desentralisasi seperti ini pemerintah daerah dituntut untuk bisa mengembangkan dan meningkatkan PAD-nya masing-masing dengan memaksimalkan sumber daya yang dimiliki supaya bisa membiayai segala kegatan penciptaan infrastruktur atau sarana pra sarana daerah melalui alokasi belanja modal pada APBD. Semakin baik PAD suatu daerah maka semakin besar pula alokasi belanja modalnya (Ardhani 2011).

  Hubungan yang timbul antara PAD dan Belanja Modal terjadi adanya interaksi ekonomi yang terjadi antara masyarakat daerah dan pemerintah daerah. Interaksi ekonomi yang dimaksud adalah adanya sejumlah iuran baik berupa pajak, retribusi dan lain-lain oleh penduduk daerah kepada pemerintah, dari adanya penyerahan iuran tersebut maka tugas pemerintah daerah adalah memberikan pelayanan publik yang baik kepada masyarakat sebagai timbal balik secara langsung maupun tidak langsung.

  Dalam penelitian Farizi (2012) dan Kadafi (2013) menjelaskan bahwa PAD berpengaruh positif terhadap Belanja Modal. Hasil penelitian yang sama yang dilakukan oleh Halleina (2013) dan Rukmana (2013), serta Sugiarthi (2014) yang menyimpulkan bahwa PAD berpengaruh positif terhadap Belanja Modal.

  Dari hal tersebut maka rumusan hipotesis yang di ajukan adalah :

  H 1 : Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif terhadap Belanja Modal

2.8.2 Pengaruh Dana Perimbangan terhadap Belanja Modal

  Dana Perimbangan menurut Undang-undang No 23 Tahun 2014, Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari APBD yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi..

  Dari penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa setiap dana perimbangan yang diterima pemerintah daerah akan didistribusikan melalui program,kebijakan maupun pembangunan daerah yang menunjang kesejahteraan masyarakat. Belanja merupakan pembangunan infrastruktur yang diharapkan dapat meningkatkan investasi dan perekonomian yang baik, dengan hal tersebut maka roda perekonomian yang ada akan semakin berjalan dengan baik, hal ini berimbas pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

  Dalam penelitian farizi (2012) dan Kadafi (2013) menjelaskan bahwa Dana Perimbangan berpengaruh positif terhadap Belanja Modal. Hasil penelitian yang sama yang dilakukan oleh Halleina (2013) dan Rukmana (2013), serta Sugiarthi (2014) yang menyimpulkan bahwa Dana Perimbangan berpengaruh positif terhadap Belanja Modal. Dari hal tersebut maka rumusan hipotesis yang di ajukan adalah :