BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - DESIANA PUTRI IKAWATI MANUHUTU BAB I

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

  Laporan keuangan merupakan alat utama para manajer untuk menunjukan efektifitas pencapaian tujuan dan untuk melaksanakan fungsi pertanggungjawaban dalam organisasi. Standar Akuntansi Keuangan (IAI, 2009:3) disebutkan bahwa tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Dalam penyusunan laporan keuangan, dasar akrual dipilih karena lebih rasional dan adil dalam mencerminkan kondisi keuangan perusahaan secara rill, namun disisi lain penggunaan dasar akrual dapat memberikan keleluasaan kepada pihak manajemen dalam memilih metode akuntansi selama tidak menyimpang dari aturan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku. Salah satu parameter penting dalam laporan keuangan yang digunakan untuk mengukur kinerja manajemen adalah laba, yang disajikan pada laporan laba rugi.

  Laba merupakan salah satu indikator utama untuk mengukur kinerja dan pertanggungjawaban manajemen. Informasi laba dapat dijadikan panduan dalam melakukan investasi yang membantu investor atau pihak lain dalam menilai earnings power (kemampuan menghasilkan laba) perusahaan dimasa yang akan datang. Adanya kecenderungan memperhatikan laba disadari oleh manajemen, khususnya manajer yang kinerjanya diukur berdasarkan informasi laba tersebut, sehingga mendorong munculnya manajemen laba.

  

Agency theory memberikan gambaran bahwa masalah manajemen laba

  dapat dieliminasi dengan pengawasan sendiri melalui good corporate

  governance. Bahwa praktik manajemen laba yang dilakukan oleh manajer

  dapat diminimumkan melalui suatu mekanisme monitoring untuk menyelaraskan ketidaksejajaran kepentingan pemilik dan manajemen (Adrianto dan Anis, 2014).

  Corporate governance merupakan konsep yang diajukan demi

  peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi atau monitoring kinerja manajemen dan menjamin akuntabilitas manajemen terhadap stakeholder dengan mendasarkan pada kerangka peraturan. Bila konsep ini diterapkan dengan baik maka diharapkan pertumbuhan ekonomi akan terus menanjak seiring dengan transparansi pengelolaan perusahaan yang makin baik dan nantinya menguntungkan banyak pihak (Nasution dan Setiawan, 2007).

  

Corporate governance mengandung empat unsur penting yaitu keadilan,

  transparansi, pertanggungjawaban, dan akuntabilitas yang diharapkan dapat menjadi suatu jalan dalam mengurangi konflik keagenan. Ada lima unsur

  corporate governance yang dipakai dalam berbagai penelitian mengenai

  yang bertujuan mengurangi konflik keagenan yaitu

  corporate governance

  kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dewan direksi, dewan komisaris dan komite audit.

  Kepemilikan manajerial merupakan isu yang penting dalam teori keagenan sejak dipublikasikan oleh Jensen dan Meckling (1976) dalam Wicaksono (2013) menyatakan bahwa hubungan antara pemegang saham dan manajer dari suatu perusahaan secara murni adalah hubungan keagenan, yang seharusnya memisahkan masalah antara kepemilikan dan kontrol. Sekarang ini kepemilikan perusahaan dikaitkan dengan masalah umum keagenan.

  Kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif sehingga dapat mengurangi manajemen laba. Presentasi saham tertentu yang dimiliki institusi dapat mempengaruhi proses penyusunan laporan keuangan yang tidak menutup kemungkinan terdapat akrualisasi sesuai kepentingan pihak manajemen. Melalui peranannya dalam menjalankan fungsi pengawasan, komposisi dewan komisaris dapat mempengaruhi pihak manajemen dalam menyusun laporan keuangan sehingga dapat diperoleh suatu laporan laba yang berkualitas (Boediono, 2005).

  Dewan direksi memiliki peran penting dalam perusahaan yaitu untuk menentukan arah dan kebijakan perusahaan baik dalam jangka pendek maupun panjang. Komposisi direksi harus memungkinkan pengambilan keputusan secara efektif, tepat, cepat serta bertindak independen (Adrianto dan Anis, 2014). Komposisi jumlah dewan direksi (board of director) berpengaruh terhadap efektif tidaknya pengawasan kinerja manajer (CEO). Jumlah dewan direksi yang semakin banyak, mengakibatkan proses pengawasan kurang efektif dan dapat meningkatkan praktik manajemen laba oleh manajemen.

  Komite audit merupakan komite yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan. Komite audit dibentuk oleh suatu perusahaan yang berfungsi untuk memberikan pandangan mengenai masalah-masalah yang berhubungan dengan kebijakan keuangan, akuntansi, dan pengendalian internal. Selain itu, keberadaan komite audit juga berfungsi untuk membantu dewan komisaris dalam mengawasi pihak manajemen dalam menyusun laporan keuangan (I Guna dan Herawaty, 2010).

  Program kompensasi adalah kebijakan dan prosedur untuk memberikan kompensasi bagi manajemen, mencakup pemberian bonus yang didasarkan pada pencapaian tujuan-tujuan kinerja untuk suatu periode. Jika perusahaan memiliki kompensasi (bonus scheme), maka manajer akan cenderung melakukan tindakan yang mengatur laba bersih untuk dapat memaksimalkan bonus yang mereka terima (Palestin, 2008).

  Terdapat beberapa penelitian terdahulu mengenai manajemen laba telah dilakukan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Pujiati dan Arfan (2013) dengan kepemilikan manajerial sebagai variabel independen memberikan hasil bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.

  Hal ini didukung oleh penelitian Palestin (2008), Sari dan Putri (2014) bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.

  Sedangkan penelitian menurut Adrianto dan Anis (2014) memberikan hasil bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap manajemen laba. Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Shiyammurti (2014), Pradipta

  (2011), I Guna dan Herawaty (2010), yang memberikan hasil penelitian bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.

  Menurut Pujiati dan Arfan (2013), kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Sedangkan penelitian Adrianto dan Anis (2014) memberikan hasil bahwa kepemilikan institusional berpengaruh terhadap manajemen laba. Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan Pradipta (2011), I Guna dan Herawaty (2010) yang memberikan hasil bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.

  Terkait dengan dewan direksi, penelitian menurut Pradipta (2011) memberikan hasil bahwa dewan direksi berpengaruh terhadap manajemen laba.

  Sedangkan penelitian menurut Adrianto dan Anis (2014) memberikan hasil bahwa dewan direksi tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.

  Palestin (2008) dalam penelitiannya memberikan hasil bahwa komite audit berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Hal ini didukung oleh penelitian Sari dan Putri (2014) bahwa komite audit berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Sedangkan penelitian yang dilakukan Adrianto dan Anis (2014) memberikan hasil bahwa komite audit berpengaruh terhadap manajemen laba. Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan Shiyammurty (2014) dan I Guna dan Herawaty (2010) memberikan hasil bahwa komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.

  Menurut Elfira (2014) dan Palestin (2008), kompensasi bonus berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Pujiati dan Arfan (2013) yang memberikan hasil bahwa kompensasi bonus berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.

  Penelitian ini mengacu pada penelitian Pujiati dan Arfan (2013), yang meneliti tentang pengaruh struktur kepemilikan dan kompensasi bonus terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Pujiati dan Arfan (2013) terletak pada penggunaan variabelnya dan objek penelitian. Penelitian Pujiati dan Arfan (2013) menggunakan variabel kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan kompensasi bonus. Sedangkan penelitian ini menambah variabel dewan direksi dan komite audit. Objek pada penelitian Pujiati dan Arfan (2013) adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2010. Sedangkan penelitian ini menggunakan objek perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2012-2014 dengan sampel perusahaan sektor industri barang konsumsi.

  Alasan peneliti memilih perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi karena menurut Kementrian Perindustrian Republik Indonesia 2013, daya tahan perusahaan manufaktur terutama ditopang oleh sektor industri barang konsumsi yang memiliki pertumbuhan yang cukup pesat yakni 28%.

  Kinerja sektor industri barang konsumsi juga lebih tinggi dari dua sektor lainnya yaitu sektor aneka industri dan sektor industri dasar yang juga menjadi bagian dari indeks manufaktur.

  Manajemen laba menarik untuk dikaji karena dapat memberikan gambaran perilaku para manajer dalam melaporkan kegiatan usahanya pada suatu periode tertentu, yaitu adanya kemungkinan munculnya motivasi tertentu yang mendorong mereka untuk mengatur data keuangan yang dilaporkan.

  Manajemen laba merupakan fenomena yang sulit dihindari karena fenomena ini merupakan dampak dari penggunaan dasar akrual dalam penyusunan laporan keuangan.

  1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini, yaitu :

  1. Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap manajemen laba ?

  2. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap manajemen laba ?

  3. Apakah dewan direksi berpengaruh positif terhadap manajemen laba ?

  4. Apakah komite audit berpengaruh negatif terhadap manajemen laba ?

  5. Apakah kompensasi bonus berpengaruh positif terhadap manajemen laba ?

  1.3 Batasan Masalah

  Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah

  1. Variabel kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dewan direksi, komite audit, dan kompensasi bonus yang mempengaruhi manajemen laba.

  2. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan Manufaktur dengan sampel perusahaan sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2012-2014.

  1.4 Tujuan Penelitian

  1. Untuk memperoleh bukti empiris pengaruh dari struktur kepemilikan manajerial terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur.

  2. Untuk memperoleh bukti empiris pengaruh dari struktur kepemilikan institusional terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur.

  3. Untuk memperoleh bukti empiris pengaruh dari dewan direksi terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur.

  4. Untuk memperoleh bukti empiris pengaruh dari komite audit terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur.

  5. Untuk memperoleh bukti empiris pengaruh dari kompensasi bonus terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur.

  1.5 Manfaat Penelitian

  1. Bagi Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan kajian ilmu akuntansi keuangan mengenai manajemen laba dan menambah wawasan, serta pengetahuan mengenai beberapa faktor yang mempengaruhi manajemen laba yaitu kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dewan direksi, komite audit dan kompensasi bonus.

  2. Bagi Investor Memberikan informasi kepada pihak investor tentang keberadaan pengaruh good corporate governance dan kompensasi bonus terhadap manajemen laba sebagai dasar pengambilan keputusan dalam berinvestasi.

  3. Bagi Perusahaan Penelitian ini diharapkan dapat pemberikan kontribusi pemikiran kepada praktisi penyelenggara perusahaan dalam memahami good corporate

  

governance dan kompensasi bonus, sehingga dapat meningkatkan nilai dan

pertumbuhan perusahaan serta mengatasi manajemen laba.

  4. Bagi Peneliti-peneliti lain Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya serta dapat memperbaiki kekurangan yang ada dalam penelitian ini.